Showing posts with label Totoandromeda. Show all posts
Showing posts with label Totoandromeda. Show all posts

Wednesday, August 14, 2024

GEORGE RUDY dalam film LEBAK MEMBARA

 


JUDUL FILM                        : LEBAK (TUGAS NERAKA) ATAU LEBAK MEMBARA

SUTRADARA                       : IMAM TANTOWI

SKENARIO/CERITA           : IMAM TANTOWI

PRODUKSI                           : PT. RAPI FILM

TAHUN                                 : 1982

JENIS                                     : REVOLUSI/PERJUANGAN

PEMAIN                               : Minati Atmanegara, Dana Christina, Georgy Rudy, El Manik, Rachmat Hidayat, Haji Usman Effendy, Dicky Zulkarnaen

SINOPSIS :

Kedatangan Tentara Dai Nippon ke Indonesia semula diharapkan akan membebaskan Indonesia dari Penjajahan Belanda. Tetapi yang terjadi adalah sebaliknya. Sang Saudara Tua ternyata bangsa penjajah yang tak kalah kejamnya dengan penjajah Belanda.  Seperti misalnya apa yang terjadi di daerah Lebak sebuah desa kecil dekat Cirebon. Para pejuang ditangkapi dan disiksa. Diantara orang yang akan di hokum itu terdapat Babah Liem, seorang Cina pro Republik. Dia mengajarkan ilmu kuntau kepada pemuda Cina dan Pribumi sebagai bekal perjuangan melawan penjajah. Salah seorang muridnya adalah Herman. Melihat gurunya akan di hukum, herman nekad menyerang tentara Nippon yang akan menembak gurunya. Herman tertangkap dan dipenjarakan babah Liem tewas.

Atas pertimbangan letnan Izumi dan Kapten Nakamura untuk sementara Herman di bebaskan. Kedua komandan serdadu jepang itu takut kalau pemuda-pemuda teman Herman akan membalas dendam. Namun tanpa setau komandannya, serdadu-serdadu Jepang memperkosa Marni, kekasih Herman. Herman naik pitam dan membunuh beberapa serdadu Jepang. Herman menjadi Buronan. Hamid ayah Herman dan Marni ditangkap. Herman tetap melarikan diri dan bergabung dengan Kyai Patah, pemimpin pesantren di Sumber Bening. Herman dan Kyai Patah lalu menyerang kubu pertahanan Jepang, sementara tentara Sekutu sudah berhasil merebut Pilipinan dan masuk ke Kalimantan dan Irian. Bom Atom meledak di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang berada diambang pintu kekalahan.

Sementara itu di Indonesia telah memprokamasikan kemerdekaanya. Tentara Jepang di Indonesia patah semangat. Namun tidak demikian dengan Kapten Nakamura. Sebagai seorang perwira Jepang dia tetap bertahan. Ketika para pejuang Indonesia di Pimpin oleh Kyai Patah dan Sudjoko meminta agar senjata- senjata Jepangdi serahkan dia menolak. Dia hanya tunduk pada perjanjian internasional, yaitu Jepang kalah oleh sekutu dan bukan oleh Pejuang Indonesia. Letnan Izumi mempunyai saran. Dia rupanya punya simpati terhadap perjuangan bangsa Indonesia. Dia menyarankan agar senjata-senjata itu di rampas pada saat akan di serahkan kepada tentara Sekutu. Pada saat senjata akan diserahkanJepang kepada Sekutu di sebuah lapangan terbang darurat, para pejuang mencoba merampasnya.

Meskipun terjadi perlawanan dari tentara Sekutu namun para pejuang berhasil dan Herman memegang peranan penting dalam penyerangan ini. Dia pantas di sebut sebagai pahlawan.

 

Saturday, April 27, 2024

RINI TOMBOY, DARI RADIO KE LAGU DAN FILM


 Masih ingat sandiwara radio Rini Tomboy di awal 90an? kalau di tempat saya di Banyumas, Sandiwara Radio Rini Tomboy di perdengarkan di radio kala itu radio Sumasli pada jam 12.30. sebagai seorang anak sekolah, sulit sekali untuk mendengarkan sandiwara ini karena masih belum pulang sekolah, Hanya bisa sesekali mendengarkan sandiwara ini dimana ada tokoh Rini, Samil, dan juga ada tokoh nenek yang di isi suaranya oleh Asriati yang lekat sekali dengan suara Mak Lampir. Hanya saja di sandiwara ini, Asriati sebagai nenek tidak bersuara semenyeramkan suara Mak Lampir tapi bayangannya tetap nenek yang menyebalkan. Ini adalah sandiwara radio yang mengetengahkan cerita drama, beda sekali dengan sandiwara radio yang sering di dengarkan seperti Saur Sepuh maupun Babad Tanah leluhur yang saat itu juga sudah mulai mengudara. 

Rini Tomboy juga di buatkan lagu oleh Ahmad Albar dengan lirik sebagai berikut : 

RINI TOMBOY - AHMAD ALBAR
Ada gadis di sini acuh dan tak perduliNamanya top Rini TomboyAda banyak lelaki semua mengakuiNaksir berat Rini Tomboy
Rini, Rini TomboyBila sehari kamu tak adaRini, Rini TomboyMereka tanya engkau di manaRini engkau di mana?
Ada yang sok beraniDatang dan pasang aksiRini cabut, gigit jari
Aku punya cerita tetapi rahasiaDan mungkin kau tak percaya
Rini, Rini TomboyBergaul bebas di mana-manaRini, Rini TomboyBebas tapi ada batasnyaRini gadis idola
Semalam di sini aku dan Si RiniDi Taman Ismail MarzukiNonton drama dan seni tari
Tanpa kusengaja kupegang tangannyaDan ternyata dia diam sajaAku bingung entah kenapa
Rini Tomboy
Rini, Rini TomboyBergaul bebas di mana-manaRini, Rini TomboyBebas tapi ada batasnyaRini gadis idola
Semalam di sini aku dan Si RiniDi Taman Ismail MarzukiNonton drama dan seni tari
Tanpa kusengaja kupegang tangannyaDan ternyata dia diam sajaAku bingung entah kenapa
Rini TomboyRini Tomboy

Lagu Rini Tomboy sendiri di buat ahmad Albar berdasarkan Sandiwara Radio dengan judul yang sama dan tata musiknya di kelola oleh Areng Widodo seorang Penata Musik terbaik dalam Festival Film Indonesia tahun 1990.

Ternyata lagu dan Sandiwara Radionya menarik perhatian produser Film Handi Mulyono dari PT. Kanta Indah Film, untuk memfilmkannya dengan Sutradara Noto Bagaskara sebagai film pertama yang ia sutradarai. 

Dan pemain-pemain Rini Tomboy di perankan oleh Cornelia Agatha seorang pendatang baru yang berhasil terpilih dari penyaringan casting. Film Rini Tomboy juga di perankan oleh Tio Pakusadewo, Hendri Hendarto, Rini Tomboy, Inneke Koesherawati dan juga ada penampilan khusus Titi Dwijayati sebagai penyanyi. 


Sunday, March 24, 2024

TUHAN - BIMBO , SEBUAH REFLEKSI


 Tuhan - Bimbo

Tuhan
Tempat aku berteduh
Di mana aku mengeluh
Dengan segala peluh
Tuhan
Tuhan Yang Maha Esa
Tempat aku memuja
Dengan segala doa
Aku jauh, Engkau jauh
Aku dekat, Engkau dekat
Hati adalah cermin
Tempat pahala dosa bertaruh
Tuhan
Tuhan Yang Maha Esa
Tempat aku memuja
Dengan segala doa
Tuhan
Tuhan Yang Maha Esa
Tempat aku memuja
Dengan segala doa
Aku jauh, Engkau jauh
Aku dekat, Engkau dekat
Hati adalah cermin
Tempat pahala dosa bertaruh
Tuhan
Tuhan Yang Maha Esa
Tempat aku memuja
Dengan segala doa

Bimbo menjadi salah satu penyanyi yang selalu mewarnai tiap-tiap ramadhan. Tuhan merupakan salah satu lagu yang masih sering terdengar hingga saat ini seperti di minimarket, maupun mall dan tempat umum lainnya. Meski banyak lagu-lagu Bimbo yang sering di putar juga seperti Ada anak bertanya Pada Bapaknya, Jabal Rahmah, Lailatul Qodar, dan lain-lain, tapi Tuhan merupakan lagu sebagai refleksi diri yang membuat kita hambaNya sadar akan siapa diri kita.

Kadang tak terasa ketika kita sedang mendengarkan lagu ini dan turut larut dalam sebuah penghayatan maka tak terasa akan menetes airmata kita. Karena apa? karena selama ini kita jauh dariNya, kita terlalu bangga dengan kenikmatan-kenikmatan duniawi tapi jauh dari Tuhannya. 

Tuhan tempat aku berteduh dimana aku mengeluh dengan segala peluh, seperti itulah sejujurnya kita akan kembali kepadaNya untuk berteduh dan berkeluh kesah dengan segala peluh, karena hanya Allahlah, Tuhan sekalian alam tempat untuk bersandar dan berpasrah diri. Hanya kepadaNyalah kita dapat berkata jujur, dapat mengeluh tanpa malu mencurahkan segala uneg uneg yang ada di hati hingga merasa plong.

Aku jauh Engkau jauh, Aku dekat Engkau dekat seperti itulah kita harus selalu mendekat pada Allah, karena hanya Allahlah tempat kita meminta, tempat kita untuk selalu berkeluh kesah. Hati adalah cermin tempat pahala dan dosa bertaruh.

Kerena hanya pada Tuhanlah kita meminta dan berkeluh kesah akan setiap keadaan yang kita punya. Jangan pernah menyerah dan tetaplah berdoa. 

Wednesday, December 6, 2023

MAJALAH FILM COVER NIKE ARDILLA EDISI 23 JUNI - 6 JULI 1990


Majalah Film, Bacaan bergengsi penonton film, begitulah slogannya. Meski bentuknya Tabloid namun tetap menggunakan nama Majalah Film. Sebelum berbentuk Tabloid yang terbit 2 minggu sekali, Majalah Film memang berbentuk Majalah yang terbit secara bulanan atau di kenal dengan Majalah Bulanan Film. 

Namun setelah mengalami beberapa masa, majalah Film pun akhirnya harus tutup dan tidak beredar lagi. Kini hanya tinggal kenangan dan bernostalgia dengan barang cetakan dalam bentuk fisik yang sudah menjadi barang bekas namun  masih berharga di mata kolektor. 

Bernostalgia dengan Majalah film adalah bernostalgia dengan sebuah majalah yang biasanya memuat poster film yang sedang beredar atau akan beredar di halaman belakang secara penuh. Dari tahun 1987 pengiklan film biasanya memasang iklannya di majalah film baik sebagai iklan di halaman terakhir maupun di dalam majalahnya dan ada pula yang memasang iklannya dalam format hitam putih. Poster film menjadi daya tarik tersendiri bagi pecinta film tentunya. 

Artikel Wawancara Nike Ardilla

Secara keseluruhan isi dari Majalah film membahas tentang film, gosip artis dan juga ada tanya jawab dengan artis. Selain itu Majalah ini juga memiliki wadah bagi penggemar dan pembaca dalam  Film Club yang anggotanya juga di muat di Majalah. 

Kali ini saya akan membahas dengan majalah film yang terbit 23 Juni - 6 Juli 1990 dengan Cover Nike Ardilla. Ini merupakan satu-satunya cover Majalah Film dengan Cover Nike Ardilla karena setelahnya tidak ada lagi cover yang memuat Nike Ardilla hingga beliau wafat. Paramitha Rusady jadi salah satu artis yang menjadi cover Majalah Film paling banyak kalau menurut saya sih. 

Nike Ardilla merupakan rising star di tahun 90an setelah pada tahun 1989 berhasil menggebrak blantika musik Indonesia lewat lagunya Seberkas Sinar karya Deddy Dores, dan Tahun 1990 Album Nyalakan Api sebagai album dari Nike Ardilla makin menorehkan jejaknya. Langkah Nike Ardilla kian mantap selain menjadi model, bintang iklan juga bermain film.  Sebagai sosok yang hidup di jaman Nike mengawali karir, saya sih tidak ingin membahas tentang Nike Ardilla karena sudah banyak sekali media-media maupun penggemar Nike yang membahasnya. 

Poster Tutur Tinular sebagai cover belakang 

Namun kali ini saya ingin mengupas tentang Isi Majalah Film dengan Cover Nike Ardilla. Di halaman depan terpampang foto Nike Ardilla yang masih belia dengan rambut panjangnya. Kemudian di halaman Pertama artikel Nike Ardilla dan beberapa foto-foto Nike Ardilla. Di bagian isi terdapat info film di kota anda, artikel tentang artis dalam dan luar negeri. Tanya Jawab kali ini adalah bersama Kadir. Dan yang terpenting adalah di halaman paling belakang.

Willy Dozan Mencari Pemerkosa Adik artikel dalam film Rio Sang Juara, Juga ada Si Buta Dari Goa hantu, Ibu Subangun, Pendekar Cabe Rawit, artikel tentang film Kepingin sih Kepingin dan lain sebagainya. 

Sebagai halaman penutup, halaman palin gbelakang berisi  Poster Film Tutur Tinular yang masih baru Segera Beredar belum ditentukan kapan mulai beredarnya. 

Mari kita bernostalgia dengan Majalan Film





Sunday, September 3, 2023

MURTISARIDEWI TOKOH LASMINI YANG DI CARI TERNYATA GINGSUL

 

Raden Roro Murtisari Dewi
Kutipan dari Majalah Film.


Enam bulan lamanya Imam Tantowi ubek-ubekan mencari pemeran-meran utama untuk karya terbarunya "Saur Sepuh". Ia memang kepingin menonjolkan wajah-wajah baru untuk film yang diangkat dari sandiwara bersambung di radio ini. 

"Terutama untuk pemeran Brama dan lasmini, karena rasanya kok tidak cocok kalau memakai pemeran suara mereka di radio, "kilah Tantowi

Seperti kita ketahui , tokoh Brama dalam sandiwara kondang itu disuarakan oleh Ferry Fadly, sedangkan Lasmini oleh Ivonne Rose. 

"Suara keduanya memang cukup patent, tapi tongkrongan sebagai pendekar kurang meyakinkan," sebut Tantowi lagi. 

Itu sebabnya ia mau bersusah payah memasang iklan mencari pemain untuk kedua tokoh tersebut. Lalu menyeleksi 11.719 orang calon.

Baru di akhir bulan Maret 1988 ini, Tantowi bisa bernafas lega.

"Eureka! akhirnya telah kutemukan juga!"soraknya. 

Siapakah si pemeran tokoh pendekar wanita binal Lasmini?


Dari Solo

Ternyata seorang Puteri Solo yang masih remaja Raden Roro Murti Saridewi. "Akh nggak usah pakai Raden Roro segala, cukup Murti Saridewi saja," cegah gadis hitam manis yang baru berusia 18 tahun  ini kepada Majalah Film yang pertama menemuinya.

Lahir pada tanggal 11 Desember 1971, dari keluarga R Marsam Brotokusumo, sebagai puteri ke enam dari tujuh bersaudara yang perempuan semuanya, boleh pilih deh.

"Yah memang kami cewek semua, jadi ramai sekali kalau ngumpul," geli Murti, "Apalagi yang sudah menikah baru yang paling sulung saja, Lainnya masih bersekolah."

Murti sendiri baru duduk di kelas 1 SMA. Meskipun begitu dari hobbynya menari Jawa, ia sudah menggondol sejumlah prestasi. Diantaranya menjadi Juara Kesatu Tari Jawa seSurakarta, Juara Kesatu Putri Luwes dan juara kesatu peragaan Busana Lurik. Tidak heran berprestasi seperti itu, karena Murti mengikuti group Suryosumirat, Sadupi (Sarana Duta Perdamaian Indonesia), Didi Nini Towok, dan Wayang Kawula Muda Surakarta, Mardi Budoyo.

Lalu mulai bermain dalam acara Cakrawala Budaya TVRI sebagai Amentaraga. Lha dengan seabreg kesibukan begitu, bagaimana urusan sekolahnya?

"Saya ndak pernah tinggal kelas kok, juga tak pernah berada di bawah ranking ke enam dalam setiap kwartal," sebut Murti.

Awalnya tertarik pada film ini diceritakan karena dorongan seorang kawan dekatnya yang memberitahukan, "Ada perusahaan film dari Jakarta pasang iklan mencari calon pemain Lasmin, kenapa tak coba-coba melamarnya?".

"Saya memang senagn sekali mengikuti serial "Saur Sepuh" di radio itu, hingga saya tahu tokoh-tokohnya," ungkap Murti.

"Nah saya lalu bertemu Pak Susilo Muslih, Kepala Promosi Kalbe Farma di Jawa Tengah. Beliaulah yang membawa saya ke Kanta Indah Film di Jakarta.



Gigi Gingsul

Sayangnya ketika Murti datang, Tantowi sedang hunting lokasi ke Sumba. Jadi cuma potretnya saja yang ditinggalkan. Baru kemudian pada kedatangan saya yang kedua, bis abertemu muka dengan sang sutradara. 

"Anda ini manis wajahnya. Apalagi ada gigi gingsulnya dua.," Puji Towi."Cuma ketika ditanya apa sudah pernah di cium, ia jadi malu-malu mengaku belum punya pacar. Lha gimana ini, kan ceritanya Lasmini cewek penggoda yang mengejar-ngejar Brama?".

Namun setelah melakukan test make-up, Tantowi memutuskan , "Tidak ada yang lebih tepat lagi selain Murti untuk menjadi Lasmini. Soal belum pengalaman pacaran, kan nanti bisa berakting. Cuma tidak keberatan kalau agak buka-bukaan dikit kan?".

Walau masih sama sekali asing dalam dunia film, ternyata Murti punya prinsip, "Saya kalau olahraga juga pakai short (Celana pendek) kok. Nah kalau masih sebatas Short itu, tentu saja saya tidak keberatan."Lebih dari itu, piye jeng?".

Towi jadi tertawa geli "Jangan kuatir saya tak pernah bikin film seks kok. Apalagi ini kan film silat!" Dan awas kebetulan juga, kecil-kecil Murti pernah berlatih karate. 

Cuma sekarang yang sedang menjadi kebimbangannya, ia menghadapi dua pilihan, main film atau mengikuti group tarinya tour ke Mancanegara seperti Brasilia, Australia dan Amerika.

"Saya sudah dapat izin dari sekolah selama tiga bulan untu tour tersebut'" tutur Murti. "Tapi biarin lah saya batal ikut otur itu karena saya lebih tertarik untuk main film kini."

Apa sih yang di cari dari main film?

"Pengalaman!" sahutnya polos. "Tapi cuma baru keluarga saya saja yang tahu kalau akan memerankan Lasmini, kawan-kawan di sekolah belum ada yang tahu. Biar saja nanti mereka kaget kalau kelak filmnya sudah jadi, atau baca majalah ini.


Demikian di kutip dari Majalah Film No. 047/15Tahun Ke IV tanggal 16 April - 29 April 1988

Friday, September 1, 2023

35 TAHUN FILM SAUR SEPUH "SATRIA MADANGKARA"

Murtisaridewi sebagai Lasmini



B
agi generasi 80an Sandiwara radio saur sepuh menjadi sebuah menu utama bagi sebagian besar kalangan masyarakat Indonesia. betapa tidak, sajian sandiwara radio yang di siarkan di radio-radio hingga pelosok nusantara menjadi hiburan murah dan meriah. Pada saat itu mendengarkan radio tidak semudah seperti sekarang di jaman serba digital. Era 80an radio masih menjadi barang mewah yang tidak bisa dimiliki oleh semua orang. Radio juga di kenakan pajak daerah bagi yang memilikinya. Karena merupakan barang mewah maka saat saur sepuh disiarkan, cara masyarakat untuk mendengarkannya pun secara beramai-ramai. 

Ini terjadi di sebagaian masyarakat kala itu. Mendengarkan Saur Sepuh dari sebuah radio di lingkungan tempat tinggal yang memiliki radio adalah sebuah hal yang sangat biasa. Boleh jadi dalam satu RT hanya beberapa saja yang beruntung memiliki radio. Sebagai salah satu hiburan, Saur sepuh menjadi kian terkenal dengan imajinasi masing-masing orang yang berbeda-beda. Telinga untuk mendengar sementara pikiran kita berimajinasi menggambarkan tokoh yang ada dalam sandiwara radio. 

Kesuksesan Sandiwara radio Saur sepuh tentu saja menjadi sebuah fenomena di kala itu. Meski kalau berbicara sandiwara radio, penulis sendiri kurang begitu paham karena masih kecil dan tidak setiap hari mendengarkan sandiwara radio karena keterbatasan pemilik radio saat itu. Tapi tentu saja saya tahu tokoh-tokoh yang ada di sandiwara radio seperti Brama, Mantili, Lasmini, Gotawa, Biksu kampala, Garnis, Permadi, Bentar , dan lain-lain. Hingga akhirnya Saur sepuh yang sukses di radio merambah ke layar Lebar. 
Brama dan Lasmini yang terpilih dari Audisi Saur Sepuh



Penampakan VCD Saur Sepuh


Layar Lebar

Film pertama yang diangkat ke layar lebar adalah Satria Madangkara. Di produksi oleh PT Kanta Indah Film dengan sponsor PT Kalbe Farma. Meski sebelumnya terjadi kekisruhan sebelum proses produksi. Mengutip dari Majalah Film No. 056/24 edisi 20 Agustus - 2 September 1988 awalnya Saur Sepuh akan di berikan kepada Garuda Film, tapi tidak jadi karena pemiliknya sedang ke Hongkong dan sulit di hubungi, setelah sebelumnya dari beberapa Produser seperti dari Tobali Film, Garuda Film dan Inem Film  menghubungi Kalbe Farma selaku pemilik siar Saur Sepuh. Setelah melakukan penjajagan PT Kalbe Farma cenderung untuk memilih Garuda Film namun tidak jadi karena pemilik Garuda pergi ke Hongkong. Sejak itu putus kontak antara Kalbe dengan Garuda. 

Lantas bagaimana bisa jatuh ke Kanta? Pada awalnya produser Kanta Indah Film menghubungi PT Kalbe Farma untuk untuk memfilmkan saur sepuh atas desakan Imam Tantowi. Meski awalnya alot namun singkat cerita akhirnya Kanta Indah Filmlah yang akhirnya memproduksi Saur sepuh meski pada saat itu juga Tobali Film membuat Brahmana Manggala dengan pemeran Ferry Fadly dengan mengusung itulah Brahma yang asli dalam promosinya. (Mungkin di lain kesempatan akan saya kutip berita tersebut.)
Fendy Pradana sebagai Brama Kumbara


Dan inilah Saur sepuh itu yang di Produksi pada tahun 1988 dan tayang di awal September 1988.
Audisi pemain Saur sepuh pun di mulai sejak tahun 1987. Fendy Pradana terpilih sebagai tokoh Brama Kumbara setelah menyisihkan 11.719 peserta audisi pada akhir Maret 1988 seorang pendatang baru dari Surabaya. 
Mantili si Pedang Setan


Kemudian Elly Ermawati di dapuk sebagai Mantili seperti dalam sandiwara radio. karena dari beberapa pemain sandiwara radio, hanya Elly Ermawatie lah yang di anggap mewakili sesuai karakter di sandiwara radio. 

Murtisaridewi sebagai Lasmini



Sementara itu Lasmini jatuh pada seorang gadis SMA asal solo Murtisaridewi. Mencari tokoh Lasmini , bagi Imam Tantowi, Murtisaridewilah yang paling cocok memerankan Lasmini setelah 6 bulan pencarian. Siapakah Murtisaridewi? Dia gadis kelas 1 SMA yang banyak prestasi terutama di bidang seni tari. Dari hobbinya menari Jawa ia sudah menggondol banyak prestasi Karena ketika terpilih sebagai bintang saur sepuh, Murtisaridewi pun sedang sibuk mengikuti grup tarinya tour ke sejumlah negara seperti Brasilia, Australia dan Amerika. 

Setelah proses suting di lakukan di beberapa wilayah seperti studio Cengkareng, Jakarta Barat, Pangandaran, Padalarang - Jawa Barat, Waika Bubak, Sumba, Nusa Tenggara Timur dan Way Kambas Lampung dengan di dukung kuda kurang lebih 1500 ekor dan pasukan gajah serta melibatkan banyak pemain , saur sepuh  Satria Madangkara menjadi  film Kolosal pada tahun 1988. 

Tepat di awal bulan September 1988 Saur Sepuh tayang di bioskop-bioskop tanah air dan mendapatkan sambutan yang luar biasa. Banyak yang penasaran akan kesuksesan Saur sepuh di sandiwara radio dan berbondong-bondong ke bioskop untuk menyaksikannya. Dari data yang penulis peroleh baik dari Majalah maupun buku FFI , perolehan penonton Saur Sepuh mencapai 2. 275.887 angka yang fantastis di jaman itu. Sementara untuk Jakarta sendiri film Saur Sepuh menduduki peringkat pertama sebagai film terbanyak penontonnya dengan perolehan penonton 575.480 , tentu saja ini adalah hitungan yang bisa jadi akan lebih banyak lagi mengingat pada saat itu bioskop sangat menjamur hingga pasar-pasar dari kelas 1 hingga kelas 3. 

Tepat hari ini, 1 September 1988 , Saur Sepuh tayang di Bioskop dan Kini usia Saur Sepuh "Satria Madangkara" sudah menginjak 35 tahun yaitu dari 1988 - 2023 dan bagi penulis sendiri tidak pernah bosan untuk menontonnya kembali meski sudah di tonton berulang kali. 

Kalau dari penulis pribadi sih tidak berharap akan ada remake atau lanjutan dari kisah saur sepuh yang di buat filmnya lagi, tapi biarlah apa yang pernah di produksi menjadi kenangan indah bagi para penggemarnya dan Harapannya adalah semoga film Saur Sepuh dapat menjadi pembuka sebagai film Klasik di ajang bergengsi seperti Festival-festival film . Kalau harapan pembaca bagaimana?? adakah harapan khusus akan film ini?




Galeri foto : 

Sebagai Fans Saur Sepuh kadang saya suka bawa koleksi ini 


Satria Madangkara




Wednesday, May 24, 2023

SAUR SEPUH SATRIA MADANGKARA BAGIAN KE 7

 Lanjutan dari Bagian ke 6



Dari balik rumah penduduk, muncul penunggang kuda yang rupanya hulubalang dari tentara Pamotan yang di tempatkan di desa ini. Dua orang ponggawa mengiringinya dengan berjalan kaki adalah dua orang prajurit yang mencuri kedatangan Mantili dan Gotawa. 

Jalanan sudah sangat sepi, demikian pula rumah Wanoh, sang hulubalang melihat dua ekor kuda ditambat di samping rumah Wanoh. Mereka segera mendekati dan mencurigai apalagi melihat kuda-kuda itu bukan kuda murah. 

"Awasi mereka terus, aku curiga mereka mata-mata!" seru Sang Hulubalang. 

"Baik Den!".

Sekilas kuda hulubalang itu menlintas dengan cepat meninggalkan kedua prajurit itu yang tiba-tiba merasa menjadi sangat penting dengan tugas tersebut. 

Patih Gotawa dan Mantili mengintip dari celah-celah dinding. 

"Mereka mencurigai kita!" seru Gotawa.

"Kita lawan kalau mereka macam-macam!" bisik Mantili.

Patih Gotawa membelai rambut istrinya. Dia tahu watak isterinya yang beringas dan cepat naik darah.

"Jangan sampai tindakan kita jutru mempersulit tugas negara!" seru Gotawa.

"Sekedar memberi pelajaran kan boleh, tidak sampai membunuh. Sebab biasanya ponggawa selalu berlebih-lebihan dalam menjalankan tugas mereka,"

Gotawa hanya tersenyum sementara Mantili menyandarkan tubuhnya ke dada Gotawa yang bidang. Malam itu berlalu tanpa ada sesuatu yang istimewa. 

Penjagaan di batas desa Lung semakin ketat. di atas pohon-pohon besar di dirikan tempat tempat untuk pengintaian dan mengawasi orang-orang yang keluar  masuk desa, terutama yang menuju ke arah Majapahit. Lima orang berjaga di menara pengawas yang unik itu. Tiba-tiba salah seorang diantara mereka melihat sesuatu. Di kejauhan nampak Mantili dan Gotawa sedang mengendarai kudanya. Orang-orang di menara pengawas memberi kode pada orang yang di bawah dengan menarik tali yang dihubungkan dengan genta sapi yang digantung dekat dengan gubuk para tentara penjaga perbatasan berkumpul.

Hulubalang yang menjadi komandan regu segera menyiapkan senjatanya dan menyuruh lima orang anak buahnya mengikuti. Gotawa bersikap tenang meskipun dia melihat enam orang menghadang jalan kudanya. 

"Kalian mau kemana?" tanya hulubalang sambil menahan jalan mereka. 

"Majapahit", sahut Gotawa singkat. 

"Turun!"

Gotawa dan Mantili turun dari kudanya.

"Kalian tahu bahwa Pamotan mau memberontak dari kekuasaan Majapahit? artinya siapapun yang sudah melintas daerah Pamotan dilarang melintas ke Majapahit", seru hulubalang.

"Kenapa kami tidak punya urusan dengan masalah negara kalian. kami pengendara dari kulon yang mau berkelana melihat kemajuan negeri lain".

Hulubalang itu sinis sekali. Matanya yang di takdirkan seperti selalu curiga pada siapapun melirik nyaris menjijikan. 

"Kalian jangan mengira saya bodoh, Kalian pasti utusan dari salah satu negeri di Kulon. Kuda kalian terlalu mahal untuk pengembara".


Sementara itu dengan lancang tanpa permisi beberapa punggawa Pamotan  mau menggeledah buntelan yang menggelantung di pelana kuda. Tentu saja Mantili jadi naik pitam. 

Dengan gerakan yang cepat dia tahan tangan yang mau mengambil buntelan itu dan sebuah tamparan keras mendarat di pipi punggawa tadi. Tentu saja kejadian itu membuat Hulubalang dan anak buahnya menjadi berang. Sang hulubalang mencabut pedangnya dan berteriak "Bangsat!".

Perkelahian tak bisa di elakkan lagi. Gotawa meladeni Hulubalang sedangkan Mantili dengan enteng menghadapi  lima punggawa. Singkat sekali Mantili menghabisi lawan-lawannya dengan punggung pedangnya hingga lawan-lawannya tidak sampai mati. Orang-orang diatas menara pengawas mau melepaskan anak panah, tapi Mantili dengan sangat cepat telah mencelat keatas dan mendara tepat diatas dahan dekat menara pengawas diatas pohon. 

Tiga dari lima orang di menara pengawas itu terpelanting oleh tendangan Mantili. Sementara Gotawa meladeni hulubalang yang cukup lumayan mempunyai ilmu silat tingkat tinggi. Tapi biar bagaimanapun Gotawa adalah mahapatih yang berpengalaman sehingga hulubalang kewalahan juga menghadapinya. 

Mantili menyerang dengan pedangnya tapi dua orang sisanya segera  menggelayut di akar pohon untuk pindah ke dahan lain sambil berusaha menyelamatkan diri. Mantili menyusul dengan seuah lompatan yang bagaikan terbang dan dengan kilat dia membabat akar tadi sehingga putus. Akibat tubuh-tubuh yang menggelayut ikut terjatuh ke tanah. 

Di pihak lain hulubalang yang terdesak kini terpental oleh tendangan yang menghantam pangkal lengannya. Kesempatan itu di gunakan untuk mengambil senjata rahasia berbentuk keris-keris kecil dan dilemparkan kearah Gotawa. Keris-keris itu menancap di keempat jari Gotawa yang dipakai untuk menangkis. Dengan tenang Gotawa meremas keris-keris itu. 

Hulubalang melongo hingga sebuah tendangan menyambarnya dan membuatnya jatuh pingsan seketika. Sementara itu Mantili masih terus mengejar seorang ponggawa lagi yang masih melayang-layang diatas pohon. Orang itu berhasil turun melewati akar gantung. Tapi baru saja kakinya menginjak bumi, mantili sudah mendarat di sampingnya.  Orang itu terpana dan ketika itulah kepalan tangan kiri Manitli mengistirahatkan punggawa untuk sementara waktu. Mantili mengangkat bahu ketika menerima senyuman dari suaminya

"Terpaksa!" Sahut Mantili manja.

Kemudian mereka melanjutkan perjalanan menuju ke negeri Majapahit. Tak lama kemudian sampailah mereka di negeri yang di tuju. Dengan diantar dua orang hulubalang Majapahit mereka memasuki Keraton. Prabu Wikramawardana sedang di hadapi oleh Patih Gajah Lembana, Rake Demung, Rake Rangga, Rake Kanuruhan dan Rake Rumenggung. Rupanya keadaan semakin genting. 

Kedatangan Mantili dan Gutawa sedikit mengganggu mereka, tapi ketika mendengar bahwa yang datang adalah Patih dari Madangkara maka sang Prabu melunakkan seri mukanya. 

"Hamba Patih Gotawa utusan dari Madangkara, memberi surat untuk yang maha mulia baginda Prabu Wikramawardana. Maaf kami datang dengan pakaian menyamar! Seru Gotawa. 

Sang Prabu mengangguk dan Gotawa menghaturkan surat dari daun lontar yang di bawanya. Mantili diam-diam mengagumi keindahan istana Majapahit yang tersohor itu, Lantainya nampak terbuat daribatu pualam berwarna putih mengkilat. Kayu-kayu tiang bangunan joglo itu diukir dengan indah, semuanya serba mewah. 

Prabu Wikramawardana berkata : "Aku mengerti sikap raja. Memang persoalan Pamotan adalah masalah keluarga. Sangat bijaksana kalau Prabu Brama Kumbara memilih Majapahit bukan memihak  aku atau siapa. Raja bisa berganti, tapi Majapahit tetap Majapahit!".

"Kami mohon pamit Baginda Prabu!" seru patih Gotawa yang menyadari kedatangannya sedikit mengganggu. 

"Tentunya kalian juga akan ke Pamotan. Mudah-mudahan selamat dan titipkan salamku untuk Prabu Brama Kumbara. Semoga Madangkara tetap aman, makmur dan sejahtera".

"Terima kasih Baginda".

Patih Gotawa dan Mantili menyembah lalu pergi dengan dikawal oleh kedua prajurit Bhayangkari.

Seperginya Mantili dan Gotawa Prabu Wikrama wardana melanjutkan pembicaraanya tentang situasi genting saat ini. 

"Aku yakin Wirabumi gagal dalam mencari dukungan dari negeri-negeri kulon. Tinggal Bre Tumapel yang masih ragu".

"Ampun Gusti prabu, bagaimanapun kita haru slebih cepat bertindak. Sebab terus terang ketika paduka Bre Wengker Sri Wijaya Rajasa menduduki patih Hamengkubumi, beliau telah melakukan tindakan tindakan yang merugikan negara kepada negeri lindungan Majapahit" Gajah lembana Membuka suara. 

"Menghasut mereka untuk melepaskan diri maksudmu?".

"Mungkin tidak terang-terangan. Tapi arahnya kesana. Itu sebabnya beliau  menyusun kekuatan dan pindah dari Wengker ke Pamotan. Bre Wirabumi hanya meneruskan cita-cita itu.

"Memang sebaiknya kita cepat bertindak sebelum Pamotan itu benar-benar siap!"sambung Narapati Raden Gajah. 

Prabu Wikramawardana merenungi nasehat dari semua bawahannya. 

Demikian pula halnya di Pamotan. Malam itu Bre Wirabumi berkumpul di ruang kerja bersama para staffnya. Wirabumi kelihatan  merenung sementara Panglima Lodaya dan beberapa orang staf penasehat menunggu apa yang akan dilakukan Bre Wirabumi.  Ibu Rajasaduhitatunggadewi berjalan membawa tempat sirih yang mengkilap dan duduk di samping  putranya yang sedang merenung. 

"Akhir-akhir ini kamu sering termenung putra prabu. Ibu takut kamu mulai ragu.!" ibu angkat Wirabumi berkata. Bre Wirabumi mencoba tersenyum. "Tidak kanjeng ibu, menentukan waktu ternyata tidak gampang,".

"Asal kamu ingat bahwa keraguan selalu akan menghancurkan !" Ibu angkat wirabibumi memperingatkan. 

"Terima kasih kanjeng ibu!".

Semua tumenggung dan para Narapati cuma diam. Demikian juga ketika ibu setengahbaya itu meninggalkan tempat itu. Prabu Wirabumi menghela nafas. 

Panglima Lodaya kelihatan mulai geisah ingin menyampaikan sesuatu. Hal itu terlihat oleh Bre Wirabumi. Lalu ia memerintahkan stafnya yang sangat dipercaya itu untuk berbicara. 

"Ampun gusti Prabu, Kalau kita harus menunggu kembalinya para utusan dari negeri Majapahit akan mendahului  menyerang Pamotan", Panglima Lodaya menyampikan kekuatirannya. 

Semua yang hadir dengan serius mendengarkan pembicaraan Panglima Lodaya sementara itu Bre Wirabumi nampak tenang sekali meskipun sesungguhnya ketenangan itu hanya untuk menutupi dari kegelisahan hatinya. 

"Dan kalau sampai terjadi terus terang hamba ragu apakah kekuatan Pamotan akan mampu menahan serangan sereka!".

Brewirabumi membenarkan :

"Pendapatmu benar Lodaya! Tapi dukungan dari negeri negeri sahabat juga penting. ini yang membingungkan  pikiranku!" 

Suasana menjadi makin lengang. semua dipaksa untuk berpikir. Ketika itulah sebilah keris kecil melayang dan menancap pada tiang joglo ruang rapat itu. Semua yang hadir terkejut. Mereka menoleh kearah datangnya keris itu. Dua orang prajurit penjaga lari keluar. Panglima Lodaya dan tigak orang lainnya bergerak menuj teritisan pendopo. Tapi di sekeliling halaman itu tetap lengang, tidak ada seorangpun. Tangan Bre Wirabumi mengambil keris yang tertancap dimana ada segulung lontar diikatkan pada hulunya. 

Sambil berjalan menuju ketempat duduknya Bre Wirabumi membuka surat lontar itu. Mukanya sedikit berkerut. 

"Lodaya!" serunya

"Ampun Gusti Prabu!"

Bre Wirabumi melemparkan surat Lontar itu kedepan panglima yang baru saja duduk. 

"Urus bawahanmu!" terdengan Bre Wirabumi berseru hebat. 

Panglima Lodaya agak heran dan kurang enak mendengar nada ucapan rajanya yang agak keras. Dia segera menyembah.

"Ampun Gusti Prabu!"


BERSAMBUNG KE BAGIAN 8

Friday, February 3, 2023

SAUR SEPUH, SATRIA MADANGKARA BAGIAN 6

 Lanjutan dari bagian 5...........


Prabu Brama Kumbara sedang bercengkerama dengan isterinya Harnum

Brama Kumbara sedang duduk di sebuah bangunan berangin-angin di sekitar padepokan di desa Jamparing yang sejuk. Suasana begitu nyaman di alam pegunungan dengan air sungai berbatu serta jeram dan air terjun yang sangat indah. Tapi bertentangan dengan suasana yang tenteram itu malah Brama nampak murka sekali. Dengan suara yang keras dia bertanya : 

"Siapa yang melakukan?" 

Anak buah tumenggung Adiguna yang menyelamatkan surat Brama untuk Raja Majapahit dan Pamotan terlihat masih segar meskipun luka-luka di tubuhnya cukup parah. Senopati Ringkin yang mengantarkan utusan itu ke Jamparing tetap diam. Patih Gootawa menahan geram, terlebih Mantili.

"Ini tidak bisa di biarkan! Orang Pamotan sudah melakukan tindakan sesenang-wenang. Gotawa dan Kamu mantili, Kuberi tugas untuk menggantikan Tumenggung Adiguna. Berikan surat ini pada Prabu Wikramawardana dan Brewirabumi. Ini tugas resmi Madangkara. Sementara pertanggungjawaban Tumenggung Bayan adalah urusanku!".

"Baik kanda Prabu!" sahut Gotawa dan mantili berbarengan. 

"Ringkin! Bawa Bentar dan isteriku Paramitha ke Madangkara, siagakan pasukan kalau sewaktu-waktu di perlukan!".

"Daulat Gusti Prabu!"

Para punggawa Pamotan

Sementara itu di padepokan, Bentar sedang menulis semacam tembang yang di salin dari kitab-kitab daun lontar. Harnum dan Paramita mengagumi kepandaian anak berusia sekitar sembilan tahun dalam ilmu alam. Bentar adalah seorang anak kutu buku. Kulitnya lembut seperti wanita tapi matanya tajam dan jernih yang memancarkan kecerdasan yang luar biasa. 

Suasana semakin lama semakin panas. Desa Lung yang cukup ramai di huni penduduk merupakan sebuah daerah kekuasaan Majapahit yang sangat berdekatan dengan perbatasan. Kelihatan kesibukan berjaga-jaga dari tentara Majapahit mulai meningkat, baik infantri maupun kavaleri mondari mandir. Jika ada yang mencurigakan mereka segera melakukan penggeledahan. 

Suatu siang di pinggir sebuah sungai Patih Gotawa menyimpan pakaian kebesaran di sela-sela batu cadas. Dia bersalin pakaian dengan pakaian pendekar biasa sementara Mantili juga telah mengganti pakaian yang serupa.

"Kita akan lebih leluasa dengan pakaian begini!" seru Patih Gotawa. 

"Tapi jangan menyesal alau tidak seorangpun akan hormat kepada kita!" sahut Mantili. 

"Artinya orang-orang itu sebenarnya cuma menghormati pakaian kita bukan kita. Mereka takut pada pakaian kita, bukan pada Mantili dan Gotawa".

Keduanya lalu kembali menaiki kuda. 

"Masih jauh Majapahit dari sini?" tanya Mantili. 

"Sebelum tengah malam mudah-mudahan kita sudah sampai ke desa Lung. Kita ke Trawulan dulu, menghadap Raja Majapahit, kemudian baru ke Pamotan", sahut Gotawa. 

Kembali kuda mereka berpacu dengan pesatnya. 

Brama Kumbara menanggalkan mahkotanya dan memasukkannya ke dalam peti kayu berukir indah. Demikian juga gelang dan kalung yang merupakan perhiasan kebesaran seorang raja. 

Harnum telah berganti pakaian dengan pakaian seorang pendekar wnaita. Dia masih tetap jelita dengan sebilah pedang yang terselempang melintang di punggungnya. 

"Ini mengingatkan masa-masa pengembaraan kita beberapa tahun lalu!" seru Harnum. 

"Terpaksa harus kita lakukan. Saya tidak melibatkan Madangkara dalam pertikaian Majapahit dengan Pamotan,".

"Kalau kakang Prabu pribadi sebenarnya lebih memihak siapa?". tanya Harnum. 

"Aku terlahir untuk membela yang benar. Tapi untuk mencari yang benar dalam masalah ini sulit sekali,"

"Masing masing pihak akan merasa dirinya benar. Sedang kebenaran harus cuma satu!" Harnum menyambung. 

Brama sudah selesai memakai pakian pendekar, bersenjatakan keris yang tidak terlalu panjang. Sebenarnya ilmu kedigdayaan Brama lebih handal daripada semua ilmu silat yang dia miliki. Mereka segera bergegas meuju ke luar rumah. 

"Itu kenapa Madangkara tidak memihak.!," kata Brama Kumbara sambil bersiap hendak berangkat. 

"Bukan kita tidak punya pendirian. Dalam sebuah pertikaian, lebih baik kita menjadi juru damai. Itu perbuatan paling mulia aku kira!".

Sampai di halaman Brama Kumbara memandang langit. Kemudian dia bersuit memanggil burung Rajawali sahabatnya. Di Langit lepas Rajawali Raksasa itu berkeak-keak menukik. 

Tak lama kemudian rajawali tu turun dengan angin besar menerbangkan daun-daun kering karena kibasan sayapnya. Brama dan Harnum segera menaiki punggung burung raksasa itu. Tak lama kemudian Rajawali mulai terbang dengan sayap berkepak-kepak. 

Seperti Raja Airlangga yang dengan gagah menaiki burung Garuda, maka Brama dan Istrinya Harnum kelihatan perkasa diatas punggung rajawali itu. 

"Dinda Gotawa dan Mantili pasti sudah sampai di Majapahit. Mudah-mudahan mereka tidak mendapatkan kesulitan", kata Brama memikirkan kedua adiknya. 

Dan saat itu kuda Mantili dan Patih Gotawa melintas diantara penduduk serta tentara Pamotan yang sedang menuju ke tempat mereka masing-masing. 

Desa ini cukup maju karena merupakan desa transit. Hal ini disebabkan banyak pedagang rempah-rempah dan hasil bumi menginap di desa itu. Selain itu banyak sekali penduduk yang membuka rumah makan. Desa Lung adalah perbatasan antara Majapahit dan Pamotan. 

Seorang Prajurit kelihatan berbisik-bisik pada temannya setelah melihat Gotawa dan Mantili. Dari agak kejauhan kelihatan Mantili dan Gotawa menanyakan sesuatu kepada salah seorang penduduk. 

Ternyata mereka ingin bermalam di sebuah rumah seseorang bernama Wanoh, kenalan Patih Gotawa beberapa tahun yang lalu. Wanoh gembiera sekali menyambut tamu yang tak  di duga kedatangannya itu. Dengan ramah dia menjamu Gotawa dan Mantili . Mereka duduk diatas tikar anyam dengan pandangan lepas ke halaman belakang yang teduh. 

"Keadaan makin gawat den, kemungkinan perang saudara tidak bisa di elakkan lagi. Tadinya desa ini tidak pernah ada tentara, sekarang ada kira-kira seratu orang tentara Pamotan ditempatkan di sini!", Wanoh Bercerita. 

"Bagaimana sikap bapak?siapa sebenarnya yang salah? Pihak Pamotankah? atau Majapahit?" tanya Mantili.

"Wah......saya tidak mengerti den, rakyat kan hanya menurut apa kata Raja. Sebab apa saja yang dilakukan raja pasti benar. Raja adalah wakil dewa di dunia, maka sudah seharusnya apa yang dilakukan adalah hanya kebenaran" sahut Wanoh. 

"Seharusnya memang begitu, tapi jaman sekarang banyak raja mengkhianati amanat Dewa Jagad Batara, Bahkan mereka merasa menjadi dewa yang berhak melakukan apa saja yang mereka suka!". Gotawa menyatakan pendapatnya. 

"Saya tidak mengerti itu den, saya rakyat, tugas saya cuma patuh pada gusti prabu. Apapun yang di lakukan berliau, pasti punya tanggungjawabnya sendir ipada Sang Pencipta Alam semesta!".

Mantili cuma tersenyum melihat kepolosan Pak Wanoh. Sementara itu Patih Gotawa hanya mengangguk-angguk . Dia merasa bahwa yang tersirat dari ucapan Wanoh adalah sebuah tuntutan maha halus kepada raja untuk berbuat paling benar. 


BERSAMBUNG KE BAGIAN 7

Monday, December 5, 2022

SAUR SEPUH, SATRIA MADANGKARA BAGIAN 3

 

Mantili dan Patih Gotawa terlibat perkelahian

............LANJUTAN dari Bagian 2

Bangunan-bangunan di komplek istana Madangkara ini hampir menyamai bentuknya dengan keraton di Majapahit dan Pajajaran. Hanya bentuknya lebih kecil dan tidak terlampau mewah. Dua orang penjaga gerbang dalam pakaian keprajuritan Madangkara dengan sikap tegak bersenjatakan tombak, mengawasi beberapa orang yang sedang berjualan di bawah sebatang pohon yang rindang dekat pintu gerbang.

Di balai penghadapan Keraton Madangkara, Sang Prabu Brama Kumbara kelihatan sedang bercengkerama dengan adiknya, Dewi Mantili serta Patih Gutawa yang merupakan suami adiknya dan Harnum permaisurinya. 

Sementara itu beberapa dayang emban dengan penuh pengabdian duduk bersila pada lantai bawah. Empat orang prajurit penjaga keraton berdiri tegak di samping-samping ruang yang berbentuk pendopo agung itu. Sang Prabu duduk di atas singgasana dari kayu berukir indah dengan bantalan kain yang dirajut dengan benang-benang emas sementara mahkota yang dikenakannya tidak terlalu rumit namun indah dan mahal.

"Untuk sementara kamu saya bebaskan dari tugas-tugas kenegaraan dinda patih, gunakan waktu itu untuk bersenang-senang dengan istrimu", Seru Brama Kumbara.

Patih Gotawa senyum menunduk. Sementara Dewi Mantili yang agak tersipu berusaha untuk menutupi perasaanya. Harnum tersenyum melihat keadaan seperti itu. Patih Gotawa dan Mantili adalah sepasang pengantin baru 

"Kami merencanakan mau ke kampung Jamparing kakang Brama, kangen sama Raden Bentar dan kakang Dewi Pramitha", sela Patih Gotawa. 

"Apa cocok untuk pengantin baru?", tanya Brama Kumbara

Patih Gotawa cepat menyahut : "Itu kemauan dinda Mantili gusti Prabu!".

"Mestinya kamu tidak boleh selalu memaksakan kehendak, Mantili.Sekarang kamu adalah seorang istri, bukan lagi Dewi Mantili si Pedang setan yang selalu bertindak seenaknya. Ada orang lain yang jadi pemimpinmu, suamimu!", Brama Kumbara berkata dengan penuh wibawa.

Mantili cuma tersenyum simpul sementara Harnum yang duduk mendampingi sang Prabu juga ikut tersenyum. Kemudian Harnum ikut Bicara : 

"Sebenarnya saya juga  ingin ke Jamparing kakang Prabu, sudah hampir tiga bulan kita belum kesana. Mungkin Nanda Bentar juga sudah kangen sama kakang Prabu, Dinda Paramita mestinya juga begitu."

Brama Kumbara menoleh kepada istrinya sambil tersenyum. 

"Memang akan lebih bijaksana kalau isteri-isteriku berkumpul disini. Kalau saja aku tidak memikirkan pendidikan Bentar, Paramita kuharuskan tinggal di sini. Gotawa....suruh tumenggung Ajisanta menghadap. Dia yang akan mewakili selama kita pergi."

"Baik Gusti Prabu."

Dari luar terlihat Senopati Ringkin masuk dan duduk memberi hormat. 

"Ada apa Senopati", Tanya Brama Kumbara.

"Maaf Gusti Prabu, kami menangkap delapan orang dari Majapahit dan Pamotan yang bertikai di perbatasan Madangkara. Mereka mau menghaturkan surat dari raja mereka masing-masin", Senopati Ringkin segera melaporkan apa yang telah terjadi.

Brama Kumbara agak kurang mengerti mendengar laporan Ringkin yang aneh. Kedatangan utusan dari negara besar seperti Majapahit ke Madangkara benar benar suatu kehormatan. Tapi utusan dari Pamotan yang setau beliau adalah negeri bawahan Majapahit benar-benar mengherankan. 

"Hadapkan pimpinan mereka satu-satu!, serunya segera

"Daulat Gusti!".

Tumenggung Bayan dan Satria Madangkara

Utusan dari Majapahit yang tiga orang memisahkan diri dari lima orang pamotan dimana diantara mereka yang terluka akibat perkelahian. Kedua belah pihak kelihatan saling membenci. Beberapa orang prajurit Madangkara mengawasi mereka. Senopati Ringkin mendatangi kelompok utusan tersebut lalu membawa mereka satu persatu menghadap Brama Kumbara. 

Mantili dan Patih Gotawa menoleh ke arah kedatangan utusan dari Pamotan. Brama Kumbara dengan tenang menyuruh panglima Rowi untuk menyampaikan maksudnya. Panglima Rowi duduk dengan hormat dan mengeluarkan surat yang diserahkan pada Brama Kumbara. 

"Ada pesan dari rajamu?", tanya Brama Kumbara.

"Daulat Gusti, hamba di utus untuk menyampaikan ini!".

Sang Prabu membaca surat itu. Mukanya menjadi keruh. Agak sulit baginya utuk menentukan jawaban. 

"Kamu boleh pulang, saya akan mengutus orang untuk menyampaikan suratku pada Bre Wirabumi!".

"Terima Kasih Gusti, hamba mohon pamit!"; sahut Panglima Rowi sambil mohon diri.

Brama mengangguk arif, Panglima Rowi segera meninggalkan tempat. Mantili benar-benar ingin tahu apa isi surat itu. Segera ia bertanya pada Brama Kumbara.

"Kalau Boleh tahu, apa isi surat itu Kakang Prabu?',

"Sulit untuk menentukan pilihan, Bre Wirabumi meminta dukungan untuk melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit", sahut Brama Kumbara.

"Memberontak?", tanya Mantili tak mengerti. 

"Akhirnya akan kesana, sebab tidak mungkin Majapahit akan membiarkan negeri bawahannya berdiri sendiri dan ini akan menjadi malapetaka bagi kerajaan besar itu. 

"Mungkn karena Bre Wirabumi merasa berhak menguasai tahta daripada Wikrama Wardhana", sela Harnum. 

"Saya kurang mengerti, tapi seorang raja agung seperti gusti Dyah Hayam Wuruk tidak mungkin bertindak tanpa pikiran yang matang. Mungkin beliau beranggapan bahwa menantunya justru lebih cerdas dan jujur untuk memimpin sebuah negeri yang maha luas kekuasanya daripada putra lelakinya yang kebetulan lahir dari seorang selir", Brama kumbara mengemukakan pendapatnya.

Tumenggung Bayan dan para pasukannya

Tak lama kemudian utusan dari Majapahit datang dan duduk bersembah. Brama Kumbara menyambutnya dengan senyuman yang bijak. 

"Hamba Hulubalang Ludaka, menghaturkan surat Baginda Prabu Wikramawardhana  yang agung!", seru Hulubalang Ludaka sambil mengingsut mendekati tahta Prabu Brama Kumbara. 

Brama Menerima surat itu dan membukanya. Surat itu di buat dari daun lontar yang ditulis dengan indah.

"Selain ke Madangkara, kemana lagi kamu akan pergi?", tanya Brama Kumbara. 

"Menghubungi semua kerajaan sahabat Majapahit, Hamba akan ke Pajajaran, ke Sumedang Larang, Gunung Singguruh dan ke Malayapati", sahut Hulubalang Ludaka.

Prabu Brama Kumbara Mengangguk.

"Ke negeri-negeri itu utusan dari Pamotanpun akan datang. Kamu boleh meneruskan perjalanan, aku akan mengirim utusan khusus ke Majapahit secepatnya".

"Terima kasih Gusti Prabu, hamba mohon pamit!".

Hulubalang Ludaka bangkit dan meninggalkan tempat. Brama kumbara melirik patih Gotawa.

"Gotawa, Panggil tumenggung Adiguna, dia akan kuutus membawa suratku untuk Pre Pamotan dan Baginda Wikramawardana!".

"Daulat Gusti Prabut!".


BERSAMBUNG KE BAGIAN 4------------------------------------------------



Wednesday, November 30, 2022

SAUR SEPUH, SATRIA MADANGKARA BAGIAN 2



 ..........Sambungan dari Bagian 1


Sebuah tugu yang terbuat dari batu bata dengan bentuk seperti lingga dengan gaya pasundan terlihat menjulang pada dataran di areal pegunungan. Di kejauhan terlihat lima orang penunggang kuda dengan sigap mengendarai kuda tunggangan tercepat pada jaman itu. Mereka berhenti tepat dimana terdapat pertigaan jalan. 

Salah seorang diantara mereka adalah Hulubalang Robi, pemimpin dari lima orang itu. Menilik dari pakaiannya mereka adalah prajurit Pamotan (Kedaton Timur).

"Kita sudah sampai di Madangkara, ini tugu perbatasannya!," seru hulubalang Rowi kepada bawahannya. 

Hulubalang yang berbadan tegap dengan kumis melintang itu menyipitkan matanya melihat ke kejauhan. Dan sayup-sayup terlihat sekelompok bangunan yang merupakan sebuah kota yang tidak terlalu besar namun juga tidak kecil. Bangunan-bangunan rumah dan tembok keliling kerajaan serta gerbangnya terlihat cukup megah. Sementara kelima orang Pamotan itu masih belum beranjak, terdengar suara derap kuda dari arah lain. Mereka lalu menoleh. 

Tiga orang penunggang kuda kelihatan terburu-buru kenuju ke arah mereka. Para penunggang kuda itu sedikit terkejut melihat  adanya lima orang di atas kuda berdiri di hadapan mereka. Dan yang lebih membuat mereka terkejut adalah orang-orang itu mereka kenal sebagai orang Pamotan. Dan ketiga penunggang kuda itu adalah utusan dari Majapahit. Mereka segera menghentikan kudanya. 

Penunggang-penunggang kuda dari Majapahit itu mengerutkan dahi. Salah seoangdari mereka yang bernama hulubang Ludika menjadi geram. 

"Oang-orang Pamotan, mereka pasti utusan Bre Wirabumi untuk mencari dukungan dari kerajaan-krajaan did aerah Kulon!," Seru hulubalng Ludika kepada bawahannya. Lalu dengan kepala yang pasti hulubalang yang tidak kalah gagahnya dengan hluubalang Rowi menyuruh kedua kawannya untuk mengikutinya.  Ketiga ekor kuda itu segera melaju menghampiri ke lima orang Pamotan.

Hulubalang Rowi maklum apa yang akan terjadi. Perlahan-lahan tangannya bergerak membetulkan letak kerisnya. Dengan gaya yang meyakinkan ketiga Penunggang kuda dari Majapahit itu menghentikan kuda mereka. Kaki kuda yang mereka tunggangi melunjak dengan ganas. Dengan tenang Hulubalang Rowi memandangi orang Majapahit itu.

"Mau apa kalian?," tanyanya

"Menghantikan tugas kalian. Serahkan surat-surat itu padaku!," sahut Hulubalang Ludika.

Hulubalang Rowi menatap tajam ke arah Hulubalang Ludika dan kawan-kawannya lalu berkata : 

"Kamu tidak ada hak untuk menghalangi tugas kami, Minggir!,"

Hulubalang Rowi segera menjalankan kudanya. Dengan terpaksa ia menghindar dari halangan ketiga orang Majapahit itu. Tapi tiba-tiba Hulubalang Ludika menyerang dengan tendangan kaki. Tapi denan sigap Rowi menangkis dengan lengannya. Perkelahian terjadi. Mereka slaing melompat dari atas kuda. Dari cara mereka berkelahi nampak jelas bahwa utusan ini adalah orang-orang pilihan di negeri mereka masing-masing. 

Ditengah perkelahian yang terjadi dengan seru, muncul pasukan tentara Madangkara yang di pimpin oleh Senopati Ringkin yang dengan gagah di atas kudanya di dampingi olehbeberapa orang berkuda lainnya. Dibelakang mereka nampak puluhan prajurit berlari-laridengan tombak di tangan. 

Mereka yang sedang berkelahi sedikit terpecahperhatiannya. Senopati Ringkin berteriak keras dari atas kudanya. 

"Hentikan!,".

Tapi perkelahian itu masih saja terjadi. Mereka yang berkelahi nampak tidak mengacuhkan perintah itu. Senopati Ringkin berseru lagi.\:

"Kalian akan kami serang kalau tidak mau berhenti. Ini daerah Madangkara!".

Orang-orang Majapahit dan Pamotan menghentikan perkelahian mereka ketika pasukan bertombak berkeliling mengepung. 

"Kalian kami tahan!", perintah Senopati Ringkin dengan Tegas.


BERSAMBUNG KE BAGIAN 3.................................................


Wednesday, September 14, 2022

Saur Sepuh , Satria Madangkara Film Terlaris Tahun 1988 !

Brama Kumbara dan Lasmini dalam Saur Sepuh 1

Berbicara tentang Saur Sepuh, agaknya memang belum bisa move on dari film yang diangkat dari serial Sandiwara Radio yang populer di tahun 80an. Apalagi setelah menemukan data baru kalau jumlah penonton film Saur Sepuh 1, Satria Madangkara menjadi film terlaris pada tahun 1988. Di kutip dari buku Festival Film Indonesia 1989 di halaman 122 , Film Saur Sepuh 1 meraih penonton 2.275.887. Jumlah ini termasuk jumlah yang fantastis pada jaman itu dan berhasil mengalahkan film Pengkhianatan G 30 S /PKI (1984) yang meraih penonton 1.724.704. Memang itu adalah berdasarkan data, kalau perolehan penonton yang tidak terhitung tentu saja akan banyak, apalagi untuk sekelas film G 30 S PKI tentu saja jutaan penonton diraih meski banyak yang tidak tercatat. Hal ini tentu saja menjadi sebuah kebanggaan mengingat film bersetting kerajaan Madangkara tersebut mampu mendapatkan dukungan dari penonton tanah air. Apalagi dengan sederetan cast yang baru di dunia perfilman seperti Fendy Pradana, Murtisaridewi dan juga Elly Ermawatie.

Tiga tokoh sentral dalam cerita Saur Sepuh di perankan dengan bagus oleh Fendy Pradana sebagai Brama Kumbara.  kayaknya hampir semua orang yang hidup di era pertengahan 80an hingga awal 90an tahu siapa Brama Kumbara, seorang raja dari Madangkara. Kemudian ada Elly Ermawatie yang berperan sebagai Mantili si pedang setan dan pedang perak, dan juga ada Murtisaridewi sebagai tokoh Lasmini, perempuan penggoda pemilik perguruan Anggrek Jingga di lereng gunung lawu. Ketiga tokoh sentral ini menjadi nyawa film Saur sepuh.

Penampakan VCD Saur Sepuh 1 dan Kaset OST saur Sepuh
 


Saur Sepuh di buat sebanyak 5 judul , sebuah karya Niki Kosasih yang berhasil secara bagus di visualisasikan kedalam film oleh Sutradara Imam Tantowi  dalam Saur Sepuh 1 sd 4 dan Torro Margens di Saur Sepuh 5. Film Saur sepuh sendiri merupakan film dengan hasil yang cukup membanggakan , hal ini terbukti dengan perolehan penonton Saur Sepuh yang cukup fantasitis, sekaligus menjadi film laris di DKI Jakarta. Perolehan penonton Saur Sepuh menjadi perolehan yang cukup di perhitungkan. Di DKI Jakarta sendiri film saur sepuh 1 juga menjadi film terlaris tahun 1988 dengan perolehan penonton 575.480, sementara di tahun 1989 film saur sepuh II masih menjadi film terlaris dengan perolehan penonton 555.187 dan di Tahun 1990 Film Saur Sepuh III Kembang Gunung Lawu menjadi film terlaris pertama dengan perolehan penonton 447.504. Selanjutnya Film saur Sepuh IV dan V tidak saya temukan data jumlah penontonnya. Namun demikian era 90an awal menjadi era yang mulai sepinya film-film Indonesia dan di pertengahan 90an hingga akhir 90an film-film bertema seks menjadi suguhan yang memenuhi bioskop kala itu. 

Kalau era sekarang, film -film laris dengan jumlah penonton yang banyak makin sering bermunculan, sebut saja di tahun 2022 film KKN di desa Penari menjadi film terlaris hingga sekarang belum ada yang bisa menghadangnya dengan jumlah penonton 10 juta lebih. Juga ada film Pengabdi setan versi Joko anwar yang berhasil menggetarkan jagat perfilman Nasional yang kian berkembang. 

Poster Saur Sepuh 1

Poster Saur Sepuh 1

Kalau kita flashback ke era 80an keatas, yang saat itu saya juga masih kecil sandiwara radio menjadi sebuah hiburan 'murah' bagi kalangan bawah, karena tidak semua orang memiliki radio di rumah, dan seninya mendengarkan radio adalah di dengarkan secara bersama-sama. Imaginasi dari pendengar radio saat mendengarkan sebuah cerita tentu saja dapat berbeda-beda. Tak jarang anak-anak suka bermain peran seperti apa yang ada dalam sandiwara radio sesuai dengan imaginasi masing-masing anak. kata-kata Ciaaaat menjadi biasa terdengar di lingkungan sekitar yang di lakukan oleh anak-anak. Hiburan TV menjadi hiburan yang mahal, jangankan TV , radio saja satu RT (di kampung) bisa di hitung dengan jari siapa yang memiliki radio . Dari radiolah kita dapat mendengarkan cerita Saur sepuh meski kadang di dengarkan di rumah tetangga secara beramai-ramai. 

Ketika Saur Sepuh diangkat ke layar lebar tentu saja di sambut secara antusias baik bagi kalangan yang tinggal di kota maupun di pelosok desa. Meski tidak bisa nonton ke bioskop karena masih kecil dan jauh karena ada di kota, namun saya sendiri berhasil menontonnya di hajatan sunatan yang  'nanggap' video dengan memutar film Saur Sepuh. 

Sebagai pecinta saur sepuh bagi saya visualisasi yang ditampilkan dalam film Saur sepuh terwakilkan dan sesau ekspektasi. Sehingga film saur sepuh menjadi film terlaris dan tersering dalam diri saya yang paling sering di putar. Bagaimana dengan kalian? ada yang sama?

Lantas akankah film-film bertema seperti ini ada yang tertarik untuk membuat ulang di masa sekarang? Wallahu a'lam semoga saja ada Sutradara yang melihat dan menggarap serius agar penonton juga tidak kecewa tentu dengan mengikuti masa kekinian yang bisa di terima oleh penonton milenial.

Artikel Pendukung