Pendekar Tongkat emas |
Ada yang lain di bioskop minggu ini dengan hadirnya film ‘silat’
Pendekar Tongkat Emas produksi Miles Film dan KG studio. Sebuah kerjasama yang
solid untuk menghadirkan karya yang patut untuk ditunggu-tunggu. Sebelumnya ada Gending Sriwijaya yang saya
anggap dapat menjadi film dengan genre laga namun masih jauh dari ekspektasi saya
karena Gending sriwijaya cara berantemnya boleh dibilang modern sedangkan Pendekar
tongkat emas menghadirkan sisi laga ‘klasik’ namun tidak ketinggalan jaman. Terlepas
dari cara berantemnya yang dianggap kungfu namun bagi penulis, Pendekar tongkat
emas tetaplah sebagai film silat/laga masa kini. Tapi tetap saja ini bagi saya adalah film Silat bukan film Kungfu.
Film Silat/laga Indonesia pernah merajai bioskop pada era 80an meski masih berimbang dengan film-film drama, namun produksi film Silat tidak pernah berhenti dengan hadirnya ikon laga kala itu Barry Prima. Kini dengan hadirnya Film Pendekar Tongkat emas, mampukah film ini mengangkat kembali kejayaan film laga?
Terlepas dari kostum yang digunakan, Pendekar tongkat emas
menjadi harapan baru bagi saya sendiri khususnya sebagai pecinta film laga
nasional. Pendekar Tongkat emas dengan producer Mira Lesmana yang selalu
menghadirkan karya-karya bagus bersama co producer Riri Riza juga mampu membawa
film ini lebih dari ekspektasi yang penulis harapkan. Dengan menggandeng
pemain-pemain muda berbakat seperti Reza Rahardian dan Nicholas saputra yang
sudah tidak di ragukan lagi aktingnya untuk film-film drama, juga ada pemain
pendatang baru Tara Baso dan Eva Celia Lesmana yang lebih sering bermain di
film drama membuat penulis tidak berani untuk terlalu berharap dengan hasil
film ini, Namun demikian langkah Mira Lesmana atau Mirles saya panggil ternyata
berbuah manis dengan berhasil membawa pemain-pemain tersebut untuk keluar dari ‘pakem’
yang selama ini mereka mainkan. Bermain film drama jelas berbeda dengan bermain
film laga. Namun sebagai seorang pelakon mereka dituntut untuk bisa memainkan
peran apapun dalam sebuah film. Dan itu dapat mereka buktikan dengan hasil acting
mereka di film Pendekar Tongkat emas yang tidak mengecewakan. Hal ini tentu saja
tidak terlepas dari campur tangan Mira Lesmana dan Riri Riza. Ifa Ifansyah sebagai sutradara muda juga
memberikan arti yang dalam di film ini. Karena tanpa campurtangan sutradara
yang baik, maka film akan dibuat asal-asalan.
untuk ukuran film laga, film ini saya bilang bagus dengan pemain yang berlatar belakang pemain drama, film ini cukup berhasil membawa penonton menyelami jalan ceritanya.
untuk ukuran film laga, film ini saya bilang bagus dengan pemain yang berlatar belakang pemain drama, film ini cukup berhasil membawa penonton menyelami jalan ceritanya.
Pendekar Tongkat emas atau The Golden Cane Warrior menyapa
penonton Indonesia sejak 18 Desember 2014, tentu saja bagi pecinta film
Nasional hal ini jangan sampai terlewatkan.
Pendekar tongkat emas ditulis oleh Jujur Prananto, Mira
Lesmana, Ifa Isfansyah dan Seno Gumira Ajidarma.
Ada satu hal yang mencuri perhatian penulis dari film ini
adalah dengan hadirnya pendekar cilik Angin (Aria Kusumah) yang kalau di
perhatikan penampilannya adalah mirip pendekar cilik film-film mandarin jaman
dulu. Hadirnya Angin dalam film ini menambah perbendaharaan pemain muda
berbakat yang kelak di kemudian hari diharapkan mampu menjadi penerus
pemain-pemain senior.
Pendekar Tongkat Emas bercerita tentang sebuah perguruan
tongkat emas yang di pimpin oleh Cempaka (Christine Hakim) yang akan mewariskan
Tongkat Emasnya kepada salah satu muridnya Biru (Reza Rahardian), Gerhana (Tara
Baso), Dara (Eva Celia Lesmana) dan Angin (Aria Kusumah). Pada sebuah
keputusan, Cempaka akhirnya mewariskan Tongkat Emasnya pada Dara. Meski sebagai
murid yang junior, pada awalnya Dara menolak karena menganggap Biru lah yang
lebih pantas menerimanya, karena Biru lebih senior namun Cempaka sudah
berbicara dan itu tidak bisa dibantah. Cempaka punya firasat tersendiri
mengenai muridnya yang pantas untuk menerima tongkat emas.
Untuk menerima tongkat emas, Dara akan diajarkan jurus
terakhir Tongkat Emas, untuk itulah Cempaka membawa Dara pergi dengan
didampingi oleh Angin. Benarlah dugaan Cempaka, ditengah perjalanan untuk
mewariskan ilmunya, mereka dihadang oleh
Biru dan Gerhana untuk merebut Tongkat Emas. Terjadilah pertarungan antara Dara
dengan dibantu Angin, namun ilmunya belum cukup untuk menghadapi Biru dan
Gerhana, maka Cempaka turun tangan untuk menyelamatkan Dara dan tongkat
emasnya. Cempaka dalam kondisi terluka dalam karena sebelumnya telah diracun
oleh Gerhana agar dapat menguasai perguruan tongkat emas bersama Biru akhirnya
harus tewas ditangan muridnya sendiri. Malam sebelum kematian Cempaka berpesan
pada Dara apabila ia meninggal sebelum sempat menurunkan ilmunya maka Dara
disuruh pencari Pendekar Naga Putih. Karena didunia Cuma ada Cempaka dan
Pendekar Naga Putih yang menguasai Jurus Tongkat Emas terakhir. Ternyata selama ini Biru dan Gerhana memiliki
dendam pada Cempaka karena kedua orangtua mereka tewas ditangan Cempaka.
Dara dan Angin
akhirnya berhadapan dengan Biru dan Gerhana setelah menewaskan guru
mereka. Ilmu Dara dan Angin belumlah
sepadan dengan Biru, keduanya kalah dan terlempar kejurang hingga ditolong oleh
pendekar laki-laki yang misterius yang dikemudian hari dikenal dengan nama
Elang (Nicholas Saputra).
Suasana dunia persilatan tegang, Biru menyebarkan isu kalau
Dara dan Anginlah yang telah menewaskan Cempaka, hingga akhirnya Dara menjadi
buronan dunia persilatan. Biru
menggunakan berbagai siasat agar dapat menguasai dunia persilatan dan tongkat
emas. Akhirnya Biru berhasil mendapatkan Tongkat emas setelah sebelumnya
menyandera Angin untuk ditukar dengan tongkat emas. Biru juga berhasil menjadi ketua perguruan
setelah sebelumnya membunuh salah satu tetua persilatan lain dengan meracuninya
hingga tewas. Sedangkan melalui berbagai kendala dan tantangan Angin pada
akhirnya tewas ditangan biru, Dara berhasil menemukan jurus Tongkat Emas
setelah dilatih oleh Elang yang merupakan pewaris ilmu tersebut dari ayahnya
Pendekar Naga Putih yang telah tewas. Dan diketahui pula kalau Cempaka
sebenarnya adalah ibu kandung dari Elang.
Jalan cerita selanjutnya dapat ditebak, Dara dan Elang membalas
dendam pada Biru dan Gerhana yang kini telah menjadi ketua perguruan yang kejam
dan telah memiliki anak. Biru dan
Gerhana akhirnya kalah dan tewas ditangan elang dan Dara. Di akhir kisah, anak
dari Biru akhirnya ikut dengan Dara.
*****
Sebuah catatan dari film ini adalah, hadirnya tokoh Angin
pendekar cilik yang selalu melindungi Dara hingga tewas , seharusnya tidak
secepat itu harus tewas ditangan Biru dan Gerhana. Akhir cerita dengan menghadirkan anak dari
Biru dan Gerhana yang mencuri lihat Dara yang sedang berlatih ilmu tongkatnya,
dan di praktekannya agaknya akan menjadi benang merang kalau pada generasi berikutnya
akan terjadi hal yang sama. Cempaka membunuh kedua orang tua Biru dan Gerhana
kemudian menjadikan nya murid. Kini Biru dan Gerhana terbunuh oleh Dara dan
membawa anak Biru untuk dijadikan murid. Akankah seandainya Pendekar Tongkat
Emas dibuat sequel anak ini akan kembali membalas dendam?
Film ini sebenarnya sedikit membosankan karena terlalu focus pada inti cerita yaitu
tongkat emas, sehingga ceritanya datar dan tidak terjadi pengembangan yang
berarti.Seandainya film ini dibuat dengan pengembangan tanpa harus menghilangkan ciri tongkat emasnya tentu akan lebih ciamik lagi.
Satu pertanyaan menggantung adalah ketika Biru dan Gerhana
menyebarkan isu ke dunia persilatan kalau Daralah penyebab kematian Cempaka.
Kemudian hal ini diulangi lagi oleh Biru di akhir kisah sebelum pertarungan
dimulai kalau Dara adalah penyebab kematian Cempaka. Namun yang membuat ‘gemas’
adalah tidak ada satupun konfirmasi dari Dara ke dunia persilatan kalau
sesungguhnya yang telah membunuh Cempaka sebenarnya adalah Biru dan Gerhana,
Pun di akhir kisah ketika Biru mengatakan itu di hadapan orang-orang, tak
terlontar pembelaan diri dari Dara.
Agaknya ini yang miss dari film ini.
Terlepas dari kekurangan film tersebut, di sisi lain Mirles
mampu memberi warna tersendiri dari film ini dengan melibatkan warga local untuk
menjadi figuran dalam film ini. Suting film ini sendiri dibuat di sumba Timur
dengan alamnya yang sangat indah. tidak hanya menawarkan sebuah cerita namun
film ini juga memberikan hiburan tersendiri dengan pemandangan alamnya yang
indah sekali, Mirles berhasil mengeksplore alam sekitar yang digunakan sebagai
tempat suting. Kejernihan airnya di lokasi suting, juga padang rumput yang
membahana dengan awan yang indah.
Menjual film juga menjual alamnya yang indah. Sebagai
pecinta Fotografi penulis cukup takjub dengan pemandangan yang ditawarkan di
film ini.
Sebagai seorang pecinta film Indonesia, salah satunya film laga nasional, saya sayang berterima kasih kepada Miles meski menggandang KG untuk turut bekerjasama dalam film ini, karena tanpa sineas yang mau mengangkat tema laga, maka film Indonesia akan semakin sepi.
Semoga film ini sukses, dan kesuksesan ini semoga dapat menjadi inspirasi bagi sineas lain untuk mengangkat kembali kejayaan film Laga
salam