Wednesday, August 30, 2023

Apa Kabar Angie Fans Club (AFC), Flashback sejenak dengan Fans Angelique Widjaja

Angie Fans Club (AFC) dari Tabloid Tenis


 Angelique Widjaja atau biasa di sapa dengan Angie merupakan petenis putri kebanggaan Indonesia di awal tahun 2000an. Perempuan dari Bandung kelahiran 12 Desember 1984 tersebut melejit namanya setelah menjadi juara Wimbledon Junior pada tahun 2001. Dan dunia Tenis putri Indonesia seakan terkesima akan prestasinya.

Di kutip dari Wikipedia.com Angie mulai bermain tenis pada usia empat tahun. Dia pertama kali bermain di turnamen ITF Junior pada tahun 1998 pada usia 13 tahun. Turnamen profesional pertamanya adalah sebuah turnamen di Jakarta pada bulan April 1999, ketika dia berusia 14 tahun.

Pada tahun 2001, dia memenangkan kompetisi tunggal kejuaraan junior di Wimbledon, dia mengalahkan Dinara Safina 6–4, 0–6, 7–5. Dia menjadi orang Indonesia pertama yang memenangkan gelar di Wimbledon. Pada tahun 2002, dia memenangkan kompetisi ganda Kejuaraan Junior Australia Terbuka, berpasangan dengan Gisela Dulko. Selain itu, dia juga memenangkan kompetisi tunggal kejuaraan junior di Prancis Terbuka.

Turnamen WTA pertama yang dia menangkan adalah Wismilak International 2001 di Bali, sebuah turnamen Tingkat III, yang dia ikuti pada usia 16 tahun dengan fasilitas wildcard. Dia adalah orang Indonesia termuda yang pernah memenangkan gelar tunggal WTA. Peringkat tunggal WTA-nya sebelum turnamen adalah No. 579, dan dengan demikian dia menjadi pemain dengan peringkat terendah yang pernah memenangkan gelar tunggal WTA.

Angie mewakili Indonesia pada Pesta Olahraga Asia 2002 di Busan, dia meraih medali perak di ganda putri bersama pasangannya Wynne Prakusya, dan juga medali emas di nomor beregu.

Pada November 2002, dia meraih gelar keduanya di turnamen WTA, pada turnamen Tingkat V di Pattaya.

Dia terus tampil baik dalam turnamen WTA hingga tahun 2003. Dia mencapai peringkat tertinggi dalam kariernya: Peringkat 55.

Dari tahun 2003 hingga 2004, Angie meraih banyak prestasi ketika berpasangan dengan MarĂ­a Vento-Kabchi. Pasangan ini mencapai perempat final di Wimbledon dan AS Terbuka pada tahun 2003, dan Australia Terbuka dan Wimbledon pada tahun 2004. Mereka juga memenangkan Turnamen WTA Tingkat III di Bali pada tahun 2003, dan mencapai final Tur WTA Tingkat I, Kanada Master 2003. Setelah Australia Terbuka 2004, Angie mencapai peringkat 15 dunia ganda WTA. Ini adalah peringkat ganda terbaiknya sebagaimana yang tertulis dalam wikipedia.

Namun sayang sekali karir Angie di dunia tenis tergolong pendek setelah ia mengalami cedera lutut dan harus di operasi di Australia. Sebuah keputusan besar yang akhirnya berani diambil oleh Angie.

Berdiri : Adjie Sudibyo Alm., Depan dari Kiri : Penulis, Erikson, Hanif


Angie Fans Club (AFC)

Angie Fans Club merupakan wadah bagi penggemar Angelique Widjaja. Tempat berkumpulnya fans-fans Angie. Ketika awal berdirinya, Angie Fans Club atau lebih di kenal dengan AFC dapat berinteraksi antar sesama anggota juga dilaman khusus yang di buat diwebsite. Interaksi hangat dengan saling kirim komentar dan akhirnyapun kita saling mengenal meski hanya melalui komentar yang tersaji di laman tersebut. Isu-isu hangat yang di buat semacam thread trus nanti bisa berkomentar di bawahnya. Asyik sih gak cuma sekedar berhaha hihi namun juga upgrade kemampuan juga cari info agar ikut komentarnya juga asik dan bernas. Satu hal yang saya ingat ketika masih ada thread adalah saat itu sering sekali di sebut nama Brenda, tapi hingga sekarang saya gak tau apa yang dimaksud hehe.. padahal waktu itu sudah cari tahu cuma tidak menemukan jawabannya. Malu bertanya sesat dijalan, begitu kira-kira. Namun sayang sekali seiring tidak aktifnya Angie laman tersebut pun akhirnya hilang. 

Acara Buka Bersama di Hotel Sultan, depan berkacamata pegang Tabloid Satya Witoelar


Kalau dari struktur organisasi AFC sendiri yang saya kenal ada Mas Satya Witoelar kalau nggak salah beliulah yang pertama kali menginisiasi bikin Angie Fans Club, kemudian ada Om Wimar Witular juga beberapa kali terlihat. Beliau adalah ayahanda dari Mas Satya yang ikut mendukung kegiatan AFC, kemudian tim penggeraknya ada Mas Adji Sudiby yang membuat suasana AFC lebih hidup dengan dengan gaya pendekatan yang ramah untuk setiap orang yang gabung di AFC. kalau boleh saya bilang, mas Adjie adalah motor penggeraknya AFC. Kemudian ada Mas Aput wartawan Tabloid Tennis yang sering melakukan liputan juga tentang AFC dan sekaligus kantor Tabloid Tennis yang terletak di samping stadion tennis Senayan sebagai basecamp AFC untuk bertemu juga, karena beberapa kali saya ikut hadir disana.


Flashback dikit ya, dulu para anggotanya meski tidak tahu pasti jumlahnya karena menyebar juga nggak cuma di Jakarta namun nama-nama ini sempat saya tahu dan kenal beberapa, ada juga yang saya tahu namanya tapi sebaliknya bisa jadi dia tidak tahu siapa saya. itu wajar dalam sebuah komunitas. Gw absen ya seadanya, yang tidak kesebut tentu bisa jadi lupa. Mulai dari Adjie Sudibyo (Alm), Andre Janis (ini orang asik sih buat diajak ngobrol), Dheva Ibnu (Alm) ini salah satu teman sharing, terakhir ketemuan bareng rame-rame cuma Dheva doang yang ngajak ngobrol karena saat itu topik yang di bicarain gw gak menguasai, asli sih berada di tempat yang salah kala itu, Hanif ini terakhir ketemu gak sengaja di mesjid Kalibata City, sekarang ternyata dia di tugasin di Lombok, Firman ini teman dari temannya gw yang karena dia juga gw masuk AFC, Tris yang sekarang di Bangka, Erikson, Timothy, Christo (Smallvile), Setyo, Daniel, Woyo, Anton Sujarwo, tak lupa Om Diki yang biasanya datang pasti sama anaknya Kevin Andrean. Eh gak sangka ya gedenya , Kevin jadi artis sinetron. ada juga Harsa,  Nah kan jadi blank... hehe . Mungkin kalau ada yang baca tulisan ini bisa absen yah....

Untuk kegiatan AFC selain mendukung pertandingan seperti Fed Cup, atau saat Angie bertanding juga biasanya ada ketemuan di lanju.tkan dengan Main Tenis Bareng alias MTB. juga beberapa kali ikut acara buka bersama

Bagaimana dengan eks anggota AFC sekarang? Meskipun pasca mundurnya Angie dari tenis, namun pecinta tenis tetap bergelora. eks AFC sendiri pastinya masih saling kontak dan ada WAG eks AFC juga sih yang biasanya membahas seputar tenis yang sedang berlangsung. 

Kalau tabloid Tennis kini sudah tutup namun AFC tidak pernah ada kata bubar sih karena sejatinya dari dulu belum pernah mendengar dinyatakan bubar.

Go Angie! ingat kata kata ini? pastinya ya...

Semoga next lahir Angie angie yang baru. 


Salam


Berikut galeri foto-foto

Dari Tribun Penonton


Memegang Majalah Bola Sport, 3 dari Kiri sudah Alm.

Dari Tribun Penonton. Depan : Dheva Ibnu Alm, Belakang : Firman, Tris, Toto




Angelique Widjaya untuk Tabloid Tennis

Wynne Prakusya, Romana Tedjakusuma, Angelique Widjaya

Angelique Widjaya untuk cover Tabloid Tennis

Team Fed Cup Indonesia 2006

Angelique Widjaya

Angelique Widjaya cover Bola Sport


Hendri dan Angie untuk Tabloid Tennis

Saturday, August 12, 2023

SAUR SEPUH : SATRIA MADANGKARA BAGIAN 10

Mantili dan Gotawa

 Sambungan dari bagian 9 

Di antara keramaian kota Brama, Mantili, Harnum dan Gotawa sedang berhadapan dengan murid Lasmini yang pernah mengintip perkelahian. Brama membaca surat dari Lasmini lalu ia berkata kepada orang itu. 

"Katakan pada majikanmu, aku pasti datang!", seru Brama tegas. 

"Hamba Permisi!".

Dan anak buah Lasmini segera melompat kembali ke atas kudanya. sementara itu sepasukan tentara Majapahit berbaris melintasi Brama dan ketiga kerabatnya. 

Di suatu tempat di pinggiran hutan Lasmini berdiri mematung sambil berkacak pinggang. Kelihatannya wajahnya yang keras dengan bibirnya yang terkatup rapat. Dia memandang jauh ke depan. Tak lama kemudian Brama dan rombongannya tiba. Brama segera turun dari kudanya sementara Gotawa, Harnum dan Mantili masih tetap diatas kuda mereka. 

Lasmini menurunkan tangannya dan siap mencabut pedangnya. Matanya tetap diam. Brama dengan tenang mendatanginya dengan wajah yang tersenyum arif. Lasmini tiba-tiba menjadi ragu. Nampaknya dia mulai terpikat dengan ketampanan wajah Brama. Mereka sudah berhadapan.

"Maaf aku terpaksa membunuh suamimu!", seru Brama Kumbara.

"Tunanganku!"' Lasmini memprotes

"Ya maaf, karena dia telah membunuh utusan madangkara", 

"Dan sekarang kamupun haus mati!" seru Lasmini dengan marah.

Selesai bicara dia langsung menyerang Brama dengan gencar dan cepat. Tapi bagi Brama serangan itu bukan apa-apa. Kepandaian silat yang masih dalam tingkat menengah, masih jauh dari sebutan ahli apalagi jago. Berkali-kali Brama membuat Lasmini semakin sewot karena serangannya tidak pernah ada yang mengena. Namun diam-diam Lasmini semakin mengagumi Brama. Orangnya tampan, keahlian silatnya luar biasa.

Dalam perkelahian yang nyaris hanya berupa permainan itu Brama terus menjelaskan mengapa Tumenggung Bayan harus di bunuhnya.

"Pacarmu di bunuh bukan karena dendam, nona. Tapi hukuman, dia telah membunuh seorang utusan resmi dari negaraku. "

"Persetan, pokoknya kamu harus mampus!' sahut Lasmini.

Dan sebuah tusukan pedang yang sangat deras nyaris menembus tenggorokan Brama kalau saja dia tidak segera menangkap pedang itu dengan giginya. Lasmini tidak mampu mencabut pedang itu dari gigitan Brama walaupun dia sudah menggunakan seluruh tenaganya. 

Mantili justru kesal melihat adegan itu. 

"Memuakan! Perempuan apa itu, dia bukan sedang berkelahi, gerakannya seperti merangsang birahi lawannya", seru Mantili.

Harnum cuma tersenyum . Dia tahu bahwa suaminya bukan orang yang mudah tergiur oleh rayuan murah seperti itu. 

"Salah kalau dia mau menaklukkan kakang Brama dengan cara seperti itu", sahut Harnum 

Dan memang Lasmini seperti mau menangis dengan sikap yang manja karena tidak mampu mencabut kembali pedangnya. Dan hanya dengan satu sentakan kecil Brama berhasil mematahkan pedang itu. Lasmini kembali marah dan mengamuk membabi buta. Kali ini Brama tidak mau membiarkan perempuan itu bertingkah lebih banyak lagi. Dengan satu pukulan yang tidak terlampau keras tetapi tepat membuat Lasmini melintir kesakitan. 

Sebenarnya bagi seorang yang pernah berlatih silat pukulan seperti itu tidak akan membuat pingsan. Tapi Lasmini mempunyai rencana lain. Dia memegangi dadanya, tubuhnya menjadi limbung lantas jatuh pingsan. Brama segera menolong untuk memberikan bantuan melegakan kembali rongga dadanya yang terkena pukulan tadi. Diangkatnya tubuh Lasmini ke pangkuannya. dan Ketika itulah Lasmini memeluk Brama serta mencoba menciumnya. Tapi Brama mengelak dengan tidak menyinggung perasaan wanita yang dianggapnya aneh itu. 

"Kamu tidak apa apa kan?, tanya Brama. 

Lasmini memandang Brama dengan pandangan wanita yang sedang kasmaran. Brama menyadari itu

"Dadaku tidak apa-apa, tapi hatiku justru berdebar", sahut Lasmini. 

"Luka Dalam?" tanya Brama

"Kamu terlalu mempesona untuk menjadi musuhku!", seru Lasmini. 

"Jangan! Kamu harus tetap membenciku karena aku telah menghukum tunanganmu!"' seru Brama.

Dari Jauh Mantili menangkap gelagat itu. Sebenarnya Harnum juga demikian.

"Kurang ajar! Apa maunya perempuan itu? Kakang Brama, bunuh saja dia!" teriak Mantili

Lasmini tersinggung  mendengar teriakan Mantili. Dia bangkit dari duduknya yang menyandar pada Brama. 

"Siapa dia?", tanyanya

"Adikku dan yang satu lagi adalah istriku"' Brama menerangkan.

Mendengar hal itu Lasmini Langsung berdiri. Mukanya kembali keras dan sorot matanya tajam sekali.

"Suatu saat aku pasti akan membunuhmu! Juga adikmu!", ancam Lasmini. 

"Kamu tidak akan mampu ! Percayalah!", sahut Brama.

"Aku tidak akan sendiri. Aku punya guru, tunanganku, juga punya guru. semua menaruh dendam padamu! Ingat itu!".

Brama tetap tenang. Lalu dengan gesit Lasmini melompat ke atas kudanya dan kemudian melarikan binatang itu cepat sekali. Benar saja, Lasmini langsung menemui si mata setan sahabatnya.

"Dia harus di bunuh!" seru si Mata Setan.

"Juga adiknya dan isterinya! Aku benci mereka!", Lasmini menambahkan. 

"Seluruh kerabatnya kalau perlu akan ku habiskan!"

"Aku yakin, mereka masih berkeliaran di Majapahit."

Sementara itu di sebuah lapangan menjelang malam di adakan upacara pembakaran mayat Tumenggung Bayan. Sebagai seorang berpangkat, upacara pemakaman cukup ramai. Dan puncak acara pembakaran mayat itu adalah saat istrinya yang dengan setia menjalani upacara terjun ke adalm api menyala sesuai dengan kepercayaan pada masa itu untuk membuktikan kesetiaan seorang istri.

Teman-teman seperguruan dan guru dari Tumenggung Bayan juga adir. mereka marah sekali mengetahui Tumenggung Bayan di bunuh oleh Satria dari Madangkara.

"Cari tahu dimana orang Madangkara itu berada!" seru guru Tumenggung Bayan.

"Di Majapahit guru!" salah seorang muridnya menjawab.


BERSAMBUNG..........

Friday, August 11, 2023

SAUR SEPUH : SATRIA MADANGKARA BAGIAN KE 9

Raja Pamotan dan Istrinya

 Lanjutan dari Bagian 8

Seekor kuda dengan cepat berlari diantara ilalang. Penunggangnya menghentikan kuda itu dan mencari-cari seseorang. Dia adalah Tumenggung Bayan. Dari jauh kelihatan di pinggir hutan Brama Kumbara tegak berdiri sementara Harnum dan dua ekor kuda tunggangan mereka berada di belakang raja  Madangkara yang kali itu berpakaian sebagai seorang jawara. 

Segera Tumenggung Bayan melarikan kudanya ke arah Brama. Nampak kegeraman Tumenggung karena dia menganggap gara-gara orang itula di akena damprat Panglima Lodaya. 

Begitu tiba di dekat Brama yang berdiri tenang, Tumenggung Bayan melompat turun dari kudanya. Dengan congkaknya dia berseru kepada Brama Kumbara. 

"Kamu orang Madangkara yang mantangku?". 

"Ya! kamu harus menebus kematian Tumenggung Adiguna", Sahut Brama Kumbara. 

Tumenggung Bayan sangat melecehkan kemampuan Brama apalagi yang nampak di hadapannya bukan seorang yang bertubuh raksasa.

"Sebenarnya anggung aku harus melayani seorang macam kamu", seru Tumenggung Bayan dengan jumawa. 

Harnum kesal sekali melihat tingkah laku Tumenggung yang congkak itu. Tapi Brama masih bersikap tenang. 

"Bagaimana kalau kita mulai?" tantangnya. 

Tumenggung Bayan segera melancarkan serangan yang tidak kepalang tanggung Namun Brama bukan orang sembarangan yang mudah di lecehkan. Dengan tenang tapi cekatan dia menangkis semua serangan itu dengan tangan kosong. 

Brama belum melakukan serangan balasan karena dia memang sengaja memancing emosi lawannya untuk terus menyerang. Brama mengeluarkan jurus silatnya hanya setengah tingkat dibawah keahlian tumenggung Bayan. Tentu saja hal itu membuat Tumenggung jadi semakin semangat untuk menyerangnya. Namun demikian serangan gencar berikutnya hanya mendapatkan tempat tempat kosong jika tidak tertangkis manis oleh Brama. Bahkan kadang-kadang Brama seolah terdesak tapi dengan serakan yang sukar di ikuti mata tangannya mengeluarkan keris yang terselip di pinggang Tumenggung bayan.

Lalu Brama Sengaja melompat jauh dengan keris di tangan. Tumenggung Bayan agak kaget melihat keris yang di pegang Brama mirip kerisnya . Tangannya mengepal ke belakang , ternyata tempat kerisnya kosong. Brama tersenyum polos lalu berkata :

"Maaf keris kamu tadi terjatuh".

Brama melemparkan keris itu kearah tumenggung Bayan yang segera menangkapnya. Lalu dengan gerakan yang sangat sigap dia kembali menyerang Brama. Tapi kali ini Brama tidak mau lagi memberi kesempatan pada sang Tumenggung untuk mendesaknya. Serangan balik dari Brama sulit di duga oleh Tumenggung Bayan. Tiga atau empat kali pukulan tendangan Brama mendarat di tubuhnya. Lalu dengan jurus yang sangat indah Brama menjatuhkan keris pusaka milik sang Tumenggung. 

Hal ini membuat sang tumenggung makin naik pitam. Dia melompat mundur. Matanya merah memancarkan kemarahannya. Tiba-tiba dia membuat gerakan untuk mengeluarkan aji Cadas Ngampar yang telah membuat tumenggung Adiguna gugur. 

Dalam satu serangan pukulan Cadas Ngampar , Brama mengelak dan akibatnya sebuah pohon tumbang dengan batang yang hancur berkeping-keping. Di Jalanan dekat tempat itu Patih Gutawa dan Mantili mendengar ledakan-ledakan yang menggelegar. Segera mereka memacu kuda menuju tempat asal suara yang menggelegar itu. 

"Itu Pasti mereka", teriak Mantili.

Tumenggung Bayan kehabisan nafas karena menggunakan ajian Cadas Ngampar yang sangat menguras tenaga dalamnya. Beberapa batang pohon bertumbangan. Brama masih tetap tenang.

Sekali lagi Tumenggung Bayan mengirimkan pukulan Cadas Ngamparnya. Dan kali ini Brama mendiamkannya. Ternyata ledakan Cadas Ngampar itu tidak mampu menjebol dada Brama Kumbara, Laki-laki itu masih tetap berdiri tegar. 

Tumenggung Bayan melongo. Hanya keturunan Dewa yang mampu menahan ilmu pukulan Cadas Ngampar. 

"Gila"' teriaknya. 

Tapi tumenggung yang jumawa itu tidak putus asa. Tiba-tiba dia bersidekap, matanya terpejam sambil membaca jampi-jampi. Mantili dan Gotawa datang. Mereka langsung bergabung dengan Harnum yang diam-diam merasa cemas menunggui suaminya bertanding mengadu nyawa. 

"Lawan Kakang Brama cukup tangguh, ilmu kedigdayaan yang dimilikinya cuku tinggi", seru Harnum.

"Bunyi ledakan dari pukulan Cadas Ngampar tadi terdengar sampai ke pinggiran bukit", sahut Mantili. 

Tumenggung Bayan membuka matanya lalu tangan yang bersedekap itu mulai meregang. Tiba-tiba tangan itu seperti bercahaya merah dan membara. Harnum melihatnya semakin cemas. Demikian juga dengan Mantili dan Gotawa. Tapi Brama Kumbara masih tetap tenang. Bahkan ia sempat tersenyum.

"ternyata kamu memiliki ajian Cakar Geni, Kamu benar-benar Tumenggung yang hebat, Bayan!".

Bagaikan orang kesurupan Tumenggung Bayan mulai menyerang Brama Kumbara. 

Di balik semak-semak tak jauh dari tempat Mantili berdiri ada seseorang mengintip perkelahian itu. Dia adalah murid Lasmini yang melapor tentang kedatangan Panglima Lodaya pada waktu mendatangi padepokan di Bukit Kalam. Tumenggung Bayan heran karena Cakar Geni yang jika mengenai pohon bisa hangus sama sekali tak mampu melukai Brama Kumbara. Bahkan pada suatu saat Brama menangkap lengan yang membara itu kemudian dengan tenaga dalamnya membuat Ilmu Cakar Geni itu berbalik menyerang Tumenggung Bayan. 

Sang Tumenggung menjerit kepanasan karena tiba-tiba seluruh tubuhnya membara, mengeluarkan asap dan akhirnya terbakar. 

Patih Gotawa, Mantili dan Harnum berdecak kagum. Harnum berlari memeluk suaminya dengan perasaan gembira. Anak buah Lasmini yang mengintip perkelahian itu segera berlari meninggalkan tempat persembunyiannya. 

Brama mengelus rambut istrinya sambil menyaksikan tubuh Tumenggung Bayan yang sudah terbakar oleh ilmunya sendiri. 

Lasmini benar-benar marah ketika ia di lapori mengenai kematian Tumenggung Bayan. Mula-mula dia menunduk dalam sesenggukan tangisnya. Tapi kemudian dia mengangkat kepalanya bangkit berdiri dengan sorot mata berapi -api menahan dendam.

"Aku bersumpah membalas kematian ini! Satria Madangkara harus di bunuh!", serunya dengan tegas.

Malam harinya Brama bersama rombongan beristirahat di pinggir hutan. Api unggun menyala, menghangatkan udara yang dingin. Harnum tidur bersebelahan dengan Mantili  berselimut kain tenun. 

"Kita akan kembali ke Madangkara kakang Brama?" tanya Mantili. 

"Aku ingin melihat akhir dari pertikaian Bre Wirabhumi dengan Prabu Wikramawardhana", sahut Brama Kumbara.

"Kakang Prabu akan melibatkan diri kalau misalnya jadi perang antara Majapahit dan Pamotan?" Harnum ikut bertanya.

Brama menggeleng sambil tersenyum "Tidak Baik orang luar ikut campur", sahutnya.....


Bersambung...............

Wednesday, August 2, 2023

SAUR SEPUH : SATRIA MADANGKARA BAGIAN 8



 Sambungan dari bagian 7


Kegiatan di ibukota Pamotan cukup sibuk. Tentara mondar mandir. Gerobak-gerobak berisi padi berjalan hilir mudik dikawal ketat. Rupanya persiapan persediaan makanan sedang digiatkan menjelang hari penyerangan terhadap Majapahit. Diantara keramaian itu terlihat patih Gotawa dan Mantili dalam penyamaran mereka. 

"Kita harus cari penginapan!", seru Gotawa

"Ya kelihatannya suasananya sudah sama sama panas. Saya tidak sangka ternyata Pamotan cukup besar juga kotanya", sahut Mantili. 

Mereka membelok ke sebuah jalan yang sepi. Tiba-tiba mereka di kejutkan oleh dua orang yang mendarat dengan ringan di belakang mereka. Suara hardikannya cukup mengagetkan. 

"Mau kemana kalian orang-orang Madangkara?"

Gotawa dan Mantili segera berbalik dan sigap mencabut pedang mereka. Tapi kemudian mereka tersenyum lalu pecahlah tawa mereka begitu mengetahui  orang yang menghardik adalah Brama Kumbara bersama Harnum. Mantili memeluk Brama sambil berkata : 

"Kakang sudah sampai sini?"

"Aku sudah mengirim surat pada Prabu Wirabhumi untuk mempertanggungjawabkan perbuatan tumenggung Bayan".

"Kakang Prabu sudah menghadap raja Pamotan? Lalu buat apa menyuruh kami? " tanya Mantili.

"Sabar! Hanya suratku yang kukirim dan besok aku akan tunggu kedatangan Tumenggung Bayan di hutan Tarik", Brama Kumbara memberikan penjelasan. 

"Jadi?", Mantili masih tidak mengerti.

"Kalian ttap harus menghadap Bre Wirabhumi, sesudah itu boleh susul aku di hutan Tarik. Sekarang yang paling penting kita harus cari penginapan", Kata Brama Kumbara.

Sementara itu di padepokan Bukit Kalam banyak pemuda sedang di gembleng ilmu bela diri dengan  jurus-jurus pedang yang di lakukan secara serempak. Dari jauh di gerbang padepokan muncul beberapa orang penunggang kuda. 

Tumenggung Bayan sedang bermesraan dengan Lasmini yang kelihatan amat sensual. Ia tiduran dengan kepala di pangkuan Tumenggung Bayan. 

"Kalau Pamotan berhasil menghancurkan Majapahit, pangkatku pasti di naikkan dan kau akan kubuatkan puri yang indah disini", Tumenggung Bayan mengumbar janji. 

Lasmini menggeleng manja. "Di ibukota kakang Tumenggung! Kakang pikir saya betah tinggal di tempat sepi terpenci seperti ini?Saya minta kakang mendirikan padepokan silat ini hanya untuk membunuh waktu karena kakang jarang mengunjungi saya", Lasmini menjelaskan. 

Sambil berbicara jari jemari tangannya mengelus wajah Tumenggung Bayang membuat Tumenggung muda itu selalu merasa bahagia berada di sisinya. 

"Itu kan karena tugas negara. Percayalah Lasmini! Aku akan buktikan cintaku padamu sesudah perang selesai".

"Dan semua anak buah padepokan bukit Kalam akan membantu pasukan kakang Tumenggung?', Seru Lasmini. 

Romantis sekali Tumenggung Bayang mengelus rambut Lasmini. Ketika itu tiba-tiba terdengar teriakan salas seorang murid padepokan itu.

"Kanjeng Tumenggung.... Paduka Panglima Lodaya datang!"

Buru-buru sekali tumenggung Bayan bangkit. Dia terkejut mendengar kabar itu, Pasti ada berita sangat penting sehingga seorang panglima datang mencari dia. Lasmini juga kaget. Panglima Lodaya masih duduk diatas kudanya. Mukanya keras menampakkan kemarahan yang tertahan. Tumenggung Bayan berlari mendatanginya. 

"Ampun Tuanku Panglima, apa ada tugas untuk saya?, tanya Tumenggung Bayan sambil memberi hormat. 

"Kamu telah melakukan kesalahan besar!" sahut Panglima Lodaya.

"Saya tidak mengerti maksud Panglima?".

"Kamu sudah membunuh utusan Madangkara. Ini bisa mengakibatkan ketersinggungan rajanya. Dan usaha mencari dukungan dari negeri lain akan gagal. Kamu harus bertanggungjawab!" seru Panglima Lodaya dengan tegas. 

Tumenggung Bayan menunduk. Di kejauhan Lasmini menyaksikan kedua pembesar negeri Pamotan itu berbicara. 

"Kamu di tantang oleh salah seorang utusan pribadi Raja Madangkara untuk bertanding kesaktian. Ini tuntutan dari raja Madangkara atas perbuatanmu!" seru panglima Lodaya lagi. 

"Hamba Sanggup Panglima!" sahut tumenggung Bayan

"Harus!" karena kamu adalah Tumenggung Pamotan. 

Panglima Lodaya segera meninggalkan Tumenggung Bayan yang masih termangu. Ia di iringi oleh beberapa orang prajurit Pamotan. Sementara itu murid-murid di padepokan Bukit Kalam masih duduk bersimpuh, sebagaimana kebiasaan kalau menghadapi masalah besar datang.

Di lain pihak Bre Wirabhumi tengah menerima utusan Negeri Madangkara. Bre Wirabhumi membaca surat Lontar yang di ukir indah. Wajahnya berkerut menggambarkan bahwa ia tidak senang dengan bunyi surat yang sedagn di bacanya. 

Patih Gotawa dan Mantili yang duduk di hadapannya maklum akan hal itu. Tapi sebagai duta mereka tampak tenang.  Sementara itu para pembesar kerajaan Pamotan kelihatan tenang. 

"Tidak punya pendirian! katakan pada rajamu, aku butuh ketegasan!' Menjadi sekiti Pamotan atau menjadi musuh !" Aku tidak suka jawaban yang mengambang seperti ini !" seru Bre Wirabhumi. 

Mantili menggigit lidahnya untuk menahan emosinya sedangkan Gotawa tetap tenang. 

"Katakan Sabda ku pada rajamu!", Seru Bre 

"Baik Gusti Prabu! sekarang juga kami mohon pamit," sahut patih Gotawa.

 Kemudian mereka menyembah lalu meninggalkan tempat itu, Bre wirabhumi masih muring-muring. 

"Aku yakin Sumedang Larang dan Tanjung Sengguruh serta Pajajaran akan mendukung kami!" seru Bre Wirabhumi dengan sinar mata yang penuh harap. 


Bersambung......................