Showing posts with label Lasmini. Show all posts
Showing posts with label Lasmini. Show all posts

Saturday, June 22, 2024

MENGENAL MURTISARIDEWI SI KEMBANG GUNUNG LAWU


Raden Roro Murti Sari Dewi atau biasa dipanggil dengan nama Murti lahir di Solo, 11 Desember 1970 dari pasangan Raden Maryam Brotokusumo dan Raden Cjut Hernowati adalah seorang seniman yang sudah di gelutinya dari semenjak sekolah.  Putri ke 6 dari 7 bersaudara  ini adalah seorang yang memiliki hobi menari Jawa. Ia yang sudah banyak mengharumkan nama Indonesia hingga ke mancanegara. Telah banyak prestasi yang diraihnya.  

Dari  hobbynya menari Jawa, ia sudah menggondol sejumlah prestasi. Diantaranya menjadi Juara Kesatu Tari Jawa seSurakarta, Juara Kesatu Putri Luwes dan juara kesatu peragaan Busana Lurik. Tidak heran berprestasi seperti itu, karena Murti mengikuti group Suryosumirat Mangkunegaran Kraton Surakarta, Yayasan Kesenian Indonesia serta Sadupi (Sarana Duta Perdamaian Indonesia), Didi Nini Towok, dan Wayang Kawula Muda Surakarta, Mardi Budoyo. Dari hobi Ini pula, Murti sering berkunjung ke mancanegara sebagai Duta Seni seperti ke Singapura, Cekoslovakia, India, Malaysia, Brasilia, Australia dan Amerika mengikuti grup tarinya. 

Selain itu Murti mulai bermain dalam acara Cakrawala Budaya TVRI sebagai Amentaraga. Hingga suatu saat dicari sosok Lasmini oleh Imam Tantowi sebagai Sutradara Saur Sepuh yang diangkat dari Serial sandiwara radio yang saat itu sedang mencari pemeran Lasmini namun tidak ada yang cocok. Hingga akhirnya terpilih Murtisaridewi sebagai Lasmini yang dipilih langsung oleh Imam Tantowi. Murtisaridewi dianggap cocok untuk memerankan Lasmini meskipun pada saat itu Murti masih duduk di kelas 1 SMA dan belum pernah main film.


Melalui tangan Imam Tantowilah, debut Murtisaridewi dalam Film Saur Sepuh dimulai hingga namanya kian lekat sebagai Si Kembang Gunung Lawu.. Peran itu kian melekat setelah Ia juga membintangi seri film Saur Sepuh lainnya yakni Saur Sepuh 1 , 2 dan 3. Sementara dalam seri Saur Sepuh 4 tidak dilibatkan karena berbeda cerita. Murtisaridewi kembali menjadi Lasmini dalam film Saur Sepuh 5 meski dengan sutradara berbeda yakni Torro Margens. Akting Murti kian terasah dan kian matang. 


Selain bermain film Silat Murtisaridewi juga pernah bermain film drama Komedi "Cinta Punya Mau" bersama Yurike Prastica . Murti berperan menjadi anak SMA sebagai "gadis sekarepe dewe". Film-film lain yang pernah dibintanginya dengan genre silat antara lain Tutur Tinular 3 dan Tutur Tinular 4, Pusaka Penyebar Maut, Anglingdharma 3, dan juga Dewi Angin Angin. 

Selain berkiprah di film, Murtisaridewi juga bermain dalam sinetron-sinetron bertema laga/silat seperti dalam sinetron Singgasana Brama Kumbara, Jaka Sembung, Naga Sasra Sabuk Inten, Tutur Tinular dan Juga Misteri Dari Gunung Merapi.

Setelah dunia film dan sinetron ditinggalkan, sekarang Murtisaridewi tinggal di Solo bersama keluarganya dan memiliki seorang anak laki-laki. 


Sumber : Majalah Kawanku, Majalah Film, Majalah Femina, Majalah Kartini

Friday, May 24, 2024

INILAH TIKA SARI PEMERAN YULIDAR, MURID PERTAMA LASMINI DALAM FILM SAUR SEPUH III

Tika Sari sebagai Yulidar

 Kalau menonton film saur sepuh 3 Kembang Gunung lawu, tentu kita akan melihat sosok gadis belia yang terdampar ke pondokan Lasmini karena tersesat dikala malam disertai juga dengan hujan. Seorang remaja putri dari desa Jalu yang berniat ke kota. Dengan tubuh basah kuyup karena kehujanan dengan pakaian tipis dibagian dada yang basa , belum lah ia mengetuk pintu, dengan insting yang dimiliki, Lasmini langsung membukakan pintu dengan tenaga dalam dan menutupnya kembali setelah tamunya masuk. Setelah menyampaikan maksud dan tujuannya pada Lasmini , gadis tersebut mendengar petuah Lasmini yang lebih banyak makan asam garam kehidupan. Niat hati untuk pergi ke kota namun di larang oleh Lasmini karena pergi ke kota hanya akan menemui manusia manusia bejat yang hanya memandang dari pangkat dan derajat. Sehingga bisa saja kalau dia akan di ganggu laki-laki yang ingin menikmati tubuhnya dengah halus ataupun paksa. 

Yulidar dan Lasmini sedang berlatih Jurus

Akhirnya Lasmini memberkan opsi untuk bekerja padanya dan akhirnya di jadikan murid oleh Lasmini. Siapakah gadis tersebut? dia adalah Yulidar yang kelak akan menjadi murid pertama Lasmini. 


Yulidar di perankan oleh Andi Ratu Tika Sari atau lebih dikenal dengan Tika Sari. Gadis berusia 19 tahun saat produksi film Saur Sepuh 3 tersebut merupakan putri dari Andi Bachtiar seorang Perwira ABRI (Sekarang TNI) dengan tinggi 1,61 meter. Sebelum bermain di Saur Sepuh garapan Imam Tantowi, Tika Sari pernah bermain di film anak-anak "Don Aufar" yang pada saat itu belum tayang atau tidak jadi tayang. 

Tika Sari bergabung pada Sanggar Pakarya pimpinan Torro Margens, dan di percaya sebagai sekretaris sanggar.  Lewat Sanggar Tika tampil dalam Pementasan Balada Orang-orang tesingkir, di balai sidang dan juga ikut mendukung sinetron TVRI "Mutiara-mutiara" . Tika juga pernah memperoleh peran kecil lewat film silat "Pancasona" yang dibintangi oleh Barry Prima. 


Dalam Saur Sepuh III, berperan sebagai Yulidar seorang pendekar wanita, Tika terpaksa harus belajar silat jurus-jurus kembangan pada perguruan 12 Naga di Tanjung Priok. 

Demikanlah sosok Tikasari pemeran Yulidar dalam saur sepuh 3 Kembang Gunung Lawu. 


Wednesday, March 6, 2024

OONG MARYONO , SALAH SATU PEMERAN "PEMERKOSA" LASMINI DALAM SAUR SEPUH 3


Masih tentang saur sepuh ya, kali ini adalah tentang sosok pemerkosa Lasmini dalam film Saur Sepuh 3. Dalam film Saur Sepuh 3 Kembang Gunung Lawu yang di perankan oleh Murtisaridewi sebagai Lasmini sebagai tokoh sentral dari film ini. Di ceritakan Lasmini adalah istri dari Saudagar ternama bernama Juragan Basra. Namun karena Lasmini justru juga mencintai laki-laki lain yang lebih gagah seperti Ranggawuni, terlebih Juragan Basra juga gagal menahan kepergian Lasmini karena bosan mengikuti juragan Basra sebagai pedagang, maka timbul niat jahat juragan Basra untuk membunuh Lasmini. 

Di tengah jalan , Lasmini di cegat oleh begundal Juragan Basra, kemudian ramai-ramai memperkosa Lasmini dan kemudian Lasmini di buang ke jurang dengan harapan Lasmini akan mati. Namun siapa sangka Lasmini di tolong oleh nenek Lawu yang kelak setelah menerima ilmu yang di ajarkan nenek Lawu di perguruan Anggrek Jingga, Lasmini akan menuntut balas dan membunuh satu persatu pemerkosanya. 

Salah satu dari sosok pemerkosa Lasmini di perankan oleh Oong Maryono. Siapakah Oong Maryono? di kutip dari Majalah Film edisi 089/57 tahun VI , 25 Nov - 8 Des 1989, dia adalah seorang atlet yang pernah dua kali juara dunia silat untuk kelas bebas dan empat kali juara nasional Tae Kwon Do untuk kelas yang sama. Lelaki kelahiran Bondowoso 28 Juli 1957 ini terjun ke dunia film setelah Robert Santoso menariknya  dan memperkenalkan pada Imam Tantowi, sang Sutradara film Saur Sepuh 3. 

Oong Maryono berperan sebagai Ande, anak buah juragan Basra yang ikut memperkosa Lasmini . Ande akhirnya mati ditangan lasmini setelah di tusuk pedang.  Bermain film hanya menjadi ajang percobaan saja bagi Oong karena jika prospeknya cerah maka ia edan terus bermain film namun jika tidak maka ia akan kembali ke pekerjaanya selama ini. 

Pendekar di perguruan silat Nusantara dan Penyandang DAN III Tae Kwon Do serta pemegang sabuk Coklat Jui Jit Su, selain punya prestasi gemilang di seni bela diri yang ditekuninya, juga punya ribuan murid di Brunei Darussalam. 

Oong Maryono juga tercatat pernah bermain di Tutur Tinular dan Jaka Swara. 

Saturday, February 10, 2024

SAUR SEPUH 1 SATRIA MADANGKARA

 


JUDUL FILM                        : SAUR SEPUH SATRIA MADANGKARA

SUTRADARA                       : IMAM TANTOWI

SKENARIO                           : IMAM TANTOWI

CERITA                                  : NIKI KOSASIH

PRODUSER                          : HANDI MULYONO

PRODUKSI                           : PT. KANTA INDAH FILM

TAHUN                                 : 1988

JENIS                                     : SILAT

PEMAIN                               : FENDY PRADANA, ELLY ERMAWATIE, MURTISARIDEWI, ANNEKE PUTRI, BARON HERMANTO,  HENGKY TORNANDO, CHITRA DEWI, LAMTING, ATIN MARTINO, YOSEPH HUNGAN, RUDI WAHAB, SIRJON DE GOUT, ATUT AGUSTINANTO

SINOPSIS :

Kerajaan Majapahit di landa kemelut. Sang Prabu Wikramawardana bermuram durja. Berembuk dengan Patih Gajah lembana, Narapati Raden Gajah dan senopati-senopati lainnya.

“Bre Wirabhumi mau melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit karena dia sebagai putera Ramanda Hayam Wuruk merasa lebih berhak dari aku yang  hanya seorang menantu,” Keluh sang Prabu. “Seharusnya dia memahami, isteriku adalah puteri Permaisuri, sedang dia terlahir dari seorang selir!”.

Raden Gajah melaporkan bahwa utusan Kiasar Yung Lo dari Cina, sudah memberikan pengakuan kepada Bre Wirabhumi yang mendirikan kerajaan Pamotan.  Maka Bre Wirabhumi dengan tekebur meminta dukungan dari negeri-negeri tetangga seperti kerajaan Pajajaran, Tanjung Singguruh, Sumedang Larang dan  juga sebuah kerajaan kecil nan makmur, Madangkara.

Hulubalang Rowi dan Pamotan, berpapasan dengan Hulubalang Ludaka dari Majapahit, di perbatasan Madngkara. Nyaris kedua utusan itu bentrok kalau tak di cegah oleh Senopati  Ringkin yang membawa kedua pihak ke keratin Madangkara.

Prabu Brama Kumbara sedang bersama permaisurinya, Harnum dan adiknya Dewi Mantili, disertai suami sang  adik , Patih Gutawa.

Menerima surat dari kedua utusan itu, sang Prabu tak bisa segera memberikan keputusan. Dengan bijaksan.

Prabu Brama kumbara menugaskan Tumenggung Adiguna membawa surat ke Pamotan, menghimbau Adiguna di cegat Tumenggung Bayan. Perselisihan berlanjut dengan adu kedigdayaan. Dengan Aji Cadas Ngamparnya, Tumenggung Bayan menghancurkan tubuh Adiguna.

Perbuatan Tumenggung Bayan membuat  Prabu Brama Kumbara sangat tersinggung. Ia Menugaskan Patih Gutawa dan Mantili membawa suratnya ke Majapahit. Lalu ia sendiri menyamar menjadi Satria Madangkara untuk menuntut balas kepada Bayan. Harnum juga menyamar sebagai pendekar kelana untuk mengikuti perjalanan Satria Madangkara. Mereka berangkat menunggang rajawali raksasa.

Patih Gutawa dan Mantili di sambut baik oleh Prabu Wikramawardana. “Aku mengerti sikap rajamu, sangat bijaksana kalau Prabu Brama Kumbara  memilih kerajaan Majapahit, bukan memihak aku atau siapa. Raja bisa berganti siapa saja, tapi Majapahit tetap Majapahit,”.

Satria Madangkara menantang Tumenggung Bayan bertarung satu lawan satu. Tolak Balik Aji Cakar Geni membuat sekujur tubuh Bayan terbakar hangus. Ternyata perkara tak berakhir sampai di sini, tunangan Bayan, pendekar wanita Lasmini yang menjadi guru silat di padepokan Bukit Kalam, bersumpah menuntut balas.

Tapi saat bertemu muka, dendam Lasmini berubah menjadi kekaguman seorang wanita terhadap seorang lelaki jantan. Apalagi setelah bergebrak, Satria Madangkara bisa merobohkannya dengan mudah.

“Kamu terlalu mempesona untuk menjadi musuhku, “ rayu Lasmini yang mulai kasmaran.

“Jangan!” Kamu harus tetap membenciku karena aku telah membunuh tunanganmu!” cegah Satria Madangkara.

Harnum dan Mantili menjadi sangat murka, dan mencari maki Lasmini.


Merasa tak mampu menandingi, Lasmini meminta bantuan gurunya, Si Mata Setan. Namun Satria Madangkara yang menguasai Ajian Serat Jiwa mampu mengusir si Mata Setan.

Peperangan Majapahit dengan Pamotan tak terelakkan lagi. Angkatan perang Majapahit di pimpin Patih Gajah Lembana yang menunggangi Gajah menyerbu Pamotan.

Lasmini bergabung dengan dua saudara seperguruan Bayan, Yakni Jasta dan Wangwa, serta guru mereka Jagadnata, mencegat rombongan Satria Madangkara. Dalam  pertarungan seru, Lasmini merapal ajian Sirep Megananda untuk menawan Patih Gutawa, Mantili dan Harnum. Sedangkan Satria Madangkara terpaksa menggunakan Ajian Serat Jiwa tingkat tinggi untuk menghancurkan Jagadnata yang kelewat berbahaya.

Serbuan Angkatan Perang Majapahit menghancurkan keraton Pamotan. Bre Wirabhumi melarikan diri naik perahu. Tapi Patih Gajah Lembana tak sudi melepaskannya. Dalam pertempuran, Patih Gajah Lembana berhasil memenggal kepala Bre Wirabhumi.

Prabu Wikramawardana tertunduk haru menerima persembahan kepala Bre Wirabhumi. “Kuburkan di desa Lung, dan dirikan diatasnya sebuah Candi, sebagai peringatan pada anak cucuku, betapa menyakitkan sebuah perang”.

Peperangan Majapahit  Pamotan telah berakhir, tapi justru Brama Kumbara menghadapi persoalan baru. Ia harus mencari Harnum, Mantili dan Gutawa yang di tawan dan di sembunyikan oleh Lasmini entah dimana.  Satria Madangkara bersuit memanggil burung rajawali raksasanya. Dengan menunggang burung rajawali itu, Brama Kumbara memulai perjalanan untuk mencari orang-orang kesayangannya hingga akhirnya dapat kembali bersama.

 

 

 

Monday, February 5, 2024

SUTING "SAUR SEPUH III" DAN KERBAU LASMINI PUN MENGAMUK


Kali ini saya akan menyadur ulang artikel dari majalah film No. 089/57 Th VI 25 Nov - 8 Des 1989 tentang Saur Sepuh 3 semoga bermanfaat buat yang belum pernah membacanya atau tidak tahu informasinya. 

Berikut kutipan lengkapnya. 

Kalau Murtisaridewi mengamuk di saat suting, itu biasa karena perannya sebagai Lasmini menuntut begitu. Tapi kalau kerbau yang mengamuk? Tak urung Imam Tantowi sendiri ikut repot. Dan itulah yang terjadi ketika suting "Saur Sepuh III" Kembang Gunung Lawu " berlangsung di Pangandaran - Jawa Barat. 

Pasalnya ketika gerobak yang di tarik kerbau sebagai kendaraan Lasmini di hadang anak buah juragan Basra, terjadilah perkelahian satu lawan lima. Perkelahian itu rupanya tak cuma membuat pengiring Lasmini Kabur karena takut tapi juga membuat sang kerbau kalang kabut. Akibatnya kerbau tersebut ingin  ngacir juga. Ia berontak dari tali yang melingkari lehernya. Dan itu sudah cukup membuat kayu kemudi grobak patah dan Tantowi teriak , Cut!.


Suting berhenti, sang kerbau di tenangkan. Tapi, nah ini begitu kerbau di keluarkan, Tantowi tiba-tiba berteriak. Rupanya ada yang salah, "Mana orang-orang art?, teriaknya. Buru-buru semua orang datang da mencoba memperbaiki kayu gerobak yang patah.  "Sial, lama-lama bisa mati saya, lambat sekali kerjanya. Bawa paku, kawat dan martil tidak?" tanya sutradara ini pada salah seorang kru art yang terpaksa diam membisu. Dan Tantowi pun segera mengambil alih martil lalu bekerja sendiri. 

Kemarahan-kemarahan seperti itu agaknya memang bukan mutlak milik Tantowi saban suting berlangsung. Beberapa sutradara lain juga pernah mengalami dan melakukannya. "Kesal sih, " Kilah Tantowi. Dan ketika gerobak sudah di perbaiki, suting di lanjutkan lagi. Tapi kali ini bukan sang kerbau yang bikin ulah, justru Lasmini yang tak konsentrasi. Adeganpun terpaksa di ulang-ulang hingga 12 take. 

Kenapa sampai begitu banyak di ulang?" Soalnya kita ingin menyajikan yang terbaik," jawab Tantowi. Dan yang terbaik itu, menurutnya tak cuma dalam soal penyajian adegan, tapi juga perlengkapan suting. "Untuk saur sepuh II ini kami pakai lighting H.M.I sebanyak 5 buah. Di Indonesia belum ada yang punya lighting seperti ini. Kalaupun ada baru Soraya Film. Itupun cuma dua boah. Soalnya harganya mahal. Rp. 10 Juta satu buah, "turut Tantowi. Menurutnya kegunaan lighting H.M.I ini cukup besar. "Lampu ini bisa mengatasi ketiadaan cahaya matahari. Jadi suting tidak terganggu kalau matahari tidak ada. Lagi pula bisa menembus tirai hingga menimbulkan bayang-bayang yang asli. "Jelasnya. 

Menurut Tantowi, lampu seperti itu pulalah yang digunakan ketika Soraya membuat  film "Pembalasan Ratu pantai selatan," Dan hasilnya k kata Tantowi, cukup menakjubkan. "Itu baru mereka pakai dua buah. Kami pakai lima sekaligus, katanya lagi . Soalnya lampu begini bisa menambah suasana gambar menjadi sesuai seperti yang kita ingini." tuturnya. 

Dengan peralatan yang seperti itu, Tantowi mengharapkan "Saur Sepuh III" bisa menjadi film dengan ilai lebi. Tapi sayang, ketika kemudian suting harus berlanjut sore hari, dimana Lasmini harus di gantung sungsang, Tantowi menghentikannya dn kita tak tahu sampai dimana kehandalan spotlight barunya. "Sudah sore. Saya harus kembali ke jakarta karena besok harus ke Surabaya," kilahnya. Dan di Surabaya Tantowi memang melakukan bargaining untuk film "10 November".

Tuesday, January 30, 2024

SUTING FILM SAUR SEPUH DI WAY KAMBAS, MALAM TERAKHIR KABEL DI PUTUS GAJAH LIAR

 


Balik lagi ya kali ini tentang saur sepuh Satria madangkara lagi saat suting di Way Kambas. Di ambil dari bonus Majalah Film No. 056/24 Tahun IV, 20 Agustus - 2 September 1988. berikut kutipannya.

Pertengahan Juli lalu (Tahun 1988), Majalah Film bersama 20 wartawan film Ibukota, selama tiga hari mengikuti Imam Tantowi ke Pusat Latihan Gajah (PLG), Karangsari Way Kambas, Lampung Tengah. Tantowi, Sutradara film aksi itu memang sedang merampungkan  pembuatan film kolosalnya "Saur Sepuh, Satria Madangkara," di daerah yang penduduknya mayoritas bersuku Jawa itu. 

Di Saat puluhan Kru dan para pemainnya, seperti Elly Ermawaty, Anneke Putri, Fendy Pradana, Lamting, Hengky Tornando, Atut Agustinanto, Atin Martino dan lain-lain, Tantowi berbaur  dengan puluhan figuran yang diambilnya dari penduduk setempat plus gajah-gajah yang mulai jinak di PLG itu. "Ini suting terakhir Saur Sepuh yang mengambil adegan peperangan antara pasukan Majapahit yang menunggang gajah dengan pasukan kerajaan Pamotan," ujar Tantowi.

Dan, adegan itulah yang selama tiga hari, dari pagi hingga malam, di sut kameramen Herman Soesilo di Way Kambas. Ada tembok tinggi kerajaan Majapahit yang panjangnya 26 meter dan tingginya 8 meter, terbuat dari lukisan triplek, lalu ada belasan ekor kuda dan lima ekor gajah serta puluhan figuran. 

Mengambil adegan yang serba kolosal itu, tak kurung Tantowi naik pitam. betapa tidak, puluhan orang di harapkannya menuruti komandonya. Tapi dasar para figuran itu awam terhadap dunia film, begitu Tantowi teriak "Cut!" mereka masih saja berkelahi dengan pasangannya. Atau belum lagi Tantowi teriak "Action,!", mereka sudah mendahului berakting. Tak heran kalau tantowi sambil melap keningnya yang penuh keringat karena cuaca emmang sangat  panas , harus berkali-kali mengulang adegan. 

Belum lagi kuda-kuda yang ketakutan ketika bertemu dengan gajah-gajah pasukan Majapahit. Begitu Tantowi teriak action dan camera mulai bekerja, eh kuda-kuda tunggangan para ksatria Madangkara malah lari ketakutan saat di depannya terlintas gajah-gajah itu. Terpaksa Tantowi pakai cara lain, kuda-kuda di pegangi para pemiliknya. 

Suting film sampai selesainya memakan waktu hingga 5 bulan itu, di lampung agaknya merupakan film merupakan suting punyaknya setelah di Sumba. Pangandaran dan Jakarta malam terakhir suting, seluruh kru dan Tantowi sendiri jadi kalangkabut karena munculnya seekor gajah liar yang sempat memutuskan kabel diesel. 

Rupanya, baik Tantowi maupun paawang-pawang gajah yang ada di way Kambas, tidak lebih dulu kompromi dengan 3000 ekor gajah liar yang masih berkeliaran di lokasi suting.

Syukur, Sanga Noppharwan, seorang pawang gajah asal thailan, berhasil menghalau gajah liar itu, jika tidak?" Bisa bisa suting di Way Kambas ditambah waktunya", tutur seorang kru Tantowi. 

Selain Tantowi selama tiga hari ini juga yang cukup repot, Elly dan Annake karena terpaksa memenuhi permintaan foto bersama dari penduduk setempat. Kerjaan yang menyenangkan tentunya. 

Thursday, January 11, 2024

SAUR SEPUH : DARI RADIO KE LAYAR PERAK


Saur Sepuh sebuah serial sandiwara radio yang fenomenal pada era 80an yang diangkat ke layar lebar. Kali ini saya akan menuliskan tentang Saur Sepuh yang diangkat ke layar perak dari Majalah Sarinah Nomor 156/29 Agustus sd 11 September 1988. Meski beritanya sudah basi namun agar para pembaca dapat kembali mengingatnya dan membaca kisahnya. 

Berikut petikannya.

 Cerita Saur Sepuh yang meminjam latar sejarah Majapahit di gemari jutaan pendengar sekitar 250 pemancar radio. Lalu diangkat ke layar perak. Dapatkah gambar yang tampil di film Saur Sepuh sesuai dengan imajinasi pendengar drama tersohor itu?

Gerbang benteng Majapahit terbuka. Pasukan gajah yang di pimpin Raden Gajah berderap di iringi pasukan berkuda dan prajurit yang meluap seperti bah dan perang tandingpun berkobar. Pekik kesakitan baur dengan denting beradunya bermacam senjata. Pedang dan tombak bercuatan diantara kibaran umbul-umbul. Pasukan gajah terus merangsek maju, menggilas prajurit kerajaan Pamotan yang memberontak. 

Sementara kedua prajurit kerajaan itu berperang, Imam Tantowi terus menyimak jalannya pertempuran. Imam Tantowi, kita tahu adalah salah seorang sutradara film action yang selama ini mampu menyuguhkan adegan-adegan menegangkan namun juga artistik. Di tangan Imam Tantowi, film action bukan sekedar gambar hidup yang menyuguhkan orang berkelahi atau baku bacok, "Carok" umpamanya. Film "Carok" yang berlatar tradisi Madura, di tangan Imam Tantowi, hadir sebagai film berbobot. Setidaknya El Manik menyabet PIala Citra melalui film "Carok" itu. Dan kini Imam Tantowi kembali menggarap film action Saur Sepuh seri pertama berjudul "Satria Madangkara".

Film yang konon menghabiskan biaya sekitar satu milyar rupiah ini, "Ceritanya, sebagai drama radio, sudah demikian populer. Bagi saya, hal itu justru menyulitkan. Sebab,saya di batasi oleh Imaginasi mereka yang selama ini menggemari drama radio Saur Sepuh. Maka, dalam pengadegan dan visualisasi, yang dapat saya lakukan hanyalah mencoba mendekatkannya dengan bayangan yang selama ini ada di dalam imajinasi penggemar Saur Sepuh," kata Imam Tantowi dalam nada rendah. 


Perahu Raden Gajah

Brama, Mantili, 

Latar Sejarah

Saur sepuh seri "Satria Madangkara" ini meminjam latar sejarah kerajaan Majapahit yang sedang dilanda kemelut. Alkisah, Bre Wirabhumi putra Prabu Hayam Wuruk dari istri selir, berniat menuntut hak sebagai raja Majapahit yang ketika itu di perintah oleh Prabu Wikramawardana, menantu Prabu Hayam Wuruk. 

Bre Wirabhumi berusaha menandingi kekuasaan Majapahit dengan mendirikan kerajaan Pamotan. Dan ia meminta pengesahan pada Kaisar Yung Lo di Negeri Cina. Selain itu, ia juga mencari dukungan dari negeri tetangga antara lain Pajajaran, Tanjung Singguruh, Sumedang Larang dan kerajaan kecil Madangkara. 

Hingga disini, latar sejarah yang di pinjam pembuat cerita Saur Sepuh, yakni Niki Kosasih, mulai bergeser pada fiksi. Syahdan Brama Kumbara, raja Madangkara, enggan membantu Pamotan, Sebab Brama Kumbara menganggap pertikaian Bre Wirabhumi dengan raja Majapahit itu sebagai perselisihan keluarga. Ia tak hendak memihak, dan bahkan mengirim surat berisi imbauan agar kedua belah pihak menghentikan pertikaian dengan musyawarah. 

Akan tetapi, utusam Brama Kumbara terbunuh oleh Tumenggung Bayan, punggawa kerajaan Pamotan. Hal itu tentu saja membuat Prabu Brama Kumbara kurang berkenan. Ia meminta kepada Bre Wirabhumi agar Tumenggung Bayan di serahkan untuk di hukum. Tatkala meminta penyerahan itu, Brama Kumbara menyamar sebagai Satria Madangkara, dan mengaku sebagai utusan raja Madangkara. 

Jalinan cerita perebutan tahta Majapahit itu , lantar bergeser lagi ke dalam alur pengembaraan Satria Madangkara serta tokoh-tokoh Saur Sepuh yang selama ini di kagumi penggemar drama radio. Yakni Mantili, Gutawa, dan tokoh wanita antagonis Lasmini.  Selain perang kolosal, Satria Madangkara juga menyuguhkan duel dan sekaligus memvisualisasikan kehebatan tokoh-tokoh Saur Sepuh.

"Jika di dalam drama radio, imaginasi pendengar di bangkitkan dengan narasi, maka saya mencoba menggambarkan secara visual, " kata Imam Tanowi. 

Namun itu bukan hal mudah, Jika dalam drama radi kesaktian Mantili diutarakan dengan kata-kata umpamanya saat berperang, narator dengan leluasa mengisahkan kesaktiannya. Dan Mantili dalam imaginasi pendengar radio, mampu meloncat-loncat dari pucuk pohon ke pucuk pohon tanpa pernah terjatuh. 

"Hal semacam itu tentu sulit di capai dalam film," kata Imam tersenyum. Akan tetapi  dalam usahanya mendekati imaginasi yang sudah terlanjur terbentuk itu, Imam Tantowi tampak bersungguh-sungguh. Ia misalnya, bersusah payah menggambarkan kesaktian Mantili mampu berdiri diatas tombak yang dilemparkan kepadanya. Dan sambil tetap beridri di batang tombak itu. Mantili pun berputar arah mengejar dan kemudian menikam musuhnya. 

Atau juga visualisasi Brma kumbara yang menungang garuda mampu di ambarkan Imam Tantowi secara cerdik. Meskipun, "Dengan teknologi sederhana, saya berusaha untuk tidak mewujudkan gambaranyang terlalu jauh dari apa yang selama ini dibayangkan penggemar Saur Sepuh," kata Imam lagi. 

Adegan lain yang juga merupakan upaya berdamai dengan bayangan Saur sepuh yang terlanjur terbentuk lewat drama radio, adalah visualisasi kolosal pertempuran prajurit Pamotan dan Majapahit. Untuk itu Imam Tantowi memboyong peralatan dan crew film  ke pulau Sumba. Selama lima belas hari, Imam Tantowi menyewa sekitar dua ribu penduduk setempat yang mahir berkuda. 

Sutradara Saur Sepuh

Artikel dari Majalah Sarinah


Di Buka dengan Iklan

Saur Sepuh yang meminjam latar sejarah sesungguhnya dapat menjanjikanbanyak hal. Untuk menyelami kedalaman hati manusia, misalnya, seperti yang pernah di lakukan Rendra dengan dramanya "Panembahan Reso", yang juga meminjam latar sejarah kerajaan. Namun membaca skenario yang juga di tulis Imam Tantowi, sulit menemukan usaha pendalaman ke arah itu. 

Memang ada, umpamanya, usaha untuk mrelevansikan Saur Sepuh dengan situasi mas akini. Namun itu cuma terbatas pada dialog verbal seperti "Perang hanya akan menyengsarakan, mematikan perdagangan dan memiskinkan rakyat, baik yang menang maupun yang kalah."

Akan tetapi kita tahu, Imam Tantowi adalah seorang sutradara muda berbakat. Darinya lahir film-film yang enak ditonton. Dan Imam Tantowi pula yang mampu membuat film action layak di perhitungkan dalam Festival Film Indonesia. Padahal selama ini film-film action cuma di pandang sebelah mata oleh para kritisi. 

Sutradara yang mengawali karirnya di film sebagai penata artistik itu, sungguh dapat di harapkan. Dan ia telah membuktikannya lewat film "Carok" yang menyabet piala Citra. "Carok" yang sebagai film nyari sempurna, skenarionya di tulis Arifin Sempurna, Skenario di tulis Arifin C Noor. Bagi saya sebetulnya, lebih enak membuat film yang skenarionya di tulis oleh orang lain. Sebab dengan begitu saya masih punya kesempata mengembangkannya. Itu tentu berbeda dengan jika saya membuat film yang skenarionya saya tulis sendiri. Imaginasi saya sudah tercurap pada skenario, sehingga ketika suting, tak banyak lagi yang berkembang," kata Imam Tantowi yang dalam soal teknis tampak sudah melampaui. 

Selain itu, Imam Tantowi sesungguhnya juga "Ingin memnggarap film yang  bukan action, lama-lama tentu jenuh dan kering Tetapi cerita yang di sodorkan produser pada saya, sampai sekarang saya yang action melulu'" kata Imam Tantowi ayah enam anak-anak yang kabarnyajuga akan menyutradarai "Senopati Pamungkas diangkat dari novel laris Arswendo Atmowiloto.

Adegan Perang Tanding

Pasukan Gajah


Film Saur Sepuh di dukung oleh muka-muka baru," Mengingat ceritana sendiri sudah begitu populer, saya kira pemeran baru itu tidak akan berpengaruh. Malah menurut saya ini merupakan kesempatan untuk melakukan regerenrasi , menghadirkan sosok baru di pentas film nasional", kilah Imam Tantowi. 

Sebagai tontonan, Saur sepuh boleh jadi akan di banjiri pengunjung. Terutama dari kalangan menengah ke bawah," kata Imam. Yang agak aneh mungkin adanya iklan sponsor di awal film. Produk Kalbe Farma yang empunya hak cipta cerita, akan mengawali kiprah Brama kumbara dan Mantili. Agak lucu, tentunya, melihat kedua tokoh dari kerajaan masalampau itumempromosikan produk jaman modern. 

Demikian di tuliskan di Majalah Sarinah. Salam buat penggemar Saur Sepuh. 

Saturday, January 6, 2024

LOKASI SYUTING SAUR SEPUH 1 SATRIA MADANGKARA DAN CERITA DI BALIKNYA - BAGIAN 2 (SELESAI)

 

Syuting di Pangandaran

Dalam tulisan sebelumnya Klik Disini, lokasi suting Saur sepuh berada di Sumba, selanjutnya adalah liputan syuting di tempat lain. 

2. Lokasi Syuting Saur Sepuh di Pangandaran, Dari Peperangan di Laut Sampai Pembakaran Mayat

Syuting di Pangandaran tak kalah serunya dengan di Sumba. Sebab di kawasan Hutan Lindung dan Areal Pariwisata ini, seluruh pemeran utama dan pembantu tampil. Adegan-adegan penuh trik (tipuan) pun merupakan tontonan tersendiri. 

Adegan yang paling menarik adalah perang tanding antara dua putri cantik, Mantili dan Lasmini (diperankan oleh Murtisaridewi). Uniknya, Elly Ermawati pemeran Mantili sama sekali tak mau digantikan oleh stand in (pemeran pengganti) walaupun dia harus melakukan adegan-adegan berbahaya. Untuk adegan terbang ke atas pohon misalnya, tubuh Elly di ikat dengan kawat baja sedemikian rupa, lantas dikerek keatas pohon. Bahkan dia juga diayun-ayunkan keberbagai jurusan sesuai dengan arah gerak silatnya. Adegan berbahaya itu perlu di ulangi beberapa kali untuk mendapatkan hasil terbaik. 

"Elly memang berani dan cepat menguasai keadaan," bisik Tantowi. "Padahal saya sendiri mungkin takut melakukan adegan itu", lanjutnya tertawa.

Peristiwa lucu terjadi ketika Mantili dan Lasmini bertempur menggunakan pedang. Baru saja pedang diambil Lasmini, langsung patah. Dua pemain yang sudah pasang aksi serius itu jadi terpana, lantas tawa pun meledak. Syuting terpaksa break sebentar menunggu diambilnya pedang pengganti yang lebih canggih. 

Adegan perang tanding antara Brama Kumbara melawan si Mata Setan pun tak kalah serunya. Ada kilatan cahaya ledakan mercon, asap berwarna warni, pohon-pohon tumbang dan sebagainya. Semua itu dikerjakan dengan trik-trik yang dirancang oleh ahlinya yakni El Badrun dan kawan-kawan. 

Ada kecelakaan kecil ketika berlangsung adegan perang tanding antara Brama dan Jagatnata. Brama mengeluarkan ajian andalannya "Serat Jiwa", lantas meremas tubuh Jagatnata sampai hancur jadi debu. Untuk itu telah di persiapkan boneka yang dibuat persis dengan tubuh Jagatnata. Bahannya fiberglass. Ketika Brama meremas tubuh buatan itu, Fendy (Pemeran Brama) meringis kesakitan. Tangannya berdarah terkena goresan fiberglass. Awak filmpun panik sebentar merawat tangan yang terluka. Ketika akhirnya Fendy tersenyum sambil bilang "Nggak apa-apa kok, Kita teruskan,", semuanya pun lega. 

Yang lucu mungkin adegan Lasmini berpacaran dengan Tumenggung Bayan. Akting Baron Hermanto yang memerankan Bayan tak ada masalah. Yang repot justru mengatur Murti pemeran Lasmini. Dia tampak kaku, kikuk dan berkesan dingin. Tokoh Lasmini harusnya agresif, sensual. Padahal ketika melakukan adegan perang tanding, Lasmini tampak gagah perkasa. Usut punya usut, Murti akhirnya mengaku.

"Habis saya kan nggak pernah pacaran. Jadi, belum tahu bagaimana caranya," katanya lirih. Tentu saja jawaban itu membuat sutradara dan awak film lainnya tertawa geli. Setelah latihan berulang kali Murti akhirnya dianggap bisa melakukan adegan mesra. Uniknya selama latihan sampai pengambilan gambar, kedua sejoli itu tetap berpelukan. Bukan karena bandel, alasan mereka "Kalau kami melepaskan diri, buyarlah konsentrasi." Yang terang sejak itu, Murti dan Baron sering di goda oleh rekan-rekan mereka. Lebih-lebih ketika adegan Lasmini mencium Brama di batalkan. Fendy tentu saja menyesal.

"Mas Towi, Adegan ciuman di jadiin dong. Kalau nggak, ya latihan saja cukup deh, " ujar Fendy dengan maksud menggoda Murti. Memang diantara ketegangan seringkali canda ria mewarnai suasana Syuting.

Di Pangandaran penduduk setempat pun mendapat bagian menjadi figuran. Terutama untuk adegan peperangan di laut. Untuk itu, di kerahkan puluhan perahu yang di hias menjadi kapal perang. Itu artinya, para nelayan setempatlah yang mendapat prioritas menjadi prajurit-prajurit pengemudi kapal tersebut. 

Adegan lain yang membutuhkan banyak figuran adalah saat pembakaran mayat Tumenggung Bayan. Enam puluh orang penduduk setempat di kerahkan menjadi prajurit dan penduduk kerajaan Pamotan. Mayat Tumenggung Bayan yang di buat dari boneka di bakar diatas api unggun yang besar. Istri Tumenggung Bayan ikut "mati labuh geni" terjun dari panggung setinggi 7 meter, ke dalam kobaran api. Tentu saja yang masuk ke dalam api cuma boneka buatan. Adegan yang mencekam ini menjadi perhatian besar masyarakat setempat. Mereka berduyun-duyun datang. Suasana pun seperti Pasar Malam. Banyak pedagang berjualan makanan di sekitar lokasi syuting. Apalagi malam itu udara cerah di terangi sinar bulan. 

Memang selama syuting di Pangandaran penonton tak pernah sepi. Mereka berteriak kaget bila terdengar ledakan mercon atau melihat kepulan asap yang mewarnai udara. Merekapun bertepuk tangan riuh bila adegan-adegan berbahaya terselesaikan dengan selamat. Para pedagang makanan dan jurufoto amatirpun laris. Sebab penduduk beramai-ramai minta foto bersama artis-artis pendukung film, lewat kamera polaroid sekali jepret langsung jadi. Kalau nasib lagi baik, para pedagang atau tukang foto itu juga kebagian peran figuran. Honor Rp. 5.000,00 sehari dianggap cukup lumayan. Turis-turis asing yang berkeliaran di arena wisata pun terheran-heran melihat keriuhan syuting. Mungkin baru kali itu mereka menonton orang Indonesia bikin film. 

Syuting film selama 10 hari di Pangandara, diakhiri dengan "pesta perpisahan" antara pemain utama dan kru film dengan para figuran. Pestanya ramai-ramai makan kambing guling diteruskan dengan ajojing sampai pagi. 



3. Lokasi Syuting di Lampung : Lima Ekor Gajah tapi berkesan Ratusan

Syuting selama 3hari dilakukan di Sekolah Gajah Way Kambas, Lampung Tengah. Maksud di pilihnya lokasi itu jelas, agar bis amenggunakan gajah-gajah yang sudah terlatih. Di Sini ingin di gambarkan kebesaran kerajaan Majapahit denga pasukan gajah dan kudanya. Karena pasukan berkuda sudah diambil gambarnya di Sumba, di Lampung hanya belasan ekor kuda yang di gunakan. Padahal mencari kuda di Lampung termasuk sulit. Maka, apa boleh buat diangkutlah kuda-kuda yang pernah di gunakan di Pangandaran, termasuk para penunggang kuda sekaligus pemilik kuda itu. 

Sebenarnya sekolah Gajah Way Kambas memberi keluasan menggunakan gajah-gajah yang sudah jinak sebanyak 48 ekor. Tapi, Tantowi cuma meminjam 5 ekor. Alasanya jumlah kuda yang ada tak memadai bila disandingkan dengan pasukan gajah. Kalau jumlah gajah terlalu banyak, akan kelihatan timpang. Namun dengan trik tertentu pasukan gajah dan pasukan kuda tampak ratusan jumlahnya. Caranya, kuda dan gajah yang sudah di tembak kamera, berputar lagi lewat di depan kamera secara berkseinambungan . Kesannya jumlah kuda dan gajah itu banyak sekali. 

Dalam show of force tentara Majapahit itu tentu harus di sertau set atau latar belakang bangunan kerajaan. Untuk itu bagian artistik film membangun dinding yang merupakan pintu gerbang kerajaan. Dinding buatan setinggi 8 meter denga panjang30 meter itu berhasil memberi kesan kemegahan Majapahit. Padahal bahan untuk dinding itu sederhana. Terbuat dari styro foam (bahan yang biasa untuk mengepak alat-alat elektronik). Bahan-bahan itu di potong-potong seukuran bata merah, lalu di lekatkan pada papan penyangga kemudian di cat sewarna dengan bata merah. Dari balik dinding itulah pasukan Majapahit keluar di saksikan oleh Brama Kumbara, Mantili, Patih Gutawa dan Harnum.

Mencoba naik gajah menjadi kesibukan tersendiri diluar syuting. Para artis ramai-ramai minta diajari naik gajah. Elly Ermawati termasuk yang paling nafsu. Pelatih gajah asal Thailand dengan sabar meladeninya. "Naik gajah kecil rasanya seperti naik mobil Honda, Paling enak naik gajah besar serasa naik Baby Benz," ujar Elly yang centil itu. 

Namun di hari lain, awak film dan pemain pun sempat panik ketika mendengar kabar bahwa sekawanan gajah liar mendatangi lokasi syuting. Memang di sekitar Way Kambas masih berkeliaran gajah-gajah liar. Suasana semakin mencekam ketika malam harnya lampu harus di padamkan karena terjadi kebakaran kecil pada generator listrik. Suasana tetap mencekam meskipun polisi khusus telah di datangkan dan paa pawang gajah membesarkan hati semua orang. Ketika rombongan meninggalkan tempat keesokan harinya, tetap dalam pengawalan ketat para polsus. Siapa Tahu gajah-gajah liar mencegat di tengah jalan. Untungnya tak terjadi apapun. "Pasukan" Saur sepuh sampai di Jakarta lagi dengan Selamat. 

4. Lokasi Syuting di Studio Cengkareng : Naik Rajawali Raksasa

Sebenarnya, awal syuting telah di mulai di studio milik PT. Kanta Indah Film yang berlokasi di daerah Cengkareng Jakarta Barat. Di studio tersebut di buat set-set yang menggambarkan kerajaan Pamotan, Madangkara dan Majapahit. Jelasnya semua adegan interior di lakukan di studio ini. Misalnya adegan Prabu Bre Wirabumi sedang pesta pora bersama para punggawa kerajaan. Atau adegan Prabu Brama Kumbara bersama istrinya Dewi Harnum dan adiknya Mantili, menerima tamu di Istana Madangkara. 

Namun demikian, ada pula adegan eksterior yagn di lakukan di studio. Yakni adegan rajawali terbang. Rajawali raksasa itu adalah kendaraan milik Brama Kumbara. 

Seekor Rajawali raksasadi tenggerkan di ruang studio. Badan Rajawali yang di buat dari kerangka besi baja itu, di balut dengan bulu burung sungguhan. Kepala burung itu pun bis adi gerakkan, menoleh ke kiri dan kekanan. Dengan teknis tertentu, sayap burung raksasa itu juga bisa di gerakkan ke atas dan ke bawah menyerupai burung yang mengepakkan sayapnya. 

Ketika syuting di mulai, setelah Brama naik keatasnya, burungpun di gerakkan. Sementara latar belakang yagn berwarna putih disorotkan gambar-gambar yang di geserkan ke samping, Gambar-gambar ituantara lain pemandangan sawah gunung, hutan juga kerajaan-kerajaan. Gambar yang ditangkap kamera secara keseluruhan adalah Brama naik burung rajawali terbang, melintasi sawah, gunung, sungai dan sebagainya.

Tekhnik yang di sebut Front Projection ini termasuk teknologo tinggi  yang memerlukan ketrampilan khusus bagi pelaksananya. Dalam hal ini tim artistik dan ahli efek khusus bekerja keras berbulan-bulan sebelumnya. 

Tak terasa syuting yang keseluruhannya berlangsung 5bulan itupun usai.Syuting yang hiruk pikuk dan gegap gempita, merupakan tontonantersendiri . Sekarang tinggal bagimana filmnya setelah di Mampukan film Saur Sepuh, Satria Madangkara menandingi popularitas sandiwara radionya?

Demikian Liputan tentang syuting saur sepuh Satria Madangkara.


Friday, January 5, 2024

LOKASI SYUTING SAUR SEPUH 1 SATRIA MADANGKARA DAN CERITA DI BALIKNYA - BAGIAN 1

Suasana Syuting Saur Sepuh di Sumba dengan Prajurit Warga lokal

Dalam sebuah film kadang-kadang kita sebagai penonton film penasaran dengan lokasi suting yang ada dalam film. Di beberapa film lokasi suting di tulis ketika film sedang di putar seperti dalam film Sumpah si pahit lidah. Memang sedikit menggangu sih tapi sebagai penonton film kita menjadi tahu lokasi yang sedang di tonton. 

Nah kali ini saya akan menulis lokasi-lokasi yang di gunakan untuk suting film Saur Sepuh 1 Satria Madangkara. Sebagaimana yang pernah saya tulis sebelumnya tentang  Saur Sepuh (Klik Disini) kalau film ini di angkat dari serial sandiwara radio yang di perdengarkan di nusantara tahun 80an dan menjadi salah satu sandiwara radio yang fenomenal dengan tokoh sentral Brama Kumbara, Mantili dan Lasmini karya Niki Kosasih. 

Dalam Sandiwara radio tokoh tersebut di perankan oleh Ferry Fadly, Elly Ermawatie dan Ivonne Rose, namun ketika di angkat ke layar lebar, Brama Kumbara di perankan oleh Fendy Pradana, Lasmini oleh Murtisaridewi dan Mantili tetap diperankan sesuai pemain dalam serial sandiwara radionya. 

Satria Madangkara sendiri tayang perdana pada 1 September 1988 artinya tahun 2024 menginjak 36 tahun pada September Mendatang. Pada September 2023 Satria Madangkara genap berusia 35 tahun seperti dalam artikel yang pernah saya tulis 35 Tahun Saur Sepuh.

Film Saur Sepuh sendiri merupakan film terlaris pada tahun 1988 dengan meraih penonton sebanyak 2.275.887 . Saur Sepuh film terlaris 1988 (Klik Di Sini).

Dari persiapannya memang film saur sepuh memiliki persiapan yang matang dengan pilihan-pilihan lokasi suting dan juga studio yang di gunakan untuk syuting film tersebut sehingga tak heran film kolosal dengan latar belakang runtuhnya kerajaan Majapahit ini menjadi film laris pada jamannya, disamping juga publikasi dari sponsor utama PT Kalbe Farma yang masif. 

Lokasi-lokasi syutingpun tidak melulu hanya di pulau jawa namun juga hingga menyeberang hingga Sumba.  Berikut adalah lokasi-lokasi yang di gunakan untuk syuting film Saur Sepuh 1 Satria Madangkara. 

1. Pulau Sumba : Adegan Peperangan dan Bulan Madu

2. Pangandaran : Dari Peperangan di laut sampai Pembakaran Mayat

3. Lampung : Pasukan Gajah

4. Studio Cengkareng Jakarta Barat

Di kutip dari Majalah Femina No. 36/XVI tanggal 15 - 21 September 1988 berikut ini petikannya yang dapat kita ambil manfaatnya .

1. Pulau Sumba : Adegan Peperangan dan bulan Madu

Pulau Sumba terkenal dengan padang rumputnya yang luas dan kuda-kudanya yang gagah. Karena itulah pulau Sumba dipilih untuk pengambilan adegan peperangan. Lokasi yang tepat adalah Desa Wanakoke dan Lamboya di Sumba Barat. Membawa puluhan pemain dan kru film beserta perlengkapan film (lampu-lampu, kamera, seragam prajurit termasuk tombak, tameng dan pedang) yang amat banyak dan berat tentu bukan pekerjaan yang mudah. 

Dari Jakarta pemain dan kru naik kereta api ke Surabaya sementara barang-barang diangkut truk. Dari Surabaya mereka naik kapal ke Waingapu, Sumba Timur. Perjalanan membutuhkan waktu sepekan, sebab kapal mesti mampir dulu ke Ujung Pandang. Pokoknya Syutung belum mulaipun rasanya badan sudah capek. 

Syuting di Sumba Barat menggambarkan peperangan  antara prajurit Kerajaan Majapahit di bawah  Raja Wikramawardhana melawan prajurit kerajaan Pamotan dengan Raja Bre Wirabumi. Raja Pamotan ini ingin merebut kekuasaan Majapahit. Prajurit-prajurit itu di perankan oleh 1200 figuran yang terdiri dari penduduk Sumba Barat. Mereka di kenal ahli menunggang kuda, termasuk bergelayut hanya dengan sebelah kaki. 

Setahun Sekali di Sumba selalu diadakan upacara "Pasola" yakni semacam atraksi perang tanding di atas kuda. Maka begitu mendengar bahwa di butuhkan banyak penunggang kuda untuk Saur Sepuh penduduk pun berdatangan dari segenap pelosok desa. Ada yang puluhan kilometer jauhnya. Mereka datang dengan menunggang kuda milik masing-masing. 

Ratusan penunggang kuda itu pun menunjukkan kemahiran. Duduk di punggung kuda tanpa pelana, mereka bisa ngebut dalam kecepatan 60 kilometer per jam. Namun mengatur ratusan orang berkuda semacam itu tidaklah mudah. Sutradara Imam Tantowi bersama para asistennya kewalahan. Misalnya saja, mestinya para prajurit  itu membentuk formasi perang yang di sebut "Supit urang" Tapi sayang gagal. Semula Tantowi dan kawan-kawannya bingung. Mengapa orang-orang mahir berkuda, bahkan melempar tombak sekaligus menghindar tombak lawan itu tak bisa membentuk sebuah formasi? Lama-lama mereka sadar bahwa penduduk Sumba adalah penunggang kuda alam. Mereka jelas tak tahu apa itu formasi perang. Apalagi untuk memberi aba-aba, perlu di terjemahkan dulu oleh yang tahu bahasa Indonesia. Mungkin saja komando sutradara di terjemahkan lain oleh si penterjemah. Maklum sebagian dari mereka  tak mengerti bahasa Indonesia. 

Lucunya lagi, mereka pun tampak kikuk naik kuda dengan berpakaian prajurit Majapahit. BEgitu di dandani oleh make up man, mereka tertawa-tawa geli. Demikian pula ketika di komando untuk bertempur , mereka malah menari-nari, seperti layaknya melakukan upacara Pasola. Yang lebih sial lagi, jika mereka diminta memerankan prajurit yang terluka atau mati kena tombak lawan, mereka tak mau. Kok Mati, gengsi dong! Sekali lagi sutradara dan krunya cuma bisa mengelus dada, Gondok campur geli. 

Untuk merekam adegan hiruk pikuk itu sutradara menggunakan 3 camera sekaligus. Tentu saja kerja ini rumit. Terutama karena masih sangat awamnya masyarakat setempat. Tak jarang para figuran itu mendekati salah satu kamera, lalu menari-nari sambil tertawa-tawa. Selain itu, padang rumput tempat adegan peperangan itu berlangsung sangat terbuka, sehingga  menyulitkan penempatan kamera. Sebab kamera yang satu tak boleh terlihat oleh kamera yang lain. 

Untuk menyelesaikan syuting di Sumba hanya dua orang pemain utama yang pergi, yakni Elly Ermawatie yang memerankan Mantili dan Hengky Tornando yagn menjadi Patih Gotawa. Menurut Cerita, Gutawa dan Mantili yang pengantin baru ini melakukan perjalanan bulan madu. 

"Sebenarnya adegan ini bisa dilakukan di studio Jakarta", kata Imam tantowi. "Tapi saya pikir Sumba sangat ekstis untuk di pakai sebagai latar belakang perkampungan zaman Majapahit. Karena itu saya putuskan memboyong Gutawa dan Mantili ke Sumba," lanjutnya. 

Akhirnya setelah bersusah payah, adegan kolosal yang megah pun didapat juga. Para awak film cukup puas. Demikian pula para figuran yang mendapatkan honor Rp. 10.000,- perh hari. Termasuk sewa kuda. Tapi waktu kembali ke Jakarta, ratusan pasang pakaian dan peralatan terpaksa di tinggal. Untuk menghemat biaya angkutan dan tenaga, tentunya. 

Bersambung...........

Tuesday, December 19, 2023

MEI SHIN DAN LASMINI, DUA PENDEKAR WANITA JADI COVER MAJALAH FILM

 

Dua pendekar Wanita

Masih ingat dengan tokoh Lasmini dalam film saur sepuh yang di perankan oleh Murtisaridewi? atau masih ingatkah juga dengan Mei Shin, salah satu tokoh dalam film Tutur tinular? Meskipun Meishin di perankan orang berbeda dalam film tutur tinular yaitu oleh Elly Ermawatie dalam Tutur Tinular 1 dan Linda Yanoman dalam Tutur tinular 2 dan 4. Baik Murtisaridewi yang lekat sekali dengan tokoh Lasmini meskipun dalam film Tutur Tinular pun Murti turut main sebagai Sakawuni dalam Tutur Tinular 3 dan 4, maupun Linda Yanoman sebagai Mei Shin, keduanya tokoh tersebut menjadi sampul majalah Film. 

Unik karena kedua wanita tersebut menjadi sampul majalah dengan tetap berpakaian sebagai pendekar, meskipun di lain kesempatan Murtisaridewi juga menjadi sampul majalah film dengan pakaian kasual. Tentu saja Dua pendekar wanita ini menjadi sebuah daya tarik tersendiri karena sampul majalah tersebut menjadi lebih unik dan menarik dengan pakaian pendekarnya. 

Dua pendekar wanita menjadi sampul Majalah film dalam edisi yang berbeda. 

Linda Yanoman berperan sebagai Mei Shin, wanita yang terdampar ke tanah jawa dwipa yang berasal dari negeri China. Ia terdampar bersama Pendekar Lou suaminya, namun mereka harus berpisah karena pendekar Lou menemui ajalnya di tanah Jawa setelah menyerahkan pedang Naga Puspa. Akhirnya petualangan Mei Shin di mulai dengan kisah cinta yang tidaklah pernah berakhir bahagia hingga iapun di perkosa oleh arya Dwipangga kakak dari kekasihnya sendiri Arya Kamandanu. Penderitaan Mei Shin yang harus ditanggung sendiri. Hingga akhirnya Ia mengundurkan diri dari dunia persilatan dan mengabdikan dirinya sebagai tabib dengan nama samaran Nyai Paricara.

Sedangkan Murtisaridewi berperan sebagai Lasmini dalam film Saur Sepuh dan menjadi sosok yang sangat menarik. Kisah cinta Lasmini juga tidaklah mulus, namun ambisi dan dendam serta nafsu membuat Lasmini bisa berbuat semaunya karena Lasmini ditakdirkan sebagai Wanita penggoda meski ia sebenarnya menderita. Dendamnya pada Mantili tidak pernah berakhir. Lasmini sendiri sebenarnya digambarkan bukanlah sebagai tokoh jahat saja namun sisi baiknya juga ada. 

Dari dua paparan tersebut tentu saja menjadi menarik ketika Lasmini dan Mei Shin menjadi sampul majalah Film. 

Mei Shin menjadi sampul Majalah Film No. 139/106 Tahun III/26 Oktober - 8 November 1991 dengan satu halaman full wawancara dengan Linda Yanoman alias Mei Shin sedangkan Lasmini menjadi Sampul Majalah Film pada edisi 171/138 TH. IX, 23 Januari - 5 Februari1993 dengan wawancara khusus MF dengan Murtisari Dewi yang berperan sebgai Lasmini. 

Linda Yanoman sebagai Mei Shin

Sampul Belakang

Artikel Ali Shahab dan Film Pengantin Remaja

Gosip

Linda Yanoman

Isi Artikel di dalam Majalah film tersebut tentu saja beraneka ragam yang di sajikan dalam dua Majalah tersebut. Sehingga menjadikan Dua Pendekar Wanita menjadi sampul Majalah merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi penikmat Majalah Film pada Khususnya. 

Dari Majalah Film dengan sampul Linda Yanoman, pada halaman pertama berisi artikel wawancara dengan Linda Yanoman, Kemudia Lembaran Gosip di halaman berikutnya, juga liputan tentan film Selir Seriti dan pada Sampul Belakang terdapat poster Pengantin Remaja dan Ekspedisi Harta Karun. 

Sementara itu dari Majalah Film dengan sampul depan Murtisaridewi , pada halaman pertama berisi artikel tentang Murtisaridewi, di sebalik sampul pertama terdapat kalender tahun 1993 dengan sampul Nike Ardilla, kemudian artikel berikutnya tentang Iwan Fals sebanyak 2 halaman dan juga artikel Saur Sepuh V Istana atap langit. 

Cover Murtisaridewi


Artikel Murtisaridewi
dan Kalender Nike Ardilla






Ada yang memiliki majalah tersebut? menarik untuk di baca sebagai nostalgia.

Tuesday, September 12, 2023

SAUR SEPUH : SATRIA MADANGKARA BAGIAN 13 (TAMAT)

 Sambungan dari Bagian 12

pasukan Pamotan

B
re Wirabhumi sangat sedih mendengar laporan dari medan perang. Sementara Ibu Rajasaduhita Tunggadewi ikut merasakan kesedihan itu. 

"Tidak sangka Bre Tumapel menjalahi janji. Pasukannya justru membantu Majapahit", kata Bre Wirabhumi kecewa.

"Kau melupakan bahwa Bre Tumapel adalah menantu Wikramawardhana?", tanya ibu angkatnya.

"Tapi dia juga keponakanku. Dia seorang raja yang seharusnya menepati setiap janjinya".

Ibu angkat Bre Wirabhumi adalah seorang wanita berhati tabah. Dengan tenang dia mendekati anak angkatnya lalu di peluknya dengan penuh sayang.

"Kamu telah melakukan apa yang kamu yakini sebagai yang paling baik anakku. Selebihnya adalah wewenang para Dwa!", katanya menghibur.

Bre Wirabhumi hanya bisa mengangguk. Dan ibu tua itu menitikkan air matanya. 

Pertempuran masih terus berlangsung. Pasukan Pamotan berhasil di pukul mundur oleh pasukan Majapahit. Panglima Lodaya gugur di medan gperang ketika berhadapan dengan Narapati raden Gajah.

Kematian itu menurunkan semangat tempur pasukan Pamotan. Mereka semakin terdesak. Korban yang berjatuhan semakin banyak. Para penduduk terus mengungsi menyelamatkan harta benda mereka dari amukan perang. 

Diantara para pengungsi nampak Brama Kumbara yang masih terus mencari isteri dan adiknya. suatu saat dia melihat Wangsa dan Jasta diantara para pengungsi itu. 

Brama segera berusaha menangkapnya. Kedua oran gitu menghilang di balik dinding benteng. Tapi Brama terus mengejar hingga berhasil menangkap mereka. 

"Dimana kalian sembunyikan adik dan istriku?"' tanyanya dengan marah.

"Saya tidak tahu! Lasmini yang bawa", sahut Wangsa.

"Dimana Lasmini sekarang?"

"Lari, mungkin ke Tuban

Brama menjadi cemas. Di Tendangnya kedua orang itu sehingga mental. Ternyata Patis Gotawa berhasil membuka ikatan tali yang membelit tubuhnya. Kemudian ia menolong Mantili dan Harnum.

"Kenapa tiba-tiba kita tertawan di sini?", tanya Mantili.

"Kita kena sirep beserta asap pedang setanmu", sahut Harnum.

"Ya ilmu sirep yang cukup tinggi. Saya yakin perempuan itu bukan orang sembarangan", seru Gotawa.

Mereka keluar dari rumah itu. Tentu saja mereka merasa heran karena tidak ada seorangpun yang menjaga. Rembulan bersin? menerangi halaman yang luas.

"Jebakan apalagi ini?Tidak ada seorangpun yang menjaga kita?"tanya Mantili.

"kita harus mencari kakang Brama, mudah-mudahan sang Prab", kata Harnum.

"Kita ke Majapahit saya yakin sang Prabu kesana karena di Pamotan akan selalu di curigai", sahut Patih Gotawa.

Perang kelihatannya sudah mencapai klimaknya. Suatau malam pasukan Pamotan berebutan kembali memasuki gerbang negeri mereka.

Prabu Wirabhumi dengan gugup menaiki kudanya di halaman istana Pamotan. Sebelumnya dia mengajak Ibu angkatnya untuk segera pergi meninggalkan istana. 

"Sebaiknya ibu mengungsi bersama saya, sebentar lagi pasukan Majapahit mengobrak abrik keraton ini", kata Bre Wirabhumi dengan cemas.

Ibu Rajasaduhitatunggadewi menggelengkan kepala sambil terbenyum. Namun demikian airmata menitik membasahi pipinya. 

"Saya takut mereka menyakiti ibu!".

Biarkan aku disini anak anakku, aku ingin menyaksikan bagaimana kehancuran sebuah perang, sahut ibu angkatnya dengan Pasti.

Bre Wirabhumi menyerah. Ibu setengah tua itu mengelus kepala putra angkatnya. Kemudian Bre Wirabhumi menaiki kudanya bersama dengan para tentara yang mengawalnya. Banyak sekali utusan dari Kaisar Yung Lo yang Panik. Mereka bahkan berjaga-jaga kalau pasukan Majapahit bertindak yang tidak mereka inginkan. Sementara itu beberapa pembesar Majapahit menyuruh mereka meninggalkan istana.

"Lebih baik tuan-tuan meninggalkan tempat ini. Tentara Majapahit sudah memasuki perbatasan Pamotan!".

"Kami akan mengurus diri kami sendiri. Terima kasih atas perhatian tuan!" sahut utusan kaisar Yung Lo. 

Lalu salah seroang dari mereka memberitahu bawahannya agar memberitahukan pada wakil Laksamana Cheng Ho di Tet sun dan Tuban.

"Kasih tahu wakil Laksamana, kami terkurung di kedaton timur, Kedaton Barat telah menyerbu!.

"Baik!".

Dua orang prajurit yang merupakan kurir dari utusan Kaisar Yung Lo segera berangkat. Pasukan Majapahit akhirnya memasuki daerah Pamotan. Ibu Rajasaduhitunggadewi menatap tajam dengan penuh kepedihan. Dia menyaksikan bagaimana tentara Pamotan berlari-lari ketakutan di kejar oleh tentara Majapahit. Sementara itu Narapati Raden Gajah memimpin pasukan di atas kudanya dengan gagah berani. 

Pasukan Majapahit membobol pintu gerbang istana. utusan kaisar Yung Lo berusaha menahan serbuan itu. Dengan gagah berani mereka melakukan perlawanan. Tapi karena jumlahnya sangat sedikit mereka berhasil dihancurkan. 

Ibu Rajasaduhitunggadewi menangis pedih tapi ia berusaha berdiri tegar. Tentara-tentara Majapahit mau menghancurkan istana, tapi ibu Tunggadewi berteriak lantang. 

"Jangan hancurkan kedaton ini! Ini rumahku! Aku isteri Bre Matahun Puteri Tunggal Dyah Wiyat Rajadewi, penguasa Daha!"

Aneh, suara ibu tua itu menghentikan pasukan Majapahit yang riuh rendah hendak menghancurkan keraton. Kembali suara Ibu Tunggadewi menggema.

"Yang berperang adalah Bre Wirabumi dengan Wikramawardana!".

Sementara itu Bre Wirabumi bersama enam orang tentara pengawalnya naik sebuah perahu yang di dayung oleh dua orang. Terasa betapa pedih di hati sang Raja untuk meninggalkan kerajaannya yang sedang diamuk oleh musuhnya.

Kepergian Bre Wirabhumi di ketahui oleh pihak Majapahit. Karena itu ketika perahu yang mereka tumpangi melaju ke utara kelihatan ada sebuah perahu lain mendatangi dengan cepat dari belakang.

"Gusti Prabu, ada yang mengejar kita!", seru pengawal.

Bre Wirabhumi kaget tapi dia berusaha menenangkan diri. 

"Kita lawan mereka! Belok! Terjang perahu itu!", perintahnya. 

Ternyata perahu yang mengejarnya adalah perahu Narapati Raden Gajah, Begitu perahu Bre Wirabhumi berbalik Raden Gajah memerintahkan untuk menabrak perahu lawannya. 

Perkelahian terjada diantara mereka. Perahu yang oleng segera terbalik dan penumpangnya tercebur ke sungai. Bre Wirabhumi menghunus keris pusakanya tapi Narapati Raden Gajah lebih tinggi ilmu tempurnya daripada Raja Pamotan itu, Dalam waktu yang tidak terlalu lama dia berhasil memenggal kepala Bre Wirabhumi.

Narapati Raden Gajah segera kembali ke istana dengan membawa kepala Bre Wirabhumi. Para pejabat istana tertegun ketika tangan Narapati Raden Gajah membuka bungkusan kain diatas talam yang sangat indah. Terlihat kepala Bre Wirabhumi. 

Sang Prabu Wikramawardhana tertunduk haru. 

"Kuburkan di desa Lung dan dirikan diatasnya sebuah candi. Sebagai peringatan pada anak cucuku, betapa menyakitkan sebuah perang", Prabu Wikramawardhana memberi perintah. 

Sementara itu Brama Kumbara masih terus berusaha mencari istri dan adiknya. Ia terus mengembara menjelajah pelosok Majapahit dengan mengendarai kudanya. 

Di kejauhan terlihat sayup-sayup keraton Majapahit yang agung dan megah. Brama turun dari kudanya lalu bersuit memanggil sesuatu. 

Tak lama kemudian seekor Rajawali raksasa menukik turun dari udara. Brama menaiki burung kesayangannya. 

"Kita cari Mantili, Gotawa dan Isteriku Harnum ", serunya.

Burung itu berkeok dengan gagah. Kemudian mengepakkan sayapnya yang perkasa dan terbang ke angkasa.


TAMAT


Produksi : PT KANTA INDAH FILM

Produser : Handi Mulyono

Cerita : Niki Kosasih

Skenario/Sutradara : Imam Tantowi

Juru Kamera : Herman Susilo

Penata Artistik : El Badrun

Penyunting Gambar : Yanis Badar

Instruktur Fighting : Robert Santoso