Showing posts with label Tanjung Layar. Show all posts
Showing posts with label Tanjung Layar. Show all posts

Wednesday, December 12, 2018

TANJUNG LAYAR SAWARNA DESTINASI WISATA BANTEN YANG BIKIN KANGEN

Tanjung Layar

Pemandangan Daylight
Mendengar nama Tanjung Layar yang terlintas adalah dia batu besar menjulang bak Layar sebuah perahu. Ya betul sekali, salah satu daya tarik dari tujuan wisata di Banten adalah Desa Sawarna yang memiliki deretan pantai selatan yang indah dengan karakter ombaknya yang tinggi. Salah satu destinasi wisata di Sawarna adalah Tanjung Layar. Sebenarnya saya sudah beberapa kali mengangkat tulisan tentang Sawarna namun kali ini yang akan di tulis adalah bagian dari Sawarna yaitu Tanjung Layar.

Tanjung Layar menjadi salah satu bagian penting dari geliat wisata di Sawarna. Menjadi pusat dari segala tujuan bagi pengunjung yang ingin berwisata ke Sawarna. Sebagai pecinta fotografi yang paling banyak di lakukan oleh mereka-mereka yang akan 'hunting' foto di Sawarna memiliki jadwal yang hampir polanya sama. Yaitu hari Jumat berangkat menuju Sawarna , sampai di Sawarna pagi langsung memotret sunrise, pilihan pagi pertama adalah di Karang Taraje atau Karang Bodas atau sekarang pun sunrise bisa di lakukan di Cibobos (setengah jam sebelum sawarna) kemudian siangnya istirahat dan sorenya Sunset di Tanjung Layar. Kenapa Tanjung Layar menjadi pusat bertemunya sekaligus pusat geliat ekonomi rakyat? karena disinilah tempat yang paling banyak wisatawan. Kalau soal penginapan sangat berkembang pesat dari yang murah hingga yang mahal ada.
View tanjung Layar

Tanjung Layar dari sisi barat

Sisi lain Tanjung Layar

Infrastrukturnya juga sudah enak. Untuk mencapai Tanjung Layar dari Ciantir dapat di tempuh dengan menggunakan jasa ojek ataupun berjalan kaki. Panorama yang indah dengan gugusan batu Layarnya dan juga terdapat batu-batu karang di sekitarnya menambah keindahan tanjung layar. Apabila surut maka Tanjung Layar dapat di dekati oleh pengunjung meski harus tetap waspada karena ombak dapat sewaktu waktu menghempas dengan dahsyatnya.
Karakter Ombak di Sawarna seperti pada umumnya pantai laut selatan besar dan tinggi.

Untuk mengabadikan Sunset di Tanjung Layar dapat memilih view yang di inginkan meski kadang bocor oleh para pengunjung namun pandai pandailah memilih view untuk mendapatkan foto yang ciamik. Peralatan dan perlengkapan fotografi juga harus di persiapkan jangan sampai ketinggalan.

Bagi yang berniat hanya sekedar mencari sunset maka tidaklah sulit karena selepas sunset selesai dapat langsung pulang namun bagi yang ingin menginap banyak sekali homestay yang nyaman di Ciantir. Pengunjung juga tidak perlu kuatir akan kelaparan karena di sekitar Tanjung Layar terdapat banyak warung-warung milik warga sekitar yang menyediakan berbagai makanan. Penduduk Lokal sangat ramah terhadap wisatawan yang datang sehingga jangan malu malu untuk bertanya.

Umumnya sih para pemburu foto selama berada di Sawarna akan menggunakan jasa ojek dengan tarif sekitar 150-200rb untuk dua hari tergantung negosiasi. Jasa ojek di sini sudah merangkap sebagai guide dan porter jadi jangan sungkan-sungkan untuk meminta tolong ke mereka untuk menunjukkan spot foto yang bagus dan membawakan barang-barang yang kita bawa. Jika ingin memberi tips lebih itu tergantung masing-masing orang.
Keberadaan Langitnya yang ngangenin

Lantas apa sih keistimewaan dari tanjung layar ini? ya keistimewaannya adalah terdapat dua batu layar itu, meski sering motret namun tempat ini selalu membuat kangen, kangen dengan suasananya dan tentu saja yang di cari oleh fotografer adalah kondisi langit yang berbeda beda.

Berikut tips memotret sunset di Tanjung Layar :

1. Siapkan Kamera, Tripod, Filter, Memory Card
2. Cari Spot yang aman dan Nyaman
3. Memakai sandal yang Nyaman dan tidak licin
4. Pahami karakter awan dan langit kadang-kadang gerimis sebentar hingga menjelang magrib malah cetar tuh jadi harus sabar
5. Selalu waspada

Mau mengulangnya? yuk

Friday, November 25, 2016

GIGI HIU, SURGA TERSEMBUNYI YANG DI BURU FOTOGRAFER LANDSCAPE

Penampakan Gigi Hiu

Gigi Hiu dari Sudut lain

Gigi Hiu yang Ikonik
Pernah dengar pantai Gigi hiu yang kini lagi hits? Ya, Pantai Gigi Hiu yang terletak di Kecamatan Kelumbayan Kabupaten Tanggamus - Lampung ini memang kian tersohor seiring dengan perburuan yang di lakukan oleh pecinta fotografi Lenskep. Secara tidak langsung para pecinta fotografi mengenal pantai Gigi Hiu dari mulut kemulut dan ingin memilikinya untuk mengunjungi. Rasa penasaran tentu saja untuk dapat mencapai tempat tersebut dan mengabadikan momen-momen indah. Melalui salah satu media sosial Instagram, pantai Gigi Hiu kerapkali di upload oleh instagrammer sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi yang belum memilikinya untuk dapat memperoleh foto tersebut dengan mengunjunginya.

Sekilas kalau bercerita tentang pantai ini, tentu tak seindah yang di bayangkan, karena untuk mencapai tempat tersebut di perlukan ekstra tenaga hingga mencapai lokasi. Seperti halnya saya, mencapai pantai tersebut tidaklah mudah. Rasa penasaran yang menjalar karena setelah melihat account instagram yang mengupload foto-foto gigi hiu tentu saja membuat rasa penasaran untuk dapat segera mengunjunginya. Berselancar mengenai daerah tujuan Gigi Hiu maupun mencari informasi untuk dapat mencapai tempat tersebut. Beruntungnya saya akhirnya berkesempatan untuk dapat pergi ke gigi hiu dengan di bantu oleh sahabat-sahabat dari Lalamper (Landscape Lampung Photolover).

Perjalanan di mulai dari Bandara Udara Radin Inten II Lampung untuk kemudian di pandu oleh mereka untuk meneruskan perjalanan hingga ke titik kumpul dengan mereka. Dengan menaiki Bus Damri yang hanya berpenumpang 4 orang dalam bis, hingga ke terminal akhir Damri dan di jemput oleh teman-teman Lalamper . Ya perjalanan kali ini adalah perjalanan dengan menggunakan kendaraan roda dua sekaligus ngecamp di lokasi. Hingga sampai tujuan akhir Damri, merekapun telah siap dengan motornya untuk selanjutnya melanjutkan perjalanan dengan berboncengan. Menempuh perjalanan sekitar 4 Jam dari titik temu dan hanya berhenti sekali di teluk kiluan. Bagaimana dengan kondisi jalanan? waduh jangan di tanya ya, kondisi jalanan sangat jelek dengan infrastruktur yang memang seadanya. Dari Lampung hingga Kiluan jalanan relatif bagus walau banyak juga yang berlubang-lubang sih. Yang tidak nyaman adalah adanya peminta sumbangan hampir setiap setengah kilomete sekali cukup membuat tidak nyaman apalagi ada yang sampai memberhentikan kendaraan kami karena harus kasih sumbangan walau seikhlasnya sih tapi tetap saja tidak nyaman.

Dari teluk kiluan perjalan di mulai hingga lokasi yang di tuju. Medan yang kami tempuh sangat sulit boleh dibilang , sebagian besar jalanan yang kami lalui seperti sungai, ada air mengalirnya lubang disana sini, dan tentu saja tidak semua bisa di lalui dengan naik moto terus karena beberapa kali terpaksa harus turun baik karena jalanan yang nanjak dan bertanah maupun karena licin dan lumpur yang mblusuk. Jangan di tanya kalau badan pada pegal semua. Namun setelah melalui medan yang cukup sulit akhirnya kami yang saat itu berangkat ber 6 pun sampai di lokasi tujuan, namun sebelum ke lokasi kami mampir di rumah penduduk untuk sekedar makan siang. Sebelum ke Gigi Hiu perjalanan kami mampir dulu ke Batu Naga. Perjalana ke Batu Naga akan saya ceritakan di tulisan berikutnya.

Singkat cerita, setelah melalui rintangan dan berjalan kaki cukup jauh karena jalanan yang nanjak dan curam di tambah setelah hujan seharian maka jalanan sudah seperti kali yang ada aliran airnya dan berbatu tak beraturan sampailah kami ke Pantai Gigi Hiu. Wow, inilah pemandangan Gigi Hiu yang selama ini hanya ada dalam foto yang saya lihat dan kini terdapat pemandangan tersebut di depan mata. Indah dengan gugusan batu yang menjulang tinggi dan ombak tinggi yang terus berdeburan.  Spot buruan bagi para fotografer lenskep yang untuk mencapai tempat ini harus melalui perjuangan yang melelahkan. Malam ini kita ngecamp di depan batu layar Gigi Hiu, spot yang di cari oleh fotografer. Mendirikan tenda dengan sharing tidur buat berdua satu tenda, dengan alas batu-batuan yang tak beraturan, jangan di tanya deh badan sakit semua kala tidur.
Gigi Hiu dari balik tenda


Gigi Hiu yang indah

Gigi Hiu yang cantik

Belum selesai mendirikan tenda, saya penasaran untuk naik ke batu ciri khas yang menjadi spot para landscaper mengambil gambar. Cuaca cerah dan berharap cemas semoga sunset kali ini mendapatkan awan yang cuku bagus. Mengambil gambar seperti yang ada dalam foto-foto di instagram, hingga magrib tiba dan matahari pun menghilang. Namun sayangnya apa yang di harapkan tidak juga muncul. Awannya tidak seperti yang di harapkan.  Namun inilah nasib fotografer Lenskep , kadang sering juga tidak beruntung dengan  apa yang diharapkan namun setidaknya dapat foto di lokasi tersebut. Berharap sunset ini dapat tergantikan saat sunrise. Kali ini dengan kamera Fuji dengan didukung oleh Filter NiSi, saya mengandalkan filter ND 6 stop dan GND 0,9 hard. Hasilnya seperti yang terdapat dalam foto. Memang kalau terdapat objek batu sebaiknya filter GND yang digunakan menggunakan yang soft, namun dengan mengandalkan 0,9 hardpun jadi.

Rencana malamnya berharap mikyway di lokasi tersebut namun apa daya hujan pun juga turun semalaman, hingga akhirnya kami tidur dalam guyuran hujan dan suara ombak yang dekat sekali. Pagi tiba hujan pun reda namun sayangnya mendung tak juga beranjak hingga akhirnya sunrise kali inipun gagal. Sayangnya malam telah berakhir dan harus segera packing untuk kembali ke Lampung dan melanjutkan perjalanan ke Jakarta. Secara keseluruhan hasil yang kami dapatkan belum memuaskan dan berencana untuk mengulanngya kembali meski dengan risiko yang sudah kami bayangkan.

Ada yang mau join kesana lagi? yuk kunjungi instagram saya juga yaa di @totoandromeda

Wednesday, May 11, 2016

BERBURU SUNSET DAN SUNRISE DI SAWARNA







Tanjung Layar




Empat tahun yang lalu tepatnya tahun 2012 penulis pernah mengunjungi desa Sawarna salah satu hidden paradise yang cukup membuat penasaran kala itu. Namun kali ini penulis kembali lagi ke desa Sawarna setelah 4 tahun berlalu.

Desa Sawarna merupakan salah satu tujuan wisata yang sudah bergeliat, berbeda dengan 4 tahun lalu kala pertama kali penulis ke Desa Sawarna, kali ini penulis pun kembali untuk mengunjungi Sawarna dengan segala perubahannya. Perubahan drastis yang terasa adalah Jembatan masuk menuju Ciantir yang dulu masih dengan jembatan sederhana kini sudah dibuat bagus dan di semen. Juga terdapat dua pintu keluar yang berbeda dengan jembatannya yang sudah kokoh. Penginapan yang sudah mulai menjamur tidak seperti jaman dulu, juga hadirnya minimarket di dekat jembatan masuk wilayah Ciantir yang dulu merupakan tempat parkir mobil kini sudah di sulap menjadi minimarket yang berdiri disana. Artinya roda ekonomi yang bergeliat sekali sejak Sawarna disebut-sebut sebagai ‘hidden paradise’ yang kini kian di kenal. Juga di Pantai Tanjung Layar sudah terdapat tulisan besar warna Merah hasil kerjasama dengan Bank BRI, menambah kokohnya pariwisata Sawarna.

Sunrise di Lagoon Pari

The Icon of Sawarna
Akses menuju Sawarna yang makin enak untuk dilalui. Perjalanan dari Bekasi menuju Sawarna kali ini sebenarnya tanpa rencana matang namun langsung cus saja, bertiga teman menuju sawarna. Perjalanan lumayan panjang karena mengambil waktu weekend yang cukup membuat terkuras tenaga karena macetnya perjalanan , via Bogor kemudian lanjut Sukabumi hingga pelabuhan Ratu dan menuju Sawarna. Well singkat cerita perjalanan ditempuh hamper 8 jam dengan hanya berhenti untuk sekedar makan siang dijalan. Karena perjalanan tak direncanakan kali ini agak kebingungan karena sebelumnya di tahun 2012 ikut dengan travel tour namun kali ini sedikit berbeda. Sampai desa sawarna sudah kelewat magrib dengan kondisi hujan walau tidak terlalu lebat.

Tiba di parkiran , speak speak sejenak dengan tukang ojek setempat untuk ditunjukan homestay untuk menginap, sekaligus negosiasi dengan ojek untuk esok hari menyewa mereka untuk diantar ke spot-spot yang kami inginkan. Perjalanan kali ini penulis beserta teman-teman ingin mengabadikan sunrise dan sunset di sawarna. Pilihan kali ini adalah Sunrise di seputar Lagoon Pari dan sunsetnya di Tanjung Layar yang merupakan ikon Sawarna. Setelah negosiasi dengan penawaran awal 200rb perkepala per ojek, kami negosiasi hingga disepakati harga 100rb perkepala. Akhirnya karena kondisi hujan, malamnya kami manfaatkan untuk istirahat di homestay hingga subuh hari kami di jemput oleh tukang ojek. Setelah menunaikan sholat subuh kami diantar ke spot sunrise. Sebelumnya di tahun 2012 penulis juga pernah ke spot yang akan kami tuju bedanya saat itu jalan kaki dan kondisi jalanan sudah agak siang. Namun kali ini kami diantar dengan ojek yang kondisi jalanannya gelap, beberapa jalan sempit karena merupakan jalan setapak, licin dan gelap karena habis hujan.

Agak stress saat naik ojek karena jalannya lumayan kenceng dan sedikit takut jatuh, beberapa kali harus menahan nafas dan tutup mata menghindari takut, hingga akhirnya sampai di lokasi. Persiapan untuk mengabadikan moment sunrise, tripod dan segala macamnya pun sudah siap. Jepret sana jepret sini, walau agak sedikit kecewa karena pagi ini mataharinya dan awannya kurang begitu wow, agaknya kami memang kurang beruntung. Selesai sunrise kami minta diantar ke Tanjung layar untuk sekedar melihat kondisinya untuk kemudian diantar kembali ke homestay untuk istirahat.

Sekitar setengah 4 sore kami bertiga sudah di jemput oleh ojek untuk diantar ke Tanjung Layar, menikmati dan mengabadikan sunset hingga kemudian kami diantar kembali ke parkiran untuk kemudian pulang menuju Jakarta.

Ada sedikit cerita ketika kami harus pulang ke Jakarta, sebulan sebelumnya dengan tujuan yang sama penulis ke Sawarna walau tidak beruntung karena tidak dapat sunrise dan sunset, pulangnya mengandalkan aplikasi Waze dan di tuntun untuk melewati jalan Cikidang. Wow kalian tahu, ada cerita dibalik apa tentang Cikidang. Sebenarnya sih awalnya penulis nothing to loose dan memang baru pertama kali lewat jalanan CIkidang yang sangat sangat sepi, hanya berdua, mengandalkan Waze. Pada awalnya kami tidak merasa takut hanya merasa aneh karena jalanan begitu sepi tanpa ada lalu lalang kendaraan. Hingga akhirnya mampir di Indomaret. Dan…… ini yang kemudian membuat hati kami merasa was was, begitu parkir di Indomaret langsung di samperin sama tukang parkir, menanyakan tujuannya kemana, setelah kami kasih tahu akan ke Jakarta, keluarlah cerita kalau jalanan tersebut banyak rampok, begal pokoknya jangan lebih dari jam 9 malam katanya. Haha takuuuuuuuuut….. , masuk ke Indomaret ceritanya pun sama, kasir Indomaret bilang kalau dibawah jam 9 masih aman, tapi setelahnya harus hati-hati. Waduh sudah terlanjur basah, akhirnya tetap melanjutkan perjalanan dan alhamdulillah aman walopun takut hehe. Jadi yang belum hafal mending lewat sukabumi jangan melewati Cikidang haha.

Nah berikut hasil fotonya. Temui saya di Instagram : @totoandromeda dan @totoandromeda.journal  di follow ya…
Sunrise di Lagoon Pari

Motion

The Icon of Sawarna

The Landscaper

Batu icon dari Sawarna

Sunset di Sawarna


Friday, November 22, 2013

SAWARNA , KEMILAU SURGA YANG TERSEMBUNYI



Terletak di Desa Sawarna Kec. Bayah Kabupaten Lebak – Banten, Pantai Sawarna merupakan salah satu tujuan wisata yang kini sedang berkembang. Bagi pecinta Fotografi pada khususnya, berkunjung ke Sawarna merupakan salah satu daya tarik yang patut di perhitungkan. Pantai pasir putihnya serta alamnya yang masih perawan menambah indah suasana.  Kita dapan menyusuri Pantai Ciantir hingga ke Tanjung Layar dan Lagoon Pari kala sedang surut pantainya.  Sungguh tak bosan menikmati deburan ombak yang membahana.
Untuk menuju Sawarna, penulis mengandalkan tour berkala yang di adakan oleh travel. Dari Jakarta dengan hanya Rp. 450.000/orang kita berangkat bersama 5 orang, kalau di hitung-hitung cukup murah dibandingkan dengan menggunakan kendaraan umum untuk menuju desa Sawarna. Berangkat jam 21.00 dari Jakarta, tiba sekitar Jam 04.00 esok harinya, kita di sambut oleh warga setempat yang menunjukkan tempat dimana kami akan menginap selama 1 malam, dengan memarkirkan mobil di depan gerbang Desa Wisata Ciantir. 

Menyeberangi jembatan gantung sepanjang 15an meter, bagi yang tidak terbiasa akan merasakan goyangan yang membuat kita akan berhenti sesaat agar jembatan tersebut tidak goyang. Pintu akses menuju Desa Wisata memang melalui Jembatan gantung yang digunakan oleh penduduk setempat, baik oleh pejalan kaki maupun oleh sepeda motor yang melewatinya, sehingga tak ayal ketika pengunjung sedang membludak akan terjadi antrian panjang untuk menyeberangi jembatan tersebut secara bergantian. 

Tiba di penginapan, saatnya kita gunakan untuk beristirahat sejenak melepas penat selama perjalanan. Sesaat mata ini terpejam untuk kemudian terbangun karena jam alarm berbunyi pukul 06.00. Segera tanpa menunggu komando dan guide yang telah di sediakan oleh travel, penulis dan beberapa rekan bergegas menuju pantai pasir putih ciantir. Ini adalah pengalaman pertama penulis ke Sawarna. Terasa sepi di pantai pagi itu, karena tidak di temui sebarang manusia kecuali kita dan penjala ikan. Serta beberapa ekor anjing kampung yang berkeliaran.  Dengan deburan ombak yang lumayan besar penulis menikmati keindahan pantainya sambil memperhatikan ulah penjala ikan yang menggunakan instingnya untuk menebarkan jala ikan pada saat-saat tertentu. Berbekal gear Camera Canon 7D yang penulis miliki pun setiap gerakan dan hal yang unik selalu diambil. Pagi itu sayang sekali cuaca kurang bersahabat. Mendung menggulung di pagi hari, sehingga tak dapat menikmati keindahan pagi karena matahari tertutup awan. Namun di ujung sebelah kiri pantai pasir putih terlihat berterbangan burung pencari ikan. Segera penulis menuju tempat yang terdapat burung pantai untuk mencoba membidiknya meski agak kesulitan karena setiap kali di dekati burung-burung tersebut pun akan terbang menjauh ditambah lensa yang penulis pakai saat itu adalah lensa kit sehingga kurang mendukung perburuan pagi itu. 

Hari beranjak siang. Puas bermain di pantai pasir putih, penulis kembali ke penginapan untuk membersihkan badan dan sarapan pagi. 

GOA LALAY
Selain alam pantianya yang indah, tak ada salahnya kita mengunjungi objek wisata yang juga masih perawan. Goa Lalay . Untuk mencapai goa lalay kita harus berjalan sekitar 30 menit dari penginapan di desa wisata.  Melewati persawahan yang terletak di pinggir kali yang mengalir dengan gemericik karena dangkal. Di sepanjang jalan akan terlihat pemandangan hijau tanaman padi atau mungkin kalau pas musim panen akan melihat hamparan padi.  Matahari masih malu-malu untuk menampakkan diri, namun masih mengintip dari balik awan. Di sebelah kiri terdapat pemandangan Indah sebuah gunung yang biru seolah menawarkan kesejukan alami. Sebelum sampai di goa lalay kita juga akan melewati jembatan, namun kali ini jembatanya baru di buat permanen, cukup kuat untuk diseberangi. Jembatan dengan lebar sekitar 1,5 meter dan panjang 15m an. Dibawah jembatan sesekali terlihat anak-anak yang bertelanjang mandi di sungai sambil terjun dari atas batu yang ada. 



Bagi pengunjung disarankan untuk mengenakan sandal gunung, karena ketika hujan akan kesulitan apabila hanya menggunakan sandal jepit biasa. Sandal gunung lebih aman digunakan baik saat kita berjalan di alam maupun di pantai yang di beberapa bagian terdapat karang yang tajam. 

Menuju goa Lalay bukanlah melewati jalan yang mulus namun jalan setapak yang becek dan berlumpur ketika musim hujan. Di pintu masuk Goa , pengunjung akan dikenakan tariff masuk yang dikelola oleh penduduk setempat. Goa lalay masih sangat alami, tanpa penerangan dan terdapat banyak sekali kelelawar . Bagi pengunjung yang tidak berani akan mengurungkan masuk ke goa karena untuk memasuki goa tersebut harus melewati air. Sekilas goa ini terasa sempit, gelap tanpa penerangan namun inilah tantangannya. Dengan di pandu oleh guide local menggunakan lampu senter kita menyusuri goa dengan berjalan di air. Menurut guide tersebut, Goa tersebut cukup panjang apabila akan ditelusuri kedalam, namun karena gelap, melewati air juga membuat penulis mengurungkan niat untuk terus melaju ke dalam. Akhirnya penulis langsung keluar lagi melalui pintu goa yang berbeda mengikuti aliran air.

SUNSET DI TANJUNG LAYAR
Selepas dari Goa Lalay kita dipandu menuju ke Tanjung Layar, pantai dimana terdapat gundukan batu yang menyerupai layar. Lagi-lagi dari goa Lalay menuju Tanjung Layar kita harus melewati persawahan dan perkampungan penduduk. Cukup jauh, dan trackingnya lumayan susah bagi pengguna sandal biasa. Untuk itu saran sekali lagi gunakan sandal gunung.




Belum sampai di Tanjung Layar, kita terlebih dahulu melewati Pantai Pasir Putih. Kali ini matahari menampakkan batang hidungnya. Cuaca sangat panas….sehingga penulis urungkan niat menuju Tanjung layar yang merupakan deretan dari Pantai Pasir putih. Berhenti sejenak di warung-warung pinggir pantai sambil menikmati sebotol minuman teh sambil memandang lepas birunya laut dan menikmati deburan ombaknya. Nun jauh disana dipinggir pantai, penggunjung dengan asyik bermain sepak bola sambil berpanas-panasan. Sementara penulis sendiri mengamankan diri duduk manis di warung kecil yang menjual minuman dingin.  Untuk sementara perjalanan dihentikan dan bergegas menuju penginapan untuk makan siang, menunaikan sholat dzuhur dan istirahat siang. 

Menjelang Sore selepas Solat Ashar penulis bergegas menuju ke tanjung Layar. Jarak Tanjung Layar ke penginapan sekitar 1 km. Untuk ukuran jarak memang jauh, namun sepanjang perjalanan kita menyaksikan pemandangan lepas pantai sementara dikiri jalan dikelilingi bukit kecil membuat indah suasana dan tak membuat capai. Sayang sekali cuaca sore itu pun kurang bersahabat. Meski sempat turun hujan gerimis namun penulis tetap mencari spot-spot yang bagus untuk di foto. Harapan langit biru jauh dari harapan, karena cuaca berawan, sehingga hasil fotopun kurang maksimal.

Tanjung Layar selalu ramai dikunjungi, namun kadang-kadang air laut hingga pinggir pantai sehingga tidak dapat mendekat ke Tugu batunya. Bagi yang lapar di pinggir-pinggir pantai juga tersedia warung-warung penduduk sekitar sehingga tidak perlu kuatir akan kehausan dan kelaparan. Namun disini harus berhati-hati ketika untuk bermain air karena terdapat palung yang dalam sehingga apabila terhempas ombak, kemungkinan untuk selamat kecil.

Spot foto di Tanjung layar sangat banyak, dipinggir-pinggir pantai di kelilingi oleh bebatuan , bukan pasir. Ombak yang berdebur pun membuat hasil foto akan terasa menarik. Bagi pecinta Slow Speed alias SS juga dapat mendapatkan hasil yang diinginkan karena ombaknya yang tinggi dan menghempas batu karang. Disini pengunjung diharapkan untuk berhati-hati dan menggunakan sepatu gunung. Pengalaman penulis, saat itu ada pengunjung yang kakinya terantuk batu karang karena memakai sandal jepit yang licin, dan potongan batu karangnya bersarang di dalam kulit sehingga harus di bawa kerumah sakit. Meski lukanya tidak seberapa namun membayangkannyapun perih sendiri.

Saat-saat di Tanjung layar adalah saat-saat yang ditunggu-tunggu untuk menanyaksikan sunset. Meski hampir putus asa karena ditutup oleh awan dan tidak ada harapan akan keluarnya sunset, namun berkat kesabaran, jelang magrib tak lebih dari 10 menit matahari menampakkan diri dengan kemerahan khas sunset. Sungguh indah sekali sunset di Tanjung Layar sore ini. Sawarna telah menawarkan sebuah surga untuk di nikmati. Penatnya sore itu akibat menunggu sunset akhirnya terbayar. 

Akhirnya penulis mampu melihat sunset yang indah di sertai deburan ombak yang menghantam karang. Sungguh indah dan menakjubkan. 

LAGOON PARI
Sebelum bertolak ke Jakarta, esok paginya kami serombongan menuju ke Lagoon Pari. Untuk mencapai Lagoon Pari hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki karena sulitnya akses menuju lokasi yang belum memiliki jalan yang bagus. Untuk bisa lebih dengan dengan lokasi dapat di bantu dengan menggunakan Ojek yang disewa untuk menuju radius 1 km sebelum lokasi. Untuk menyewa ojek jangan heran, cukup mahal untuk ukuran Jakarta, karena dikenakan tariff Rp. 40.000, walaupun kalau dengan berjalan kaki juga tidak terlalu jauh, namun butuh perjuangan khususnya tenaga. Karena untuk menuju Lagoon Pari jalannya naik dan turun dan kalau hujan jalanan menjadi licin.





Lagoon Pari lebih bagus di kunjungi ketika pagi, ketika matahari terbit. Namun sayang sekali pagi itu udara juga tidak cerah. Meski sedikit berawan, namun kali ini kita dapat menyaksikan semburat sunrise. Pemandangan Sunrise pagi ini pun sedikit terobati dengan hadirnya mentari pagi, meski cenderung mendung. Setelah puas memotret, perjalanan dilanjutkan ke Tanjung Layar kembali. Kali ini perjalanan tidak melalui jalan yang tadi dilalui namun karena kondisi laut sedang surut maka perjalanan kali ini ditempuh dengan berjalan kaki menyusuri pinggir pantai yang berbatu karang.

Menyusuri pantai dengan deburan ombak yang besar dan buih putih bak kapas yang terurai menambah indah suasana pagi itu. Ombak menghempas karang dan menghasilkan buih putih yang indah. Bahkan di beberapa bagian karang yang menjulang tinggi akan terasa indah ketika dihempas ombak dan menghasilkan lelehan ombak seperti air terjun. Bagi pencinta SS ini menjadi momen yang bagus untuk dibidik. Hasilnya seperti yang kita harapkan, akan indah dan menakjubkan. Perjalanan kali ini diakhiri dengan kembali ke Tanjung layar dan bergegas ke penginapan untuk bersiap menuju Jakarta.

Sejenak di bukit Habibi kita berhenti untuk melepas penat sambil memandang lepas ke arah pelabuhan Ratu. 
 
Sawarna, kemilau surga yang tersembunyi.
Sawarna, tunggu kedatanganku kembali.!