Showing posts with label Madangkara. Show all posts
Showing posts with label Madangkara. Show all posts

Tuesday, January 30, 2024

SUTING FILM SAUR SEPUH DI WAY KAMBAS, MALAM TERAKHIR KABEL DI PUTUS GAJAH LIAR

 


Balik lagi ya kali ini tentang saur sepuh Satria madangkara lagi saat suting di Way Kambas. Di ambil dari bonus Majalah Film No. 056/24 Tahun IV, 20 Agustus - 2 September 1988. berikut kutipannya.

Pertengahan Juli lalu (Tahun 1988), Majalah Film bersama 20 wartawan film Ibukota, selama tiga hari mengikuti Imam Tantowi ke Pusat Latihan Gajah (PLG), Karangsari Way Kambas, Lampung Tengah. Tantowi, Sutradara film aksi itu memang sedang merampungkan  pembuatan film kolosalnya "Saur Sepuh, Satria Madangkara," di daerah yang penduduknya mayoritas bersuku Jawa itu. 

Di Saat puluhan Kru dan para pemainnya, seperti Elly Ermawaty, Anneke Putri, Fendy Pradana, Lamting, Hengky Tornando, Atut Agustinanto, Atin Martino dan lain-lain, Tantowi berbaur  dengan puluhan figuran yang diambilnya dari penduduk setempat plus gajah-gajah yang mulai jinak di PLG itu. "Ini suting terakhir Saur Sepuh yang mengambil adegan peperangan antara pasukan Majapahit yang menunggang gajah dengan pasukan kerajaan Pamotan," ujar Tantowi.

Dan, adegan itulah yang selama tiga hari, dari pagi hingga malam, di sut kameramen Herman Soesilo di Way Kambas. Ada tembok tinggi kerajaan Majapahit yang panjangnya 26 meter dan tingginya 8 meter, terbuat dari lukisan triplek, lalu ada belasan ekor kuda dan lima ekor gajah serta puluhan figuran. 

Mengambil adegan yang serba kolosal itu, tak kurung Tantowi naik pitam. betapa tidak, puluhan orang di harapkannya menuruti komandonya. Tapi dasar para figuran itu awam terhadap dunia film, begitu Tantowi teriak "Cut!" mereka masih saja berkelahi dengan pasangannya. Atau belum lagi Tantowi teriak "Action,!", mereka sudah mendahului berakting. Tak heran kalau tantowi sambil melap keningnya yang penuh keringat karena cuaca emmang sangat  panas , harus berkali-kali mengulang adegan. 

Belum lagi kuda-kuda yang ketakutan ketika bertemu dengan gajah-gajah pasukan Majapahit. Begitu Tantowi teriak action dan camera mulai bekerja, eh kuda-kuda tunggangan para ksatria Madangkara malah lari ketakutan saat di depannya terlintas gajah-gajah itu. Terpaksa Tantowi pakai cara lain, kuda-kuda di pegangi para pemiliknya. 

Suting film sampai selesainya memakan waktu hingga 5 bulan itu, di lampung agaknya merupakan film merupakan suting punyaknya setelah di Sumba. Pangandaran dan Jakarta malam terakhir suting, seluruh kru dan Tantowi sendiri jadi kalangkabut karena munculnya seekor gajah liar yang sempat memutuskan kabel diesel. 

Rupanya, baik Tantowi maupun paawang-pawang gajah yang ada di way Kambas, tidak lebih dulu kompromi dengan 3000 ekor gajah liar yang masih berkeliaran di lokasi suting.

Syukur, Sanga Noppharwan, seorang pawang gajah asal thailan, berhasil menghalau gajah liar itu, jika tidak?" Bisa bisa suting di Way Kambas ditambah waktunya", tutur seorang kru Tantowi. 

Selain Tantowi selama tiga hari ini juga yang cukup repot, Elly dan Annake karena terpaksa memenuhi permintaan foto bersama dari penduduk setempat. Kerjaan yang menyenangkan tentunya. 

Wednesday, August 2, 2023

SAUR SEPUH : SATRIA MADANGKARA BAGIAN 8



 Sambungan dari bagian 7


Kegiatan di ibukota Pamotan cukup sibuk. Tentara mondar mandir. Gerobak-gerobak berisi padi berjalan hilir mudik dikawal ketat. Rupanya persiapan persediaan makanan sedang digiatkan menjelang hari penyerangan terhadap Majapahit. Diantara keramaian itu terlihat patih Gotawa dan Mantili dalam penyamaran mereka. 

"Kita harus cari penginapan!", seru Gotawa

"Ya kelihatannya suasananya sudah sama sama panas. Saya tidak sangka ternyata Pamotan cukup besar juga kotanya", sahut Mantili. 

Mereka membelok ke sebuah jalan yang sepi. Tiba-tiba mereka di kejutkan oleh dua orang yang mendarat dengan ringan di belakang mereka. Suara hardikannya cukup mengagetkan. 

"Mau kemana kalian orang-orang Madangkara?"

Gotawa dan Mantili segera berbalik dan sigap mencabut pedang mereka. Tapi kemudian mereka tersenyum lalu pecahlah tawa mereka begitu mengetahui  orang yang menghardik adalah Brama Kumbara bersama Harnum. Mantili memeluk Brama sambil berkata : 

"Kakang sudah sampai sini?"

"Aku sudah mengirim surat pada Prabu Wirabhumi untuk mempertanggungjawabkan perbuatan tumenggung Bayan".

"Kakang Prabu sudah menghadap raja Pamotan? Lalu buat apa menyuruh kami? " tanya Mantili.

"Sabar! Hanya suratku yang kukirim dan besok aku akan tunggu kedatangan Tumenggung Bayan di hutan Tarik", Brama Kumbara memberikan penjelasan. 

"Jadi?", Mantili masih tidak mengerti.

"Kalian ttap harus menghadap Bre Wirabhumi, sesudah itu boleh susul aku di hutan Tarik. Sekarang yang paling penting kita harus cari penginapan", Kata Brama Kumbara.

Sementara itu di padepokan Bukit Kalam banyak pemuda sedang di gembleng ilmu bela diri dengan  jurus-jurus pedang yang di lakukan secara serempak. Dari jauh di gerbang padepokan muncul beberapa orang penunggang kuda. 

Tumenggung Bayan sedang bermesraan dengan Lasmini yang kelihatan amat sensual. Ia tiduran dengan kepala di pangkuan Tumenggung Bayan. 

"Kalau Pamotan berhasil menghancurkan Majapahit, pangkatku pasti di naikkan dan kau akan kubuatkan puri yang indah disini", Tumenggung Bayan mengumbar janji. 

Lasmini menggeleng manja. "Di ibukota kakang Tumenggung! Kakang pikir saya betah tinggal di tempat sepi terpenci seperti ini?Saya minta kakang mendirikan padepokan silat ini hanya untuk membunuh waktu karena kakang jarang mengunjungi saya", Lasmini menjelaskan. 

Sambil berbicara jari jemari tangannya mengelus wajah Tumenggung Bayang membuat Tumenggung muda itu selalu merasa bahagia berada di sisinya. 

"Itu kan karena tugas negara. Percayalah Lasmini! Aku akan buktikan cintaku padamu sesudah perang selesai".

"Dan semua anak buah padepokan bukit Kalam akan membantu pasukan kakang Tumenggung?', Seru Lasmini. 

Romantis sekali Tumenggung Bayang mengelus rambut Lasmini. Ketika itu tiba-tiba terdengar teriakan salas seorang murid padepokan itu.

"Kanjeng Tumenggung.... Paduka Panglima Lodaya datang!"

Buru-buru sekali tumenggung Bayan bangkit. Dia terkejut mendengar kabar itu, Pasti ada berita sangat penting sehingga seorang panglima datang mencari dia. Lasmini juga kaget. Panglima Lodaya masih duduk diatas kudanya. Mukanya keras menampakkan kemarahan yang tertahan. Tumenggung Bayan berlari mendatanginya. 

"Ampun Tuanku Panglima, apa ada tugas untuk saya?, tanya Tumenggung Bayan sambil memberi hormat. 

"Kamu telah melakukan kesalahan besar!" sahut Panglima Lodaya.

"Saya tidak mengerti maksud Panglima?".

"Kamu sudah membunuh utusan Madangkara. Ini bisa mengakibatkan ketersinggungan rajanya. Dan usaha mencari dukungan dari negeri lain akan gagal. Kamu harus bertanggungjawab!" seru Panglima Lodaya dengan tegas. 

Tumenggung Bayan menunduk. Di kejauhan Lasmini menyaksikan kedua pembesar negeri Pamotan itu berbicara. 

"Kamu di tantang oleh salah seorang utusan pribadi Raja Madangkara untuk bertanding kesaktian. Ini tuntutan dari raja Madangkara atas perbuatanmu!" seru panglima Lodaya lagi. 

"Hamba Sanggup Panglima!" sahut tumenggung Bayan

"Harus!" karena kamu adalah Tumenggung Pamotan. 

Panglima Lodaya segera meninggalkan Tumenggung Bayan yang masih termangu. Ia di iringi oleh beberapa orang prajurit Pamotan. Sementara itu murid-murid di padepokan Bukit Kalam masih duduk bersimpuh, sebagaimana kebiasaan kalau menghadapi masalah besar datang.

Di lain pihak Bre Wirabhumi tengah menerima utusan Negeri Madangkara. Bre Wirabhumi membaca surat Lontar yang di ukir indah. Wajahnya berkerut menggambarkan bahwa ia tidak senang dengan bunyi surat yang sedagn di bacanya. 

Patih Gotawa dan Mantili yang duduk di hadapannya maklum akan hal itu. Tapi sebagai duta mereka tampak tenang.  Sementara itu para pembesar kerajaan Pamotan kelihatan tenang. 

"Tidak punya pendirian! katakan pada rajamu, aku butuh ketegasan!' Menjadi sekiti Pamotan atau menjadi musuh !" Aku tidak suka jawaban yang mengambang seperti ini !" seru Bre Wirabhumi. 

Mantili menggigit lidahnya untuk menahan emosinya sedangkan Gotawa tetap tenang. 

"Katakan Sabda ku pada rajamu!", Seru Bre 

"Baik Gusti Prabu! sekarang juga kami mohon pamit," sahut patih Gotawa.

 Kemudian mereka menyembah lalu meninggalkan tempat itu, Bre wirabhumi masih muring-muring. 

"Aku yakin Sumedang Larang dan Tanjung Sengguruh serta Pajajaran akan mendukung kami!" seru Bre Wirabhumi dengan sinar mata yang penuh harap. 


Bersambung......................

Monday, December 12, 2022

SAUR SEPUH SATRIA MADANGKARA BAGIAN 4

 

Tumenggung Adiguna melawan Pasukan Tumenggung Bayan

LANJUTAN DARI BAGIAN 3.............

Beberapa orang prajurit dengan pakaian kerajaan Pamotan tampak siap di samping kuda masing-masing. Mereka kurang lebih sepuluh orang. Sementara itu seekor kuda yang kelihatan lebih besar dan gagah di bandingkan yang lainnya masih kosong. Beberapa orang murid padepokan ilmu silat Bukit Kalam menunggu dengan duduk-duduk di teritisan bangunan pendopo padepokan yang cukup sederhana. Dari dalam rumah padepokan muncul seorang tumenggung yang di kenal dengan nama tumenggung Bayan, Orang kuat dalam pamotan. 

Ia diiringi seorang wanita cantik dengan tubuh sintal dan bentuk bibir yang selalu menantang. Sementara itu sorot matanya selalu kelihatan mengajak dan nakal. Wanita itu bernama Lasmini guru dari padepokan silat tersebut. 

Kali ini kelihatan Lasmini tengah merajuk sementara tumenggung Bayan berusaha menentramkan hati pacarnya atau simpanannya mengingat ia sendiri sudah menikah. 

"Kalau tidak ada tugas pasti aku menginap Lasmini, Keadaan semakin gawat, semua tentara di siagakan  di semua gerbang Pamotan dengan Majapahit". Tumenggung Bayan menjelaskan. 

"Hamba takut kakang Bayan punya perempuan lain. Saya tahu gadis-gadis Pamotan jauh lebih cantik dari gadis Pajajaran seperti saya", Lasmini kembali merajuk. 

"Selain istriku yang sah cuma ada kamu. Besok kakang kemari lagi", Tumenggung Bayan berusaha meyakinkan.

"Menginap?", tanya Lasmini manja sekali. 

"Pasti".

Tumenggung Bayan menaiki kudanya kemudian pergi bersama rombongannya. Malam mulai gelap. Obor Obor menerangi halaman padepokan dengan sinarnya yang meriap-riap di terpa angin. 

Lasmini tersenyum nakal sambil memandang ke kejauhan. 


BERSAMBUNG... KE BAGIAN 5

Wednesday, November 30, 2022

SAUR SEPUH, SATRIA MADANGKARA BAGIAN 2



 ..........Sambungan dari Bagian 1


Sebuah tugu yang terbuat dari batu bata dengan bentuk seperti lingga dengan gaya pasundan terlihat menjulang pada dataran di areal pegunungan. Di kejauhan terlihat lima orang penunggang kuda dengan sigap mengendarai kuda tunggangan tercepat pada jaman itu. Mereka berhenti tepat dimana terdapat pertigaan jalan. 

Salah seorang diantara mereka adalah Hulubalang Robi, pemimpin dari lima orang itu. Menilik dari pakaiannya mereka adalah prajurit Pamotan (Kedaton Timur).

"Kita sudah sampai di Madangkara, ini tugu perbatasannya!," seru hulubalang Rowi kepada bawahannya. 

Hulubalang yang berbadan tegap dengan kumis melintang itu menyipitkan matanya melihat ke kejauhan. Dan sayup-sayup terlihat sekelompok bangunan yang merupakan sebuah kota yang tidak terlalu besar namun juga tidak kecil. Bangunan-bangunan rumah dan tembok keliling kerajaan serta gerbangnya terlihat cukup megah. Sementara kelima orang Pamotan itu masih belum beranjak, terdengar suara derap kuda dari arah lain. Mereka lalu menoleh. 

Tiga orang penunggang kuda kelihatan terburu-buru kenuju ke arah mereka. Para penunggang kuda itu sedikit terkejut melihat  adanya lima orang di atas kuda berdiri di hadapan mereka. Dan yang lebih membuat mereka terkejut adalah orang-orang itu mereka kenal sebagai orang Pamotan. Dan ketiga penunggang kuda itu adalah utusan dari Majapahit. Mereka segera menghentikan kudanya. 

Penunggang-penunggang kuda dari Majapahit itu mengerutkan dahi. Salah seoangdari mereka yang bernama hulubang Ludika menjadi geram. 

"Oang-orang Pamotan, mereka pasti utusan Bre Wirabumi untuk mencari dukungan dari kerajaan-krajaan did aerah Kulon!," Seru hulubalng Ludika kepada bawahannya. Lalu dengan kepala yang pasti hulubalang yang tidak kalah gagahnya dengan hluubalang Rowi menyuruh kedua kawannya untuk mengikutinya.  Ketiga ekor kuda itu segera melaju menghampiri ke lima orang Pamotan.

Hulubalang Rowi maklum apa yang akan terjadi. Perlahan-lahan tangannya bergerak membetulkan letak kerisnya. Dengan gaya yang meyakinkan ketiga Penunggang kuda dari Majapahit itu menghentikan kuda mereka. Kaki kuda yang mereka tunggangi melunjak dengan ganas. Dengan tenang Hulubalang Rowi memandangi orang Majapahit itu.

"Mau apa kalian?," tanyanya

"Menghantikan tugas kalian. Serahkan surat-surat itu padaku!," sahut Hulubalang Ludika.

Hulubalang Rowi menatap tajam ke arah Hulubalang Ludika dan kawan-kawannya lalu berkata : 

"Kamu tidak ada hak untuk menghalangi tugas kami, Minggir!,"

Hulubalang Rowi segera menjalankan kudanya. Dengan terpaksa ia menghindar dari halangan ketiga orang Majapahit itu. Tapi tiba-tiba Hulubalang Ludika menyerang dengan tendangan kaki. Tapi denan sigap Rowi menangkis dengan lengannya. Perkelahian terjadi. Mereka slaing melompat dari atas kuda. Dari cara mereka berkelahi nampak jelas bahwa utusan ini adalah orang-orang pilihan di negeri mereka masing-masing. 

Ditengah perkelahian yang terjadi dengan seru, muncul pasukan tentara Madangkara yang di pimpin oleh Senopati Ringkin yang dengan gagah di atas kudanya di dampingi olehbeberapa orang berkuda lainnya. Dibelakang mereka nampak puluhan prajurit berlari-laridengan tombak di tangan. 

Mereka yang sedang berkelahi sedikit terpecahperhatiannya. Senopati Ringkin berteriak keras dari atas kudanya. 

"Hentikan!,".

Tapi perkelahian itu masih saja terjadi. Mereka yang berkelahi nampak tidak mengacuhkan perintah itu. Senopati Ringkin berseru lagi.\:

"Kalian akan kami serang kalau tidak mau berhenti. Ini daerah Madangkara!".

Orang-orang Majapahit dan Pamotan menghentikan perkelahian mereka ketika pasukan bertombak berkeliling mengepung. 

"Kalian kami tahan!", perintah Senopati Ringkin dengan Tegas.


BERSAMBUNG KE BAGIAN 3.................................................