CIPANAS, Pelabuhan Ratu tidak sesepi biasanya. Tempat rekreasi air panas yang kurang tergarap Pemda ini menjadi semarak tatkala kru film bertebaran kerja dimana mana. Di lembah dekat pemandian air panas dari ketinggian, set-set dibangun seperti perkampungan di masa Prabu Siliwangi berjaya. Tiga bangunan induk sebuah pendopo dan sebuah bangunan semacam gudang. Unik dan terisolir, tak akrab dengan masa sekarang.
Antara bangunan induk dan pendopo, persis di depannya membujur dua rangkaian kandang kuda. Dua orang penjaga kuda sejak pagi telah memacu kuda-kuda untuk pemanasan, di tengah tanah yang lowong. Kuda-kuda itu tidak sembarangan. Khusus dibwa dari Jakarta. Enam kuda peranakan Australia, empat kuda dalam negeri dari Sumbawa. Untuk biaya pengadaan kuda-kuda ini perharinya menelan biaya tiga juga setengah. Instruktur untuk laga dan kerabat kerja yang diimpor dari Hongkong 'rebahan-rebahan' di pendopo, sambil bernyanyi kecil membawakan lagu kurang akrab ditelinga pribumi. Kru lain itak ikut berleha-leha. Semua menekuni tugas masing-masing. Sementara itu penata rias sejak muncul di lokasi suting dari tempatnya menginap di Pelabuhan Ratu, 15 km dari lokasi suting sejak pagi telah melukis wajah-wajah dan mendandani artis yang akan suting.
Melihat Suting "Babad Tanah leluhur" produksi Pt. Kanta Indah Film tidak seperti suting film kebanyakan. Kalem, tidak buru-buru, namun pasti. Utuk film ini tidak ada batas waku yang ditentukan. Kecuali harus menghasilkan karya yang maksimal dari kru terlibat. Ini target tak terucapkan. Bagi sutradara M. Abnar Romli film garapannya ini merupakan film terlonggar dalam biaya. Segala akan diperlukan produser cepat mengantisipasinya. Dia leluasa untuk berkarya menampilkan yang terbaik dari film-film laga yang pernah ada.
Alhasil, Abnar Romli tidak sesantai biasanya. Keningnya acap berkerut. Terkadang terlalu tegas mengambil keputusan. Meski begitu batinnya ciut menghadapi tantangan.
"Beban saya sungguh berat, film kolosal pertama merupakan tantangan yang harus saya pikul, " katanya . Film yang diangkat dari sandiwara radio karya Tizar Sponsen ini ditargetkan SEDAHSYAT "Saur Sepuhnya" Imam Tantowi. Dan kenyataan ini Abnar Romli tidak bisa mengelak. Fasilitas boleh di bilang pas-pasan. Biaya setnya menghabiskan dana empat puluh juga rupiah, dengan tenaga kru tetap sebanyak enam puluh orang ditambah karyawan setempat sebagai tenaga honor harian. Persiapan set dilakukan tiga bulan sebelum suting berjalan. Ratusan figuran terlibat, ribuanpasang pakaian model baheula di persiapkan, senjata dan ribuan busur dan anak panah. Semuanya menghabiskan dana kurang lebih 500 juta.
Latar Belakang budaya Babad Tanah Leluhur sedikit agak rancu. Ini karna tanpa riset yang mendalam. Dari nama-nama tokoh yang ada terasa asing di telinga Jawa maupun di telinga Sunda. Boleh jadi sang pencipta cerita hanya bermain-main dengan imajinasinya ketika membuat cerita untuk Sandiwara Radio. Sehingga sang produser kurang berani untuk mempermak cerita, untuk mengambil garis budaya Sunda atau Jawa sebagai latar belakang. Agaknya, Abnar berada di dua kutub budaya Jawa dan Sunda. Tapi penonton juga tak mempersoalkan soal budaya, baginya enak ditonton dan sesuai dengan imajinasinya lewat suara di sandiwara radio. Justeru itulah gunanya instruktur laga dari Hongkong. Konon kabarnya mereka bisa memberikan tawaran untuk adegan laga sesempurna mungkin seperti film "Tutur Tinular"nya Nurhadi Irawan.
Kita banyak belajar dari instruktur Hongkong, Keahlian mereka bisa kita terapkan disini kalau kru lain bilang 'kita juga bisa berbuat' tetapi nyatanya lain. Seperti mempergunakan sling mereka jauh lebih kreatif, " ujarnya.
Cerita filmnya sendiri tidak terlalu istimewa. Hanya soal balas dendam, seperti cerita silat kebanyakan. Hanya saja Abnar Romli mencoba menggulirkan karya yang terbaik dengan bermain trik-trik dan kepopuleran cerita ini di radio. Walau terkadang, kuda kuda maupun jurus-jurus yang ditampilkan impor punya, bukan silat tradisional. Boleh jadi film ini akan bergaya Hong Kong berbaju Indonesia.
Film ini dibintangi oleh Anneke Putri sebagai Roro Angken, Lamting Sebagai Saka Palwaguna, Rudi Wahab sebagai Mamangku Raya, Fitria Anwar sebagai Anting Wulan, WD Mochtar, Budi Swarskrone, Benny Burnama, Otniel Andi Herman dan Nelson Sondah.
Sumber : MF
#babadtanahleluhur
#filmindonesia #filmsilat
No comments:
Post a Comment