Showing posts with label Murtisaridewi. Show all posts
Showing posts with label Murtisaridewi. Show all posts

Saturday, February 10, 2024

SAUR SEPUH 1 SATRIA MADANGKARA

 


JUDUL FILM                        : SAUR SEPUH SATRIA MADANGKARA

SUTRADARA                       : IMAM TANTOWI

SKENARIO                           : IMAM TANTOWI

CERITA                                  : NIKI KOSASIH

PRODUSER                          : HANDI MULYONO

PRODUKSI                           : PT. KANTA INDAH FILM

TAHUN                                 : 1988

JENIS                                     : SILAT

PEMAIN                               : FENDY PRADANA, ELLY ERMAWATIE, MURTISARIDEWI, ANNEKE PUTRI, BARON HERMANTO,  HENGKY TORNANDO, CHITRA DEWI, LAMTING, ATIN MARTINO, YOSEPH HUNGAN, RUDI WAHAB, SIRJON DE GOUT, ATUT AGUSTINANTO

SINOPSIS :

Kerajaan Majapahit di landa kemelut. Sang Prabu Wikramawardana bermuram durja. Berembuk dengan Patih Gajah lembana, Narapati Raden Gajah dan senopati-senopati lainnya.

“Bre Wirabhumi mau melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit karena dia sebagai putera Ramanda Hayam Wuruk merasa lebih berhak dari aku yang  hanya seorang menantu,” Keluh sang Prabu. “Seharusnya dia memahami, isteriku adalah puteri Permaisuri, sedang dia terlahir dari seorang selir!”.

Raden Gajah melaporkan bahwa utusan Kiasar Yung Lo dari Cina, sudah memberikan pengakuan kepada Bre Wirabhumi yang mendirikan kerajaan Pamotan.  Maka Bre Wirabhumi dengan tekebur meminta dukungan dari negeri-negeri tetangga seperti kerajaan Pajajaran, Tanjung Singguruh, Sumedang Larang dan  juga sebuah kerajaan kecil nan makmur, Madangkara.

Hulubalang Rowi dan Pamotan, berpapasan dengan Hulubalang Ludaka dari Majapahit, di perbatasan Madngkara. Nyaris kedua utusan itu bentrok kalau tak di cegah oleh Senopati  Ringkin yang membawa kedua pihak ke keratin Madangkara.

Prabu Brama Kumbara sedang bersama permaisurinya, Harnum dan adiknya Dewi Mantili, disertai suami sang  adik , Patih Gutawa.

Menerima surat dari kedua utusan itu, sang Prabu tak bisa segera memberikan keputusan. Dengan bijaksan.

Prabu Brama kumbara menugaskan Tumenggung Adiguna membawa surat ke Pamotan, menghimbau Adiguna di cegat Tumenggung Bayan. Perselisihan berlanjut dengan adu kedigdayaan. Dengan Aji Cadas Ngamparnya, Tumenggung Bayan menghancurkan tubuh Adiguna.

Perbuatan Tumenggung Bayan membuat  Prabu Brama Kumbara sangat tersinggung. Ia Menugaskan Patih Gutawa dan Mantili membawa suratnya ke Majapahit. Lalu ia sendiri menyamar menjadi Satria Madangkara untuk menuntut balas kepada Bayan. Harnum juga menyamar sebagai pendekar kelana untuk mengikuti perjalanan Satria Madangkara. Mereka berangkat menunggang rajawali raksasa.

Patih Gutawa dan Mantili di sambut baik oleh Prabu Wikramawardana. “Aku mengerti sikap rajamu, sangat bijaksana kalau Prabu Brama Kumbara  memilih kerajaan Majapahit, bukan memihak aku atau siapa. Raja bisa berganti siapa saja, tapi Majapahit tetap Majapahit,”.

Satria Madangkara menantang Tumenggung Bayan bertarung satu lawan satu. Tolak Balik Aji Cakar Geni membuat sekujur tubuh Bayan terbakar hangus. Ternyata perkara tak berakhir sampai di sini, tunangan Bayan, pendekar wanita Lasmini yang menjadi guru silat di padepokan Bukit Kalam, bersumpah menuntut balas.

Tapi saat bertemu muka, dendam Lasmini berubah menjadi kekaguman seorang wanita terhadap seorang lelaki jantan. Apalagi setelah bergebrak, Satria Madangkara bisa merobohkannya dengan mudah.

“Kamu terlalu mempesona untuk menjadi musuhku, “ rayu Lasmini yang mulai kasmaran.

“Jangan!” Kamu harus tetap membenciku karena aku telah membunuh tunanganmu!” cegah Satria Madangkara.

Harnum dan Mantili menjadi sangat murka, dan mencari maki Lasmini.


Merasa tak mampu menandingi, Lasmini meminta bantuan gurunya, Si Mata Setan. Namun Satria Madangkara yang menguasai Ajian Serat Jiwa mampu mengusir si Mata Setan.

Peperangan Majapahit dengan Pamotan tak terelakkan lagi. Angkatan perang Majapahit di pimpin Patih Gajah Lembana yang menunggangi Gajah menyerbu Pamotan.

Lasmini bergabung dengan dua saudara seperguruan Bayan, Yakni Jasta dan Wangwa, serta guru mereka Jagadnata, mencegat rombongan Satria Madangkara. Dalam  pertarungan seru, Lasmini merapal ajian Sirep Megananda untuk menawan Patih Gutawa, Mantili dan Harnum. Sedangkan Satria Madangkara terpaksa menggunakan Ajian Serat Jiwa tingkat tinggi untuk menghancurkan Jagadnata yang kelewat berbahaya.

Serbuan Angkatan Perang Majapahit menghancurkan keraton Pamotan. Bre Wirabhumi melarikan diri naik perahu. Tapi Patih Gajah Lembana tak sudi melepaskannya. Dalam pertempuran, Patih Gajah Lembana berhasil memenggal kepala Bre Wirabhumi.

Prabu Wikramawardana tertunduk haru menerima persembahan kepala Bre Wirabhumi. “Kuburkan di desa Lung, dan dirikan diatasnya sebuah Candi, sebagai peringatan pada anak cucuku, betapa menyakitkan sebuah perang”.

Peperangan Majapahit  Pamotan telah berakhir, tapi justru Brama Kumbara menghadapi persoalan baru. Ia harus mencari Harnum, Mantili dan Gutawa yang di tawan dan di sembunyikan oleh Lasmini entah dimana.  Satria Madangkara bersuit memanggil burung rajawali raksasanya. Dengan menunggang burung rajawali itu, Brama Kumbara memulai perjalanan untuk mencari orang-orang kesayangannya hingga akhirnya dapat kembali bersama.

 

 

 

Monday, February 5, 2024

SUTING "SAUR SEPUH III" DAN KERBAU LASMINI PUN MENGAMUK


Kali ini saya akan menyadur ulang artikel dari majalah film No. 089/57 Th VI 25 Nov - 8 Des 1989 tentang Saur Sepuh 3 semoga bermanfaat buat yang belum pernah membacanya atau tidak tahu informasinya. 

Berikut kutipan lengkapnya. 

Kalau Murtisaridewi mengamuk di saat suting, itu biasa karena perannya sebagai Lasmini menuntut begitu. Tapi kalau kerbau yang mengamuk? Tak urung Imam Tantowi sendiri ikut repot. Dan itulah yang terjadi ketika suting "Saur Sepuh III" Kembang Gunung Lawu " berlangsung di Pangandaran - Jawa Barat. 

Pasalnya ketika gerobak yang di tarik kerbau sebagai kendaraan Lasmini di hadang anak buah juragan Basra, terjadilah perkelahian satu lawan lima. Perkelahian itu rupanya tak cuma membuat pengiring Lasmini Kabur karena takut tapi juga membuat sang kerbau kalang kabut. Akibatnya kerbau tersebut ingin  ngacir juga. Ia berontak dari tali yang melingkari lehernya. Dan itu sudah cukup membuat kayu kemudi grobak patah dan Tantowi teriak , Cut!.


Suting berhenti, sang kerbau di tenangkan. Tapi, nah ini begitu kerbau di keluarkan, Tantowi tiba-tiba berteriak. Rupanya ada yang salah, "Mana orang-orang art?, teriaknya. Buru-buru semua orang datang da mencoba memperbaiki kayu gerobak yang patah.  "Sial, lama-lama bisa mati saya, lambat sekali kerjanya. Bawa paku, kawat dan martil tidak?" tanya sutradara ini pada salah seorang kru art yang terpaksa diam membisu. Dan Tantowi pun segera mengambil alih martil lalu bekerja sendiri. 

Kemarahan-kemarahan seperti itu agaknya memang bukan mutlak milik Tantowi saban suting berlangsung. Beberapa sutradara lain juga pernah mengalami dan melakukannya. "Kesal sih, " Kilah Tantowi. Dan ketika gerobak sudah di perbaiki, suting di lanjutkan lagi. Tapi kali ini bukan sang kerbau yang bikin ulah, justru Lasmini yang tak konsentrasi. Adeganpun terpaksa di ulang-ulang hingga 12 take. 

Kenapa sampai begitu banyak di ulang?" Soalnya kita ingin menyajikan yang terbaik," jawab Tantowi. Dan yang terbaik itu, menurutnya tak cuma dalam soal penyajian adegan, tapi juga perlengkapan suting. "Untuk saur sepuh II ini kami pakai lighting H.M.I sebanyak 5 buah. Di Indonesia belum ada yang punya lighting seperti ini. Kalaupun ada baru Soraya Film. Itupun cuma dua boah. Soalnya harganya mahal. Rp. 10 Juta satu buah, "turut Tantowi. Menurutnya kegunaan lighting H.M.I ini cukup besar. "Lampu ini bisa mengatasi ketiadaan cahaya matahari. Jadi suting tidak terganggu kalau matahari tidak ada. Lagi pula bisa menembus tirai hingga menimbulkan bayang-bayang yang asli. "Jelasnya. 

Menurut Tantowi, lampu seperti itu pulalah yang digunakan ketika Soraya membuat  film "Pembalasan Ratu pantai selatan," Dan hasilnya k kata Tantowi, cukup menakjubkan. "Itu baru mereka pakai dua buah. Kami pakai lima sekaligus, katanya lagi . Soalnya lampu begini bisa menambah suasana gambar menjadi sesuai seperti yang kita ingini." tuturnya. 

Dengan peralatan yang seperti itu, Tantowi mengharapkan "Saur Sepuh III" bisa menjadi film dengan ilai lebi. Tapi sayang, ketika kemudian suting harus berlanjut sore hari, dimana Lasmini harus di gantung sungsang, Tantowi menghentikannya dn kita tak tahu sampai dimana kehandalan spotlight barunya. "Sudah sore. Saya harus kembali ke jakarta karena besok harus ke Surabaya," kilahnya. Dan di Surabaya Tantowi memang melakukan bargaining untuk film "10 November".

Saturday, January 6, 2024

LOKASI SYUTING SAUR SEPUH 1 SATRIA MADANGKARA DAN CERITA DI BALIKNYA - BAGIAN 2 (SELESAI)

 

Syuting di Pangandaran

Dalam tulisan sebelumnya Klik Disini, lokasi suting Saur sepuh berada di Sumba, selanjutnya adalah liputan syuting di tempat lain. 

2. Lokasi Syuting Saur Sepuh di Pangandaran, Dari Peperangan di Laut Sampai Pembakaran Mayat

Syuting di Pangandaran tak kalah serunya dengan di Sumba. Sebab di kawasan Hutan Lindung dan Areal Pariwisata ini, seluruh pemeran utama dan pembantu tampil. Adegan-adegan penuh trik (tipuan) pun merupakan tontonan tersendiri. 

Adegan yang paling menarik adalah perang tanding antara dua putri cantik, Mantili dan Lasmini (diperankan oleh Murtisaridewi). Uniknya, Elly Ermawati pemeran Mantili sama sekali tak mau digantikan oleh stand in (pemeran pengganti) walaupun dia harus melakukan adegan-adegan berbahaya. Untuk adegan terbang ke atas pohon misalnya, tubuh Elly di ikat dengan kawat baja sedemikian rupa, lantas dikerek keatas pohon. Bahkan dia juga diayun-ayunkan keberbagai jurusan sesuai dengan arah gerak silatnya. Adegan berbahaya itu perlu di ulangi beberapa kali untuk mendapatkan hasil terbaik. 

"Elly memang berani dan cepat menguasai keadaan," bisik Tantowi. "Padahal saya sendiri mungkin takut melakukan adegan itu", lanjutnya tertawa.

Peristiwa lucu terjadi ketika Mantili dan Lasmini bertempur menggunakan pedang. Baru saja pedang diambil Lasmini, langsung patah. Dua pemain yang sudah pasang aksi serius itu jadi terpana, lantas tawa pun meledak. Syuting terpaksa break sebentar menunggu diambilnya pedang pengganti yang lebih canggih. 

Adegan perang tanding antara Brama Kumbara melawan si Mata Setan pun tak kalah serunya. Ada kilatan cahaya ledakan mercon, asap berwarna warni, pohon-pohon tumbang dan sebagainya. Semua itu dikerjakan dengan trik-trik yang dirancang oleh ahlinya yakni El Badrun dan kawan-kawan. 

Ada kecelakaan kecil ketika berlangsung adegan perang tanding antara Brama dan Jagatnata. Brama mengeluarkan ajian andalannya "Serat Jiwa", lantas meremas tubuh Jagatnata sampai hancur jadi debu. Untuk itu telah di persiapkan boneka yang dibuat persis dengan tubuh Jagatnata. Bahannya fiberglass. Ketika Brama meremas tubuh buatan itu, Fendy (Pemeran Brama) meringis kesakitan. Tangannya berdarah terkena goresan fiberglass. Awak filmpun panik sebentar merawat tangan yang terluka. Ketika akhirnya Fendy tersenyum sambil bilang "Nggak apa-apa kok, Kita teruskan,", semuanya pun lega. 

Yang lucu mungkin adegan Lasmini berpacaran dengan Tumenggung Bayan. Akting Baron Hermanto yang memerankan Bayan tak ada masalah. Yang repot justru mengatur Murti pemeran Lasmini. Dia tampak kaku, kikuk dan berkesan dingin. Tokoh Lasmini harusnya agresif, sensual. Padahal ketika melakukan adegan perang tanding, Lasmini tampak gagah perkasa. Usut punya usut, Murti akhirnya mengaku.

"Habis saya kan nggak pernah pacaran. Jadi, belum tahu bagaimana caranya," katanya lirih. Tentu saja jawaban itu membuat sutradara dan awak film lainnya tertawa geli. Setelah latihan berulang kali Murti akhirnya dianggap bisa melakukan adegan mesra. Uniknya selama latihan sampai pengambilan gambar, kedua sejoli itu tetap berpelukan. Bukan karena bandel, alasan mereka "Kalau kami melepaskan diri, buyarlah konsentrasi." Yang terang sejak itu, Murti dan Baron sering di goda oleh rekan-rekan mereka. Lebih-lebih ketika adegan Lasmini mencium Brama di batalkan. Fendy tentu saja menyesal.

"Mas Towi, Adegan ciuman di jadiin dong. Kalau nggak, ya latihan saja cukup deh, " ujar Fendy dengan maksud menggoda Murti. Memang diantara ketegangan seringkali canda ria mewarnai suasana Syuting.

Di Pangandaran penduduk setempat pun mendapat bagian menjadi figuran. Terutama untuk adegan peperangan di laut. Untuk itu, di kerahkan puluhan perahu yang di hias menjadi kapal perang. Itu artinya, para nelayan setempatlah yang mendapat prioritas menjadi prajurit-prajurit pengemudi kapal tersebut. 

Adegan lain yang membutuhkan banyak figuran adalah saat pembakaran mayat Tumenggung Bayan. Enam puluh orang penduduk setempat di kerahkan menjadi prajurit dan penduduk kerajaan Pamotan. Mayat Tumenggung Bayan yang di buat dari boneka di bakar diatas api unggun yang besar. Istri Tumenggung Bayan ikut "mati labuh geni" terjun dari panggung setinggi 7 meter, ke dalam kobaran api. Tentu saja yang masuk ke dalam api cuma boneka buatan. Adegan yang mencekam ini menjadi perhatian besar masyarakat setempat. Mereka berduyun-duyun datang. Suasana pun seperti Pasar Malam. Banyak pedagang berjualan makanan di sekitar lokasi syuting. Apalagi malam itu udara cerah di terangi sinar bulan. 

Memang selama syuting di Pangandaran penonton tak pernah sepi. Mereka berteriak kaget bila terdengar ledakan mercon atau melihat kepulan asap yang mewarnai udara. Merekapun bertepuk tangan riuh bila adegan-adegan berbahaya terselesaikan dengan selamat. Para pedagang makanan dan jurufoto amatirpun laris. Sebab penduduk beramai-ramai minta foto bersama artis-artis pendukung film, lewat kamera polaroid sekali jepret langsung jadi. Kalau nasib lagi baik, para pedagang atau tukang foto itu juga kebagian peran figuran. Honor Rp. 5.000,00 sehari dianggap cukup lumayan. Turis-turis asing yang berkeliaran di arena wisata pun terheran-heran melihat keriuhan syuting. Mungkin baru kali itu mereka menonton orang Indonesia bikin film. 

Syuting film selama 10 hari di Pangandara, diakhiri dengan "pesta perpisahan" antara pemain utama dan kru film dengan para figuran. Pestanya ramai-ramai makan kambing guling diteruskan dengan ajojing sampai pagi. 



3. Lokasi Syuting di Lampung : Lima Ekor Gajah tapi berkesan Ratusan

Syuting selama 3hari dilakukan di Sekolah Gajah Way Kambas, Lampung Tengah. Maksud di pilihnya lokasi itu jelas, agar bis amenggunakan gajah-gajah yang sudah terlatih. Di Sini ingin di gambarkan kebesaran kerajaan Majapahit denga pasukan gajah dan kudanya. Karena pasukan berkuda sudah diambil gambarnya di Sumba, di Lampung hanya belasan ekor kuda yang di gunakan. Padahal mencari kuda di Lampung termasuk sulit. Maka, apa boleh buat diangkutlah kuda-kuda yang pernah di gunakan di Pangandaran, termasuk para penunggang kuda sekaligus pemilik kuda itu. 

Sebenarnya sekolah Gajah Way Kambas memberi keluasan menggunakan gajah-gajah yang sudah jinak sebanyak 48 ekor. Tapi, Tantowi cuma meminjam 5 ekor. Alasanya jumlah kuda yang ada tak memadai bila disandingkan dengan pasukan gajah. Kalau jumlah gajah terlalu banyak, akan kelihatan timpang. Namun dengan trik tertentu pasukan gajah dan pasukan kuda tampak ratusan jumlahnya. Caranya, kuda dan gajah yang sudah di tembak kamera, berputar lagi lewat di depan kamera secara berkseinambungan . Kesannya jumlah kuda dan gajah itu banyak sekali. 

Dalam show of force tentara Majapahit itu tentu harus di sertau set atau latar belakang bangunan kerajaan. Untuk itu bagian artistik film membangun dinding yang merupakan pintu gerbang kerajaan. Dinding buatan setinggi 8 meter denga panjang30 meter itu berhasil memberi kesan kemegahan Majapahit. Padahal bahan untuk dinding itu sederhana. Terbuat dari styro foam (bahan yang biasa untuk mengepak alat-alat elektronik). Bahan-bahan itu di potong-potong seukuran bata merah, lalu di lekatkan pada papan penyangga kemudian di cat sewarna dengan bata merah. Dari balik dinding itulah pasukan Majapahit keluar di saksikan oleh Brama Kumbara, Mantili, Patih Gutawa dan Harnum.

Mencoba naik gajah menjadi kesibukan tersendiri diluar syuting. Para artis ramai-ramai minta diajari naik gajah. Elly Ermawati termasuk yang paling nafsu. Pelatih gajah asal Thailand dengan sabar meladeninya. "Naik gajah kecil rasanya seperti naik mobil Honda, Paling enak naik gajah besar serasa naik Baby Benz," ujar Elly yang centil itu. 

Namun di hari lain, awak film dan pemain pun sempat panik ketika mendengar kabar bahwa sekawanan gajah liar mendatangi lokasi syuting. Memang di sekitar Way Kambas masih berkeliaran gajah-gajah liar. Suasana semakin mencekam ketika malam harnya lampu harus di padamkan karena terjadi kebakaran kecil pada generator listrik. Suasana tetap mencekam meskipun polisi khusus telah di datangkan dan paa pawang gajah membesarkan hati semua orang. Ketika rombongan meninggalkan tempat keesokan harinya, tetap dalam pengawalan ketat para polsus. Siapa Tahu gajah-gajah liar mencegat di tengah jalan. Untungnya tak terjadi apapun. "Pasukan" Saur sepuh sampai di Jakarta lagi dengan Selamat. 

4. Lokasi Syuting di Studio Cengkareng : Naik Rajawali Raksasa

Sebenarnya, awal syuting telah di mulai di studio milik PT. Kanta Indah Film yang berlokasi di daerah Cengkareng Jakarta Barat. Di studio tersebut di buat set-set yang menggambarkan kerajaan Pamotan, Madangkara dan Majapahit. Jelasnya semua adegan interior di lakukan di studio ini. Misalnya adegan Prabu Bre Wirabumi sedang pesta pora bersama para punggawa kerajaan. Atau adegan Prabu Brama Kumbara bersama istrinya Dewi Harnum dan adiknya Mantili, menerima tamu di Istana Madangkara. 

Namun demikian, ada pula adegan eksterior yagn di lakukan di studio. Yakni adegan rajawali terbang. Rajawali raksasa itu adalah kendaraan milik Brama Kumbara. 

Seekor Rajawali raksasadi tenggerkan di ruang studio. Badan Rajawali yang di buat dari kerangka besi baja itu, di balut dengan bulu burung sungguhan. Kepala burung itu pun bis adi gerakkan, menoleh ke kiri dan kekanan. Dengan teknis tertentu, sayap burung raksasa itu juga bisa di gerakkan ke atas dan ke bawah menyerupai burung yang mengepakkan sayapnya. 

Ketika syuting di mulai, setelah Brama naik keatasnya, burungpun di gerakkan. Sementara latar belakang yagn berwarna putih disorotkan gambar-gambar yang di geserkan ke samping, Gambar-gambar ituantara lain pemandangan sawah gunung, hutan juga kerajaan-kerajaan. Gambar yang ditangkap kamera secara keseluruhan adalah Brama naik burung rajawali terbang, melintasi sawah, gunung, sungai dan sebagainya.

Tekhnik yang di sebut Front Projection ini termasuk teknologo tinggi  yang memerlukan ketrampilan khusus bagi pelaksananya. Dalam hal ini tim artistik dan ahli efek khusus bekerja keras berbulan-bulan sebelumnya. 

Tak terasa syuting yang keseluruhannya berlangsung 5bulan itupun usai.Syuting yang hiruk pikuk dan gegap gempita, merupakan tontonantersendiri . Sekarang tinggal bagimana filmnya setelah di Mampukan film Saur Sepuh, Satria Madangkara menandingi popularitas sandiwara radionya?

Demikian Liputan tentang syuting saur sepuh Satria Madangkara.


Friday, January 5, 2024

LOKASI SYUTING SAUR SEPUH 1 SATRIA MADANGKARA DAN CERITA DI BALIKNYA - BAGIAN 1

Suasana Syuting Saur Sepuh di Sumba dengan Prajurit Warga lokal

Dalam sebuah film kadang-kadang kita sebagai penonton film penasaran dengan lokasi suting yang ada dalam film. Di beberapa film lokasi suting di tulis ketika film sedang di putar seperti dalam film Sumpah si pahit lidah. Memang sedikit menggangu sih tapi sebagai penonton film kita menjadi tahu lokasi yang sedang di tonton. 

Nah kali ini saya akan menulis lokasi-lokasi yang di gunakan untuk suting film Saur Sepuh 1 Satria Madangkara. Sebagaimana yang pernah saya tulis sebelumnya tentang  Saur Sepuh (Klik Disini) kalau film ini di angkat dari serial sandiwara radio yang di perdengarkan di nusantara tahun 80an dan menjadi salah satu sandiwara radio yang fenomenal dengan tokoh sentral Brama Kumbara, Mantili dan Lasmini karya Niki Kosasih. 

Dalam Sandiwara radio tokoh tersebut di perankan oleh Ferry Fadly, Elly Ermawatie dan Ivonne Rose, namun ketika di angkat ke layar lebar, Brama Kumbara di perankan oleh Fendy Pradana, Lasmini oleh Murtisaridewi dan Mantili tetap diperankan sesuai pemain dalam serial sandiwara radionya. 

Satria Madangkara sendiri tayang perdana pada 1 September 1988 artinya tahun 2024 menginjak 36 tahun pada September Mendatang. Pada September 2023 Satria Madangkara genap berusia 35 tahun seperti dalam artikel yang pernah saya tulis 35 Tahun Saur Sepuh.

Film Saur Sepuh sendiri merupakan film terlaris pada tahun 1988 dengan meraih penonton sebanyak 2.275.887 . Saur Sepuh film terlaris 1988 (Klik Di Sini).

Dari persiapannya memang film saur sepuh memiliki persiapan yang matang dengan pilihan-pilihan lokasi suting dan juga studio yang di gunakan untuk syuting film tersebut sehingga tak heran film kolosal dengan latar belakang runtuhnya kerajaan Majapahit ini menjadi film laris pada jamannya, disamping juga publikasi dari sponsor utama PT Kalbe Farma yang masif. 

Lokasi-lokasi syutingpun tidak melulu hanya di pulau jawa namun juga hingga menyeberang hingga Sumba.  Berikut adalah lokasi-lokasi yang di gunakan untuk syuting film Saur Sepuh 1 Satria Madangkara. 

1. Pulau Sumba : Adegan Peperangan dan Bulan Madu

2. Pangandaran : Dari Peperangan di laut sampai Pembakaran Mayat

3. Lampung : Pasukan Gajah

4. Studio Cengkareng Jakarta Barat

Di kutip dari Majalah Femina No. 36/XVI tanggal 15 - 21 September 1988 berikut ini petikannya yang dapat kita ambil manfaatnya .

1. Pulau Sumba : Adegan Peperangan dan bulan Madu

Pulau Sumba terkenal dengan padang rumputnya yang luas dan kuda-kudanya yang gagah. Karena itulah pulau Sumba dipilih untuk pengambilan adegan peperangan. Lokasi yang tepat adalah Desa Wanakoke dan Lamboya di Sumba Barat. Membawa puluhan pemain dan kru film beserta perlengkapan film (lampu-lampu, kamera, seragam prajurit termasuk tombak, tameng dan pedang) yang amat banyak dan berat tentu bukan pekerjaan yang mudah. 

Dari Jakarta pemain dan kru naik kereta api ke Surabaya sementara barang-barang diangkut truk. Dari Surabaya mereka naik kapal ke Waingapu, Sumba Timur. Perjalanan membutuhkan waktu sepekan, sebab kapal mesti mampir dulu ke Ujung Pandang. Pokoknya Syutung belum mulaipun rasanya badan sudah capek. 

Syuting di Sumba Barat menggambarkan peperangan  antara prajurit Kerajaan Majapahit di bawah  Raja Wikramawardhana melawan prajurit kerajaan Pamotan dengan Raja Bre Wirabumi. Raja Pamotan ini ingin merebut kekuasaan Majapahit. Prajurit-prajurit itu di perankan oleh 1200 figuran yang terdiri dari penduduk Sumba Barat. Mereka di kenal ahli menunggang kuda, termasuk bergelayut hanya dengan sebelah kaki. 

Setahun Sekali di Sumba selalu diadakan upacara "Pasola" yakni semacam atraksi perang tanding di atas kuda. Maka begitu mendengar bahwa di butuhkan banyak penunggang kuda untuk Saur Sepuh penduduk pun berdatangan dari segenap pelosok desa. Ada yang puluhan kilometer jauhnya. Mereka datang dengan menunggang kuda milik masing-masing. 

Ratusan penunggang kuda itu pun menunjukkan kemahiran. Duduk di punggung kuda tanpa pelana, mereka bisa ngebut dalam kecepatan 60 kilometer per jam. Namun mengatur ratusan orang berkuda semacam itu tidaklah mudah. Sutradara Imam Tantowi bersama para asistennya kewalahan. Misalnya saja, mestinya para prajurit  itu membentuk formasi perang yang di sebut "Supit urang" Tapi sayang gagal. Semula Tantowi dan kawan-kawannya bingung. Mengapa orang-orang mahir berkuda, bahkan melempar tombak sekaligus menghindar tombak lawan itu tak bisa membentuk sebuah formasi? Lama-lama mereka sadar bahwa penduduk Sumba adalah penunggang kuda alam. Mereka jelas tak tahu apa itu formasi perang. Apalagi untuk memberi aba-aba, perlu di terjemahkan dulu oleh yang tahu bahasa Indonesia. Mungkin saja komando sutradara di terjemahkan lain oleh si penterjemah. Maklum sebagian dari mereka  tak mengerti bahasa Indonesia. 

Lucunya lagi, mereka pun tampak kikuk naik kuda dengan berpakaian prajurit Majapahit. BEgitu di dandani oleh make up man, mereka tertawa-tawa geli. Demikian pula ketika di komando untuk bertempur , mereka malah menari-nari, seperti layaknya melakukan upacara Pasola. Yang lebih sial lagi, jika mereka diminta memerankan prajurit yang terluka atau mati kena tombak lawan, mereka tak mau. Kok Mati, gengsi dong! Sekali lagi sutradara dan krunya cuma bisa mengelus dada, Gondok campur geli. 

Untuk merekam adegan hiruk pikuk itu sutradara menggunakan 3 camera sekaligus. Tentu saja kerja ini rumit. Terutama karena masih sangat awamnya masyarakat setempat. Tak jarang para figuran itu mendekati salah satu kamera, lalu menari-nari sambil tertawa-tawa. Selain itu, padang rumput tempat adegan peperangan itu berlangsung sangat terbuka, sehingga  menyulitkan penempatan kamera. Sebab kamera yang satu tak boleh terlihat oleh kamera yang lain. 

Untuk menyelesaikan syuting di Sumba hanya dua orang pemain utama yang pergi, yakni Elly Ermawatie yang memerankan Mantili dan Hengky Tornando yagn menjadi Patih Gotawa. Menurut Cerita, Gutawa dan Mantili yang pengantin baru ini melakukan perjalanan bulan madu. 

"Sebenarnya adegan ini bisa dilakukan di studio Jakarta", kata Imam tantowi. "Tapi saya pikir Sumba sangat ekstis untuk di pakai sebagai latar belakang perkampungan zaman Majapahit. Karena itu saya putuskan memboyong Gutawa dan Mantili ke Sumba," lanjutnya. 

Akhirnya setelah bersusah payah, adegan kolosal yang megah pun didapat juga. Para awak film cukup puas. Demikian pula para figuran yang mendapatkan honor Rp. 10.000,- perh hari. Termasuk sewa kuda. Tapi waktu kembali ke Jakarta, ratusan pasang pakaian dan peralatan terpaksa di tinggal. Untuk menghemat biaya angkutan dan tenaga, tentunya. 

Bersambung...........

Tuesday, December 19, 2023

MEI SHIN DAN LASMINI, DUA PENDEKAR WANITA JADI COVER MAJALAH FILM

 

Dua pendekar Wanita

Masih ingat dengan tokoh Lasmini dalam film saur sepuh yang di perankan oleh Murtisaridewi? atau masih ingatkah juga dengan Mei Shin, salah satu tokoh dalam film Tutur tinular? Meskipun Meishin di perankan orang berbeda dalam film tutur tinular yaitu oleh Elly Ermawatie dalam Tutur Tinular 1 dan Linda Yanoman dalam Tutur tinular 2 dan 4. Baik Murtisaridewi yang lekat sekali dengan tokoh Lasmini meskipun dalam film Tutur Tinular pun Murti turut main sebagai Sakawuni dalam Tutur Tinular 3 dan 4, maupun Linda Yanoman sebagai Mei Shin, keduanya tokoh tersebut menjadi sampul majalah Film. 

Unik karena kedua wanita tersebut menjadi sampul majalah dengan tetap berpakaian sebagai pendekar, meskipun di lain kesempatan Murtisaridewi juga menjadi sampul majalah film dengan pakaian kasual. Tentu saja Dua pendekar wanita ini menjadi sebuah daya tarik tersendiri karena sampul majalah tersebut menjadi lebih unik dan menarik dengan pakaian pendekarnya. 

Dua pendekar wanita menjadi sampul Majalah film dalam edisi yang berbeda. 

Linda Yanoman berperan sebagai Mei Shin, wanita yang terdampar ke tanah jawa dwipa yang berasal dari negeri China. Ia terdampar bersama Pendekar Lou suaminya, namun mereka harus berpisah karena pendekar Lou menemui ajalnya di tanah Jawa setelah menyerahkan pedang Naga Puspa. Akhirnya petualangan Mei Shin di mulai dengan kisah cinta yang tidaklah pernah berakhir bahagia hingga iapun di perkosa oleh arya Dwipangga kakak dari kekasihnya sendiri Arya Kamandanu. Penderitaan Mei Shin yang harus ditanggung sendiri. Hingga akhirnya Ia mengundurkan diri dari dunia persilatan dan mengabdikan dirinya sebagai tabib dengan nama samaran Nyai Paricara.

Sedangkan Murtisaridewi berperan sebagai Lasmini dalam film Saur Sepuh dan menjadi sosok yang sangat menarik. Kisah cinta Lasmini juga tidaklah mulus, namun ambisi dan dendam serta nafsu membuat Lasmini bisa berbuat semaunya karena Lasmini ditakdirkan sebagai Wanita penggoda meski ia sebenarnya menderita. Dendamnya pada Mantili tidak pernah berakhir. Lasmini sendiri sebenarnya digambarkan bukanlah sebagai tokoh jahat saja namun sisi baiknya juga ada. 

Dari dua paparan tersebut tentu saja menjadi menarik ketika Lasmini dan Mei Shin menjadi sampul majalah Film. 

Mei Shin menjadi sampul Majalah Film No. 139/106 Tahun III/26 Oktober - 8 November 1991 dengan satu halaman full wawancara dengan Linda Yanoman alias Mei Shin sedangkan Lasmini menjadi Sampul Majalah Film pada edisi 171/138 TH. IX, 23 Januari - 5 Februari1993 dengan wawancara khusus MF dengan Murtisari Dewi yang berperan sebgai Lasmini. 

Linda Yanoman sebagai Mei Shin

Sampul Belakang

Artikel Ali Shahab dan Film Pengantin Remaja

Gosip

Linda Yanoman

Isi Artikel di dalam Majalah film tersebut tentu saja beraneka ragam yang di sajikan dalam dua Majalah tersebut. Sehingga menjadikan Dua Pendekar Wanita menjadi sampul Majalah merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi penikmat Majalah Film pada Khususnya. 

Dari Majalah Film dengan sampul Linda Yanoman, pada halaman pertama berisi artikel wawancara dengan Linda Yanoman, Kemudia Lembaran Gosip di halaman berikutnya, juga liputan tentan film Selir Seriti dan pada Sampul Belakang terdapat poster Pengantin Remaja dan Ekspedisi Harta Karun. 

Sementara itu dari Majalah Film dengan sampul depan Murtisaridewi , pada halaman pertama berisi artikel tentang Murtisaridewi, di sebalik sampul pertama terdapat kalender tahun 1993 dengan sampul Nike Ardilla, kemudian artikel berikutnya tentang Iwan Fals sebanyak 2 halaman dan juga artikel Saur Sepuh V Istana atap langit. 

Cover Murtisaridewi


Artikel Murtisaridewi
dan Kalender Nike Ardilla






Ada yang memiliki majalah tersebut? menarik untuk di baca sebagai nostalgia.

Tuesday, September 12, 2023

SAUR SEPUH : SATRIA MADANGKARA BAGIAN 13 (TAMAT)

 Sambungan dari Bagian 12

pasukan Pamotan

B
re Wirabhumi sangat sedih mendengar laporan dari medan perang. Sementara Ibu Rajasaduhita Tunggadewi ikut merasakan kesedihan itu. 

"Tidak sangka Bre Tumapel menjalahi janji. Pasukannya justru membantu Majapahit", kata Bre Wirabhumi kecewa.

"Kau melupakan bahwa Bre Tumapel adalah menantu Wikramawardhana?", tanya ibu angkatnya.

"Tapi dia juga keponakanku. Dia seorang raja yang seharusnya menepati setiap janjinya".

Ibu angkat Bre Wirabhumi adalah seorang wanita berhati tabah. Dengan tenang dia mendekati anak angkatnya lalu di peluknya dengan penuh sayang.

"Kamu telah melakukan apa yang kamu yakini sebagai yang paling baik anakku. Selebihnya adalah wewenang para Dwa!", katanya menghibur.

Bre Wirabhumi hanya bisa mengangguk. Dan ibu tua itu menitikkan air matanya. 

Pertempuran masih terus berlangsung. Pasukan Pamotan berhasil di pukul mundur oleh pasukan Majapahit. Panglima Lodaya gugur di medan gperang ketika berhadapan dengan Narapati raden Gajah.

Kematian itu menurunkan semangat tempur pasukan Pamotan. Mereka semakin terdesak. Korban yang berjatuhan semakin banyak. Para penduduk terus mengungsi menyelamatkan harta benda mereka dari amukan perang. 

Diantara para pengungsi nampak Brama Kumbara yang masih terus mencari isteri dan adiknya. suatu saat dia melihat Wangsa dan Jasta diantara para pengungsi itu. 

Brama segera berusaha menangkapnya. Kedua oran gitu menghilang di balik dinding benteng. Tapi Brama terus mengejar hingga berhasil menangkap mereka. 

"Dimana kalian sembunyikan adik dan istriku?"' tanyanya dengan marah.

"Saya tidak tahu! Lasmini yang bawa", sahut Wangsa.

"Dimana Lasmini sekarang?"

"Lari, mungkin ke Tuban

Brama menjadi cemas. Di Tendangnya kedua orang itu sehingga mental. Ternyata Patis Gotawa berhasil membuka ikatan tali yang membelit tubuhnya. Kemudian ia menolong Mantili dan Harnum.

"Kenapa tiba-tiba kita tertawan di sini?", tanya Mantili.

"Kita kena sirep beserta asap pedang setanmu", sahut Harnum.

"Ya ilmu sirep yang cukup tinggi. Saya yakin perempuan itu bukan orang sembarangan", seru Gotawa.

Mereka keluar dari rumah itu. Tentu saja mereka merasa heran karena tidak ada seorangpun yang menjaga. Rembulan bersin? menerangi halaman yang luas.

"Jebakan apalagi ini?Tidak ada seorangpun yang menjaga kita?"tanya Mantili.

"kita harus mencari kakang Brama, mudah-mudahan sang Prab", kata Harnum.

"Kita ke Majapahit saya yakin sang Prabu kesana karena di Pamotan akan selalu di curigai", sahut Patih Gotawa.

Perang kelihatannya sudah mencapai klimaknya. Suatau malam pasukan Pamotan berebutan kembali memasuki gerbang negeri mereka.

Prabu Wirabhumi dengan gugup menaiki kudanya di halaman istana Pamotan. Sebelumnya dia mengajak Ibu angkatnya untuk segera pergi meninggalkan istana. 

"Sebaiknya ibu mengungsi bersama saya, sebentar lagi pasukan Majapahit mengobrak abrik keraton ini", kata Bre Wirabhumi dengan cemas.

Ibu Rajasaduhitatunggadewi menggelengkan kepala sambil terbenyum. Namun demikian airmata menitik membasahi pipinya. 

"Saya takut mereka menyakiti ibu!".

Biarkan aku disini anak anakku, aku ingin menyaksikan bagaimana kehancuran sebuah perang, sahut ibu angkatnya dengan Pasti.

Bre Wirabhumi menyerah. Ibu setengah tua itu mengelus kepala putra angkatnya. Kemudian Bre Wirabhumi menaiki kudanya bersama dengan para tentara yang mengawalnya. Banyak sekali utusan dari Kaisar Yung Lo yang Panik. Mereka bahkan berjaga-jaga kalau pasukan Majapahit bertindak yang tidak mereka inginkan. Sementara itu beberapa pembesar Majapahit menyuruh mereka meninggalkan istana.

"Lebih baik tuan-tuan meninggalkan tempat ini. Tentara Majapahit sudah memasuki perbatasan Pamotan!".

"Kami akan mengurus diri kami sendiri. Terima kasih atas perhatian tuan!" sahut utusan kaisar Yung Lo. 

Lalu salah seroang dari mereka memberitahu bawahannya agar memberitahukan pada wakil Laksamana Cheng Ho di Tet sun dan Tuban.

"Kasih tahu wakil Laksamana, kami terkurung di kedaton timur, Kedaton Barat telah menyerbu!.

"Baik!".

Dua orang prajurit yang merupakan kurir dari utusan Kaisar Yung Lo segera berangkat. Pasukan Majapahit akhirnya memasuki daerah Pamotan. Ibu Rajasaduhitunggadewi menatap tajam dengan penuh kepedihan. Dia menyaksikan bagaimana tentara Pamotan berlari-lari ketakutan di kejar oleh tentara Majapahit. Sementara itu Narapati Raden Gajah memimpin pasukan di atas kudanya dengan gagah berani. 

Pasukan Majapahit membobol pintu gerbang istana. utusan kaisar Yung Lo berusaha menahan serbuan itu. Dengan gagah berani mereka melakukan perlawanan. Tapi karena jumlahnya sangat sedikit mereka berhasil dihancurkan. 

Ibu Rajasaduhitunggadewi menangis pedih tapi ia berusaha berdiri tegar. Tentara-tentara Majapahit mau menghancurkan istana, tapi ibu Tunggadewi berteriak lantang. 

"Jangan hancurkan kedaton ini! Ini rumahku! Aku isteri Bre Matahun Puteri Tunggal Dyah Wiyat Rajadewi, penguasa Daha!"

Aneh, suara ibu tua itu menghentikan pasukan Majapahit yang riuh rendah hendak menghancurkan keraton. Kembali suara Ibu Tunggadewi menggema.

"Yang berperang adalah Bre Wirabumi dengan Wikramawardana!".

Sementara itu Bre Wirabumi bersama enam orang tentara pengawalnya naik sebuah perahu yang di dayung oleh dua orang. Terasa betapa pedih di hati sang Raja untuk meninggalkan kerajaannya yang sedang diamuk oleh musuhnya.

Kepergian Bre Wirabhumi di ketahui oleh pihak Majapahit. Karena itu ketika perahu yang mereka tumpangi melaju ke utara kelihatan ada sebuah perahu lain mendatangi dengan cepat dari belakang.

"Gusti Prabu, ada yang mengejar kita!", seru pengawal.

Bre Wirabhumi kaget tapi dia berusaha menenangkan diri. 

"Kita lawan mereka! Belok! Terjang perahu itu!", perintahnya. 

Ternyata perahu yang mengejarnya adalah perahu Narapati Raden Gajah, Begitu perahu Bre Wirabhumi berbalik Raden Gajah memerintahkan untuk menabrak perahu lawannya. 

Perkelahian terjada diantara mereka. Perahu yang oleng segera terbalik dan penumpangnya tercebur ke sungai. Bre Wirabhumi menghunus keris pusakanya tapi Narapati Raden Gajah lebih tinggi ilmu tempurnya daripada Raja Pamotan itu, Dalam waktu yang tidak terlalu lama dia berhasil memenggal kepala Bre Wirabhumi.

Narapati Raden Gajah segera kembali ke istana dengan membawa kepala Bre Wirabhumi. Para pejabat istana tertegun ketika tangan Narapati Raden Gajah membuka bungkusan kain diatas talam yang sangat indah. Terlihat kepala Bre Wirabhumi. 

Sang Prabu Wikramawardhana tertunduk haru. 

"Kuburkan di desa Lung dan dirikan diatasnya sebuah candi. Sebagai peringatan pada anak cucuku, betapa menyakitkan sebuah perang", Prabu Wikramawardhana memberi perintah. 

Sementara itu Brama Kumbara masih terus berusaha mencari istri dan adiknya. Ia terus mengembara menjelajah pelosok Majapahit dengan mengendarai kudanya. 

Di kejauhan terlihat sayup-sayup keraton Majapahit yang agung dan megah. Brama turun dari kudanya lalu bersuit memanggil sesuatu. 

Tak lama kemudian seekor Rajawali raksasa menukik turun dari udara. Brama menaiki burung kesayangannya. 

"Kita cari Mantili, Gotawa dan Isteriku Harnum ", serunya.

Burung itu berkeok dengan gagah. Kemudian mengepakkan sayapnya yang perkasa dan terbang ke angkasa.


TAMAT


Produksi : PT KANTA INDAH FILM

Produser : Handi Mulyono

Cerita : Niki Kosasih

Skenario/Sutradara : Imam Tantowi

Juru Kamera : Herman Susilo

Penata Artistik : El Badrun

Penyunting Gambar : Yanis Badar

Instruktur Fighting : Robert Santoso


SAUR SEPUH : SATRIA MADANGKARA BAGIAN 12

 Sambungan dari bagian 11

Mantili dan Patih Gotawa

Panglima Lodaya dan pasukannya siap menyerang kubu Majapahit. Di Kejauhan dia melihat kurang lebih seribu infantri pasukan Majapahit.

"Tidak mungkin begitu sedikit", serunya ragu-ragu.

"Dalam tempo singkat kita hanjurkan mereka Gusti Panglima"' sahut Senopati Pendet

"Kita serang sekarang panglima"' Senopati Nara mengajukan usulnya.

Tapi Panglima Lodaya merasa bahwa itu cuma siasat. Dia menyabarkan kedua pemimpin pasukan itu.

"Jangan gegabah!", Panglima Lodaya mengingatkan.

"Kekuatan Majapahit memang sudah hancur! Angkatan perangnya sudah rapuh sepeninggal Gajah Mada!"' seru senopati Pendet.

"Aku takut ini siasat Narapati raden Gajah!", sambung Panglima Lodaya

"Tidak mungkin gusti, seharusnya mereka melakukan gertakan dengan mengerahkan  sehebat mungkin tentara Majapahit", Senopati Nara kembali mengemukakan pendapat. 

"Tapi mustahil angkatan perang negara besar tanpa pasukan berkuda!".

Narapati Raden Gajah dan beberapa orang staf angkatan perangnya bersembunyi di balik batu. Tepat seperti dugaan Pangeran Lodaya mereka tengah melakukan siaat perang.

"Kalau benar seperti laporan penyelidik kita bahwa tentara Pamotan meniru siasat perang Gajah Mada, maka siasat yang kita jalankan pasti berhasil", seru Narapati Raden Gajah. 

"Mudah-mudahan mereka terpancing untuk menyerbu umpan kita", sahut Senopati

"Dan kalau Bre Tumapel benar-benar jadi membantu kita, maka perang ini akan cepat berakhir", kata Narapati Raden Gajah.

Pasukan kecil tentara Majapahit bergerak perlahan tapi pasti mereka membentuk posisi mata tombak yang ketat hingga pasukan Pamotan sempat bertahan. 

Narapati Raden Gajah memberi komando, Peniup trompet membunyikan sangkala dalam nada terntentu. Dari padang ilalang yang sepi muncul pasukan panah mengepung pasukan Pamotan. Panglima Lodaya menjadi kalang kabut. Apalagi pasukan Majapahit menghujadi mereka dengan anak panah. Korban mulai berjatuhan. Senopati Pendet dan Senopati Nara merasa terpukul.

"Cepat arahkan pasukan menyerang ke satu arah, hindarkan tebing-tebing itu", Panglima Lodaya mengatur taktik.

Sementara pertempuran tengah berlangsung Brama sibuk mencari isteri dan adiknya. Dia mendatangi tempat si Mata Setan namun tidak di temukan orang yang dicarinya selain si Mata Setan yang tengah mengobati luka-lukanya.

Brama menjadi semakin geram. Mata Setan diancamnya.

"Dimana persembunyian Lasmini? cepat katakan!".

Dengan wajah yang pucat si mata Setan Menggeleng.

"Saya tidak tahu, mungkin di padepokan Bukit Kalam".

"Dimana itu?".

"Di kaki bukit Tidur!". 

Brama segera berangkat lagi meninggalkan si Mata Setan yang masih ketakutan.

Sementara itu di Padepokan Bukit Kalam, Patih Gotawa, Mantili dan Harnum masih dalam keadaan pingsan. Tubuh mereka di ikat dengan tali yang sangat kuat. Lasmini mendapat kabar bahwa Brama terus mencari-carinya. Wangsa melaporkan.

"Lasmini! Orang Madangkara itu terus mencari kamu! dia dirumah Mata Setan!"

"Lebih baik kalian lari! Satria Madangkara bukan tandingan kita"' seru lasmini sambil melompat turun dari jendela. Ia kemudian kabur dengan kudanya diikuti oleh murid - muridnya.


BERSAMBUNG......

Monday, September 11, 2023

SAUR SEPUH : SATRIA MADANGKARA BAGIAN 11

 Sambungan dari Bagian 10.


Brama terbangun dari tidurnya ketika kupingnya menangkap suara atasp rumah. Patih Gotawa juga mendengar suara itu. Mereka berdua segera mengejar. Ternyata si Mata Setan datang menyambangi mereka untuk membalas dendam. Begitu melihat Brama, Si Mata Setan langsung menyerangnya. Patih Gotawa siap membantu kakaknya. Namun saat itu sebuah senjata rahasia melayang ke arahnya. Namun saat itu sebuah senjata rahasia melayang kearahnya. Untung dengan cepat dia berkelit. Senjata rahasia itu berupa anak panah kecil menancap di dekat pintu. 

Gotawa melompat ke halaman dan Lasmini muncul dari persembunyiannya. Ia langsung menyerang Gotawa. Si Mata Setan mulai terdesak dalam ilmu silatnya. Dia segera mundur beberapa langkah lalu membaca mantera. Matanya tiba-tiba menjadi memerah. Kemudian dengan gerak-gerak mata yang sangat tajam keluarlah dua berkas api menyerang Brama. Tapi api itu sama sekali tak mampu membakar tubuh Brama. 

Mantili dan Harnum terbangun mendengar suara ribut-ribut. Perkelahian antara Gotawa dan lasmini berlangsung semakin seru. Permainan pedang Lasmini benar-benar tangguh. 

"Kakang Gotawa, biar aku yang menghajar perempuan binal ini!", seru Mantili. 

Gotawa melirik Mantili dan saat itu tubuh Mantili sudah melompat masuk arena. Ia menyerang Lasmini dengan pedangnya. 

"Apa mau kamu sebenarnya?" Seru Mantili sambil mendesak Lasmini.

"Membunuh semua musuh tunanganku!" Sahut Lasmini.

"Kamu tidak akan mampu!"'.

Dan Lasmini makin terdesak. Segera dia melompat keatas genteng. Mantili menyusul naik tapi Lasmini lebih dulu menyerang dengan senjata rahasianya. Mantili terpaksa bergulingan menghindari senjata rahasia itu. 

Si Mata Setan tidak mampu menundukkan Brama Kumbara. Ia terus terdesak. 

"Siapa Kamu?" apa hubunganmu dengan perempuan tunangan Tumenggung Bayan?" tanya Brama.

"Lasmini adalah sahabatku! kamu memusuhi Lasmini berarti memusuhiku, Si Mata Setan!".

Selesai berkata dia menyerang kembali dengan mempergunakan jurus-jurus yang berbahaya. Brama menyambutnya dengan ajian Serat Jiwa dalam tingkat yang tidak terlalu tinggi. Pukulan si Mata Setan menjadi susah di tarik. Dari tubuh Brama mengalir daya magnit yang luar biasa sehingga si mata Setan Sulit mencabutnya. Brama tetap tenang sementara si Mata Setan bagai disengat listrik, berteriak kesakitan.

Patih Gotawa terpukau menyaksikan keampuhan ajian itu. 

"Aji Serat Jiwa"' seru Patih Gotawa.

"Tapi bukan tingkat akhir, kakang Brama tidak mau membunuh musuhnya!".

Si Mata Setan kehabisan tenaganya.

"Pulang! Kali ini kau ku ampuni"' seru Brama

Si Mata setan berusaha bangkt tapi terjatuh kembali. Matanya masih menyimpan dendam tapi dia tak berdaya apa apa lagi. Harnum merasa lega menyaksikan kebijaksanaan suaminya. 

Tak lama kemudian terdengar kabar pecahnya perang antara Pamotan dan Majapahit. Suasana hiruk pikuk di perbatasan. Para penduduk mulai mengungsi sementara darah mulai berceceran. Dari luar tembok benteng kerajaan Majapahit, Brama Kumbara, Mantili, Patih Gotawa dan Harnum menyaksikan betapa perkasanya kekuatan tentara Majapahit. Mantili kagum ketika tiga ekor gajah muncul dari gerbang dikendarai oleh Narapati Raden Gajah.

"Majapahit benar-benar perkasa!" seru Mantili.

"Ya! angkatan lautnya juga besar, suatu saat kalian akan kuajak ke Tuban!",sahut Brama Kumbara.

Diantara kesibukan para prajurit dan kepanikan rakyat, Lasmini mengantar guru Tumenggung Bayan yang sudah tua bernama Jagadnata, Mereka diiringi dua orang lagi yaitu saudara seperguruan Tumenggung Bayan yaitu Wangsa dan jasta. 

Mereka tengah mencari Brama Kumbara. Dan akhirnya rombongan keempat orang itu bertemu dengan Brama Kumbara di pinggir hutan di dekat sungai.  Ketika itu Brama sedang mendinginkan mukanya dengan air sungai. Tiba-tiba ia melompat diserang oleh puluhan senjata rahasia. 

"Siapa lagi yang kamu bawa Lasmini", tanyanya begitu mengetahui siapa penyerangnya.

Jagadnata menjawab pertanyaan itu dengan suaranya yang keras karena didukung tenaga dalam.

"Aku mau menuntut balas kematian muridku!".

Orangtua itu langsung menyerang dengan ilmu gelombang pusar bumi ke arah Brama. Lasmini dan kedua murid Jagadnata menyerang Harnum, Gotawa dan Mantili.

Pertempuran berlangsung dengan serunya. Brama agak kewalahan menghadapi ilmu dari Jagadnata. Hantaman dan siku dari jagadnata mengandung tenaga dalam yang kuat. Beberapa kali Brama terjungkal dan untah darah. Tapi jagadnata juga tidak luput dari serangan Brama.

Wangsa dan Jasta, murid jagadnata menyerang Mantili dan Gotawa. Lasmini dengan dibantu muridnya menyerang Harnum. Suatu ketika Mantili dan Gotawa terpental ketika Wangsa dan Jasta menyerang dari balik pohon. Kelihatan mantili tidak di beri kesempatan untuk mengarahkan pedang inti peraknya yang menyilaukan.

Lasmini tertawa terbahak-bahak menyaksikan adegan itu. Mantili marah sekali. Dia mencabut pedangnya yang satu lagi dan ditempelkannya pedang yang berwarna hitam dan menjijikan bentuknya itu. Tiba-tiba dari tempelan kedua pedang itu keluar asap hitam yang makin lama makin tebal hingga memenuhi hutan itu.

Wangsa dan Jasta terbatuk-batuk dan hampir sesak nafas. Pada saat itu Lasmini berlari ke balik pohon dan membaca semacam mantera. Tiba-tiba tubuhnya keluar asap hijau yang merupakan ajian sirep Megananda. Gumpalan asap hijau itu mengenai harnum, Mantili dan Gotawa. Mereka menguap lalu tertidur pulas..n. Brama mencengkeram tubuh Jagadnata dan aliran ajian Serat Jiwa sedang  menjalar ke tubuh Jagadnata. Muka Brama bergetar, darah segar keluar dari mulutnya. Sementara itu Jagadnata pucat pasi, tubuhnya seperti tersengat aliran listrik dan tidak bisa bergerak lagi. Lama kelamaan tubuh itu merubah menjadi putih sama sekali.

Brama berteriak dan memukul tabuh yang putih dengan kedua tangannya  hancur bagaikan onggokan tepung. Ia lalu terduduk dengan napas megap-megap. Kemudian perlahan-lahan dia bangkit dan melihat hasil ajian yang telah di keluarkan. Tubuh yang sudah menjadi tepung itu tinggal separuh. Brama menutupkank kain yang ada di badannya sambil berkata; : 

"Maaf terpaksa kugunakan ajian serat jiwa karena bapak benar-benar hampir membunuhku".

Tiba-tiba Brama teringat keadaan isteri dan adiknya. Dia kembali ketempat perkelahian tapi tidak ada apa-apa. Suasananya sepi mencekam.

Baru saja dia ingin meninggalkan tempat itu salah seorang murid Lasmini yang telah  siuman

menggerakan tubuhnyaa.

"Dimana orang-orang itu?", tanya BramaD

Dengan lemah oran gitu menjawab :

"Guru Lasmni...membawa lari teman...teman tuan".

"Kemana? tanya Brama dengan muka memerah

"Bukit.....kalam...".

Murid Lasmini itu terkulai lemas. Brama nampak cemas.


BERSAMBUNG KE BAGIAN 12

Sunday, September 3, 2023

MURTISARIDEWI TOKOH LASMINI YANG DI CARI TERNYATA GINGSUL

 

Raden Roro Murtisari Dewi
Kutipan dari Majalah Film.


Enam bulan lamanya Imam Tantowi ubek-ubekan mencari pemeran-meran utama untuk karya terbarunya "Saur Sepuh". Ia memang kepingin menonjolkan wajah-wajah baru untuk film yang diangkat dari sandiwara bersambung di radio ini. 

"Terutama untuk pemeran Brama dan lasmini, karena rasanya kok tidak cocok kalau memakai pemeran suara mereka di radio, "kilah Tantowi

Seperti kita ketahui , tokoh Brama dalam sandiwara kondang itu disuarakan oleh Ferry Fadly, sedangkan Lasmini oleh Ivonne Rose. 

"Suara keduanya memang cukup patent, tapi tongkrongan sebagai pendekar kurang meyakinkan," sebut Tantowi lagi. 

Itu sebabnya ia mau bersusah payah memasang iklan mencari pemain untuk kedua tokoh tersebut. Lalu menyeleksi 11.719 orang calon.

Baru di akhir bulan Maret 1988 ini, Tantowi bisa bernafas lega.

"Eureka! akhirnya telah kutemukan juga!"soraknya. 

Siapakah si pemeran tokoh pendekar wanita binal Lasmini?


Dari Solo

Ternyata seorang Puteri Solo yang masih remaja Raden Roro Murti Saridewi. "Akh nggak usah pakai Raden Roro segala, cukup Murti Saridewi saja," cegah gadis hitam manis yang baru berusia 18 tahun  ini kepada Majalah Film yang pertama menemuinya.

Lahir pada tanggal 11 Desember 1971, dari keluarga R Marsam Brotokusumo, sebagai puteri ke enam dari tujuh bersaudara yang perempuan semuanya, boleh pilih deh.

"Yah memang kami cewek semua, jadi ramai sekali kalau ngumpul," geli Murti, "Apalagi yang sudah menikah baru yang paling sulung saja, Lainnya masih bersekolah."

Murti sendiri baru duduk di kelas 1 SMA. Meskipun begitu dari hobbynya menari Jawa, ia sudah menggondol sejumlah prestasi. Diantaranya menjadi Juara Kesatu Tari Jawa seSurakarta, Juara Kesatu Putri Luwes dan juara kesatu peragaan Busana Lurik. Tidak heran berprestasi seperti itu, karena Murti mengikuti group Suryosumirat, Sadupi (Sarana Duta Perdamaian Indonesia), Didi Nini Towok, dan Wayang Kawula Muda Surakarta, Mardi Budoyo.

Lalu mulai bermain dalam acara Cakrawala Budaya TVRI sebagai Amentaraga. Lha dengan seabreg kesibukan begitu, bagaimana urusan sekolahnya?

"Saya ndak pernah tinggal kelas kok, juga tak pernah berada di bawah ranking ke enam dalam setiap kwartal," sebut Murti.

Awalnya tertarik pada film ini diceritakan karena dorongan seorang kawan dekatnya yang memberitahukan, "Ada perusahaan film dari Jakarta pasang iklan mencari calon pemain Lasmin, kenapa tak coba-coba melamarnya?".

"Saya memang senagn sekali mengikuti serial "Saur Sepuh" di radio itu, hingga saya tahu tokoh-tokohnya," ungkap Murti.

"Nah saya lalu bertemu Pak Susilo Muslih, Kepala Promosi Kalbe Farma di Jawa Tengah. Beliaulah yang membawa saya ke Kanta Indah Film di Jakarta.



Gigi Gingsul

Sayangnya ketika Murti datang, Tantowi sedang hunting lokasi ke Sumba. Jadi cuma potretnya saja yang ditinggalkan. Baru kemudian pada kedatangan saya yang kedua, bis abertemu muka dengan sang sutradara. 

"Anda ini manis wajahnya. Apalagi ada gigi gingsulnya dua.," Puji Towi."Cuma ketika ditanya apa sudah pernah di cium, ia jadi malu-malu mengaku belum punya pacar. Lha gimana ini, kan ceritanya Lasmini cewek penggoda yang mengejar-ngejar Brama?".

Namun setelah melakukan test make-up, Tantowi memutuskan , "Tidak ada yang lebih tepat lagi selain Murti untuk menjadi Lasmini. Soal belum pengalaman pacaran, kan nanti bisa berakting. Cuma tidak keberatan kalau agak buka-bukaan dikit kan?".

Walau masih sama sekali asing dalam dunia film, ternyata Murti punya prinsip, "Saya kalau olahraga juga pakai short (Celana pendek) kok. Nah kalau masih sebatas Short itu, tentu saja saya tidak keberatan."Lebih dari itu, piye jeng?".

Towi jadi tertawa geli "Jangan kuatir saya tak pernah bikin film seks kok. Apalagi ini kan film silat!" Dan awas kebetulan juga, kecil-kecil Murti pernah berlatih karate. 

Cuma sekarang yang sedang menjadi kebimbangannya, ia menghadapi dua pilihan, main film atau mengikuti group tarinya tour ke Mancanegara seperti Brasilia, Australia dan Amerika.

"Saya sudah dapat izin dari sekolah selama tiga bulan untu tour tersebut'" tutur Murti. "Tapi biarin lah saya batal ikut otur itu karena saya lebih tertarik untuk main film kini."

Apa sih yang di cari dari main film?

"Pengalaman!" sahutnya polos. "Tapi cuma baru keluarga saya saja yang tahu kalau akan memerankan Lasmini, kawan-kawan di sekolah belum ada yang tahu. Biar saja nanti mereka kaget kalau kelak filmnya sudah jadi, atau baca majalah ini.


Demikian di kutip dari Majalah Film No. 047/15Tahun Ke IV tanggal 16 April - 29 April 1988

Friday, September 1, 2023

35 TAHUN FILM SAUR SEPUH "SATRIA MADANGKARA"

Murtisaridewi sebagai Lasmini



B
agi generasi 80an Sandiwara radio saur sepuh menjadi sebuah menu utama bagi sebagian besar kalangan masyarakat Indonesia. betapa tidak, sajian sandiwara radio yang di siarkan di radio-radio hingga pelosok nusantara menjadi hiburan murah dan meriah. Pada saat itu mendengarkan radio tidak semudah seperti sekarang di jaman serba digital. Era 80an radio masih menjadi barang mewah yang tidak bisa dimiliki oleh semua orang. Radio juga di kenakan pajak daerah bagi yang memilikinya. Karena merupakan barang mewah maka saat saur sepuh disiarkan, cara masyarakat untuk mendengarkannya pun secara beramai-ramai. 

Ini terjadi di sebagaian masyarakat kala itu. Mendengarkan Saur Sepuh dari sebuah radio di lingkungan tempat tinggal yang memiliki radio adalah sebuah hal yang sangat biasa. Boleh jadi dalam satu RT hanya beberapa saja yang beruntung memiliki radio. Sebagai salah satu hiburan, Saur sepuh menjadi kian terkenal dengan imajinasi masing-masing orang yang berbeda-beda. Telinga untuk mendengar sementara pikiran kita berimajinasi menggambarkan tokoh yang ada dalam sandiwara radio. 

Kesuksesan Sandiwara radio Saur sepuh tentu saja menjadi sebuah fenomena di kala itu. Meski kalau berbicara sandiwara radio, penulis sendiri kurang begitu paham karena masih kecil dan tidak setiap hari mendengarkan sandiwara radio karena keterbatasan pemilik radio saat itu. Tapi tentu saja saya tahu tokoh-tokoh yang ada di sandiwara radio seperti Brama, Mantili, Lasmini, Gotawa, Biksu kampala, Garnis, Permadi, Bentar , dan lain-lain. Hingga akhirnya Saur sepuh yang sukses di radio merambah ke layar Lebar. 
Brama dan Lasmini yang terpilih dari Audisi Saur Sepuh



Penampakan VCD Saur Sepuh


Layar Lebar

Film pertama yang diangkat ke layar lebar adalah Satria Madangkara. Di produksi oleh PT Kanta Indah Film dengan sponsor PT Kalbe Farma. Meski sebelumnya terjadi kekisruhan sebelum proses produksi. Mengutip dari Majalah Film No. 056/24 edisi 20 Agustus - 2 September 1988 awalnya Saur Sepuh akan di berikan kepada Garuda Film, tapi tidak jadi karena pemiliknya sedang ke Hongkong dan sulit di hubungi, setelah sebelumnya dari beberapa Produser seperti dari Tobali Film, Garuda Film dan Inem Film  menghubungi Kalbe Farma selaku pemilik siar Saur Sepuh. Setelah melakukan penjajagan PT Kalbe Farma cenderung untuk memilih Garuda Film namun tidak jadi karena pemilik Garuda pergi ke Hongkong. Sejak itu putus kontak antara Kalbe dengan Garuda. 

Lantas bagaimana bisa jatuh ke Kanta? Pada awalnya produser Kanta Indah Film menghubungi PT Kalbe Farma untuk untuk memfilmkan saur sepuh atas desakan Imam Tantowi. Meski awalnya alot namun singkat cerita akhirnya Kanta Indah Filmlah yang akhirnya memproduksi Saur sepuh meski pada saat itu juga Tobali Film membuat Brahmana Manggala dengan pemeran Ferry Fadly dengan mengusung itulah Brahma yang asli dalam promosinya. (Mungkin di lain kesempatan akan saya kutip berita tersebut.)
Fendy Pradana sebagai Brama Kumbara


Dan inilah Saur sepuh itu yang di Produksi pada tahun 1988 dan tayang di awal September 1988.
Audisi pemain Saur sepuh pun di mulai sejak tahun 1987. Fendy Pradana terpilih sebagai tokoh Brama Kumbara setelah menyisihkan 11.719 peserta audisi pada akhir Maret 1988 seorang pendatang baru dari Surabaya. 
Mantili si Pedang Setan


Kemudian Elly Ermawati di dapuk sebagai Mantili seperti dalam sandiwara radio. karena dari beberapa pemain sandiwara radio, hanya Elly Ermawatie lah yang di anggap mewakili sesuai karakter di sandiwara radio. 

Murtisaridewi sebagai Lasmini



Sementara itu Lasmini jatuh pada seorang gadis SMA asal solo Murtisaridewi. Mencari tokoh Lasmini , bagi Imam Tantowi, Murtisaridewilah yang paling cocok memerankan Lasmini setelah 6 bulan pencarian. Siapakah Murtisaridewi? Dia gadis kelas 1 SMA yang banyak prestasi terutama di bidang seni tari. Dari hobbinya menari Jawa ia sudah menggondol banyak prestasi Karena ketika terpilih sebagai bintang saur sepuh, Murtisaridewi pun sedang sibuk mengikuti grup tarinya tour ke sejumlah negara seperti Brasilia, Australia dan Amerika. 

Setelah proses suting di lakukan di beberapa wilayah seperti studio Cengkareng, Jakarta Barat, Pangandaran, Padalarang - Jawa Barat, Waika Bubak, Sumba, Nusa Tenggara Timur dan Way Kambas Lampung dengan di dukung kuda kurang lebih 1500 ekor dan pasukan gajah serta melibatkan banyak pemain , saur sepuh  Satria Madangkara menjadi  film Kolosal pada tahun 1988. 

Tepat di awal bulan September 1988 Saur Sepuh tayang di bioskop-bioskop tanah air dan mendapatkan sambutan yang luar biasa. Banyak yang penasaran akan kesuksesan Saur sepuh di sandiwara radio dan berbondong-bondong ke bioskop untuk menyaksikannya. Dari data yang penulis peroleh baik dari Majalah maupun buku FFI , perolehan penonton Saur Sepuh mencapai 2. 275.887 angka yang fantastis di jaman itu. Sementara untuk Jakarta sendiri film Saur Sepuh menduduki peringkat pertama sebagai film terbanyak penontonnya dengan perolehan penonton 575.480 , tentu saja ini adalah hitungan yang bisa jadi akan lebih banyak lagi mengingat pada saat itu bioskop sangat menjamur hingga pasar-pasar dari kelas 1 hingga kelas 3. 

Tepat hari ini, 1 September 1988 , Saur Sepuh tayang di Bioskop dan Kini usia Saur Sepuh "Satria Madangkara" sudah menginjak 35 tahun yaitu dari 1988 - 2023 dan bagi penulis sendiri tidak pernah bosan untuk menontonnya kembali meski sudah di tonton berulang kali. 

Kalau dari penulis pribadi sih tidak berharap akan ada remake atau lanjutan dari kisah saur sepuh yang di buat filmnya lagi, tapi biarlah apa yang pernah di produksi menjadi kenangan indah bagi para penggemarnya dan Harapannya adalah semoga film Saur Sepuh dapat menjadi pembuka sebagai film Klasik di ajang bergengsi seperti Festival-festival film . Kalau harapan pembaca bagaimana?? adakah harapan khusus akan film ini?




Galeri foto : 

Sebagai Fans Saur Sepuh kadang saya suka bawa koleksi ini 


Satria Madangkara