Showing posts with label film laris. Show all posts
Showing posts with label film laris. Show all posts

Monday, September 11, 2023

SAUR SEPUH : SATRIA MADANGKARA BAGIAN 11

 Sambungan dari Bagian 10.


Brama terbangun dari tidurnya ketika kupingnya menangkap suara atasp rumah. Patih Gotawa juga mendengar suara itu. Mereka berdua segera mengejar. Ternyata si Mata Setan datang menyambangi mereka untuk membalas dendam. Begitu melihat Brama, Si Mata Setan langsung menyerangnya. Patih Gotawa siap membantu kakaknya. Namun saat itu sebuah senjata rahasia melayang ke arahnya. Namun saat itu sebuah senjata rahasia melayang kearahnya. Untung dengan cepat dia berkelit. Senjata rahasia itu berupa anak panah kecil menancap di dekat pintu. 

Gotawa melompat ke halaman dan Lasmini muncul dari persembunyiannya. Ia langsung menyerang Gotawa. Si Mata Setan mulai terdesak dalam ilmu silatnya. Dia segera mundur beberapa langkah lalu membaca mantera. Matanya tiba-tiba menjadi memerah. Kemudian dengan gerak-gerak mata yang sangat tajam keluarlah dua berkas api menyerang Brama. Tapi api itu sama sekali tak mampu membakar tubuh Brama. 

Mantili dan Harnum terbangun mendengar suara ribut-ribut. Perkelahian antara Gotawa dan lasmini berlangsung semakin seru. Permainan pedang Lasmini benar-benar tangguh. 

"Kakang Gotawa, biar aku yang menghajar perempuan binal ini!", seru Mantili. 

Gotawa melirik Mantili dan saat itu tubuh Mantili sudah melompat masuk arena. Ia menyerang Lasmini dengan pedangnya. 

"Apa mau kamu sebenarnya?" Seru Mantili sambil mendesak Lasmini.

"Membunuh semua musuh tunanganku!" Sahut Lasmini.

"Kamu tidak akan mampu!"'.

Dan Lasmini makin terdesak. Segera dia melompat keatas genteng. Mantili menyusul naik tapi Lasmini lebih dulu menyerang dengan senjata rahasianya. Mantili terpaksa bergulingan menghindari senjata rahasia itu. 

Si Mata Setan tidak mampu menundukkan Brama Kumbara. Ia terus terdesak. 

"Siapa Kamu?" apa hubunganmu dengan perempuan tunangan Tumenggung Bayan?" tanya Brama.

"Lasmini adalah sahabatku! kamu memusuhi Lasmini berarti memusuhiku, Si Mata Setan!".

Selesai berkata dia menyerang kembali dengan mempergunakan jurus-jurus yang berbahaya. Brama menyambutnya dengan ajian Serat Jiwa dalam tingkat yang tidak terlalu tinggi. Pukulan si Mata Setan menjadi susah di tarik. Dari tubuh Brama mengalir daya magnit yang luar biasa sehingga si mata Setan Sulit mencabutnya. Brama tetap tenang sementara si Mata Setan bagai disengat listrik, berteriak kesakitan.

Patih Gotawa terpukau menyaksikan keampuhan ajian itu. 

"Aji Serat Jiwa"' seru Patih Gotawa.

"Tapi bukan tingkat akhir, kakang Brama tidak mau membunuh musuhnya!".

Si Mata Setan kehabisan tenaganya.

"Pulang! Kali ini kau ku ampuni"' seru Brama

Si Mata setan berusaha bangkt tapi terjatuh kembali. Matanya masih menyimpan dendam tapi dia tak berdaya apa apa lagi. Harnum merasa lega menyaksikan kebijaksanaan suaminya. 

Tak lama kemudian terdengar kabar pecahnya perang antara Pamotan dan Majapahit. Suasana hiruk pikuk di perbatasan. Para penduduk mulai mengungsi sementara darah mulai berceceran. Dari luar tembok benteng kerajaan Majapahit, Brama Kumbara, Mantili, Patih Gotawa dan Harnum menyaksikan betapa perkasanya kekuatan tentara Majapahit. Mantili kagum ketika tiga ekor gajah muncul dari gerbang dikendarai oleh Narapati Raden Gajah.

"Majapahit benar-benar perkasa!" seru Mantili.

"Ya! angkatan lautnya juga besar, suatu saat kalian akan kuajak ke Tuban!",sahut Brama Kumbara.

Diantara kesibukan para prajurit dan kepanikan rakyat, Lasmini mengantar guru Tumenggung Bayan yang sudah tua bernama Jagadnata, Mereka diiringi dua orang lagi yaitu saudara seperguruan Tumenggung Bayan yaitu Wangsa dan jasta. 

Mereka tengah mencari Brama Kumbara. Dan akhirnya rombongan keempat orang itu bertemu dengan Brama Kumbara di pinggir hutan di dekat sungai.  Ketika itu Brama sedang mendinginkan mukanya dengan air sungai. Tiba-tiba ia melompat diserang oleh puluhan senjata rahasia. 

"Siapa lagi yang kamu bawa Lasmini", tanyanya begitu mengetahui siapa penyerangnya.

Jagadnata menjawab pertanyaan itu dengan suaranya yang keras karena didukung tenaga dalam.

"Aku mau menuntut balas kematian muridku!".

Orangtua itu langsung menyerang dengan ilmu gelombang pusar bumi ke arah Brama. Lasmini dan kedua murid Jagadnata menyerang Harnum, Gotawa dan Mantili.

Pertempuran berlangsung dengan serunya. Brama agak kewalahan menghadapi ilmu dari Jagadnata. Hantaman dan siku dari jagadnata mengandung tenaga dalam yang kuat. Beberapa kali Brama terjungkal dan untah darah. Tapi jagadnata juga tidak luput dari serangan Brama.

Wangsa dan Jasta, murid jagadnata menyerang Mantili dan Gotawa. Lasmini dengan dibantu muridnya menyerang Harnum. Suatu ketika Mantili dan Gotawa terpental ketika Wangsa dan Jasta menyerang dari balik pohon. Kelihatan mantili tidak di beri kesempatan untuk mengarahkan pedang inti peraknya yang menyilaukan.

Lasmini tertawa terbahak-bahak menyaksikan adegan itu. Mantili marah sekali. Dia mencabut pedangnya yang satu lagi dan ditempelkannya pedang yang berwarna hitam dan menjijikan bentuknya itu. Tiba-tiba dari tempelan kedua pedang itu keluar asap hitam yang makin lama makin tebal hingga memenuhi hutan itu.

Wangsa dan Jasta terbatuk-batuk dan hampir sesak nafas. Pada saat itu Lasmini berlari ke balik pohon dan membaca semacam mantera. Tiba-tiba tubuhnya keluar asap hijau yang merupakan ajian sirep Megananda. Gumpalan asap hijau itu mengenai harnum, Mantili dan Gotawa. Mereka menguap lalu tertidur pulas..n. Brama mencengkeram tubuh Jagadnata dan aliran ajian Serat Jiwa sedang  menjalar ke tubuh Jagadnata. Muka Brama bergetar, darah segar keluar dari mulutnya. Sementara itu Jagadnata pucat pasi, tubuhnya seperti tersengat aliran listrik dan tidak bisa bergerak lagi. Lama kelamaan tubuh itu merubah menjadi putih sama sekali.

Brama berteriak dan memukul tabuh yang putih dengan kedua tangannya  hancur bagaikan onggokan tepung. Ia lalu terduduk dengan napas megap-megap. Kemudian perlahan-lahan dia bangkit dan melihat hasil ajian yang telah di keluarkan. Tubuh yang sudah menjadi tepung itu tinggal separuh. Brama menutupkank kain yang ada di badannya sambil berkata; : 

"Maaf terpaksa kugunakan ajian serat jiwa karena bapak benar-benar hampir membunuhku".

Tiba-tiba Brama teringat keadaan isteri dan adiknya. Dia kembali ketempat perkelahian tapi tidak ada apa-apa. Suasananya sepi mencekam.

Baru saja dia ingin meninggalkan tempat itu salah seorang murid Lasmini yang telah  siuman

menggerakan tubuhnyaa.

"Dimana orang-orang itu?", tanya BramaD

Dengan lemah oran gitu menjawab :

"Guru Lasmni...membawa lari teman...teman tuan".

"Kemana? tanya Brama dengan muka memerah

"Bukit.....kalam...".

Murid Lasmini itu terkulai lemas. Brama nampak cemas.


BERSAMBUNG KE BAGIAN 12

Saturday, August 12, 2023

SAUR SEPUH : SATRIA MADANGKARA BAGIAN 10

Mantili dan Gotawa

 Sambungan dari bagian 9 

Di antara keramaian kota Brama, Mantili, Harnum dan Gotawa sedang berhadapan dengan murid Lasmini yang pernah mengintip perkelahian. Brama membaca surat dari Lasmini lalu ia berkata kepada orang itu. 

"Katakan pada majikanmu, aku pasti datang!", seru Brama tegas. 

"Hamba Permisi!".

Dan anak buah Lasmini segera melompat kembali ke atas kudanya. sementara itu sepasukan tentara Majapahit berbaris melintasi Brama dan ketiga kerabatnya. 

Di suatu tempat di pinggiran hutan Lasmini berdiri mematung sambil berkacak pinggang. Kelihatannya wajahnya yang keras dengan bibirnya yang terkatup rapat. Dia memandang jauh ke depan. Tak lama kemudian Brama dan rombongannya tiba. Brama segera turun dari kudanya sementara Gotawa, Harnum dan Mantili masih tetap diatas kuda mereka. 

Lasmini menurunkan tangannya dan siap mencabut pedangnya. Matanya tetap diam. Brama dengan tenang mendatanginya dengan wajah yang tersenyum arif. Lasmini tiba-tiba menjadi ragu. Nampaknya dia mulai terpikat dengan ketampanan wajah Brama. Mereka sudah berhadapan.

"Maaf aku terpaksa membunuh suamimu!", seru Brama Kumbara.

"Tunanganku!"' Lasmini memprotes

"Ya maaf, karena dia telah membunuh utusan madangkara", 

"Dan sekarang kamupun haus mati!" seru Lasmini dengan marah.

Selesai bicara dia langsung menyerang Brama dengan gencar dan cepat. Tapi bagi Brama serangan itu bukan apa-apa. Kepandaian silat yang masih dalam tingkat menengah, masih jauh dari sebutan ahli apalagi jago. Berkali-kali Brama membuat Lasmini semakin sewot karena serangannya tidak pernah ada yang mengena. Namun diam-diam Lasmini semakin mengagumi Brama. Orangnya tampan, keahlian silatnya luar biasa.

Dalam perkelahian yang nyaris hanya berupa permainan itu Brama terus menjelaskan mengapa Tumenggung Bayan harus di bunuhnya.

"Pacarmu di bunuh bukan karena dendam, nona. Tapi hukuman, dia telah membunuh seorang utusan resmi dari negaraku. "

"Persetan, pokoknya kamu harus mampus!' sahut Lasmini.

Dan sebuah tusukan pedang yang sangat deras nyaris menembus tenggorokan Brama kalau saja dia tidak segera menangkap pedang itu dengan giginya. Lasmini tidak mampu mencabut pedang itu dari gigitan Brama walaupun dia sudah menggunakan seluruh tenaganya. 

Mantili justru kesal melihat adegan itu. 

"Memuakan! Perempuan apa itu, dia bukan sedang berkelahi, gerakannya seperti merangsang birahi lawannya", seru Mantili.

Harnum cuma tersenyum . Dia tahu bahwa suaminya bukan orang yang mudah tergiur oleh rayuan murah seperti itu. 

"Salah kalau dia mau menaklukkan kakang Brama dengan cara seperti itu", sahut Harnum 

Dan memang Lasmini seperti mau menangis dengan sikap yang manja karena tidak mampu mencabut kembali pedangnya. Dan hanya dengan satu sentakan kecil Brama berhasil mematahkan pedang itu. Lasmini kembali marah dan mengamuk membabi buta. Kali ini Brama tidak mau membiarkan perempuan itu bertingkah lebih banyak lagi. Dengan satu pukulan yang tidak terlampau keras tetapi tepat membuat Lasmini melintir kesakitan. 

Sebenarnya bagi seorang yang pernah berlatih silat pukulan seperti itu tidak akan membuat pingsan. Tapi Lasmini mempunyai rencana lain. Dia memegangi dadanya, tubuhnya menjadi limbung lantas jatuh pingsan. Brama segera menolong untuk memberikan bantuan melegakan kembali rongga dadanya yang terkena pukulan tadi. Diangkatnya tubuh Lasmini ke pangkuannya. dan Ketika itulah Lasmini memeluk Brama serta mencoba menciumnya. Tapi Brama mengelak dengan tidak menyinggung perasaan wanita yang dianggapnya aneh itu. 

"Kamu tidak apa apa kan?, tanya Brama. 

Lasmini memandang Brama dengan pandangan wanita yang sedang kasmaran. Brama menyadari itu

"Dadaku tidak apa-apa, tapi hatiku justru berdebar", sahut Lasmini. 

"Luka Dalam?" tanya Brama

"Kamu terlalu mempesona untuk menjadi musuhku!", seru Lasmini. 

"Jangan! Kamu harus tetap membenciku karena aku telah menghukum tunanganmu!"' seru Brama.

Dari Jauh Mantili menangkap gelagat itu. Sebenarnya Harnum juga demikian.

"Kurang ajar! Apa maunya perempuan itu? Kakang Brama, bunuh saja dia!" teriak Mantili

Lasmini tersinggung  mendengar teriakan Mantili. Dia bangkit dari duduknya yang menyandar pada Brama. 

"Siapa dia?", tanyanya

"Adikku dan yang satu lagi adalah istriku"' Brama menerangkan.

Mendengar hal itu Lasmini Langsung berdiri. Mukanya kembali keras dan sorot matanya tajam sekali.

"Suatu saat aku pasti akan membunuhmu! Juga adikmu!", ancam Lasmini. 

"Kamu tidak akan mampu ! Percayalah!", sahut Brama.

"Aku tidak akan sendiri. Aku punya guru, tunanganku, juga punya guru. semua menaruh dendam padamu! Ingat itu!".

Brama tetap tenang. Lalu dengan gesit Lasmini melompat ke atas kudanya dan kemudian melarikan binatang itu cepat sekali. Benar saja, Lasmini langsung menemui si mata setan sahabatnya.

"Dia harus di bunuh!" seru si Mata Setan.

"Juga adiknya dan isterinya! Aku benci mereka!", Lasmini menambahkan. 

"Seluruh kerabatnya kalau perlu akan ku habiskan!"

"Aku yakin, mereka masih berkeliaran di Majapahit."

Sementara itu di sebuah lapangan menjelang malam di adakan upacara pembakaran mayat Tumenggung Bayan. Sebagai seorang berpangkat, upacara pemakaman cukup ramai. Dan puncak acara pembakaran mayat itu adalah saat istrinya yang dengan setia menjalani upacara terjun ke adalm api menyala sesuai dengan kepercayaan pada masa itu untuk membuktikan kesetiaan seorang istri.

Teman-teman seperguruan dan guru dari Tumenggung Bayan juga adir. mereka marah sekali mengetahui Tumenggung Bayan di bunuh oleh Satria dari Madangkara.

"Cari tahu dimana orang Madangkara itu berada!" seru guru Tumenggung Bayan.

"Di Majapahit guru!" salah seorang muridnya menjawab.


BERSAMBUNG..........

Friday, August 11, 2023

SAUR SEPUH : SATRIA MADANGKARA BAGIAN KE 9

Raja Pamotan dan Istrinya

 Lanjutan dari Bagian 8

Seekor kuda dengan cepat berlari diantara ilalang. Penunggangnya menghentikan kuda itu dan mencari-cari seseorang. Dia adalah Tumenggung Bayan. Dari jauh kelihatan di pinggir hutan Brama Kumbara tegak berdiri sementara Harnum dan dua ekor kuda tunggangan mereka berada di belakang raja  Madangkara yang kali itu berpakaian sebagai seorang jawara. 

Segera Tumenggung Bayan melarikan kudanya ke arah Brama. Nampak kegeraman Tumenggung karena dia menganggap gara-gara orang itula di akena damprat Panglima Lodaya. 

Begitu tiba di dekat Brama yang berdiri tenang, Tumenggung Bayan melompat turun dari kudanya. Dengan congkaknya dia berseru kepada Brama Kumbara. 

"Kamu orang Madangkara yang mantangku?". 

"Ya! kamu harus menebus kematian Tumenggung Adiguna", Sahut Brama Kumbara. 

Tumenggung Bayan sangat melecehkan kemampuan Brama apalagi yang nampak di hadapannya bukan seorang yang bertubuh raksasa.

"Sebenarnya anggung aku harus melayani seorang macam kamu", seru Tumenggung Bayan dengan jumawa. 

Harnum kesal sekali melihat tingkah laku Tumenggung yang congkak itu. Tapi Brama masih bersikap tenang. 

"Bagaimana kalau kita mulai?" tantangnya. 

Tumenggung Bayan segera melancarkan serangan yang tidak kepalang tanggung Namun Brama bukan orang sembarangan yang mudah di lecehkan. Dengan tenang tapi cekatan dia menangkis semua serangan itu dengan tangan kosong. 

Brama belum melakukan serangan balasan karena dia memang sengaja memancing emosi lawannya untuk terus menyerang. Brama mengeluarkan jurus silatnya hanya setengah tingkat dibawah keahlian tumenggung Bayan. Tentu saja hal itu membuat Tumenggung jadi semakin semangat untuk menyerangnya. Namun demikian serangan gencar berikutnya hanya mendapatkan tempat tempat kosong jika tidak tertangkis manis oleh Brama. Bahkan kadang-kadang Brama seolah terdesak tapi dengan serakan yang sukar di ikuti mata tangannya mengeluarkan keris yang terselip di pinggang Tumenggung bayan.

Lalu Brama Sengaja melompat jauh dengan keris di tangan. Tumenggung Bayan agak kaget melihat keris yang di pegang Brama mirip kerisnya . Tangannya mengepal ke belakang , ternyata tempat kerisnya kosong. Brama tersenyum polos lalu berkata :

"Maaf keris kamu tadi terjatuh".

Brama melemparkan keris itu kearah tumenggung Bayan yang segera menangkapnya. Lalu dengan gerakan yang sangat sigap dia kembali menyerang Brama. Tapi kali ini Brama tidak mau lagi memberi kesempatan pada sang Tumenggung untuk mendesaknya. Serangan balik dari Brama sulit di duga oleh Tumenggung Bayan. Tiga atau empat kali pukulan tendangan Brama mendarat di tubuhnya. Lalu dengan jurus yang sangat indah Brama menjatuhkan keris pusaka milik sang Tumenggung. 

Hal ini membuat sang tumenggung makin naik pitam. Dia melompat mundur. Matanya merah memancarkan kemarahannya. Tiba-tiba dia membuat gerakan untuk mengeluarkan aji Cadas Ngampar yang telah membuat tumenggung Adiguna gugur. 

Dalam satu serangan pukulan Cadas Ngampar , Brama mengelak dan akibatnya sebuah pohon tumbang dengan batang yang hancur berkeping-keping. Di Jalanan dekat tempat itu Patih Gutawa dan Mantili mendengar ledakan-ledakan yang menggelegar. Segera mereka memacu kuda menuju tempat asal suara yang menggelegar itu. 

"Itu Pasti mereka", teriak Mantili.

Tumenggung Bayan kehabisan nafas karena menggunakan ajian Cadas Ngampar yang sangat menguras tenaga dalamnya. Beberapa batang pohon bertumbangan. Brama masih tetap tenang.

Sekali lagi Tumenggung Bayan mengirimkan pukulan Cadas Ngamparnya. Dan kali ini Brama mendiamkannya. Ternyata ledakan Cadas Ngampar itu tidak mampu menjebol dada Brama Kumbara, Laki-laki itu masih tetap berdiri tegar. 

Tumenggung Bayan melongo. Hanya keturunan Dewa yang mampu menahan ilmu pukulan Cadas Ngampar. 

"Gila"' teriaknya. 

Tapi tumenggung yang jumawa itu tidak putus asa. Tiba-tiba dia bersidekap, matanya terpejam sambil membaca jampi-jampi. Mantili dan Gotawa datang. Mereka langsung bergabung dengan Harnum yang diam-diam merasa cemas menunggui suaminya bertanding mengadu nyawa. 

"Lawan Kakang Brama cukup tangguh, ilmu kedigdayaan yang dimilikinya cuku tinggi", seru Harnum.

"Bunyi ledakan dari pukulan Cadas Ngampar tadi terdengar sampai ke pinggiran bukit", sahut Mantili. 

Tumenggung Bayan membuka matanya lalu tangan yang bersedekap itu mulai meregang. Tiba-tiba tangan itu seperti bercahaya merah dan membara. Harnum melihatnya semakin cemas. Demikian juga dengan Mantili dan Gotawa. Tapi Brama Kumbara masih tetap tenang. Bahkan ia sempat tersenyum.

"ternyata kamu memiliki ajian Cakar Geni, Kamu benar-benar Tumenggung yang hebat, Bayan!".

Bagaikan orang kesurupan Tumenggung Bayan mulai menyerang Brama Kumbara. 

Di balik semak-semak tak jauh dari tempat Mantili berdiri ada seseorang mengintip perkelahian itu. Dia adalah murid Lasmini yang melapor tentang kedatangan Panglima Lodaya pada waktu mendatangi padepokan di Bukit Kalam. Tumenggung Bayan heran karena Cakar Geni yang jika mengenai pohon bisa hangus sama sekali tak mampu melukai Brama Kumbara. Bahkan pada suatu saat Brama menangkap lengan yang membara itu kemudian dengan tenaga dalamnya membuat Ilmu Cakar Geni itu berbalik menyerang Tumenggung Bayan. 

Sang Tumenggung menjerit kepanasan karena tiba-tiba seluruh tubuhnya membara, mengeluarkan asap dan akhirnya terbakar. 

Patih Gotawa, Mantili dan Harnum berdecak kagum. Harnum berlari memeluk suaminya dengan perasaan gembira. Anak buah Lasmini yang mengintip perkelahian itu segera berlari meninggalkan tempat persembunyiannya. 

Brama mengelus rambut istrinya sambil menyaksikan tubuh Tumenggung Bayan yang sudah terbakar oleh ilmunya sendiri. 

Lasmini benar-benar marah ketika ia di lapori mengenai kematian Tumenggung Bayan. Mula-mula dia menunduk dalam sesenggukan tangisnya. Tapi kemudian dia mengangkat kepalanya bangkit berdiri dengan sorot mata berapi -api menahan dendam.

"Aku bersumpah membalas kematian ini! Satria Madangkara harus di bunuh!", serunya dengan tegas.

Malam harinya Brama bersama rombongan beristirahat di pinggir hutan. Api unggun menyala, menghangatkan udara yang dingin. Harnum tidur bersebelahan dengan Mantili  berselimut kain tenun. 

"Kita akan kembali ke Madangkara kakang Brama?" tanya Mantili. 

"Aku ingin melihat akhir dari pertikaian Bre Wirabhumi dengan Prabu Wikramawardhana", sahut Brama Kumbara.

"Kakang Prabu akan melibatkan diri kalau misalnya jadi perang antara Majapahit dan Pamotan?" Harnum ikut bertanya.

Brama menggeleng sambil tersenyum "Tidak Baik orang luar ikut campur", sahutnya.....


Bersambung...............