Saturday, August 30, 2025

SAUR SEPUH SATRIA MADANGKARA, NILAI KOLOSAL SERTA EFFECT KHUSUS

 


SAUR SEPUH SATRIA MADANGKARA, NILAI KOLOSAL SERTA EFFECT KHUSUS

Cerita : Niki Kosasih

Skenario/Sutradara : Imam Tantowi

Kameramen : Herman Soesilo

Penata Musik : Harry Sabar

Penyunting Gambar : Janis Badar

Penata Artistik : Nazar Ali

Effect Khusus : El Badrun

Pemain : Fendy Pradana, Murtisaridewi, Elly Ermawatie, Anneke Putri, Hengky Tornando, Baron Hermanto, Atut Agustinanto, Chitra Dewi, Lamting, Atin Martino, Belkiez Rachman, Joseph Hungan, dan di dukung ribuan figuran.

Inilah film kolosal dengan sudut bidik kamera yang searah gambar-gambar dengan warna coklat yang dminan dan pertarungan-pertarungan yang terkesan lamban dan gemulai. Sebagai film kolosal, baik Imam Tantowi maupun Herman Soesilo cenderung terlihat membidik adegan melulu dari depan dan samping. Tak terlihat upaya untuk membidikkan  kamera dari atas atau dari belakang adegan. Nilai kolosal itu sendiri akhirnya terjebak pada keumuman pendapat publik yang menganggap film kolosal hanyalah film dengan ratusan atau ribuan pemain. (ini yang benar ya, karena ada yang mengartikan kolosal itu film silat, padahal arti kolosal sendiri bukan silat tapi melibakan banyak pemain .admin)

Sedang warna coklat yang dominan, bisa jadi memang di sengaja Tantowi untuk lebih mengesankan fenomena masa lalu. Selebihnya, Saur Sepuh, Satria Madangkara menjadi hawa Segar film bak bik buk. Kepiawaian Imam Tantowi sebagai sutradara muda yang penuh bakat, memang  mulai memperlihatkan wujudnya dalam film ini. Sayang, Tantowi kurang didukung kerabat kerjanya yang lain. 

Penyuntingan gambar oleh Janis Badar dari satu adegan keadegan lain cenderung melompat lompat. Sementara musik yang di kerjakan Harry Sabar, kurang berhasil menampilkan nuansa masa lalu tersebut meskipun memiliki daya dukung yang lumayan kuat terhadap adegan yang berlangsung. 

Sebagai cerita, Saur Sepuh sudah terbukti memiliki daya pikat. Di radio, Saur Sepuh berhasil menyeret  imej pendengarnya terhadap kedigdayaan, kebenaran, keadilan, kesewenang-wenangan dan cinta kasih dengan segala akibat yang di timbulkannya. Tapi adakah imej masyarakat akan tetap terbina setelah menyaksikan filmnya?

Tantowi agaknya memang ingin tetap konsisten terhadap imej tersebut. Dan itulah yang memang dilakukannya dalam menyutradarai  film denga biaya lebih satu milyar ini. Kedigdayaan Brama Kumbara, kehebatan Pedang Setan Mantili dan pertarungan-pertarungan ilmu kesaktian tingkat tinggi, ditampilkan Tantowi dengan keseriusan penggarapan terhadap efek-efek khusus yang dibutuhkan. Dalam hal ini, adalah El Badrun yang patut kita beri nilai sembilanpuluh sembilan untuk kerja dan karyanya. Sebagai pembuat special effek, Badrun berhasil  melambangkan gambaran yang nyaris sempurna untuk imej masyarakat yang rajin mendengarkan sandiwara radio Saur Sepuh, yang cuma mendengar teriakan ciatt atau gedebuk gedebuk saja. 

Ajian Serat Jiwa, Racun sepasang pedang setan, ajian telapak geni dan gambaran kedigdayaan Brama, tampil manis berkat kerja Badrun. Badrun seperti pengakuannya, memang tidak main-main dalam mengerjakan effek-effek khusus film ini. Untuk membuat burung Rajawali tunggangan Brama saja, Badrun mengaku menghabiskan bulu seratus ekor angsa dan tiga juta rupiah biaya untuk menyelesaikan. (Sebuah nilai yang besar untuk saat itu)

Lepas dari kesungguhan kerja Badrun tersebut, Saur Sepuh memang tampil wajar sesuai cerita aslinya. Casting yang pas untuk pelaku-pelakunya, adalah kunci lain yang bakal membawa sukses film ini. Sedangkan sebagai film aksi, Tantowi agaknya paham betul apa yang harus ia kerjakan. Karenanya secara filmis, Saur Sepuh adalah karya sinematografi yang patut di puji meski memiliki beberapa kelemahan seperti yang di sebutkan tadi. 

Begitupun, di tengah ketidak berdayaan film Indonesia saat ini baik tema nya maupun penggarapannya, Tantowi sudah hadir dengan sedikit nilai lebih dan kita patut bertepuk tangan untuk itu.


~sumber : MF~

No comments:

Post a Comment