Sambungan dari bagian 11
Mantili dan Patih Gotawa |
Panglima Lodaya dan pasukannya siap menyerang kubu Majapahit. Di Kejauhan dia melihat kurang lebih seribu infantri pasukan Majapahit.
"Tidak mungkin begitu sedikit", serunya ragu-ragu.
"Dalam tempo singkat kita hanjurkan mereka Gusti Panglima"' sahut Senopati Pendet
"Kita serang sekarang panglima"' Senopati Nara mengajukan usulnya.
Tapi Panglima Lodaya merasa bahwa itu cuma siasat. Dia menyabarkan kedua pemimpin pasukan itu.
"Jangan gegabah!", Panglima Lodaya mengingatkan.
"Kekuatan Majapahit memang sudah hancur! Angkatan perangnya sudah rapuh sepeninggal Gajah Mada!"' seru senopati Pendet.
"Aku takut ini siasat Narapati raden Gajah!", sambung Panglima Lodaya
"Tidak mungkin gusti, seharusnya mereka melakukan gertakan dengan mengerahkan sehebat mungkin tentara Majapahit", Senopati Nara kembali mengemukakan pendapat.
"Tapi mustahil angkatan perang negara besar tanpa pasukan berkuda!".
Narapati Raden Gajah dan beberapa orang staf angkatan perangnya bersembunyi di balik batu. Tepat seperti dugaan Pangeran Lodaya mereka tengah melakukan siaat perang.
"Kalau benar seperti laporan penyelidik kita bahwa tentara Pamotan meniru siasat perang Gajah Mada, maka siasat yang kita jalankan pasti berhasil", seru Narapati Raden Gajah.
"Mudah-mudahan mereka terpancing untuk menyerbu umpan kita", sahut Senopati
"Dan kalau Bre Tumapel benar-benar jadi membantu kita, maka perang ini akan cepat berakhir", kata Narapati Raden Gajah.
Pasukan kecil tentara Majapahit bergerak perlahan tapi pasti mereka membentuk posisi mata tombak yang ketat hingga pasukan Pamotan sempat bertahan.
Narapati Raden Gajah memberi komando, Peniup trompet membunyikan sangkala dalam nada terntentu. Dari padang ilalang yang sepi muncul pasukan panah mengepung pasukan Pamotan. Panglima Lodaya menjadi kalang kabut. Apalagi pasukan Majapahit menghujadi mereka dengan anak panah. Korban mulai berjatuhan. Senopati Pendet dan Senopati Nara merasa terpukul.
"Cepat arahkan pasukan menyerang ke satu arah, hindarkan tebing-tebing itu", Panglima Lodaya mengatur taktik.
Sementara pertempuran tengah berlangsung Brama sibuk mencari isteri dan adiknya. Dia mendatangi tempat si Mata Setan namun tidak di temukan orang yang dicarinya selain si Mata Setan yang tengah mengobati luka-lukanya.
Brama menjadi semakin geram. Mata Setan diancamnya.
"Dimana persembunyian Lasmini? cepat katakan!".
Dengan wajah yang pucat si mata Setan Menggeleng.
"Saya tidak tahu, mungkin di padepokan Bukit Kalam".
"Dimana itu?".
"Di kaki bukit Tidur!".
Brama segera berangkat lagi meninggalkan si Mata Setan yang masih ketakutan.
Sementara itu di Padepokan Bukit Kalam, Patih Gotawa, Mantili dan Harnum masih dalam keadaan pingsan. Tubuh mereka di ikat dengan tali yang sangat kuat. Lasmini mendapat kabar bahwa Brama terus mencari-carinya. Wangsa melaporkan.
"Lasmini! Orang Madangkara itu terus mencari kamu! dia dirumah Mata Setan!"
"Lebih baik kalian lari! Satria Madangkara bukan tandingan kita"' seru lasmini sambil melompat turun dari jendela. Ia kemudian kabur dengan kudanya diikuti oleh murid - muridnya.
BERSAMBUNG......