Jiplakan, gubahan, saduran atau diilhami dari sebuah film adalah sekedar kata lain untuk sejumlah film Indonesia yang ternyata memiliki cerita sama dengan film impor. Memang mau tak mau harus diakui salah satu sumber cerita film Indonesia adalah film impor baik itu barat, Mandarin maupun India. Biasanya Produser yang menonton sebuah film asing yang menarik minatnya, lalu berembuk dengan skenariowan untuk mengIndonesiakannya.
Dulu ada produser yang khusus mengajak sutradara untuk menonton film-film di luar negeri. Tapi dengan adanya video membuat segalanya jauh lebih gampang. Film yagn sedang di putar di Amerika, dalam dua minggu saja sudah bisa di pastikn videonya beredar disini.
Membalik-balik buku catatan, cukup banyak jumlahnya film Indonesia yang bersumber dari film luar. Bahkan pernah dua film di buat berbarengan, sama-sama menjiplak dari sebuah film Mandarin. Believe It or Not, tapi ini benar-benar terjadi di tahun 1975, sutradara Ishak Iskandar menggarap "Surat Undangan" (dibintangi Christine Hakim, Ratno Timoer, Nano Riantiarno dan Titiek Sandhora), sedangkan BZ Kadaryono mengarahkan "Rahasia Gadis" dengan Jenny Rachman, Fadly, Roy Marten dan Ully Artha, Jebul, keduanya jiplakan dari karya Li Shing , "Behind the Pearly Curtain" yang dibintangi oleh Chen Chen, Charles Chin Shiang Lin dan Tang Lanhua.
Contoh lain , Bruce Lee menggebrak lewat "The Big Boss", maka Le Son Bok dari Indonesia buru buru membuat "Tendangan Maut" dengan Eddy S Jonathan. Jalan ceritanya tentu saja mirip sekali.
Film-film Mandarin, baik silat maupun drama merupakan film yang paling banyak ditiru. Kalau mau terus terang maka sebenarnya hampir semua film silat Indonesia adalah versi lain dari film silat mandarin. Tentu saja karena sebenarnya di bumi Nusantara tak dikenal rimba persilatan Kang Auw dengan pendekar-pendekar pedang pengelana seperti di daratan cina tempo dulu.
Sedangkan film-film melodrama yang bertujuan mengucurkan airmata penonton, secara diluar kepala saja bisa di sebutkan contoh-contoh sebagai berikut , "Hati Selembut Salju" (Jenny Rachman dan Herman Felani) samimawon dengan "Errant Love"nya Li Siu Ling dan Kenny Bee.
"Kekasih"nya Bobby Sandy yang di bintangi Jenny Rachman, Roy Marten dan Deddy Mizwar, mirip dengan "A Cloud of Romance"nya Lin Ching Shia, Chin Shiang Lin dan Chin Han. Tak Ingin sendiri arahan Ida Farida dengan bintang Meriam Bellina dan Rano Karno sama dengan "Young Smilling Face" yang dimainkan Chen Chen dan Chin Han.
"Patah Hati seorang Ibu "nya Agus Elias dengan Anna Tairas dan Pong Harjatmo, persis "My Mother" Chen Chen dan Kho Chun Siung. "Malam Pengantin" arahan Lukman Hakim Nain dibintangi Tanty Yosepha Fadly dan lenny Marlina sama dengan "The Perplexity" (Silvia Chang Ai Chia, Chin Han dan Joan Lin Fung - Chiao). "Bercinta" Richie Ricardo dan Rani Soranya persis dengan "Espirit d'Amour" Alan Tam dan Ni Shu CHin.
"Ketika Detik-detik CInta Menyentuh"nya Ali Shahab dengan Rano Karno dan Christine Panjaitan adalah "He Never Gives Up"nya Li Hsing dengan pasangan Chin Han-Joan Lin Fung-Chiao. Begitu pula halnya dengan film-film seperti "Busana Dalam Mimpi" "Satu Malam Dua Cinta", "Cinta Annisa", "Mutiara", "Satu Cinta Seribu Dusta", dan banyak lagi lainnya, tak bisa dipungkiri memiliki kesamaan dengan film-film melodrama Mandarin.
Yang hebat justru beberapa film sejenis bisa lolos dari pengamatan Dewan Juri FFI. Pernah terjadi heboh gara-gara ketahuan bahwa film "Bercanda Dalam Duka"nya Ismail Soebardjo sama dengan film "Homicidenya Shaw Brothers. Padahal "Perempuan dalam Pasungan" juga ada versi Taiwannya "The Tragedy of An Insane Woman". Lalu "Perceraian" Hasmanan yang lolos sebagai film pilihan, ketahuan mirip dengan "A Married Affair"nya Dean Shek.
Itulah contoh-contoh yang diambil dari film Mandarin. Contoh dari film Indiapun tak kurang banyaknya. Ada "Percintaan", "Rio Anakku" "Dimana Kau Ibu" dan "Rahasia Buronan". Sedangkan dari film Barat adalah "Bila Hati Perempuan Menjerit" ("Lipstick"), "Jangan Biarkan mereka Lapar" ("All Mine To Give"), "Pengantin Remaja" ("Love Story") dan "Pengantin Pantai Biru" ("The Blue Lagoon").
Ada yang secara blak-blakan menuliskan sumbernya seperti dilakukan Wahab Abdi "Jangan Kirimi Aku Bunga", dari "Send Me No Flower", atau Sjumandjaja yang menyebutkan "Si Mamad" dan "Pinangan" di ilhami cerpennya Anton Chekov, lalu "Laila Majenun" dari "West Side Story". Wim Umboh juga sebenarnya terpengaruh "Seven Samurai"nya Akira Kurosawa ketika menggarap "Sembilan" yang kolosal itu. Atau Teguh Karya ketika membuat "Kawin Lari" adalah pengindonesiaan dari "The Glass Menagerie" dan "November 1828" dari pentas "Montstratt". Sophan Sophian berterus terang "Saat Saat Yang Indah" memang dari novelnya Erich Segal "Man, Woman and Child" film versi Indianya berjudul "Masoom" dikembangkan lagi dengan judul "Ayu dan Ayu" dalam sebuah adegan terlihat Danny Dahlan sedang membaca novel karya Segal itu.
~sumber : MF 057/25 tahun V, 3-16 September 1988
No comments:
Post a Comment