Showing posts with label Satria Madangkara. Show all posts
Showing posts with label Satria Madangkara. Show all posts

Saturday, February 10, 2024

SAUR SEPUH 1 SATRIA MADANGKARA

 


JUDUL FILM                        : SAUR SEPUH SATRIA MADANGKARA

SUTRADARA                       : IMAM TANTOWI

SKENARIO                           : IMAM TANTOWI

CERITA                                  : NIKI KOSASIH

PRODUSER                          : HANDI MULYONO

PRODUKSI                           : PT. KANTA INDAH FILM

TAHUN                                 : 1988

JENIS                                     : SILAT

PEMAIN                               : FENDY PRADANA, ELLY ERMAWATIE, MURTISARIDEWI, ANNEKE PUTRI, BARON HERMANTO,  HENGKY TORNANDO, CHITRA DEWI, LAMTING, ATIN MARTINO, YOSEPH HUNGAN, RUDI WAHAB, SIRJON DE GOUT, ATUT AGUSTINANTO

SINOPSIS :

Kerajaan Majapahit di landa kemelut. Sang Prabu Wikramawardana bermuram durja. Berembuk dengan Patih Gajah lembana, Narapati Raden Gajah dan senopati-senopati lainnya.

“Bre Wirabhumi mau melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit karena dia sebagai putera Ramanda Hayam Wuruk merasa lebih berhak dari aku yang  hanya seorang menantu,” Keluh sang Prabu. “Seharusnya dia memahami, isteriku adalah puteri Permaisuri, sedang dia terlahir dari seorang selir!”.

Raden Gajah melaporkan bahwa utusan Kiasar Yung Lo dari Cina, sudah memberikan pengakuan kepada Bre Wirabhumi yang mendirikan kerajaan Pamotan.  Maka Bre Wirabhumi dengan tekebur meminta dukungan dari negeri-negeri tetangga seperti kerajaan Pajajaran, Tanjung Singguruh, Sumedang Larang dan  juga sebuah kerajaan kecil nan makmur, Madangkara.

Hulubalang Rowi dan Pamotan, berpapasan dengan Hulubalang Ludaka dari Majapahit, di perbatasan Madngkara. Nyaris kedua utusan itu bentrok kalau tak di cegah oleh Senopati  Ringkin yang membawa kedua pihak ke keratin Madangkara.

Prabu Brama Kumbara sedang bersama permaisurinya, Harnum dan adiknya Dewi Mantili, disertai suami sang  adik , Patih Gutawa.

Menerima surat dari kedua utusan itu, sang Prabu tak bisa segera memberikan keputusan. Dengan bijaksan.

Prabu Brama kumbara menugaskan Tumenggung Adiguna membawa surat ke Pamotan, menghimbau Adiguna di cegat Tumenggung Bayan. Perselisihan berlanjut dengan adu kedigdayaan. Dengan Aji Cadas Ngamparnya, Tumenggung Bayan menghancurkan tubuh Adiguna.

Perbuatan Tumenggung Bayan membuat  Prabu Brama Kumbara sangat tersinggung. Ia Menugaskan Patih Gutawa dan Mantili membawa suratnya ke Majapahit. Lalu ia sendiri menyamar menjadi Satria Madangkara untuk menuntut balas kepada Bayan. Harnum juga menyamar sebagai pendekar kelana untuk mengikuti perjalanan Satria Madangkara. Mereka berangkat menunggang rajawali raksasa.

Patih Gutawa dan Mantili di sambut baik oleh Prabu Wikramawardana. “Aku mengerti sikap rajamu, sangat bijaksana kalau Prabu Brama Kumbara  memilih kerajaan Majapahit, bukan memihak aku atau siapa. Raja bisa berganti siapa saja, tapi Majapahit tetap Majapahit,”.

Satria Madangkara menantang Tumenggung Bayan bertarung satu lawan satu. Tolak Balik Aji Cakar Geni membuat sekujur tubuh Bayan terbakar hangus. Ternyata perkara tak berakhir sampai di sini, tunangan Bayan, pendekar wanita Lasmini yang menjadi guru silat di padepokan Bukit Kalam, bersumpah menuntut balas.

Tapi saat bertemu muka, dendam Lasmini berubah menjadi kekaguman seorang wanita terhadap seorang lelaki jantan. Apalagi setelah bergebrak, Satria Madangkara bisa merobohkannya dengan mudah.

“Kamu terlalu mempesona untuk menjadi musuhku, “ rayu Lasmini yang mulai kasmaran.

“Jangan!” Kamu harus tetap membenciku karena aku telah membunuh tunanganmu!” cegah Satria Madangkara.

Harnum dan Mantili menjadi sangat murka, dan mencari maki Lasmini.


Merasa tak mampu menandingi, Lasmini meminta bantuan gurunya, Si Mata Setan. Namun Satria Madangkara yang menguasai Ajian Serat Jiwa mampu mengusir si Mata Setan.

Peperangan Majapahit dengan Pamotan tak terelakkan lagi. Angkatan perang Majapahit di pimpin Patih Gajah Lembana yang menunggangi Gajah menyerbu Pamotan.

Lasmini bergabung dengan dua saudara seperguruan Bayan, Yakni Jasta dan Wangwa, serta guru mereka Jagadnata, mencegat rombongan Satria Madangkara. Dalam  pertarungan seru, Lasmini merapal ajian Sirep Megananda untuk menawan Patih Gutawa, Mantili dan Harnum. Sedangkan Satria Madangkara terpaksa menggunakan Ajian Serat Jiwa tingkat tinggi untuk menghancurkan Jagadnata yang kelewat berbahaya.

Serbuan Angkatan Perang Majapahit menghancurkan keraton Pamotan. Bre Wirabhumi melarikan diri naik perahu. Tapi Patih Gajah Lembana tak sudi melepaskannya. Dalam pertempuran, Patih Gajah Lembana berhasil memenggal kepala Bre Wirabhumi.

Prabu Wikramawardana tertunduk haru menerima persembahan kepala Bre Wirabhumi. “Kuburkan di desa Lung, dan dirikan diatasnya sebuah Candi, sebagai peringatan pada anak cucuku, betapa menyakitkan sebuah perang”.

Peperangan Majapahit  Pamotan telah berakhir, tapi justru Brama Kumbara menghadapi persoalan baru. Ia harus mencari Harnum, Mantili dan Gutawa yang di tawan dan di sembunyikan oleh Lasmini entah dimana.  Satria Madangkara bersuit memanggil burung rajawali raksasanya. Dengan menunggang burung rajawali itu, Brama Kumbara memulai perjalanan untuk mencari orang-orang kesayangannya hingga akhirnya dapat kembali bersama.

 

 

 

Tuesday, January 30, 2024

SUTING FILM SAUR SEPUH DI WAY KAMBAS, MALAM TERAKHIR KABEL DI PUTUS GAJAH LIAR

 


Balik lagi ya kali ini tentang saur sepuh Satria madangkara lagi saat suting di Way Kambas. Di ambil dari bonus Majalah Film No. 056/24 Tahun IV, 20 Agustus - 2 September 1988. berikut kutipannya.

Pertengahan Juli lalu (Tahun 1988), Majalah Film bersama 20 wartawan film Ibukota, selama tiga hari mengikuti Imam Tantowi ke Pusat Latihan Gajah (PLG), Karangsari Way Kambas, Lampung Tengah. Tantowi, Sutradara film aksi itu memang sedang merampungkan  pembuatan film kolosalnya "Saur Sepuh, Satria Madangkara," di daerah yang penduduknya mayoritas bersuku Jawa itu. 

Di Saat puluhan Kru dan para pemainnya, seperti Elly Ermawaty, Anneke Putri, Fendy Pradana, Lamting, Hengky Tornando, Atut Agustinanto, Atin Martino dan lain-lain, Tantowi berbaur  dengan puluhan figuran yang diambilnya dari penduduk setempat plus gajah-gajah yang mulai jinak di PLG itu. "Ini suting terakhir Saur Sepuh yang mengambil adegan peperangan antara pasukan Majapahit yang menunggang gajah dengan pasukan kerajaan Pamotan," ujar Tantowi.

Dan, adegan itulah yang selama tiga hari, dari pagi hingga malam, di sut kameramen Herman Soesilo di Way Kambas. Ada tembok tinggi kerajaan Majapahit yang panjangnya 26 meter dan tingginya 8 meter, terbuat dari lukisan triplek, lalu ada belasan ekor kuda dan lima ekor gajah serta puluhan figuran. 

Mengambil adegan yang serba kolosal itu, tak kurung Tantowi naik pitam. betapa tidak, puluhan orang di harapkannya menuruti komandonya. Tapi dasar para figuran itu awam terhadap dunia film, begitu Tantowi teriak "Cut!" mereka masih saja berkelahi dengan pasangannya. Atau belum lagi Tantowi teriak "Action,!", mereka sudah mendahului berakting. Tak heran kalau tantowi sambil melap keningnya yang penuh keringat karena cuaca emmang sangat  panas , harus berkali-kali mengulang adegan. 

Belum lagi kuda-kuda yang ketakutan ketika bertemu dengan gajah-gajah pasukan Majapahit. Begitu Tantowi teriak action dan camera mulai bekerja, eh kuda-kuda tunggangan para ksatria Madangkara malah lari ketakutan saat di depannya terlintas gajah-gajah itu. Terpaksa Tantowi pakai cara lain, kuda-kuda di pegangi para pemiliknya. 

Suting film sampai selesainya memakan waktu hingga 5 bulan itu, di lampung agaknya merupakan film merupakan suting punyaknya setelah di Sumba. Pangandaran dan Jakarta malam terakhir suting, seluruh kru dan Tantowi sendiri jadi kalangkabut karena munculnya seekor gajah liar yang sempat memutuskan kabel diesel. 

Rupanya, baik Tantowi maupun paawang-pawang gajah yang ada di way Kambas, tidak lebih dulu kompromi dengan 3000 ekor gajah liar yang masih berkeliaran di lokasi suting.

Syukur, Sanga Noppharwan, seorang pawang gajah asal thailan, berhasil menghalau gajah liar itu, jika tidak?" Bisa bisa suting di Way Kambas ditambah waktunya", tutur seorang kru Tantowi. 

Selain Tantowi selama tiga hari ini juga yang cukup repot, Elly dan Annake karena terpaksa memenuhi permintaan foto bersama dari penduduk setempat. Kerjaan yang menyenangkan tentunya. 

Tuesday, January 23, 2024

FILM PERTAMA LAMTING PERAIH MEDALI EMAS SEAGAMES 1987


Bagi penggemar Saur sepuh dan sinetron tutur tinular pasti mengenal nama "Lamting" . Dalam Saur Sepuh ia lebih dikenal saat berpasangan dengan Joseph Hungan sebagai Kijara dan Lugina, sementara kalau di Tutur Tinular Lamting berperan sebagai pendekar Lou Shi Shan. Ternyata nih ya Lamting sebelum terjun ke dunia film merupakan atlet Taekwondo yang sudah membawa harum nama bangsa Indonesia. 

Dan Film Saur Sepuh merupakan film pertama yang dia bintangi. Seperti apa sosok Lamting itu. Berikut cuplikan berita yang di ambil dari Bonus Majalah Film No. 056/24 Tahun IV tanggal 20 Agustus - 2 September 1988.

Lelaki 24 tahun kelahiran Bandung ini memang di kenal pendiam. Mulutnya tidak akan bicara kalau orang lain tidak lebih dulu memulai. Ia berkesan dingin. Dan ketika ia kemudian di minta berperan sebagai Patih Lodaya, dari kerajaan Pamotan dalam film "Saur Sepuh Satria Madangkara" yang sedang di garap Imam Tantowi, peran itu memang pas untuknya. Sebab kesan itulah yagn agaknya di harapkan sutradara. 

"Ini film pertama saya. Sebelumnya cuma jadi instruktur (pelatih silat) para pemain saja," ujar Lamting. Taekwondoin DAN II berkulit putih dan bertubuh tinggi ini. Lantas bagaimana rasanya main film?" Lebih ringan dari latihan Tae Kwon Do. Di Taekwondo lebih berat. Capek, karena memutuhkan stamina yang cukup besar. Cuma di film capek menunggu waktu suting. Ia yang membuat saya suka enggak sabar," tutur lelaki yang lahir 17 April 1964 ini. 

Anak bungsu dari 4 bersaudara pasangan Bapak salam dan nyonya Lise ini, ngakunya enggak tahu kenapa ia diminta main film. "Memang sebelum "Saur Sepuh" saya sudah diminta banyak produser untuk main film. Tapi kesibukan saya di Tae Kwon Do tidak memungkinkan", ujarnya. Di Saur sepuh inipun karena ada waktu lowong. Kalau tidak ya enggak bakalan main film," katanya. 

Sebagai Taekwondoin, Lamting sendiri sudah berkali-kali ikut kejuaraan dan menjadi juara. Tahun 1984,1985 dan 1987 ia keluar sebagai juara nasional di kelasnya. Sedangkan tahun 1986 ia meraih medali perak pada Asian Games di Seoul dan tahun 1987 tampil sebagai juara di Sea Games Jakarta dan meraih Emas. "Sekarang saya sedang menunggu hasil kerjurnas taekwondo. Juaranya nanti akan bertanding dengan saya untuk seleksi ke Olimpiade," ujarnya. "Saya memang tinggal menunggu juara di kelas saya,! katanya lagi. 

"Kalau memungkinkan saya memang akan terus menggeluti dunia film," Ujar Lamting serius.
"Tapi saya tidak akan berhenti jadi Taekwondoin"; tambahnya. 

Perihal namanya sendiri, Lamting mengaku tidak punya nama lain. "Itu nama saya yang asli. Bukan singkatan dan enggak ada embel-embel lainnya. Itu nama saja sejak lahir kok," katanya lagi. 

Cowok pendiam yang suka sendiri ini, ketika disinggung tentang pacar hanya tersenyum. "Belum ada, saya memang belum mau pacaran kok," jawabnya. "Sungguh kalau sekedar teman wanita sih ada, Tapi yang seiur belum, " katanya lagi. 

Monday, January 22, 2024

DIBALIK TERPILIHNYA PT KANTA INDAH FILM YANG MEMPRODUKSI "SAUR SEPUH" SATRIA MADANGKARA

 


Ada apa di balik terpilihnya PT. Kanta Indah Film sebagai rumah produksi yang memproduksi film Saur Sepuh? ternyata sebelum PT. Kanta Indah film ada tiga rumah produksi yang sedianya akan membuat film Saur sepuh. 

Mari Simak petikan artikel Bonus Majalah Film No. 056/24 Tahun IV, 20 Agustus - 2 September 1988 dengan judul "Akhirnya, Inilah Saur Sepuh Itu".

Kesempatan memang menjadi milik orang yang gesit. 

Drama radio "Saur Sepuh" yang di udarakan lewat 250 stasiun radio di berbagai wilayah di Indonesia tiba-tiba seperti melahirkan fenomena tersendiri. 

Para Pendukung sandiwara ini, yang cuma suaranya saja yang di kenal, lalu lebi di dekatkan dengan penggemarnya yang selalu membludag lewat hiburan panggung. Lalu muncul nama-nama populer macam Elly Ermawatie, Ferry Fadly atau Novia Kolopaking, 'dinasti' Saur Sepuh perdana. 

Kepopuleran drama "Saur Sepuh" yang di udarakan ulai Februari 1984 ini, tercium juga bau komersilnya oleh orang film. Syahdan beberapa produser tanpa kencanpun, mulai mengontak Kalbe Farma, perusahaan farmasi yang punya hak milik "Saur Sepuh". Ada Tobali Film, Garuda Film serta Inem Film. 

Dari penjajagan dengan mereka, pihak Kalbe nampaknya lebih condong memilih Garuda Film . Tapi menghubungi produser Garuda tak mudah. Apalagi waktu itu Hendrick Gozali pergi ke Hongkong. Sejak itu putus kontak Kalbe dan Garuda. 

Produser Lain, Kanta Indah Film adu nasib hubungi Kalbe atas desakan Sutradara Imam Tantowi yagn tergiur memfilmkan "Saur Sepuh" yang bisa kolosal. Kanta mulai membujuk Kalbe dengan memutarkan film-film silat yang pernah di produksi macam "Kelabang Seribu", "Mandala", "Pendekar Ksatria", dan lainnya. Kalbe berubah pikiran melihat kesungguhan Kanta dan Imam. "Baik, Kalbe setuju asal yang menyutradarai Imam Tantowi", ujar pihak Kalbe. 

Tobali Film tak mau kalah, Ia tawarkan uang "beli" Saur Sepuh sebanyak Rp. 50 Juta. Tapi mana Kalbe, yang telah di keluarkan duit Rp. 5 Milyard untuk radio Saur Sepuh itu, menganggap uang segitu berharga. 

Bahkan kepada Kanta Film, Kalbe menjanjikan kalau film Saur Sepuh nanti jadi dibuat dan Kanta Kekurangan duit, Kalbe akan bantu. "Dari kami syaratnya cuma satu, bikin film Saur Sepuh sebagus mungkin." ujar A.O Hndriyono, Asisten Manajer Marketing Kalbe Farma di mobil pribadinya saat suting di Lampung kepada Majalah Film. 

Semula Kanta menganggarkan film ini kelak cuma menghabiskan Rp. 70," tut0 juta. Tapi sampai suting terakhir di Pusat Latihan Gajah Way Kambas, Lampung, telah menghabiskan  Rp. 800 juta.

Dan ini tak jadi masalah, sebab menurut orang terpercayadi Kalbe ini, pihaknya juga membantu finansial pada Kanta Indah Film. "Soal besarnya itu rahasia perusahaan," ucapnya. Bagi kami keuntungan dari film ini tak jadi masalah besar. Kalau Masyarakat puas,kami pun cukup puas," tuturnya dalam gaya dipropmasi seorang bisnis. 

Maka Kantapun lalu menghubungi para pemain Saur Sepuh diantaranya Ferry Fadly dan Elly Ermawati. Namun Ferry Fadly yang sudah di kontrak Kanta, Menurut Fadly, sengaja di permainkan pihak Kanta, lantaran Saur Sepuh belum mulai juga saat Ferry di kontrak 4 bulan lalu. 

Dan Tobali Film masuk mencoba membujuk Ferry agar menyeberang ke pihaknya untuk bikin film Saur Sepuh. Maka muncul Saur Sepuh lain kalau mau di sebut "palsu". Gembor-gemborpun mulai. Orang bingun Saur Sepuh model apa ini. Pihak Kalbe perlu turun tangan. Lewat Iklan di koran mereka memberitahu, bahwa hak pemfilman Saur Sepuh hanya di berikan pada Kanta Indah Film. Sejak itu Tobali nyerah lalu merombak skenario Saur Sepuh menjadi Brahmana Manggala. 

Tobali ngebut produksi, bahkan sebelum Saur Sepuh selesai suting pada 25 Juli ini, film Brahmana Manggala sudah beredar. Celakanya beberapa distributor dan pihak gedung bioskop mulai nakal dengan menyebut inilah film Saur Sepuh. 

Tentu Saja Kanta atau sutradara Imam Tantowi yang namanya di bawa-bawa jadi kheki, meski tak mau berbuat banyak. "Akhirnya toh orang tahu bahwa film itu bukan Saur Sepuh," ujar Tantowi. Hal ini juga di akui oleh Kalbe sendiri yang melihat iklan menyesatkan tentang film Brahmana Manggala di beberapa daerah. 

Sebuah kesempatan telah terlewati sudah. Dan Kanta film plus Imam Tantowi telah menyergapnya. Tinggal kini menguji sejauh mana kesempatan kolosal ini dimanfaatkan dan di olah untuk di uji oleh masyarakat yang kadung demen sama Saur Sepuh. Dan ini benar-benar tantangan seharga Rp. 1,2 milyard. Sebab pihak Kalbe juga memberi syarat bahwa film ini harus di promosikan secara besar-besaran dengan pesan sponsor perusahaan obat ini, tentu saja.

Dan kesempatan ini terjadi setelah nanti film Saur sepuh dengan Elly Ermawati diedarkan serentak dengan 80 kopi pada 1 September 1988 dan di lanjutkan Saur Sepuh jilid II (yang belum di buat) dan direncanakan beredar 25 Desember. Itupun kalau jadi lho!.

Thursday, January 11, 2024

SAUR SEPUH : DARI RADIO KE LAYAR PERAK


Saur Sepuh sebuah serial sandiwara radio yang fenomenal pada era 80an yang diangkat ke layar lebar. Kali ini saya akan menuliskan tentang Saur Sepuh yang diangkat ke layar perak dari Majalah Sarinah Nomor 156/29 Agustus sd 11 September 1988. Meski beritanya sudah basi namun agar para pembaca dapat kembali mengingatnya dan membaca kisahnya. 

Berikut petikannya.

 Cerita Saur Sepuh yang meminjam latar sejarah Majapahit di gemari jutaan pendengar sekitar 250 pemancar radio. Lalu diangkat ke layar perak. Dapatkah gambar yang tampil di film Saur Sepuh sesuai dengan imajinasi pendengar drama tersohor itu?

Gerbang benteng Majapahit terbuka. Pasukan gajah yang di pimpin Raden Gajah berderap di iringi pasukan berkuda dan prajurit yang meluap seperti bah dan perang tandingpun berkobar. Pekik kesakitan baur dengan denting beradunya bermacam senjata. Pedang dan tombak bercuatan diantara kibaran umbul-umbul. Pasukan gajah terus merangsek maju, menggilas prajurit kerajaan Pamotan yang memberontak. 

Sementara kedua prajurit kerajaan itu berperang, Imam Tantowi terus menyimak jalannya pertempuran. Imam Tantowi, kita tahu adalah salah seorang sutradara film action yang selama ini mampu menyuguhkan adegan-adegan menegangkan namun juga artistik. Di tangan Imam Tantowi, film action bukan sekedar gambar hidup yang menyuguhkan orang berkelahi atau baku bacok, "Carok" umpamanya. Film "Carok" yang berlatar tradisi Madura, di tangan Imam Tantowi, hadir sebagai film berbobot. Setidaknya El Manik menyabet PIala Citra melalui film "Carok" itu. Dan kini Imam Tantowi kembali menggarap film action Saur Sepuh seri pertama berjudul "Satria Madangkara".

Film yang konon menghabiskan biaya sekitar satu milyar rupiah ini, "Ceritanya, sebagai drama radio, sudah demikian populer. Bagi saya, hal itu justru menyulitkan. Sebab,saya di batasi oleh Imaginasi mereka yang selama ini menggemari drama radio Saur Sepuh. Maka, dalam pengadegan dan visualisasi, yang dapat saya lakukan hanyalah mencoba mendekatkannya dengan bayangan yang selama ini ada di dalam imajinasi penggemar Saur Sepuh," kata Imam Tantowi dalam nada rendah. 


Perahu Raden Gajah

Brama, Mantili, 

Latar Sejarah

Saur sepuh seri "Satria Madangkara" ini meminjam latar sejarah kerajaan Majapahit yang sedang dilanda kemelut. Alkisah, Bre Wirabhumi putra Prabu Hayam Wuruk dari istri selir, berniat menuntut hak sebagai raja Majapahit yang ketika itu di perintah oleh Prabu Wikramawardana, menantu Prabu Hayam Wuruk. 

Bre Wirabhumi berusaha menandingi kekuasaan Majapahit dengan mendirikan kerajaan Pamotan. Dan ia meminta pengesahan pada Kaisar Yung Lo di Negeri Cina. Selain itu, ia juga mencari dukungan dari negeri tetangga antara lain Pajajaran, Tanjung Singguruh, Sumedang Larang dan kerajaan kecil Madangkara. 

Hingga disini, latar sejarah yang di pinjam pembuat cerita Saur Sepuh, yakni Niki Kosasih, mulai bergeser pada fiksi. Syahdan Brama Kumbara, raja Madangkara, enggan membantu Pamotan, Sebab Brama Kumbara menganggap pertikaian Bre Wirabhumi dengan raja Majapahit itu sebagai perselisihan keluarga. Ia tak hendak memihak, dan bahkan mengirim surat berisi imbauan agar kedua belah pihak menghentikan pertikaian dengan musyawarah. 

Akan tetapi, utusam Brama Kumbara terbunuh oleh Tumenggung Bayan, punggawa kerajaan Pamotan. Hal itu tentu saja membuat Prabu Brama Kumbara kurang berkenan. Ia meminta kepada Bre Wirabhumi agar Tumenggung Bayan di serahkan untuk di hukum. Tatkala meminta penyerahan itu, Brama Kumbara menyamar sebagai Satria Madangkara, dan mengaku sebagai utusan raja Madangkara. 

Jalinan cerita perebutan tahta Majapahit itu , lantar bergeser lagi ke dalam alur pengembaraan Satria Madangkara serta tokoh-tokoh Saur Sepuh yang selama ini di kagumi penggemar drama radio. Yakni Mantili, Gutawa, dan tokoh wanita antagonis Lasmini.  Selain perang kolosal, Satria Madangkara juga menyuguhkan duel dan sekaligus memvisualisasikan kehebatan tokoh-tokoh Saur Sepuh.

"Jika di dalam drama radio, imaginasi pendengar di bangkitkan dengan narasi, maka saya mencoba menggambarkan secara visual, " kata Imam Tanowi. 

Namun itu bukan hal mudah, Jika dalam drama radi kesaktian Mantili diutarakan dengan kata-kata umpamanya saat berperang, narator dengan leluasa mengisahkan kesaktiannya. Dan Mantili dalam imaginasi pendengar radio, mampu meloncat-loncat dari pucuk pohon ke pucuk pohon tanpa pernah terjatuh. 

"Hal semacam itu tentu sulit di capai dalam film," kata Imam tersenyum. Akan tetapi  dalam usahanya mendekati imaginasi yang sudah terlanjur terbentuk itu, Imam Tantowi tampak bersungguh-sungguh. Ia misalnya, bersusah payah menggambarkan kesaktian Mantili mampu berdiri diatas tombak yang dilemparkan kepadanya. Dan sambil tetap beridri di batang tombak itu. Mantili pun berputar arah mengejar dan kemudian menikam musuhnya. 

Atau juga visualisasi Brma kumbara yang menungang garuda mampu di ambarkan Imam Tantowi secara cerdik. Meskipun, "Dengan teknologi sederhana, saya berusaha untuk tidak mewujudkan gambaranyang terlalu jauh dari apa yang selama ini dibayangkan penggemar Saur Sepuh," kata Imam lagi. 

Adegan lain yang juga merupakan upaya berdamai dengan bayangan Saur sepuh yang terlanjur terbentuk lewat drama radio, adalah visualisasi kolosal pertempuran prajurit Pamotan dan Majapahit. Untuk itu Imam Tantowi memboyong peralatan dan crew film  ke pulau Sumba. Selama lima belas hari, Imam Tantowi menyewa sekitar dua ribu penduduk setempat yang mahir berkuda. 

Sutradara Saur Sepuh

Artikel dari Majalah Sarinah


Di Buka dengan Iklan

Saur Sepuh yang meminjam latar sejarah sesungguhnya dapat menjanjikanbanyak hal. Untuk menyelami kedalaman hati manusia, misalnya, seperti yang pernah di lakukan Rendra dengan dramanya "Panembahan Reso", yang juga meminjam latar sejarah kerajaan. Namun membaca skenario yang juga di tulis Imam Tantowi, sulit menemukan usaha pendalaman ke arah itu. 

Memang ada, umpamanya, usaha untuk mrelevansikan Saur Sepuh dengan situasi mas akini. Namun itu cuma terbatas pada dialog verbal seperti "Perang hanya akan menyengsarakan, mematikan perdagangan dan memiskinkan rakyat, baik yang menang maupun yang kalah."

Akan tetapi kita tahu, Imam Tantowi adalah seorang sutradara muda berbakat. Darinya lahir film-film yang enak ditonton. Dan Imam Tantowi pula yang mampu membuat film action layak di perhitungkan dalam Festival Film Indonesia. Padahal selama ini film-film action cuma di pandang sebelah mata oleh para kritisi. 

Sutradara yang mengawali karirnya di film sebagai penata artistik itu, sungguh dapat di harapkan. Dan ia telah membuktikannya lewat film "Carok" yang menyabet piala Citra. "Carok" yang sebagai film nyari sempurna, skenarionya di tulis Arifin Sempurna, Skenario di tulis Arifin C Noor. Bagi saya sebetulnya, lebih enak membuat film yang skenarionya di tulis oleh orang lain. Sebab dengan begitu saya masih punya kesempata mengembangkannya. Itu tentu berbeda dengan jika saya membuat film yang skenarionya saya tulis sendiri. Imaginasi saya sudah tercurap pada skenario, sehingga ketika suting, tak banyak lagi yang berkembang," kata Imam Tantowi yang dalam soal teknis tampak sudah melampaui. 

Selain itu, Imam Tantowi sesungguhnya juga "Ingin memnggarap film yang  bukan action, lama-lama tentu jenuh dan kering Tetapi cerita yang di sodorkan produser pada saya, sampai sekarang saya yang action melulu'" kata Imam Tantowi ayah enam anak-anak yang kabarnyajuga akan menyutradarai "Senopati Pamungkas diangkat dari novel laris Arswendo Atmowiloto.

Adegan Perang Tanding

Pasukan Gajah


Film Saur Sepuh di dukung oleh muka-muka baru," Mengingat ceritana sendiri sudah begitu populer, saya kira pemeran baru itu tidak akan berpengaruh. Malah menurut saya ini merupakan kesempatan untuk melakukan regerenrasi , menghadirkan sosok baru di pentas film nasional", kilah Imam Tantowi. 

Sebagai tontonan, Saur sepuh boleh jadi akan di banjiri pengunjung. Terutama dari kalangan menengah ke bawah," kata Imam. Yang agak aneh mungkin adanya iklan sponsor di awal film. Produk Kalbe Farma yang empunya hak cipta cerita, akan mengawali kiprah Brama kumbara dan Mantili. Agak lucu, tentunya, melihat kedua tokoh dari kerajaan masalampau itumempromosikan produk jaman modern. 

Demikian di tuliskan di Majalah Sarinah. Salam buat penggemar Saur Sepuh. 

Saturday, January 6, 2024

LOKASI SYUTING SAUR SEPUH 1 SATRIA MADANGKARA DAN CERITA DI BALIKNYA - BAGIAN 2 (SELESAI)

 

Syuting di Pangandaran

Dalam tulisan sebelumnya Klik Disini, lokasi suting Saur sepuh berada di Sumba, selanjutnya adalah liputan syuting di tempat lain. 

2. Lokasi Syuting Saur Sepuh di Pangandaran, Dari Peperangan di Laut Sampai Pembakaran Mayat

Syuting di Pangandaran tak kalah serunya dengan di Sumba. Sebab di kawasan Hutan Lindung dan Areal Pariwisata ini, seluruh pemeran utama dan pembantu tampil. Adegan-adegan penuh trik (tipuan) pun merupakan tontonan tersendiri. 

Adegan yang paling menarik adalah perang tanding antara dua putri cantik, Mantili dan Lasmini (diperankan oleh Murtisaridewi). Uniknya, Elly Ermawati pemeran Mantili sama sekali tak mau digantikan oleh stand in (pemeran pengganti) walaupun dia harus melakukan adegan-adegan berbahaya. Untuk adegan terbang ke atas pohon misalnya, tubuh Elly di ikat dengan kawat baja sedemikian rupa, lantas dikerek keatas pohon. Bahkan dia juga diayun-ayunkan keberbagai jurusan sesuai dengan arah gerak silatnya. Adegan berbahaya itu perlu di ulangi beberapa kali untuk mendapatkan hasil terbaik. 

"Elly memang berani dan cepat menguasai keadaan," bisik Tantowi. "Padahal saya sendiri mungkin takut melakukan adegan itu", lanjutnya tertawa.

Peristiwa lucu terjadi ketika Mantili dan Lasmini bertempur menggunakan pedang. Baru saja pedang diambil Lasmini, langsung patah. Dua pemain yang sudah pasang aksi serius itu jadi terpana, lantas tawa pun meledak. Syuting terpaksa break sebentar menunggu diambilnya pedang pengganti yang lebih canggih. 

Adegan perang tanding antara Brama Kumbara melawan si Mata Setan pun tak kalah serunya. Ada kilatan cahaya ledakan mercon, asap berwarna warni, pohon-pohon tumbang dan sebagainya. Semua itu dikerjakan dengan trik-trik yang dirancang oleh ahlinya yakni El Badrun dan kawan-kawan. 

Ada kecelakaan kecil ketika berlangsung adegan perang tanding antara Brama dan Jagatnata. Brama mengeluarkan ajian andalannya "Serat Jiwa", lantas meremas tubuh Jagatnata sampai hancur jadi debu. Untuk itu telah di persiapkan boneka yang dibuat persis dengan tubuh Jagatnata. Bahannya fiberglass. Ketika Brama meremas tubuh buatan itu, Fendy (Pemeran Brama) meringis kesakitan. Tangannya berdarah terkena goresan fiberglass. Awak filmpun panik sebentar merawat tangan yang terluka. Ketika akhirnya Fendy tersenyum sambil bilang "Nggak apa-apa kok, Kita teruskan,", semuanya pun lega. 

Yang lucu mungkin adegan Lasmini berpacaran dengan Tumenggung Bayan. Akting Baron Hermanto yang memerankan Bayan tak ada masalah. Yang repot justru mengatur Murti pemeran Lasmini. Dia tampak kaku, kikuk dan berkesan dingin. Tokoh Lasmini harusnya agresif, sensual. Padahal ketika melakukan adegan perang tanding, Lasmini tampak gagah perkasa. Usut punya usut, Murti akhirnya mengaku.

"Habis saya kan nggak pernah pacaran. Jadi, belum tahu bagaimana caranya," katanya lirih. Tentu saja jawaban itu membuat sutradara dan awak film lainnya tertawa geli. Setelah latihan berulang kali Murti akhirnya dianggap bisa melakukan adegan mesra. Uniknya selama latihan sampai pengambilan gambar, kedua sejoli itu tetap berpelukan. Bukan karena bandel, alasan mereka "Kalau kami melepaskan diri, buyarlah konsentrasi." Yang terang sejak itu, Murti dan Baron sering di goda oleh rekan-rekan mereka. Lebih-lebih ketika adegan Lasmini mencium Brama di batalkan. Fendy tentu saja menyesal.

"Mas Towi, Adegan ciuman di jadiin dong. Kalau nggak, ya latihan saja cukup deh, " ujar Fendy dengan maksud menggoda Murti. Memang diantara ketegangan seringkali canda ria mewarnai suasana Syuting.

Di Pangandaran penduduk setempat pun mendapat bagian menjadi figuran. Terutama untuk adegan peperangan di laut. Untuk itu, di kerahkan puluhan perahu yang di hias menjadi kapal perang. Itu artinya, para nelayan setempatlah yang mendapat prioritas menjadi prajurit-prajurit pengemudi kapal tersebut. 

Adegan lain yang membutuhkan banyak figuran adalah saat pembakaran mayat Tumenggung Bayan. Enam puluh orang penduduk setempat di kerahkan menjadi prajurit dan penduduk kerajaan Pamotan. Mayat Tumenggung Bayan yang di buat dari boneka di bakar diatas api unggun yang besar. Istri Tumenggung Bayan ikut "mati labuh geni" terjun dari panggung setinggi 7 meter, ke dalam kobaran api. Tentu saja yang masuk ke dalam api cuma boneka buatan. Adegan yang mencekam ini menjadi perhatian besar masyarakat setempat. Mereka berduyun-duyun datang. Suasana pun seperti Pasar Malam. Banyak pedagang berjualan makanan di sekitar lokasi syuting. Apalagi malam itu udara cerah di terangi sinar bulan. 

Memang selama syuting di Pangandaran penonton tak pernah sepi. Mereka berteriak kaget bila terdengar ledakan mercon atau melihat kepulan asap yang mewarnai udara. Merekapun bertepuk tangan riuh bila adegan-adegan berbahaya terselesaikan dengan selamat. Para pedagang makanan dan jurufoto amatirpun laris. Sebab penduduk beramai-ramai minta foto bersama artis-artis pendukung film, lewat kamera polaroid sekali jepret langsung jadi. Kalau nasib lagi baik, para pedagang atau tukang foto itu juga kebagian peran figuran. Honor Rp. 5.000,00 sehari dianggap cukup lumayan. Turis-turis asing yang berkeliaran di arena wisata pun terheran-heran melihat keriuhan syuting. Mungkin baru kali itu mereka menonton orang Indonesia bikin film. 

Syuting film selama 10 hari di Pangandara, diakhiri dengan "pesta perpisahan" antara pemain utama dan kru film dengan para figuran. Pestanya ramai-ramai makan kambing guling diteruskan dengan ajojing sampai pagi. 



3. Lokasi Syuting di Lampung : Lima Ekor Gajah tapi berkesan Ratusan

Syuting selama 3hari dilakukan di Sekolah Gajah Way Kambas, Lampung Tengah. Maksud di pilihnya lokasi itu jelas, agar bis amenggunakan gajah-gajah yang sudah terlatih. Di Sini ingin di gambarkan kebesaran kerajaan Majapahit denga pasukan gajah dan kudanya. Karena pasukan berkuda sudah diambil gambarnya di Sumba, di Lampung hanya belasan ekor kuda yang di gunakan. Padahal mencari kuda di Lampung termasuk sulit. Maka, apa boleh buat diangkutlah kuda-kuda yang pernah di gunakan di Pangandaran, termasuk para penunggang kuda sekaligus pemilik kuda itu. 

Sebenarnya sekolah Gajah Way Kambas memberi keluasan menggunakan gajah-gajah yang sudah jinak sebanyak 48 ekor. Tapi, Tantowi cuma meminjam 5 ekor. Alasanya jumlah kuda yang ada tak memadai bila disandingkan dengan pasukan gajah. Kalau jumlah gajah terlalu banyak, akan kelihatan timpang. Namun dengan trik tertentu pasukan gajah dan pasukan kuda tampak ratusan jumlahnya. Caranya, kuda dan gajah yang sudah di tembak kamera, berputar lagi lewat di depan kamera secara berkseinambungan . Kesannya jumlah kuda dan gajah itu banyak sekali. 

Dalam show of force tentara Majapahit itu tentu harus di sertau set atau latar belakang bangunan kerajaan. Untuk itu bagian artistik film membangun dinding yang merupakan pintu gerbang kerajaan. Dinding buatan setinggi 8 meter denga panjang30 meter itu berhasil memberi kesan kemegahan Majapahit. Padahal bahan untuk dinding itu sederhana. Terbuat dari styro foam (bahan yang biasa untuk mengepak alat-alat elektronik). Bahan-bahan itu di potong-potong seukuran bata merah, lalu di lekatkan pada papan penyangga kemudian di cat sewarna dengan bata merah. Dari balik dinding itulah pasukan Majapahit keluar di saksikan oleh Brama Kumbara, Mantili, Patih Gutawa dan Harnum.

Mencoba naik gajah menjadi kesibukan tersendiri diluar syuting. Para artis ramai-ramai minta diajari naik gajah. Elly Ermawati termasuk yang paling nafsu. Pelatih gajah asal Thailand dengan sabar meladeninya. "Naik gajah kecil rasanya seperti naik mobil Honda, Paling enak naik gajah besar serasa naik Baby Benz," ujar Elly yang centil itu. 

Namun di hari lain, awak film dan pemain pun sempat panik ketika mendengar kabar bahwa sekawanan gajah liar mendatangi lokasi syuting. Memang di sekitar Way Kambas masih berkeliaran gajah-gajah liar. Suasana semakin mencekam ketika malam harnya lampu harus di padamkan karena terjadi kebakaran kecil pada generator listrik. Suasana tetap mencekam meskipun polisi khusus telah di datangkan dan paa pawang gajah membesarkan hati semua orang. Ketika rombongan meninggalkan tempat keesokan harinya, tetap dalam pengawalan ketat para polsus. Siapa Tahu gajah-gajah liar mencegat di tengah jalan. Untungnya tak terjadi apapun. "Pasukan" Saur sepuh sampai di Jakarta lagi dengan Selamat. 

4. Lokasi Syuting di Studio Cengkareng : Naik Rajawali Raksasa

Sebenarnya, awal syuting telah di mulai di studio milik PT. Kanta Indah Film yang berlokasi di daerah Cengkareng Jakarta Barat. Di studio tersebut di buat set-set yang menggambarkan kerajaan Pamotan, Madangkara dan Majapahit. Jelasnya semua adegan interior di lakukan di studio ini. Misalnya adegan Prabu Bre Wirabumi sedang pesta pora bersama para punggawa kerajaan. Atau adegan Prabu Brama Kumbara bersama istrinya Dewi Harnum dan adiknya Mantili, menerima tamu di Istana Madangkara. 

Namun demikian, ada pula adegan eksterior yagn di lakukan di studio. Yakni adegan rajawali terbang. Rajawali raksasa itu adalah kendaraan milik Brama Kumbara. 

Seekor Rajawali raksasadi tenggerkan di ruang studio. Badan Rajawali yang di buat dari kerangka besi baja itu, di balut dengan bulu burung sungguhan. Kepala burung itu pun bis adi gerakkan, menoleh ke kiri dan kekanan. Dengan teknis tertentu, sayap burung raksasa itu juga bisa di gerakkan ke atas dan ke bawah menyerupai burung yang mengepakkan sayapnya. 

Ketika syuting di mulai, setelah Brama naik keatasnya, burungpun di gerakkan. Sementara latar belakang yagn berwarna putih disorotkan gambar-gambar yang di geserkan ke samping, Gambar-gambar ituantara lain pemandangan sawah gunung, hutan juga kerajaan-kerajaan. Gambar yang ditangkap kamera secara keseluruhan adalah Brama naik burung rajawali terbang, melintasi sawah, gunung, sungai dan sebagainya.

Tekhnik yang di sebut Front Projection ini termasuk teknologo tinggi  yang memerlukan ketrampilan khusus bagi pelaksananya. Dalam hal ini tim artistik dan ahli efek khusus bekerja keras berbulan-bulan sebelumnya. 

Tak terasa syuting yang keseluruhannya berlangsung 5bulan itupun usai.Syuting yang hiruk pikuk dan gegap gempita, merupakan tontonantersendiri . Sekarang tinggal bagimana filmnya setelah di Mampukan film Saur Sepuh, Satria Madangkara menandingi popularitas sandiwara radionya?

Demikian Liputan tentang syuting saur sepuh Satria Madangkara.


Friday, January 5, 2024

LOKASI SYUTING SAUR SEPUH 1 SATRIA MADANGKARA DAN CERITA DI BALIKNYA - BAGIAN 1

Suasana Syuting Saur Sepuh di Sumba dengan Prajurit Warga lokal

Dalam sebuah film kadang-kadang kita sebagai penonton film penasaran dengan lokasi suting yang ada dalam film. Di beberapa film lokasi suting di tulis ketika film sedang di putar seperti dalam film Sumpah si pahit lidah. Memang sedikit menggangu sih tapi sebagai penonton film kita menjadi tahu lokasi yang sedang di tonton. 

Nah kali ini saya akan menulis lokasi-lokasi yang di gunakan untuk suting film Saur Sepuh 1 Satria Madangkara. Sebagaimana yang pernah saya tulis sebelumnya tentang  Saur Sepuh (Klik Disini) kalau film ini di angkat dari serial sandiwara radio yang di perdengarkan di nusantara tahun 80an dan menjadi salah satu sandiwara radio yang fenomenal dengan tokoh sentral Brama Kumbara, Mantili dan Lasmini karya Niki Kosasih. 

Dalam Sandiwara radio tokoh tersebut di perankan oleh Ferry Fadly, Elly Ermawatie dan Ivonne Rose, namun ketika di angkat ke layar lebar, Brama Kumbara di perankan oleh Fendy Pradana, Lasmini oleh Murtisaridewi dan Mantili tetap diperankan sesuai pemain dalam serial sandiwara radionya. 

Satria Madangkara sendiri tayang perdana pada 1 September 1988 artinya tahun 2024 menginjak 36 tahun pada September Mendatang. Pada September 2023 Satria Madangkara genap berusia 35 tahun seperti dalam artikel yang pernah saya tulis 35 Tahun Saur Sepuh.

Film Saur Sepuh sendiri merupakan film terlaris pada tahun 1988 dengan meraih penonton sebanyak 2.275.887 . Saur Sepuh film terlaris 1988 (Klik Di Sini).

Dari persiapannya memang film saur sepuh memiliki persiapan yang matang dengan pilihan-pilihan lokasi suting dan juga studio yang di gunakan untuk syuting film tersebut sehingga tak heran film kolosal dengan latar belakang runtuhnya kerajaan Majapahit ini menjadi film laris pada jamannya, disamping juga publikasi dari sponsor utama PT Kalbe Farma yang masif. 

Lokasi-lokasi syutingpun tidak melulu hanya di pulau jawa namun juga hingga menyeberang hingga Sumba.  Berikut adalah lokasi-lokasi yang di gunakan untuk syuting film Saur Sepuh 1 Satria Madangkara. 

1. Pulau Sumba : Adegan Peperangan dan Bulan Madu

2. Pangandaran : Dari Peperangan di laut sampai Pembakaran Mayat

3. Lampung : Pasukan Gajah

4. Studio Cengkareng Jakarta Barat

Di kutip dari Majalah Femina No. 36/XVI tanggal 15 - 21 September 1988 berikut ini petikannya yang dapat kita ambil manfaatnya .

1. Pulau Sumba : Adegan Peperangan dan bulan Madu

Pulau Sumba terkenal dengan padang rumputnya yang luas dan kuda-kudanya yang gagah. Karena itulah pulau Sumba dipilih untuk pengambilan adegan peperangan. Lokasi yang tepat adalah Desa Wanakoke dan Lamboya di Sumba Barat. Membawa puluhan pemain dan kru film beserta perlengkapan film (lampu-lampu, kamera, seragam prajurit termasuk tombak, tameng dan pedang) yang amat banyak dan berat tentu bukan pekerjaan yang mudah. 

Dari Jakarta pemain dan kru naik kereta api ke Surabaya sementara barang-barang diangkut truk. Dari Surabaya mereka naik kapal ke Waingapu, Sumba Timur. Perjalanan membutuhkan waktu sepekan, sebab kapal mesti mampir dulu ke Ujung Pandang. Pokoknya Syutung belum mulaipun rasanya badan sudah capek. 

Syuting di Sumba Barat menggambarkan peperangan  antara prajurit Kerajaan Majapahit di bawah  Raja Wikramawardhana melawan prajurit kerajaan Pamotan dengan Raja Bre Wirabumi. Raja Pamotan ini ingin merebut kekuasaan Majapahit. Prajurit-prajurit itu di perankan oleh 1200 figuran yang terdiri dari penduduk Sumba Barat. Mereka di kenal ahli menunggang kuda, termasuk bergelayut hanya dengan sebelah kaki. 

Setahun Sekali di Sumba selalu diadakan upacara "Pasola" yakni semacam atraksi perang tanding di atas kuda. Maka begitu mendengar bahwa di butuhkan banyak penunggang kuda untuk Saur Sepuh penduduk pun berdatangan dari segenap pelosok desa. Ada yang puluhan kilometer jauhnya. Mereka datang dengan menunggang kuda milik masing-masing. 

Ratusan penunggang kuda itu pun menunjukkan kemahiran. Duduk di punggung kuda tanpa pelana, mereka bisa ngebut dalam kecepatan 60 kilometer per jam. Namun mengatur ratusan orang berkuda semacam itu tidaklah mudah. Sutradara Imam Tantowi bersama para asistennya kewalahan. Misalnya saja, mestinya para prajurit  itu membentuk formasi perang yang di sebut "Supit urang" Tapi sayang gagal. Semula Tantowi dan kawan-kawannya bingung. Mengapa orang-orang mahir berkuda, bahkan melempar tombak sekaligus menghindar tombak lawan itu tak bisa membentuk sebuah formasi? Lama-lama mereka sadar bahwa penduduk Sumba adalah penunggang kuda alam. Mereka jelas tak tahu apa itu formasi perang. Apalagi untuk memberi aba-aba, perlu di terjemahkan dulu oleh yang tahu bahasa Indonesia. Mungkin saja komando sutradara di terjemahkan lain oleh si penterjemah. Maklum sebagian dari mereka  tak mengerti bahasa Indonesia. 

Lucunya lagi, mereka pun tampak kikuk naik kuda dengan berpakaian prajurit Majapahit. BEgitu di dandani oleh make up man, mereka tertawa-tawa geli. Demikian pula ketika di komando untuk bertempur , mereka malah menari-nari, seperti layaknya melakukan upacara Pasola. Yang lebih sial lagi, jika mereka diminta memerankan prajurit yang terluka atau mati kena tombak lawan, mereka tak mau. Kok Mati, gengsi dong! Sekali lagi sutradara dan krunya cuma bisa mengelus dada, Gondok campur geli. 

Untuk merekam adegan hiruk pikuk itu sutradara menggunakan 3 camera sekaligus. Tentu saja kerja ini rumit. Terutama karena masih sangat awamnya masyarakat setempat. Tak jarang para figuran itu mendekati salah satu kamera, lalu menari-nari sambil tertawa-tawa. Selain itu, padang rumput tempat adegan peperangan itu berlangsung sangat terbuka, sehingga  menyulitkan penempatan kamera. Sebab kamera yang satu tak boleh terlihat oleh kamera yang lain. 

Untuk menyelesaikan syuting di Sumba hanya dua orang pemain utama yang pergi, yakni Elly Ermawatie yang memerankan Mantili dan Hengky Tornando yagn menjadi Patih Gotawa. Menurut Cerita, Gutawa dan Mantili yang pengantin baru ini melakukan perjalanan bulan madu. 

"Sebenarnya adegan ini bisa dilakukan di studio Jakarta", kata Imam tantowi. "Tapi saya pikir Sumba sangat ekstis untuk di pakai sebagai latar belakang perkampungan zaman Majapahit. Karena itu saya putuskan memboyong Gutawa dan Mantili ke Sumba," lanjutnya. 

Akhirnya setelah bersusah payah, adegan kolosal yang megah pun didapat juga. Para awak film cukup puas. Demikian pula para figuran yang mendapatkan honor Rp. 10.000,- perh hari. Termasuk sewa kuda. Tapi waktu kembali ke Jakarta, ratusan pasang pakaian dan peralatan terpaksa di tinggal. Untuk menghemat biaya angkutan dan tenaga, tentunya. 

Bersambung...........

Friday, December 22, 2023

MAJALAH FILM COVER YESSY GUSMAN

Cover depan dan belakang

 Majalah film pada edisi ini menghadirkan Yessy Gusman sebagai Sampul Majalahnya. Majalah Film No. 057/25 Tahun V, 3 September - 16 September 1988. Foto yang di ambil adalah saat Yessy Gusman sedang dalam pembuatan film Sumpah Pocong Lintang dan Bayu. Yessy Gusman kembali di pasangkan dengan Rano Karno, pasangan serasinya dari film Romi dan Yuli, kemudian Gita Cinta dari SMA dan Puspa Indah Taman Hati dan juga Selamat Tinggal Duka. Sebelum Film Romi dan Yuli, Yessy Gusman juga pernah bermain di film Rio Anakku meski sebagai figuran. Hingga akhirnya mereka di pertemukan kembali dalam film Sumpah Pocong Lintang Dan Bayu. 

Antara Rano Karno dan Yessy Gusman memang memiliki chemistry yang pas saat sedang berakting dalam film sehingga seolah-olah mereka memanglah pasangan yang sangat serasi hingga dunia nyata, namun demikian mereka sebenarnya sudah memiliki keluarga masing-masing pada saat film ini di produksi. Yessy Gusman setelah film terakhir selamat tinggal duka , ia melanjutkan pendidikan ke Amerika dan memperoleh gelar MBA kemudian nikah dengan pujaan hatinya Oki Tjakra sedangkan Rano Karno memiliki rumah produksinya Karnos Film dan Rano pun sudah menikah dengan perempuan pujaan hatinya bernama Dewi. 

Setelah vakum cukup lama, akhirnya Rano Karno dan Yessy Gusman di pertemukan kembali dalam sebuah film Sumpah Pocong Lintang dan Bayu.





Selain berita tentang Yessy Gusman, berita-berita lain dalam Majalah film ini juga sangat menarik, salah satunya adalah pada halaman belakang terdapat poster film Saur Sepuh -Satria Madangkara, sebuah film yang diangkat dari serial sandiwara radio yang sangat populer di seluruh nusantara. Poster Saur sepuh dengan bentuk lain karena official posternya ada di edisi lainnya. 

Selain poster Saur Sepuh yang menarik juga terdapat poster Komedi lawak 88 yang di perankan oleh Benyamin S. Komedi Lawak 88 dalam kepingan VCD yang beredar dengan judul Benyamin Koboi Insyaf. Selain juga berita-berita tentang artis film yang layak di baca.

Ada yang penasaran? selengkapnya bisa beli yang bekas biasanya ada yang jual di market place. 

Monday, November 6, 2023

KASET SOUNDTRACK FILM SAUR SEPUH "SATRIA MADANGKARA"


"Saur Sepuh Dalam Episode Satria Madangkara, Suatu hari di atas langit yang jernih seorang yang begitu tampan dan gagah menaiki seekor burung rajawali raksasa, dia adalah raja agung Madangkara Brama Kumbara........" demikian suara pembuka dari Ibu Maria Oentoe sang pembawa cerita dalam soundtrack Film Saur Sepuh 1 Satria Madangkara.

Soundtrack film Saur Sepuh di produksi oleh Virgo Ramayana Record dengan sponsor utama Procold obat Flu Andalan produksi dari PT. Kalbe Farma. 


Saur Sepuh Satria Madangkara di bintangi oleh Fendy Pradhana sebagai Brama Kumbara, Anneke Putri sebagai Dewi Harnum,  Elly Ermawatie sebagai Mantili, Murtisaridewi sebagai Lasmini, Hengky Tornando sebagai Patih Gutawa, Baron Hermanto sebagai Tumenggung Bayan dan sederetan cast lainnya seperti Atut Agustinanto, Chitra Dewi, Bambang BS, Joseph Hungan, Lamting, Belkiez Rachman, Atin Martino, Rudy Wahab, Hasan Bugis dll. 

Saur Sepuh diangkat dari serial sandiwara radio karya Niki Kosasih yang di pancarsiarkan di radio-radio di seluruh nusantara. Film ini diangkat ke layar lebar atas sponsor PT. Kalbe Farma sekaligus pemilik hak siar dari saur Sepuh dengan sutradara Imam Tantowi. 


Soundtrack FIlm Saur sepuh berisi tentang cerita film dari film Saur Sepuh satu dengan ilustrator yang tidak asing lagi yaitu Ibu Maria Oentoe. Meski sudah menonton filmnya, namun mendengarkan soundtrack film adalah cara lain menikmati sebuah sajian film dengan imajinasi yang lain. Ilustrator atau pembawa cerita sangat mumpuni sehingga mampu membawa pendengarnya untuk menjelajah cerita yang sedang di dengarkanya. 


Sebagai seorang penggemar Saur sepuh, memiliki kaset pita soundtrack ini adalah merupakan sebuah anugerah karena unik dan tetap menarik untuk di koleksi. sehingga tidak berlebihan apabila soundtrack ini menjadi salah satu barang buruan yang banyak di cari para penggemar saur sepuh. 


Tuesday, September 12, 2023

SAUR SEPUH : SATRIA MADANGKARA BAGIAN 13 (TAMAT)

 Sambungan dari Bagian 12

pasukan Pamotan

B
re Wirabhumi sangat sedih mendengar laporan dari medan perang. Sementara Ibu Rajasaduhita Tunggadewi ikut merasakan kesedihan itu. 

"Tidak sangka Bre Tumapel menjalahi janji. Pasukannya justru membantu Majapahit", kata Bre Wirabhumi kecewa.

"Kau melupakan bahwa Bre Tumapel adalah menantu Wikramawardhana?", tanya ibu angkatnya.

"Tapi dia juga keponakanku. Dia seorang raja yang seharusnya menepati setiap janjinya".

Ibu angkat Bre Wirabhumi adalah seorang wanita berhati tabah. Dengan tenang dia mendekati anak angkatnya lalu di peluknya dengan penuh sayang.

"Kamu telah melakukan apa yang kamu yakini sebagai yang paling baik anakku. Selebihnya adalah wewenang para Dwa!", katanya menghibur.

Bre Wirabhumi hanya bisa mengangguk. Dan ibu tua itu menitikkan air matanya. 

Pertempuran masih terus berlangsung. Pasukan Pamotan berhasil di pukul mundur oleh pasukan Majapahit. Panglima Lodaya gugur di medan gperang ketika berhadapan dengan Narapati raden Gajah.

Kematian itu menurunkan semangat tempur pasukan Pamotan. Mereka semakin terdesak. Korban yang berjatuhan semakin banyak. Para penduduk terus mengungsi menyelamatkan harta benda mereka dari amukan perang. 

Diantara para pengungsi nampak Brama Kumbara yang masih terus mencari isteri dan adiknya. suatu saat dia melihat Wangsa dan Jasta diantara para pengungsi itu. 

Brama segera berusaha menangkapnya. Kedua oran gitu menghilang di balik dinding benteng. Tapi Brama terus mengejar hingga berhasil menangkap mereka. 

"Dimana kalian sembunyikan adik dan istriku?"' tanyanya dengan marah.

"Saya tidak tahu! Lasmini yang bawa", sahut Wangsa.

"Dimana Lasmini sekarang?"

"Lari, mungkin ke Tuban

Brama menjadi cemas. Di Tendangnya kedua orang itu sehingga mental. Ternyata Patis Gotawa berhasil membuka ikatan tali yang membelit tubuhnya. Kemudian ia menolong Mantili dan Harnum.

"Kenapa tiba-tiba kita tertawan di sini?", tanya Mantili.

"Kita kena sirep beserta asap pedang setanmu", sahut Harnum.

"Ya ilmu sirep yang cukup tinggi. Saya yakin perempuan itu bukan orang sembarangan", seru Gotawa.

Mereka keluar dari rumah itu. Tentu saja mereka merasa heran karena tidak ada seorangpun yang menjaga. Rembulan bersin? menerangi halaman yang luas.

"Jebakan apalagi ini?Tidak ada seorangpun yang menjaga kita?"tanya Mantili.

"kita harus mencari kakang Brama, mudah-mudahan sang Prab", kata Harnum.

"Kita ke Majapahit saya yakin sang Prabu kesana karena di Pamotan akan selalu di curigai", sahut Patih Gotawa.

Perang kelihatannya sudah mencapai klimaknya. Suatau malam pasukan Pamotan berebutan kembali memasuki gerbang negeri mereka.

Prabu Wirabhumi dengan gugup menaiki kudanya di halaman istana Pamotan. Sebelumnya dia mengajak Ibu angkatnya untuk segera pergi meninggalkan istana. 

"Sebaiknya ibu mengungsi bersama saya, sebentar lagi pasukan Majapahit mengobrak abrik keraton ini", kata Bre Wirabhumi dengan cemas.

Ibu Rajasaduhitatunggadewi menggelengkan kepala sambil terbenyum. Namun demikian airmata menitik membasahi pipinya. 

"Saya takut mereka menyakiti ibu!".

Biarkan aku disini anak anakku, aku ingin menyaksikan bagaimana kehancuran sebuah perang, sahut ibu angkatnya dengan Pasti.

Bre Wirabhumi menyerah. Ibu setengah tua itu mengelus kepala putra angkatnya. Kemudian Bre Wirabhumi menaiki kudanya bersama dengan para tentara yang mengawalnya. Banyak sekali utusan dari Kaisar Yung Lo yang Panik. Mereka bahkan berjaga-jaga kalau pasukan Majapahit bertindak yang tidak mereka inginkan. Sementara itu beberapa pembesar Majapahit menyuruh mereka meninggalkan istana.

"Lebih baik tuan-tuan meninggalkan tempat ini. Tentara Majapahit sudah memasuki perbatasan Pamotan!".

"Kami akan mengurus diri kami sendiri. Terima kasih atas perhatian tuan!" sahut utusan kaisar Yung Lo. 

Lalu salah seroang dari mereka memberitahu bawahannya agar memberitahukan pada wakil Laksamana Cheng Ho di Tet sun dan Tuban.

"Kasih tahu wakil Laksamana, kami terkurung di kedaton timur, Kedaton Barat telah menyerbu!.

"Baik!".

Dua orang prajurit yang merupakan kurir dari utusan Kaisar Yung Lo segera berangkat. Pasukan Majapahit akhirnya memasuki daerah Pamotan. Ibu Rajasaduhitunggadewi menatap tajam dengan penuh kepedihan. Dia menyaksikan bagaimana tentara Pamotan berlari-lari ketakutan di kejar oleh tentara Majapahit. Sementara itu Narapati Raden Gajah memimpin pasukan di atas kudanya dengan gagah berani. 

Pasukan Majapahit membobol pintu gerbang istana. utusan kaisar Yung Lo berusaha menahan serbuan itu. Dengan gagah berani mereka melakukan perlawanan. Tapi karena jumlahnya sangat sedikit mereka berhasil dihancurkan. 

Ibu Rajasaduhitunggadewi menangis pedih tapi ia berusaha berdiri tegar. Tentara-tentara Majapahit mau menghancurkan istana, tapi ibu Tunggadewi berteriak lantang. 

"Jangan hancurkan kedaton ini! Ini rumahku! Aku isteri Bre Matahun Puteri Tunggal Dyah Wiyat Rajadewi, penguasa Daha!"

Aneh, suara ibu tua itu menghentikan pasukan Majapahit yang riuh rendah hendak menghancurkan keraton. Kembali suara Ibu Tunggadewi menggema.

"Yang berperang adalah Bre Wirabumi dengan Wikramawardana!".

Sementara itu Bre Wirabumi bersama enam orang tentara pengawalnya naik sebuah perahu yang di dayung oleh dua orang. Terasa betapa pedih di hati sang Raja untuk meninggalkan kerajaannya yang sedang diamuk oleh musuhnya.

Kepergian Bre Wirabhumi di ketahui oleh pihak Majapahit. Karena itu ketika perahu yang mereka tumpangi melaju ke utara kelihatan ada sebuah perahu lain mendatangi dengan cepat dari belakang.

"Gusti Prabu, ada yang mengejar kita!", seru pengawal.

Bre Wirabhumi kaget tapi dia berusaha menenangkan diri. 

"Kita lawan mereka! Belok! Terjang perahu itu!", perintahnya. 

Ternyata perahu yang mengejarnya adalah perahu Narapati Raden Gajah, Begitu perahu Bre Wirabhumi berbalik Raden Gajah memerintahkan untuk menabrak perahu lawannya. 

Perkelahian terjada diantara mereka. Perahu yang oleng segera terbalik dan penumpangnya tercebur ke sungai. Bre Wirabhumi menghunus keris pusakanya tapi Narapati Raden Gajah lebih tinggi ilmu tempurnya daripada Raja Pamotan itu, Dalam waktu yang tidak terlalu lama dia berhasil memenggal kepala Bre Wirabhumi.

Narapati Raden Gajah segera kembali ke istana dengan membawa kepala Bre Wirabhumi. Para pejabat istana tertegun ketika tangan Narapati Raden Gajah membuka bungkusan kain diatas talam yang sangat indah. Terlihat kepala Bre Wirabhumi. 

Sang Prabu Wikramawardhana tertunduk haru. 

"Kuburkan di desa Lung dan dirikan diatasnya sebuah candi. Sebagai peringatan pada anak cucuku, betapa menyakitkan sebuah perang", Prabu Wikramawardhana memberi perintah. 

Sementara itu Brama Kumbara masih terus berusaha mencari istri dan adiknya. Ia terus mengembara menjelajah pelosok Majapahit dengan mengendarai kudanya. 

Di kejauhan terlihat sayup-sayup keraton Majapahit yang agung dan megah. Brama turun dari kudanya lalu bersuit memanggil sesuatu. 

Tak lama kemudian seekor Rajawali raksasa menukik turun dari udara. Brama menaiki burung kesayangannya. 

"Kita cari Mantili, Gotawa dan Isteriku Harnum ", serunya.

Burung itu berkeok dengan gagah. Kemudian mengepakkan sayapnya yang perkasa dan terbang ke angkasa.


TAMAT


Produksi : PT KANTA INDAH FILM

Produser : Handi Mulyono

Cerita : Niki Kosasih

Skenario/Sutradara : Imam Tantowi

Juru Kamera : Herman Susilo

Penata Artistik : El Badrun

Penyunting Gambar : Yanis Badar

Instruktur Fighting : Robert Santoso


SAUR SEPUH : SATRIA MADANGKARA BAGIAN 12

 Sambungan dari bagian 11

Mantili dan Patih Gotawa

Panglima Lodaya dan pasukannya siap menyerang kubu Majapahit. Di Kejauhan dia melihat kurang lebih seribu infantri pasukan Majapahit.

"Tidak mungkin begitu sedikit", serunya ragu-ragu.

"Dalam tempo singkat kita hanjurkan mereka Gusti Panglima"' sahut Senopati Pendet

"Kita serang sekarang panglima"' Senopati Nara mengajukan usulnya.

Tapi Panglima Lodaya merasa bahwa itu cuma siasat. Dia menyabarkan kedua pemimpin pasukan itu.

"Jangan gegabah!", Panglima Lodaya mengingatkan.

"Kekuatan Majapahit memang sudah hancur! Angkatan perangnya sudah rapuh sepeninggal Gajah Mada!"' seru senopati Pendet.

"Aku takut ini siasat Narapati raden Gajah!", sambung Panglima Lodaya

"Tidak mungkin gusti, seharusnya mereka melakukan gertakan dengan mengerahkan  sehebat mungkin tentara Majapahit", Senopati Nara kembali mengemukakan pendapat. 

"Tapi mustahil angkatan perang negara besar tanpa pasukan berkuda!".

Narapati Raden Gajah dan beberapa orang staf angkatan perangnya bersembunyi di balik batu. Tepat seperti dugaan Pangeran Lodaya mereka tengah melakukan siaat perang.

"Kalau benar seperti laporan penyelidik kita bahwa tentara Pamotan meniru siasat perang Gajah Mada, maka siasat yang kita jalankan pasti berhasil", seru Narapati Raden Gajah. 

"Mudah-mudahan mereka terpancing untuk menyerbu umpan kita", sahut Senopati

"Dan kalau Bre Tumapel benar-benar jadi membantu kita, maka perang ini akan cepat berakhir", kata Narapati Raden Gajah.

Pasukan kecil tentara Majapahit bergerak perlahan tapi pasti mereka membentuk posisi mata tombak yang ketat hingga pasukan Pamotan sempat bertahan. 

Narapati Raden Gajah memberi komando, Peniup trompet membunyikan sangkala dalam nada terntentu. Dari padang ilalang yang sepi muncul pasukan panah mengepung pasukan Pamotan. Panglima Lodaya menjadi kalang kabut. Apalagi pasukan Majapahit menghujadi mereka dengan anak panah. Korban mulai berjatuhan. Senopati Pendet dan Senopati Nara merasa terpukul.

"Cepat arahkan pasukan menyerang ke satu arah, hindarkan tebing-tebing itu", Panglima Lodaya mengatur taktik.

Sementara pertempuran tengah berlangsung Brama sibuk mencari isteri dan adiknya. Dia mendatangi tempat si Mata Setan namun tidak di temukan orang yang dicarinya selain si Mata Setan yang tengah mengobati luka-lukanya.

Brama menjadi semakin geram. Mata Setan diancamnya.

"Dimana persembunyian Lasmini? cepat katakan!".

Dengan wajah yang pucat si mata Setan Menggeleng.

"Saya tidak tahu, mungkin di padepokan Bukit Kalam".

"Dimana itu?".

"Di kaki bukit Tidur!". 

Brama segera berangkat lagi meninggalkan si Mata Setan yang masih ketakutan.

Sementara itu di Padepokan Bukit Kalam, Patih Gotawa, Mantili dan Harnum masih dalam keadaan pingsan. Tubuh mereka di ikat dengan tali yang sangat kuat. Lasmini mendapat kabar bahwa Brama terus mencari-carinya. Wangsa melaporkan.

"Lasmini! Orang Madangkara itu terus mencari kamu! dia dirumah Mata Setan!"

"Lebih baik kalian lari! Satria Madangkara bukan tandingan kita"' seru lasmini sambil melompat turun dari jendela. Ia kemudian kabur dengan kudanya diikuti oleh murid - muridnya.


BERSAMBUNG......

Monday, September 11, 2023

SAUR SEPUH : SATRIA MADANGKARA BAGIAN 11

 Sambungan dari Bagian 10.


Brama terbangun dari tidurnya ketika kupingnya menangkap suara atasp rumah. Patih Gotawa juga mendengar suara itu. Mereka berdua segera mengejar. Ternyata si Mata Setan datang menyambangi mereka untuk membalas dendam. Begitu melihat Brama, Si Mata Setan langsung menyerangnya. Patih Gotawa siap membantu kakaknya. Namun saat itu sebuah senjata rahasia melayang ke arahnya. Namun saat itu sebuah senjata rahasia melayang kearahnya. Untung dengan cepat dia berkelit. Senjata rahasia itu berupa anak panah kecil menancap di dekat pintu. 

Gotawa melompat ke halaman dan Lasmini muncul dari persembunyiannya. Ia langsung menyerang Gotawa. Si Mata Setan mulai terdesak dalam ilmu silatnya. Dia segera mundur beberapa langkah lalu membaca mantera. Matanya tiba-tiba menjadi memerah. Kemudian dengan gerak-gerak mata yang sangat tajam keluarlah dua berkas api menyerang Brama. Tapi api itu sama sekali tak mampu membakar tubuh Brama. 

Mantili dan Harnum terbangun mendengar suara ribut-ribut. Perkelahian antara Gotawa dan lasmini berlangsung semakin seru. Permainan pedang Lasmini benar-benar tangguh. 

"Kakang Gotawa, biar aku yang menghajar perempuan binal ini!", seru Mantili. 

Gotawa melirik Mantili dan saat itu tubuh Mantili sudah melompat masuk arena. Ia menyerang Lasmini dengan pedangnya. 

"Apa mau kamu sebenarnya?" Seru Mantili sambil mendesak Lasmini.

"Membunuh semua musuh tunanganku!" Sahut Lasmini.

"Kamu tidak akan mampu!"'.

Dan Lasmini makin terdesak. Segera dia melompat keatas genteng. Mantili menyusul naik tapi Lasmini lebih dulu menyerang dengan senjata rahasianya. Mantili terpaksa bergulingan menghindari senjata rahasia itu. 

Si Mata Setan tidak mampu menundukkan Brama Kumbara. Ia terus terdesak. 

"Siapa Kamu?" apa hubunganmu dengan perempuan tunangan Tumenggung Bayan?" tanya Brama.

"Lasmini adalah sahabatku! kamu memusuhi Lasmini berarti memusuhiku, Si Mata Setan!".

Selesai berkata dia menyerang kembali dengan mempergunakan jurus-jurus yang berbahaya. Brama menyambutnya dengan ajian Serat Jiwa dalam tingkat yang tidak terlalu tinggi. Pukulan si Mata Setan menjadi susah di tarik. Dari tubuh Brama mengalir daya magnit yang luar biasa sehingga si mata Setan Sulit mencabutnya. Brama tetap tenang sementara si Mata Setan bagai disengat listrik, berteriak kesakitan.

Patih Gotawa terpukau menyaksikan keampuhan ajian itu. 

"Aji Serat Jiwa"' seru Patih Gotawa.

"Tapi bukan tingkat akhir, kakang Brama tidak mau membunuh musuhnya!".

Si Mata Setan kehabisan tenaganya.

"Pulang! Kali ini kau ku ampuni"' seru Brama

Si Mata setan berusaha bangkt tapi terjatuh kembali. Matanya masih menyimpan dendam tapi dia tak berdaya apa apa lagi. Harnum merasa lega menyaksikan kebijaksanaan suaminya. 

Tak lama kemudian terdengar kabar pecahnya perang antara Pamotan dan Majapahit. Suasana hiruk pikuk di perbatasan. Para penduduk mulai mengungsi sementara darah mulai berceceran. Dari luar tembok benteng kerajaan Majapahit, Brama Kumbara, Mantili, Patih Gotawa dan Harnum menyaksikan betapa perkasanya kekuatan tentara Majapahit. Mantili kagum ketika tiga ekor gajah muncul dari gerbang dikendarai oleh Narapati Raden Gajah.

"Majapahit benar-benar perkasa!" seru Mantili.

"Ya! angkatan lautnya juga besar, suatu saat kalian akan kuajak ke Tuban!",sahut Brama Kumbara.

Diantara kesibukan para prajurit dan kepanikan rakyat, Lasmini mengantar guru Tumenggung Bayan yang sudah tua bernama Jagadnata, Mereka diiringi dua orang lagi yaitu saudara seperguruan Tumenggung Bayan yaitu Wangsa dan jasta. 

Mereka tengah mencari Brama Kumbara. Dan akhirnya rombongan keempat orang itu bertemu dengan Brama Kumbara di pinggir hutan di dekat sungai.  Ketika itu Brama sedang mendinginkan mukanya dengan air sungai. Tiba-tiba ia melompat diserang oleh puluhan senjata rahasia. 

"Siapa lagi yang kamu bawa Lasmini", tanyanya begitu mengetahui siapa penyerangnya.

Jagadnata menjawab pertanyaan itu dengan suaranya yang keras karena didukung tenaga dalam.

"Aku mau menuntut balas kematian muridku!".

Orangtua itu langsung menyerang dengan ilmu gelombang pusar bumi ke arah Brama. Lasmini dan kedua murid Jagadnata menyerang Harnum, Gotawa dan Mantili.

Pertempuran berlangsung dengan serunya. Brama agak kewalahan menghadapi ilmu dari Jagadnata. Hantaman dan siku dari jagadnata mengandung tenaga dalam yang kuat. Beberapa kali Brama terjungkal dan untah darah. Tapi jagadnata juga tidak luput dari serangan Brama.

Wangsa dan Jasta, murid jagadnata menyerang Mantili dan Gotawa. Lasmini dengan dibantu muridnya menyerang Harnum. Suatu ketika Mantili dan Gotawa terpental ketika Wangsa dan Jasta menyerang dari balik pohon. Kelihatan mantili tidak di beri kesempatan untuk mengarahkan pedang inti peraknya yang menyilaukan.

Lasmini tertawa terbahak-bahak menyaksikan adegan itu. Mantili marah sekali. Dia mencabut pedangnya yang satu lagi dan ditempelkannya pedang yang berwarna hitam dan menjijikan bentuknya itu. Tiba-tiba dari tempelan kedua pedang itu keluar asap hitam yang makin lama makin tebal hingga memenuhi hutan itu.

Wangsa dan Jasta terbatuk-batuk dan hampir sesak nafas. Pada saat itu Lasmini berlari ke balik pohon dan membaca semacam mantera. Tiba-tiba tubuhnya keluar asap hijau yang merupakan ajian sirep Megananda. Gumpalan asap hijau itu mengenai harnum, Mantili dan Gotawa. Mereka menguap lalu tertidur pulas..n. Brama mencengkeram tubuh Jagadnata dan aliran ajian Serat Jiwa sedang  menjalar ke tubuh Jagadnata. Muka Brama bergetar, darah segar keluar dari mulutnya. Sementara itu Jagadnata pucat pasi, tubuhnya seperti tersengat aliran listrik dan tidak bisa bergerak lagi. Lama kelamaan tubuh itu merubah menjadi putih sama sekali.

Brama berteriak dan memukul tabuh yang putih dengan kedua tangannya  hancur bagaikan onggokan tepung. Ia lalu terduduk dengan napas megap-megap. Kemudian perlahan-lahan dia bangkit dan melihat hasil ajian yang telah di keluarkan. Tubuh yang sudah menjadi tepung itu tinggal separuh. Brama menutupkank kain yang ada di badannya sambil berkata; : 

"Maaf terpaksa kugunakan ajian serat jiwa karena bapak benar-benar hampir membunuhku".

Tiba-tiba Brama teringat keadaan isteri dan adiknya. Dia kembali ketempat perkelahian tapi tidak ada apa-apa. Suasananya sepi mencekam.

Baru saja dia ingin meninggalkan tempat itu salah seorang murid Lasmini yang telah  siuman

menggerakan tubuhnyaa.

"Dimana orang-orang itu?", tanya BramaD

Dengan lemah oran gitu menjawab :

"Guru Lasmni...membawa lari teman...teman tuan".

"Kemana? tanya Brama dengan muka memerah

"Bukit.....kalam...".

Murid Lasmini itu terkulai lemas. Brama nampak cemas.


BERSAMBUNG KE BAGIAN 12