Tuesday, September 10, 2024

SEPENGGAL KISAH ARIE HANGGARA


 SUATU siang di awal bulan November 1984, seorang lelaki berusia 36 tahun berdiri di dekat makam di daerah Jeruk Purut Jakarta. Lelaki itu nampak begitu pepat oleh duka penyesalan dalam seluruh sikap dan penampilannya. 

Lelaki itu adalah Tino Ridwan, yang dengan suara tersendat mengakui kesalahannya di makam Arieyanto, anaknya lelaki yang meninggal di tangannya sendiri, Penyesalan yang terlambat, yang membuat gondok tapi sekaligus juga menyadarkan akan bentuk pendidikan yang di tetapkan kepada anak-anaknya. Ia menghendaki anaknya hidup jujur, tidak berdusta, penurut, yang dalam pandangannya nanti akan membawa kepada kebahagiaan. Setidaknya bukan seperti yang dialami: tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya karena ditinggal bercerai, dan tak bisa menemukan pekerjaan tetap. Tino begitu menjunjung harga diri akan tetapi ia sendiri bukan contoh yang baik. Hidupnya tergantung kepada seorang perempuan yang menjadi istri keduanya , Yanti.

Yanti sendiri tak habis penyesalannya. Ia adalah ibu tiri yang turut membesarkan Arieyanto, dan kakak Arie yaitu Anggie serta adik Arie yaitu Andi. Ditangan ketiga bocak kecil inilah, Yanti yang belum pernah melahirkan anak kandung berusaha menempatkan diri sebagai ibu yang baik. Ia bekerja di suatu perusahaan yang cukup memberinya penghasilan, ia masih kursus untuk meningkatkan karir yang juga berarti penghidupan keluarganya yang lebih baik. Tapi ia juga disibukkan oleh pekerjaan harian dan masalah rumah tangga yang dibina dengan Tino. Satu-satunya restu yang di berikan oleh Ibu Tino belum terlaksana dalam bentuk pernikahaan resmi, ketika Ibunya Tino meninggal karena di tabrak vespa. 

Ia begitu getun menyesal, yang dalam, karena ketika penyiksaan Arieyanto, ia tak berusaha mencegah sekuat tenaganya. Ia sendiri menjadi jengkel justru karena Arieyanto seperti memperlihatkan sikap menentang ketika di temukan uang dalam tas sekolahnya. Penyesalan Yanti terutama karena justru sebagai seorang wanita yang mengenal anak-anaknya, pada saat yang kritis justru melupakan. 

Di makam itu pula Liana terguguk. Airmata ibu kandung Arieyanto ini seperti mengering karena semuanya telah tuntas mengalir. Ia sadar andai dulu Arieyanto masih bersamanya, hal itu tak akan terjadi. Tetapi ketika Arieyanto masih kecil, ia menyerahkan kepada bekas suaminya Tino Ridwan. Karena ia tak mampu menghidupi, karena tak tahan dengan tudingan keluarga dan masyarakat bahwa dirinya disia-siakan oleh Tino Ridwan.

Kisah Arieyanto adalah kisah tragis. Justru di saat kasih sayang ingin dicurahkan, justru ketika kecujuran ingin di tegakkan, yang terjadi adalah hasil buruk. Rumah tangga Liana - Tino Ridwan ruwet, Masalah ekonomi dan penyesuaian diri. 

itulah sepenggal kisah dari ARIE HANGGARA yang diangkat ke layar lebar melalui skenario Arswendo Atmowiloto dengan sutradara Frank Rorimpandey dan merupakan produksi PT. Manggala Perkasa Film. 


Sumber : Ria Film No. 615

No comments:

Post a Comment