Terletak di Desa Sawarna Kec.
Bayah Kabupaten Lebak – Banten, Pantai Sawarna merupakan salah satu tujuan
wisata yang kini sedang berkembang. Bagi pecinta Fotografi pada khususnya,
berkunjung ke Sawarna merupakan salah satu daya tarik yang patut di perhitungkan.
Pantai pasir putihnya serta alamnya yang masih perawan menambah indah
suasana. Kita dapan menyusuri Pantai
Ciantir hingga ke Tanjung Layar dan Lagoon Pari kala sedang surut pantainya. Sungguh tak bosan menikmati deburan ombak
yang membahana.
Untuk menuju Sawarna, penulis
mengandalkan tour berkala yang di adakan oleh travel. Dari Jakarta dengan hanya
Rp. 450.000/orang kita berangkat bersama 5 orang, kalau di hitung-hitung cukup
murah dibandingkan dengan menggunakan kendaraan umum untuk menuju desa Sawarna.
Berangkat jam 21.00 dari Jakarta, tiba sekitar Jam 04.00 esok harinya, kita di
sambut oleh warga setempat yang menunjukkan tempat dimana kami akan menginap
selama 1 malam, dengan memarkirkan mobil di depan gerbang Desa Wisata Ciantir.
Menyeberangi jembatan gantung
sepanjang 15an meter, bagi yang tidak terbiasa akan merasakan goyangan yang
membuat kita akan berhenti sesaat agar jembatan tersebut tidak goyang. Pintu
akses menuju Desa Wisata memang melalui Jembatan gantung yang digunakan oleh penduduk
setempat, baik oleh pejalan kaki maupun oleh sepeda motor yang melewatinya,
sehingga tak ayal ketika pengunjung sedang membludak akan terjadi antrian
panjang untuk menyeberangi jembatan tersebut secara bergantian.
Tiba di penginapan, saatnya kita
gunakan untuk beristirahat sejenak melepas penat selama perjalanan. Sesaat mata
ini terpejam untuk kemudian terbangun karena jam alarm berbunyi pukul 06.00.
Segera tanpa menunggu komando dan guide yang telah di sediakan oleh travel,
penulis dan beberapa rekan bergegas menuju pantai pasir putih ciantir. Ini
adalah pengalaman pertama penulis ke Sawarna. Terasa sepi di pantai pagi itu,
karena tidak di temui sebarang manusia kecuali kita dan penjala ikan. Serta beberapa
ekor anjing kampung yang berkeliaran. Dengan
deburan ombak yang lumayan besar penulis menikmati keindahan pantainya sambil
memperhatikan ulah penjala ikan yang menggunakan instingnya untuk menebarkan
jala ikan pada saat-saat tertentu. Berbekal gear Camera Canon 7D yang penulis
miliki pun setiap gerakan dan hal yang unik selalu diambil. Pagi itu sayang
sekali cuaca kurang bersahabat. Mendung menggulung di pagi hari, sehingga tak
dapat menikmati keindahan pagi karena matahari tertutup awan. Namun di ujung
sebelah kiri pantai pasir putih terlihat berterbangan burung pencari ikan.
Segera penulis menuju tempat yang terdapat burung pantai untuk mencoba
membidiknya meski agak kesulitan karena setiap kali di dekati burung-burung
tersebut pun akan terbang menjauh ditambah lensa yang penulis pakai saat itu
adalah lensa kit sehingga kurang mendukung perburuan pagi itu.
Hari beranjak siang. Puas bermain
di pantai pasir putih, penulis kembali ke penginapan untuk membersihkan badan
dan sarapan pagi.
GOA LALAY
Selain alam pantianya yang indah,
tak ada salahnya kita mengunjungi objek wisata yang juga masih perawan. Goa
Lalay . Untuk mencapai goa lalay kita harus berjalan sekitar 30 menit dari
penginapan di desa wisata. Melewati
persawahan yang terletak di pinggir kali yang mengalir dengan gemericik karena
dangkal. Di sepanjang jalan akan terlihat pemandangan hijau tanaman padi atau
mungkin kalau pas musim panen akan melihat hamparan padi. Matahari masih malu-malu untuk menampakkan
diri, namun masih mengintip dari balik awan. Di sebelah kiri terdapat
pemandangan Indah sebuah gunung yang biru seolah menawarkan kesejukan alami.
Sebelum sampai di goa lalay kita juga akan melewati jembatan, namun kali ini
jembatanya baru di buat permanen, cukup kuat untuk diseberangi. Jembatan dengan
lebar sekitar 1,5 meter dan panjang 15m an. Dibawah jembatan sesekali terlihat
anak-anak yang bertelanjang mandi di sungai sambil terjun dari atas batu yang
ada.
Bagi pengunjung disarankan untuk
mengenakan sandal gunung, karena ketika hujan akan kesulitan apabila hanya
menggunakan sandal jepit biasa. Sandal gunung lebih aman digunakan baik saat
kita berjalan di alam maupun di pantai yang di beberapa bagian terdapat karang
yang tajam.
Menuju goa Lalay bukanlah
melewati jalan yang mulus namun jalan setapak yang becek dan berlumpur ketika musim
hujan. Di pintu masuk Goa , pengunjung akan dikenakan tariff masuk yang
dikelola oleh penduduk setempat. Goa lalay masih sangat alami, tanpa penerangan
dan terdapat banyak sekali kelelawar . Bagi pengunjung yang tidak berani akan
mengurungkan masuk ke goa karena untuk memasuki goa tersebut harus melewati
air. Sekilas goa ini terasa sempit, gelap tanpa penerangan namun inilah
tantangannya. Dengan di pandu oleh guide local menggunakan lampu senter kita
menyusuri goa dengan berjalan di air. Menurut guide tersebut, Goa tersebut
cukup panjang apabila akan ditelusuri kedalam, namun karena gelap, melewati air
juga membuat penulis mengurungkan niat untuk terus melaju ke dalam. Akhirnya
penulis langsung keluar lagi melalui pintu goa yang berbeda mengikuti aliran
air.
SUNSET DI TANJUNG LAYAR
Selepas dari Goa Lalay kita
dipandu menuju ke Tanjung Layar, pantai dimana terdapat gundukan batu yang
menyerupai layar. Lagi-lagi dari goa Lalay menuju Tanjung Layar kita harus
melewati persawahan dan perkampungan penduduk. Cukup jauh, dan trackingnya
lumayan susah bagi pengguna sandal biasa. Untuk itu saran sekali lagi gunakan
sandal gunung.
Belum sampai di Tanjung Layar,
kita terlebih dahulu melewati Pantai Pasir Putih. Kali ini matahari menampakkan
batang hidungnya. Cuaca sangat panas….sehingga penulis urungkan niat menuju
Tanjung layar yang merupakan deretan dari Pantai Pasir putih. Berhenti sejenak
di warung-warung pinggir pantai sambil menikmati sebotol minuman teh sambil
memandang lepas birunya laut dan menikmati deburan ombaknya. Nun jauh disana
dipinggir pantai, penggunjung dengan asyik bermain sepak bola sambil
berpanas-panasan. Sementara penulis sendiri mengamankan diri duduk manis di
warung kecil yang menjual minuman dingin. Untuk sementara perjalanan dihentikan dan
bergegas menuju penginapan untuk makan siang, menunaikan sholat dzuhur dan
istirahat siang.
Menjelang Sore selepas Solat
Ashar penulis bergegas menuju ke tanjung Layar. Jarak Tanjung Layar ke
penginapan sekitar 1 km. Untuk ukuran jarak memang jauh, namun sepanjang
perjalanan kita menyaksikan pemandangan lepas pantai sementara dikiri jalan
dikelilingi bukit kecil membuat indah suasana dan tak membuat capai. Sayang
sekali cuaca sore itu pun kurang bersahabat. Meski sempat turun hujan gerimis
namun penulis tetap mencari spot-spot yang bagus untuk di foto. Harapan langit
biru jauh dari harapan, karena cuaca berawan, sehingga hasil fotopun kurang
maksimal.
Tanjung Layar selalu ramai
dikunjungi, namun kadang-kadang air laut hingga pinggir pantai sehingga tidak
dapat mendekat ke Tugu batunya. Bagi yang lapar di pinggir-pinggir pantai juga
tersedia warung-warung penduduk sekitar sehingga tidak perlu kuatir akan
kehausan dan kelaparan. Namun disini harus berhati-hati ketika untuk bermain
air karena terdapat palung yang dalam sehingga apabila terhempas ombak,
kemungkinan untuk selamat kecil.
Spot foto di Tanjung layar sangat
banyak, dipinggir-pinggir pantai di kelilingi oleh bebatuan , bukan pasir.
Ombak yang berdebur pun membuat hasil foto akan terasa menarik. Bagi pecinta
Slow Speed alias SS juga dapat mendapatkan hasil yang diinginkan karena
ombaknya yang tinggi dan menghempas batu karang. Disini pengunjung diharapkan
untuk berhati-hati dan menggunakan sepatu gunung. Pengalaman penulis, saat itu
ada pengunjung yang kakinya terantuk batu karang karena memakai sandal jepit
yang licin, dan potongan batu karangnya bersarang di dalam kulit sehingga harus
di bawa kerumah sakit. Meski lukanya tidak seberapa namun membayangkannyapun
perih sendiri.
Saat-saat di Tanjung layar adalah
saat-saat yang ditunggu-tunggu untuk menanyaksikan sunset. Meski hampir putus
asa karena ditutup oleh awan dan tidak ada harapan akan keluarnya sunset, namun
berkat kesabaran, jelang magrib tak lebih dari 10 menit matahari menampakkan
diri dengan kemerahan khas sunset. Sungguh indah sekali sunset di Tanjung Layar
sore ini. Sawarna telah menawarkan sebuah surga untuk di nikmati. Penatnya sore
itu akibat menunggu sunset akhirnya terbayar.
Akhirnya penulis mampu melihat
sunset yang indah di sertai deburan ombak yang menghantam karang. Sungguh indah
dan menakjubkan.
LAGOON PARI
Sebelum bertolak ke Jakarta, esok
paginya kami serombongan menuju ke Lagoon Pari. Untuk mencapai Lagoon Pari
hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki karena sulitnya akses menuju lokasi
yang belum memiliki jalan yang bagus. Untuk bisa lebih dengan dengan lokasi
dapat di bantu dengan menggunakan Ojek yang disewa untuk menuju radius 1 km
sebelum lokasi. Untuk menyewa ojek jangan heran, cukup mahal untuk ukuran
Jakarta, karena dikenakan tariff Rp. 40.000, walaupun kalau dengan berjalan
kaki juga tidak terlalu jauh, namun butuh perjuangan khususnya tenaga. Karena
untuk menuju Lagoon Pari jalannya naik dan turun dan kalau hujan jalanan
menjadi licin.
Lagoon Pari lebih bagus di
kunjungi ketika pagi, ketika matahari terbit. Namun sayang sekali pagi itu
udara juga tidak cerah. Meski sedikit berawan, namun kali ini kita dapat
menyaksikan semburat sunrise. Pemandangan Sunrise pagi ini pun sedikit terobati
dengan hadirnya mentari pagi, meski cenderung mendung. Setelah puas memotret,
perjalanan dilanjutkan ke Tanjung Layar kembali. Kali ini perjalanan tidak
melalui jalan yang tadi dilalui namun karena kondisi laut sedang surut maka
perjalanan kali ini ditempuh dengan berjalan kaki menyusuri pinggir pantai yang
berbatu karang.
Menyusuri pantai dengan deburan
ombak yang besar dan buih putih bak kapas yang terurai menambah indah suasana
pagi itu. Ombak menghempas karang dan menghasilkan buih putih yang indah.
Bahkan di beberapa bagian karang yang menjulang tinggi akan terasa indah ketika
dihempas ombak dan menghasilkan lelehan ombak seperti air terjun. Bagi pencinta
SS ini menjadi momen yang bagus untuk dibidik. Hasilnya seperti yang kita
harapkan, akan indah dan menakjubkan. Perjalanan kali ini diakhiri dengan
kembali ke Tanjung layar dan bergegas ke penginapan untuk bersiap menuju
Jakarta.
Sejenak di bukit Habibi kita berhenti untuk melepas penat sambil memandang lepas ke arah pelabuhan Ratu.
Sawarna, kemilau surga yang
tersembunyi.
Sawarna, tunggu kedatanganku
kembali.!