Showing posts with label film jadul.. Show all posts
Showing posts with label film jadul.. Show all posts

Tuesday, October 22, 2024

MENZANO, MENGABDI UNTUK DUNIA FILM

 


MENZANO, mengabdi di Dunia film hingga akhir hayat adalah tekadnya. Lahir di Bukit Tinggi Sumatera Barat 30 Desember 1918 adalah merupakan salah satu aktor Indonesia. adalah pada tahun 1954 lewat film "Debu Revolusi"

Berawal dari film tersebut, ternyata kemampuan Menzano di Film cukup menonjol, gaya ekspresi serta cara ia berakting sangat bagus, hingga banyak tawaran buat menzano, baik yang datang dari para sutradara maupun produser sendiri.  Selama di film Menzano terkenal dengan pembawaanya yaitu sebagai tokoh jahat. Film-film Menzano kebanyakan bertema horor, namun tak lepas  dari antomi wajahna yang sangat mendukung dalam film jenis horor. Film yang bertema action maupun drama  tak pernah ketinggalan. Ia berusaha untuk membintangi semua jenis film. 

Sebelum bermain di film, ia pernah menjadi seorang penyanyi dan pemain musik yang cukup handal di tahun 40an. Ia juga menekuni dunia teater dan sering main sandiwara. Ketika bergabung dengan  Kesatuan Penerangan Divisi VIII,  pada tahun 1945 dan veteran dengan pangkat sersan mayor.  Menzano banyak menimba ilmu dan pengalaman terutama tentang pentingnya Kesatuan dan Persatuan untuk dapat memberikan penerakan kepada masyarakat. Dari pengalaman ini ia ingin mmeberikan kepada masyarakat lewat layar lebar yakni sebagai media dakwah. Menzano juga bercerita pernah di benci orang gara-gara main film saat itu memainkan tokoh jahat, secara langsung saya disangka jahat pada masyarakat padahal  yang sesungguhnya saya tidak demikian", kata Menzano. 

Menzano meninggal pada 18 Juni 1996.

Sumber MF No.123/90 tanggal 15 Maret - 30 Maret 1991


Berikut filmmografi Menzano dikutip dari wikipedia

1955Di Balik Dinding
Oh, Ibuku
Puteri Revolusi
Senjum Derita
1956Pesan Terakhir
1957Tiga Buronan
1958Djenderal Kantjil
Titi dan Tito
Tjambuk Api
1959Habis Gelap Terbitlah Terang
1960Desa yang Dilupakan
1961Malam Tak Berembun
Masih Ada Hari Esok
1964Djiwa Kolonial
1965Liburan Seniman
1966Kini Kau Kembali
Tikungan Maut
19672 x 24 Djam
1968Ja, Mualim
Nenny
Djampang Mentjari Naga Hitam
1969Big Village
1970Kutukan Dewata
Ananda
Dendam Berdarah
1971Tjisadane
1972Romusha
Desa di Kaki Bukit
1973Last Tango in Jakarta
Napsu Gila
Bumi Makin Panas
Cincin Berdarah
Sopir Taksi
A Virgin in Bali
1977Tuan Besar
Petualang Cilik
Gara-Gara Janda Kaya
Suci Sang Primadona
1978Si Ronda Macan Betawi
Bulu-Bulu Cendrawasih
1979Demi Anakku
1980Hallo Sayang
Kau Tercipta Untukku
Juara Cilik
Yang Kembali Bersemi
Selamat Tinggal Duka
Pintar Pintar Bodoh
Seputih Hatinya Semerah Bibirnya
1981Medali Bukit Selatan
Jangan Ambil Nyawaku
Bukan Istri Pilihan
Bodoh Bodoh Mujur
Gondoruwo
1982Panasnya Selimut Malam
Sorta, Tumbuh Bunga di Sela Batu
Titian Serambut Dibelah Tujuh
1983Maju Kena Mundur Kena
1984Permata Biru
1985Semua karena Ginah
1988Bangkitnya Si Mata Malaikat

Sunday, September 22, 2024

PERJANJIAN DI MALAM KERAMAT, 75% Suting di Malam Hari


 Asap...!" teriak Sisworo Gautama. Mendengar suara sutradara itu, kontan kru efek mengipas-ngipas bara kayu campur solar di dalam kaleng. Seperti jual sate, tradisional memang, tapi efek asap untuk suasana angker tercapai. Setelah asap terkumpul dan kamera siap "on" pemain belum siap. Pengambilan gambar tertunda lagi. Lawan main Suzanna, Yongky DP masih memperbaiki efek luka di siku tangannya. 

Kameramen F.E.S Tarigan rewel. Ogah dengan tata lampu sembarangan. Dengan teriakan kecil dia menyentakkan penata lampu, " Lampunya Yang benar dong!". Richard Tarigan segera mengarahkan lampu untuk mencapai keinginan kameramen. "Aduh!" Melamuri minyak saja harus disuruh. Pakai inisatif dong, " ujar kameramen setelah mengintip kameranya. Asisten Juru Make Up yang melakukan pekerjaan itu jadi grogi. "Kru kita selalu menunggu perintah. Kayaknya ndak ada inisatif," bisiknya . 

"Film ini tidak hanya mengandalkan cerita, tapi juga trik. Akibatnya kamu harus teliti supaya mengena dan dapat membuat penonton takut, "Kilah Kameramen.

"Kemaren aja untuk trik menghabiskan waktu tiga jam untuk satu shot," ujar Suzanna menambahkan. Untuk menghemat waktu tidak ada jam tersia sia. Begitu selesai shot, langsung siap dengan shot lain. Untuk break makan waktu hanya disediakan setengah jam, menu bubur-buburan serta kopi dengan persediaan sampai pagi. 

Secara keseluruhan suting malam itu berjalan lancar dan mulus meski malam-malam sebelumnya  nyaris setiap hari begadang di lokasi. Wajah artis dan kru kuyu, tapi semangat masih menyala-nyala. Malam semakin larut, embun dini hari turun, membuat suasana begitu dingin. Untuk menghindari rasa kantuk, Suzanna banyak becanda, atau sesekali rebahan di dalam mobil jeep di dampingi Clieft Sangra. 

Suasana tanah kosong milik Pemda DKI, di persimpangan Halim dan DI Panjaitan Jakarta Timur masih semarak, meski warga Jakarta lelap dalam tidurnya. Dari kejauhan nyala lampu kelihatan indah, terkadang secara tak sengaja ingin membelah angkasa. Di pojok lain, sekelompok penata artistik beratap tenda plastik, sejak sore bekerja membuat boneka dan lain-lain keperluan suting. Dengan derap yang sama semua kru ingin segera menyelesaikan tugak secepatnya. 

Sisworo sebagai panglima suting, cekatan mengkomandoi. Ada rasa terburu-buru, boleh jadi juga jadwal suting telah diatur oleh produser. Sutradara yang baik harus punya kiat, idealis film perlu. Kedua unsur itu agaknya membuat sutradara film Perjanjian di malam keramat ini kerja mati-matian.

Produksi Soraya Intercine Film ini tidaklah begitu baru dalam ide. Karena penggarapannya serius, boboleh jadi film ini akan menjadi tontonan menarik. Dan pihak sutradara ada usaha, di samping pelakon dalam film ini merupakan artis handal untuk tema horor. Suzanna, Piet Pagau, Clift Sangra, Yenny Farida, Tino Karno, Rengga Takengon, Alex Bernard, Anita Anjani, Yongky DP dan Syarif Friyan. - Demikian di kutip dari MF No. 131/98 tanggal 6 Juli sd 19 Juli 1991

Tuesday, September 10, 2024

SEPENGGAL KISAH ARIE HANGGARA


 SUATU siang di awal bulan November 1984, seorang lelaki berusia 36 tahun berdiri di dekat makam di daerah Jeruk Purut Jakarta. Lelaki itu nampak begitu pepat oleh duka penyesalan dalam seluruh sikap dan penampilannya. 

Lelaki itu adalah Tino Ridwan, yang dengan suara tersendat mengakui kesalahannya di makam Arieyanto, anaknya lelaki yang meninggal di tangannya sendiri, Penyesalan yang terlambat, yang membuat gondok tapi sekaligus juga menyadarkan akan bentuk pendidikan yang di tetapkan kepada anak-anaknya. Ia menghendaki anaknya hidup jujur, tidak berdusta, penurut, yang dalam pandangannya nanti akan membawa kepada kebahagiaan. Setidaknya bukan seperti yang dialami: tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya karena ditinggal bercerai, dan tak bisa menemukan pekerjaan tetap. Tino begitu menjunjung harga diri akan tetapi ia sendiri bukan contoh yang baik. Hidupnya tergantung kepada seorang perempuan yang menjadi istri keduanya , Yanti.

Yanti sendiri tak habis penyesalannya. Ia adalah ibu tiri yang turut membesarkan Arieyanto, dan kakak Arie yaitu Anggie serta adik Arie yaitu Andi. Ditangan ketiga bocak kecil inilah, Yanti yang belum pernah melahirkan anak kandung berusaha menempatkan diri sebagai ibu yang baik. Ia bekerja di suatu perusahaan yang cukup memberinya penghasilan, ia masih kursus untuk meningkatkan karir yang juga berarti penghidupan keluarganya yang lebih baik. Tapi ia juga disibukkan oleh pekerjaan harian dan masalah rumah tangga yang dibina dengan Tino. Satu-satunya restu yang di berikan oleh Ibu Tino belum terlaksana dalam bentuk pernikahaan resmi, ketika Ibunya Tino meninggal karena di tabrak vespa. 

Ia begitu getun menyesal, yang dalam, karena ketika penyiksaan Arieyanto, ia tak berusaha mencegah sekuat tenaganya. Ia sendiri menjadi jengkel justru karena Arieyanto seperti memperlihatkan sikap menentang ketika di temukan uang dalam tas sekolahnya. Penyesalan Yanti terutama karena justru sebagai seorang wanita yang mengenal anak-anaknya, pada saat yang kritis justru melupakan. 

Di makam itu pula Liana terguguk. Airmata ibu kandung Arieyanto ini seperti mengering karena semuanya telah tuntas mengalir. Ia sadar andai dulu Arieyanto masih bersamanya, hal itu tak akan terjadi. Tetapi ketika Arieyanto masih kecil, ia menyerahkan kepada bekas suaminya Tino Ridwan. Karena ia tak mampu menghidupi, karena tak tahan dengan tudingan keluarga dan masyarakat bahwa dirinya disia-siakan oleh Tino Ridwan.

Kisah Arieyanto adalah kisah tragis. Justru di saat kasih sayang ingin dicurahkan, justru ketika kecujuran ingin di tegakkan, yang terjadi adalah hasil buruk. Rumah tangga Liana - Tino Ridwan ruwet, Masalah ekonomi dan penyesuaian diri. 

itulah sepenggal kisah dari ARIE HANGGARA yang diangkat ke layar lebar melalui skenario Arswendo Atmowiloto dengan sutradara Frank Rorimpandey dan merupakan produksi PT. Manggala Perkasa Film. 


Sumber : Ria Film No. 615

Saturday, March 2, 2024

SAUR SEPUH IV, TERAKHIR BUAT IMAM TANTOWI


 Serial sandiwara radio Saur Sepuh, yang sampai kini masih di gandrungi masyarakat. Barangkali memang masih akan setia hadir di tengah-tengah penggemarnya. Tapi Saur Sepuh yang juga sukses di layar putih, nampaknya akan berakhir setelah seri keempat di selesaikan Imam Tantowi. 

Lho kenapa? Tantowi sendiri sadar, memang lewat Saur Sepuh imaginasinya bisa tertuang tuntas. Lewat film itu pula namanya menjadi tenar, yang tentu saja diikuti rezeki. "Tapi, rasanya saya akan segera meninggalkan dunia film. Lalu, mengalihkan profesi", tukas sutradara asal kota Tegal, Jawa Tengah, yang kini sedang mempersiapkan Saur Sepuh IV, kepada Majalah Film. 

Yang di jadikan alasan untuk meninggalkan dunia film, di samping sedikit protes terhadap keadaan, juga rasa lelah setelah 8 tahun menjadi sutradara. Tentang protesnya, Towi panggilan akrabnya memang tak mau membeberkan. "Sekarang ini saya masih kerja di film. Kurang baik kalau protes itu di besar-besarkan!" kilah Towi memberi alasan. 

Tentang Saur Sepuh IV, yang katanya film terakhir, setidaknya keterlibatannya dengan PT, Kanta Indah Film, perusahaan yang selama ini memproduksi Saur Sepuh, kabarnya juga tidak melibatkan bebrapa bintang pendukung Saur Sepuh terdahulu, Elly Ermawati, Murtisaridewi, Fendy Pradana. "Dalam seri ini, ceritanya memang Mantili tak ada. Juga Lasmini, yang di mainkan Murti. Sedangkan Fendi Pradana memang mengundurkan diri karena kontraknya sudah habis!", jelas Towi. 

Ia juga jelaskan, rencana suting film "terakhirnya itu," katanya, akan mulai sekitar pertengahan Januari 1991. Lokasinya masih tetap di daerah Pangandaran, Jawa Barat. "Mudah mudahan, walaupun dengan pemain baru, yang selama ini belum banyak di kenal, tapi masih mendapat sambutan Masyarakat. Dulu, pemain-pemain yang kemudian tenar itupun, tak pula di kenal orang kecuali Elly lewat radio!" katanya. 


Demikian kutipan singkat tentang film Saur Sepuh terakhir yang di sutradarai oleh Imam Tantowi yang di ambil dari Majalah film No. 118/86 Tahun VII , 5 - 18 Januari 1991. 

Thursday, September 28, 2023

NONTON PENUMPASAN PENGKHIANATAN G 30 S PKI , SEBUAH NOSTALGIA

 


Masih ingat film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI? peristiwa penculikan para Jenderal oleh gerombolan PKI menjadi peristiwa kelam sejarah bangsa Indonesia. Peristiwa yang terjadi 58 tahun silam sampai sekarang masih menjadi perdebatan tentang siapa di balik peristiwa tersebut meski secara terang benderang PKI lah yang ada dibalik peristiwa tersebut dengan menghembuskan isyu dewan jendral yang ingin melakukan perebutan kekuasaan. 

Terlepas dari apapun kontroversinya, sejarah bisa saja di putar balikkan. Namun demikian hingga saat ini PKI masih menjadi ancaman dan bahaya laten yang kapanpun bisa tumbuh kembali. Kalau melihat kondisi saat ini tentu saja seolah mustahil PKI bisa bangkit, dan jualan "PKI" dalam masa politik saat ini menjadi sebuah jualan yang sudah tidak laku lagi. Namun sebagai warga negara dan pernah mendengarkan cerita dari tokoh masyarakat yang hidup di jaman 65 tentang kekejaman PKI itu nyata adanya. Para kiyai di tangkap oleh oknum-oknum PKI. Keadaan pun dibuat mencekam. hingga saat ini kita harus tetap waspada. 

Sebagai partai yang mendalangi sebuah penculikan yang keji, PKI akhirnya pun di larang tumbuh di Indonesia, hal yang miris tentu saja terjadi pada simpatisan PKI yang mereka hanyalah ikut-ikutan saja tanpa tahu apa yang terjadi. Di Era order baru, cap anak PKI menjadi sebuah rapor merah bagi warga meskipun mereka melakukan hanya dengan ikut-ikutan. Sehingga di era orde baru hak politik para tahanan politik PKI pun tidak mendapatkan haknya. 

Generasi Order baru sudah berganti dan kini setelah reformasi terjadi hak-hak politik anak PKI pun suah dapat di pergunakan. sebagai contoh hak politik eks anak PKI pun untuk jaman sekarang sudah bisa menjadi seorang wakil rakyat dari sebuah partai besar. Jadi di jaman sekarang hal ini sebenarnya sudah biasa dan tidak perlu di perdebatkan lagi. 

Oke , kembali ke peristiwa 58 tahun yang lalu, peristiwa tersebut pun akhirnya diangkat ke layar lebar oleh Arifin C Noor dengan musik pengiringnya di tangani oleh Embie C Noor. Sebuah ilustrasi musik yang bikin merinding hingga sekarang. Bagi generasi penonton TVRI sebelum film tersebut dilarang di putar oleh Menteri Penerangan era Habibie , Bapak Yunus Yosfiah maka tiap tanggal 30 September TVRI selalu memutar film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI dari selepas Berita Nasional jam 19.30 hingga tengah malam karena durasi film yang panjang. 

Menonton film Penumpasan G 30 S PKI menjadi ajang kumpul keluarga sekaligus kumpul tetangga . Karena pada saat itu terutama di perkampungan tidak semua rumah beruntung memiliki televisi. Dalam satu Desa pemilik televisi masih bisa dihitung. Seolah terlempar pada masa lalu ketika nonton film ini, seluruh anggota keluarga dan para tetangga sudah berkumpul di depan televisi. Kebetulan rumah saya waktu itu sudah memiliki televisi hitam putih dengan tenaga Aki, karena tinggal di desa yang belum ada listriknya sehingga aki menjadi sumber listrik untuk dapat menonton televisi. 

Tentu saja yang nonton pun lintas RT dan kumpul jadi satu dengan penerangan hanya dari layar tivi sehingga matapun tertuju pada satu layar. Ketika film di mulai semua mata tertuju ke layar televisi. Adegan pembuka yang selalu di tunggu adalah adegan di mushola yang orang-orangnya menjadi korban keganasan PKI, kemudian antrian beras dan anak yang ada boroknya. itu yang menjadi pembicaraan bagi kami kalangan anak-anak SD yang belum cukup umur. 

Kemudian film berjalan seolah lambat mata sudah mulai mengantuk dan biasanya kami-kami yang anak-anak akan tertidur sejenak dan dibangunkan kembali ketika penculikan para jenderal mulai . Kami pun menontonnya dengan seksama hingga adegan paling memoris adalah adegan Christine putri dari DI Panjaitan yang membalurkan darah ayahnya ke muka. Ini menjadi perbincangan kami dari tahun ketahun hingga esok hari di sekolah pun biasanya masih di perbincangkan.

Kemudian ketika dari anggota PKI menyilet muka seorang jenderal, itu menjadi adegan yang sangat.  mengerikan, dan tentu saja ketika para jenderal di seret hingga di buang ke sumur tua menjadi adegan terakhir yang biasanya kami tonton sebelum sejenak tertidur kembali. Dan kami akan terbangun alias nglilir ketika pengangkatan jenazah para Jenderal sedang berlangsung. Hingga akhirnya film pun selesai sudah lewat tengah malam. Orang-orang pulang dan kembali sepi mencekam . Akhirnya malah tidak bisa tidur . Itulah sekelumit kisah nonton Film Pengkhinatan G 30 S PKI di layar kaca. Mencekam tapi ya tetap saja indah, mengalami masa-masa film non sensor meski tidak sepenuhnya nonton seluruh film. 

Lantas bagaimana dengan sekarang? sejak beberapa tahun ini sejak film tersebut di larang di putar tahun 1998,  kini film tersebut kembali di putar oleh stasiun-stasiun televisi. Meskipun tidak diputar pada tanggal 30 September karena bagi stasiun televisi tentu harus melihat momen agar tidak bentrok dengan stasiun lain agar dapat menarik perolehan iklan. Namun demikian dari film-film yang di putar kebanyakan sudah ada sensor atau adegan yang di potong. Adegan orang merokok sudah pasti di blur, kemudian ketika memperlihatkan darah maka akan di buat hitam putih. Dan antara stasiun tv satu sama lain biasanya ada perbedaan cara penyensoran. Contoh dari pengalaman yang saya tonton, di TVOne,, logo Palu Arit saat rapat di hapus, sementara di stasiun lain tidak. Di RCTI, RTV, tahun lalu ANTV ikut menayangkan namun tahun ini belum terlihat. Dari semua stasiun TV swasta yang memutar film G 30 S PKI menurut saya hanya di SCTV yang paling bagus dengan sensor yang wajar. Namun di tahun 2023 belum terlihat iklannya apakah akan menayangkan atau tidak. semoga di akhir bulan nanti juga tayang di SCTV.

Sebagai apresiasi walaupun sensor sana sini , selagi saya ada waktu pasti saya sempatin nonton karena kalau tidak diingatkan tentu sejarah ini akan hilang begitu saja. dan yang terpenting kali ini di putarnya siang hari sehingga suara musiknya yang ngiung ngiung bikin takut paling tidak akan merasa tidak takut. Dan tentu saja nonton jaman sekarang dengan nonton jaman dahulu sangat berbeda dari segi rasa dan suasana. 

Bagaimana dengan pengalamanmu>