Showing posts with label pengkhianatan G 30 S PKI. Show all posts
Showing posts with label pengkhianatan G 30 S PKI. Show all posts

Saturday, September 7, 2024

BRAM ADRIANTO, PEMERAN LETKOL UNTUK DALAM PENGKHIANATAN G 30 S PKI

 


BRAM ADRIANTO, adalah salah seorang yang mendukung film "Pengkhianatan G 30 S PKI" yang berperan sebagai Letjen Kolonel Untung , salah seorang penggerak dari pengkhianatan tersebut. 

Bukan sebuah peran yang mudah, tetapi Arifin C Noer, sang sutradara mempercayakan peran ini pada Bram. Bagaimana suka dan dukanya membintangi film tersebut, Bram Adrianto memberikan kesan pada Ria Film. 

"Orang lain bilang tidak perlu, tetapi saya merasa perlu melakukan observasi", bilang Bram yang berbadan tegap. Hal ini dikatakan sehubungan dengan banyak pendapat tentang perlu atau tidaknya melakukan pengamatan terhadap suatu peran. Lebih-lebih perannya sebagai Letkol Untung yang orangnya sudah tidak ada. Bagaimana cara Bram melakukan observasi terhadap peran ini tentu lebih sulit daripada ia berperan sebagai sopir taxi. Tetapi banyak jalan terbuka dan Bram melakukan dengan seksama. "Antara lain saya mendatangi museum sejarah ABRI. disana saya banyak tanya tentang pakaian atau tanda pangkat yang di pakai saat itu. Saya juga menghubungi bekas resimen Tjakrabirawa. Jadi saya tahu pakaiannya secara otentik. Menurutnya observasi semacam ini belum pernah di lakukan. Bram termasuk pemain dalam bayak film tapi  pengamatannya peran kali ini di lakukan secara khusus. 

Di akui, porsi perannya melebihi dari yang pernah di terima sebelumnya. Sehingga tidak jarang Bram mendiskusikan dengan pemain lain, atau pun rekan-rekannya. "Siapa sebenarnya pemeran utaman?", pertanyaan ini yang sering di lontarkan. Menurutnya posisi peran Letkol Untung di dalam film Pengkhianatan G 30 S PKI cenderung sebagai tokoh utama. Pada akhirnya Bram tidak mendapat jawaban yang pasti. Namun begitu, ia sangat bangga bahwa perannya kali ini betul-betul menjadi perhatian. Lebih-lebih banyak pendapat yang menyebutkan betama Bram Adrianto berkesempatan main dengan baik. Arifin C Noer seperti memberi kesempatan yang besar, sementara tokoh yang lain muncul dalam jalur yang semestinya. Ini pula yang memunculkan pertanyaan siapa sebenarnya peran utama. 

"Pengkhianatan G 30 S PKI dulunya berjudul S.O.B singkatan dari Sejarah Orde Baru. Dibuat dalam waktu cukup lama, sekitar dua tahun dengan biaya yang besar pula. Konon kabarnya Pusat Produksi Film Negara (PPFN) mengeluarkan biaya lebih dari setengah milyar rupiah. Berarti jumlah biaya yang sekian kali lipat dari biaya sebuah film biasa. Sekarang ini, sebuah drama sederhana bisa dibuat dengan biaya 150 juta rupiah. Bahkan ada pembuat film yang berani memproduksi di bawah jumlah biaya tersebut. 

Sejak tahun 1982 dimana karya Arifin C Noer sebelumnya (Serangan Fajar) mendapat Piala Citra pada FFI '82 di Jakarta, baru kali ini karyanya di lombakan lagi pada Festival Film Indonesia t984 di Jogya. Suara-suara menyebutkan "Pengkhianatan G 30 S PKI" merupakan film yang merajai festival. Tapi Bram Adrianto justru merasa gelisah. Begitu banyak yang memuji permaiannya sebagai kolonel untung tetapi mungkinkah ia bisa menerima piala Citra.

"Untung ini orang jahat bung, Kata Bram tentang perannya. Mungkinkah juri mau menilai tokoh antagonis?


Sumber : Ria Film No. 548 tanggal 31  Oktober sd 6 Nopember 1984

Tuesday, October 1, 2019

Film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI, Sejarah Kelam Bangsa Indonesia




54 tahun silam, tepatnya 30 September 1965 peristiwa yang di kenal dengan Gerakan 30 September itupun terjadi. Dan Kini sudah Tahun 2019 sejarah itu akan terus diingat dengan berbagai persepsinya. Peristiwa pemberontakan yang di lakukan oleh Partai Komunis Indonesia atau PKI dengan menculik dan memfitnah adanya Dewan Jenderal yang akan melakukan perebutan kekuasaan. Versi sejarah yang berkembang, para Jenderal di culik dan dibunuh secara keji oleh PKI. Namun akhir-akhir ini berkembang polemik bahwa dalang dari peristiwa tersebut bukanlah PKI melainkan Soeharto sendiri, Presiden RI yang telah berkuasa selama 32 tahun. Anda percaya itu? Hehe… penulis sendiri sangat tidak mempercayai kalau itu adalah kerjaan Pak Harto. Kenapa saya tidak percaya, karena kalaupun itu sebagai dalang, masa iya sih saat pak Harto hidup tidak ada yang berani bersuara, apalagi orang-orang yang dianggap diumpankan. Toh saksi hidup seperti Jendral AH Nasution termasuk yang ikut selamat yang dapat di jadikan saksi kalau benar Suharto sendirilah yang menjadi dalangnya. Tapi setelah Pak harto wafat, ramai sekali polemik ini, ah ini sih alih alih cuci tangan saja.


Penampakan VCD film Pengkhianatan G 30 S PKI
Ingat !!!! Pemberontakan PKI Madiun 1948. Apakah awalnya PKI mengakui? Tidak… namun pada akhirnya terbukti bahwa itu adalah kerjaan PKI. Sama halnya dengan 1965. Hanya PKI yang berani menginjak-injak Al Quran.  Well, daripada berpolemik, kali ini penulis tidak ingin mengomentari sejarah, tapi ingin mengingat kembali peristiwa tersebut dari segi sinematografi. Tentu saja lewat film yang pernah ditayangkan di TVRI selama bertahun-tahun setiap tahunnya. Terlepas dari apapun sejarah dan penyimpangan yang terjadi dalam film tersebut, semua memang ada pro dan kontranya, itu sangat wajar terjadi. Apakah PKI hanya berbuat semena mena pada tahun tersebut saja? Jawabanya tidak, karena kalau kita ke Museum di Lubang Buaya maka ada sejarah tentang kekejaman PKI dari masa ke masa.


Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI adalah sebuah karya besar sutradara Arifin C Noor dengan produser G. Dwipayana. Film berdurasi panjang ini dibintangi oleh Amoroso Katamsi sebagai Jenderal Soeharto, dan Tokoh Presiden Soekarno oleh Umar Kayam. Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI adalah merupakan film wajib yang diputar oleh TVRI setiap tanggal 30 september sebelum akhirnya di berhentikan oleh pemerintah melalui menteri Penerangan pada tahun 1998 yang kala itu di jabat oleh Yunus Yosfiah. Banyak yang bilang ini merupakan film propaganda pemerintah dengan mengkultuskan salah satu tokoh di film tersebut, dan banyak sekali adegan-adegan yang konon tidak ada. Embie C Noor sebagai Penata music telah berhasil membuat ilustrasi music yang akan terngiang ngiang terus di telinga bahkan terasa horror dari film horror sekalipun. Suara ngiung ngiung khas film ini jelas tidak dapat di tampik sebagai suara biasa saja.



Dari sisi sinematografi menurut penulis, seorang sutradara besar sekaliber Arifin  C Noor pastilah sudah melakukan serangkaian riset demi terwujudnya film ini tidak serta merta hanya mengandalkan satu narasumber saja, sehingga menurut hemat penulis sangat naïf kalau film ini dibuat untuk propaganda pemerintah saja, dalam hal ini adalah figure Pak Harto. Hanya saja orang-orang yang tidak suka akan tetap menganggap bahwa film ini tidak benar.


Tidak berlebihan memang kalau kita menilai sebuah film ada beberapa adegan yang tidak sesuai, namun demikian patut diingat bahwa film ini mampu memberikan gambaran tentang sebuah peristiwa kelam bangsa Indonesia yang pernah terjadi.

Berlatar belakang penculikan para jenderal yang di bunuh dengan cara keji dan dibuang ke sumur tua lubang buaya. Diawal film ini dibuka dengan keadaan dan peristiwa yang terjadi di Indonesia, pemberitaan-pemberitaan di Koran tentang sepak terjang dan kekejaman PKI, hingga antrian untuk membeli beras dan minyak tanah oleh rakyat adalah gambaran nyata yang terjadi pada saat itu. Paceklik yang mendera rakyat kecil.  Kemudian juga digambarkan latihan-latihan yang dilakukan sebelum operasi penculikan dilakukan, hingga penculikan satu persatu para anggota ‘dewan jenderal’.



Dengan ilustrasi music yang sangat mencekam, penonton mampu dibawa pada suasana tahun 1965 yang cukup mencekam. Adegan yang tidak pernah terlupa adalah adegan dimana anak dari DI Panjaitan yang melumuri mukanya dari darah ayahnya yang ditembak.  Penculikan dewan jenderal yang berujung pada dipaksanya mereka untuk menandatangani sebuah dokumen, dan euphoria para pengikut PKI ketika melihat para jenderal terluka, dan disiksa. Satu adegan kejam adalah ketika di silet. “Darah itu merah jenderal”, merupakan kalimat yang paling diingat.



Hingga pada akhirnya para jenderal dibuang kedalam sebuah sumur tua dan akhirnya di ketemukan setelah beberapa hari di kubur. Pengangkatan korban penculikan akibat kebiadaban PKI hingga pada akhirnya pemakaman para jenderal yang mendapat gelar Pahlawan Revolusi. Dengan suara asli Jenderal AH Nasution yang terbata-bata, film ini mampu membuat bulu kuduk berdiri. Melihat film G 30 S PKI adalah tak terlepas dari adegan lambat, adegan berlari para pasukan cakrabirawa yang dibuat slowmotion dangan iringan musik yang mencekam, adegan disilet, dan juga adengan bernyanyi-nyanyi dari para anggota PKI ditengah penderitaan para Jendral. Tentu saja film ini di tutup dengan dokumentasi saat Pahlawan Revolusi akan di makamkan dengan suara asli dari Bapak AH Nasution dan lagu gugur Bunga yang turut menyertai menambah film ini begitu syahdu di akhir dan menyedihkan.

Setelah sekian lama film ini tidak di putar oleh stasiun tivi, maka angin segar kembali menyeruak ketiak Jendral Gatot Nurmayanto tahun 2017 menginstrusikan untuk menonton kembali film Pengkhianatan G 30 S PKI agar generasi penerus tahu sejarah tentu saja dan bahaya Laten Komunis. Dengan instruksi ini maka kembali film ini dapat di putar di televisi meski tidak semua stasiunTV menayangkan. Dan di tahun 2019 beruntung sekali dua stasiun TV yaitu SCTV dan TV One kembali memutar film ini. Meski tentu saja sangat berbeda dengan yang pernah di putar di TVRI jaman dulu, karena aturan KPI maka beberapa adegan harus di blur. Namun demikian harapannya semoga generasi penerus akan tahu sejarah kelam bangsa ini.

Meski ada beberapa teman yang menganggap bahwa film ini tidak benar dan mereka mengaku ‘sudah tahu” sejarah yang sebenarnya namun demikian bagi saya film ini mewakili apa yang terjadi meski tidak bisa dijadikan sebagai pembenaran tentang adegannya. Toh film film sejarah yang lain juga di buat tapi tidak di persoalkan. Bagaimanapun peristiwa G 30 S PKI merupakan sejarah kelam bangsa yang tidak boleh di lupakan. 

Karena sesungguhnya sejarah adalah milik pemenang, atau sejarah adalah milik penguasa.