Showing posts with label Surabaya 45. Show all posts
Showing posts with label Surabaya 45. Show all posts

Thursday, September 4, 2025

PROSES SUTING SOERABAIA '45

 


Penginapan yang terletak di jalan Embong Kenongo Surabaya, pagi itu banyak di kerumuni orang, terutama pemuda pemudi Surabaya. Padahal waktu masih pagi betul. Ada puluhan orang sudah berkumpul di sana. Tiba-tiba ada aba-aba yang meminta mereka ngumpul jadi satu. Di teras penginapan itu sudah tersedia beberapa kursi. Kemudian satu persatu pemuda pemuda yang berumur sekitar 20 sampai 25 tahun itu harus melalui testing terlebih dahulu sebelum mereka dinyatakan ikut mendukung film Soerabaia '45 sebagai figuran. 

Ternyata test itu tidak menyangkut masalah akting atau pengetahuan tentang film, tapi tetap ada hubungannya dengan pelepasan baju atau kaos yang mereka kenakan. "Rambutnya harus dipangkas," jelas juru make up yang sudah memegang gunting. Benar juga. Pemuda-pemuda itu memang harus dipotong rambutna. Tentu, supaya sesuai dengan keadaan tahun 1945, " Saya kira ada operasi rambut. Saya tadi nggak berani masuk," sergah seorang kru yang rambutnya sudah sebahu panjangnya. 

Yang cewek-cewek ternyata juga terkena syarat. Mereka harus mengatur rambutnya. Ada yang di kuncir, ada yang di kelabang dan ada yang di kepang dua. Mirip sekali gadis-gadis tahun 45an. Mereka pun terus diboyong ke lokasi suting yang jaraknya cukup jauh dari penginapan para kru film. 

Di kampung Kali Sari, para pemuda-pemudi yang lebih beken disebut Arek Arek Suroboyo, bermunculan. Mereka bergerombol-gerombol, berbaris sambil membawa bendera merah putih, bambu runcing dan meneriakkan kata-kata MERDEKA!. Mereka lalu bergabung. Tapi tiba-tiba sutradara yang sedang menangani (Gatot Kusumo) adegan itu memberi aba-aba "Cut" "Ayo mbak yang itu jangan cengengesan!" teriaknya sambil menunjuk salah satu pemain (figuran) yang saat di sut masih juga ketawa-ketawa. Padahal dialah yang paling dekat dengan kamera. 

Film Soerabaia '45 sudah dimulai sutingnya. Keseluruhan lokasi dilakukan di Surabaya, supaya kesan yang pernah ada dalam sejarah itu bisa divisualisasikan. Tak heran kalau kru film bagian artistik bekerja matimatian menyulap kembali gedung gedung, gang-gang, lorong-lorong, rumah-rumah dan lain-lain sehingga mengesankan waktu peristiwa itu terjadi. 

Soerabaia '45 mengisahkan perjuangan arek-arek Suroboyo merebut kembali kota Surabaya dari tangan penjajah. Film yang penuh dengan peristiwa sejarah ini juga diselipi adegan-adegan fiktif sebagai benang merah penyambung cerita. Bintang bintang pendukung antara lain Ade Irawan, Anneke Putri, S. Bono, Leo Kristi memegang peran sebagai Bung Tomo. 

Seperti film-film sejarah perjuangan yang telah beredar, tak lupa menampakkan tokoh proklamator kita. Film ini bahkan lebih lengkap memunculkan tokoh-tokoh perjuangan seperti Bung Karno Bung Hatta, Bung Tomo dan lain-lain. 

Selain bintang-bintang ibukota, film ini juga didukung oleh anggota Parfi Jawa Timur yang berjumlah sekitar 100 orang, pemuda pemudi dan masyarakat Surabayaberjumlah sekitar 3000 orang untuk adegan perangnya saat Jendral Malaby tewas di Gedung Internatio. Tak hanya itu film yang akan memakan waktu suting 6 sampai dengan 8 bulan ini mendapat dukungan dari Pemda setempat. Juga dari Angkatan Bersenjata wilayah jawa Timur. 

Sekitar 55 Kru Film diterjunkan ke Surabaya. Malah jauh-jauh sebelumnya untuk beberapa pemeran terpaksa dilombakan. Ini penting untuk mendapatkan tokoh-tokoh yang benar-benar mirip dengan tokoh asli yang terlibat dalam peristiwa bersejarah itu. Juga lomba kostum/pakaian yang di pakai para pejuang, tentara Belanda, tentara Jepang ikut dilombakan. 

Tak tanggung-tanggung penanganan film ini menggunakan dua orang sutradara dan empat kamerawan handal. Selain Gatot Kusumo sebagai sutradara juga sutradara spesial film-film akbar dan massal Imam Tantowi, sedangkan bertindak sebagai juru kamera adalah Max Pakasi yang berperan sebagai kamerawan utama yang akan di bantu oleh beberapa kamerawan yang lain. 


Sumber : MF No 100/68/Tahun VI, 28 April - 11 Mei 1990

Sunday, December 29, 2019

FILM Perjuangan : SURABAYA 45

Surabaya 45

JUDUL FILM        : MERDEKA ATAU MATI (SURABAYA 45)
SUTRADARA       : IMAM TANTOWI
PRODUKSI           : PEMDA JAWA TIMUR & PT. SINAR PERMATA MAS   FILM
CERITA                  : IMAM TANTOWI
PRODUSER          : JEFRI HASSAN MBA
TAHUN PROD    : 1990
JENIS                     : FILM PERJUANGAN
PEMAIN               :  LEO KRISTI, ANNEKE PUTRI, DITA AGUSTINA, M. YUWONO, JIL P KALARAN, DRS SUTANTO SUPHIADY, DJOKO, SAIKHU ARIFIN

SINOPSIS :
Proklamasi Kemerdekaan berkumandang, namun rakyat Surabaya seolah tidak percaya kalau proklamasi tersebut benar adanya.  Proklamasi di sambut gembira oleh rakyat. Jepang yang masih berkuasa namun sudah tidak memiliki taji lagi. Kemerdekaan Indonesia seolah tidak dianggap oleh Jepang. Dari Angkatan Laut, republik harus memiliki angkatan laut, dan merebut semua pangkalan yang ada di Surabaya dari tangan Jepang. Sementara itu usaha untuk melucuti senjata Jepang juga di lakukan.  Jepang sebenarnya sudah kalah perang akibat perang Dunia ke 2 yang menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki, sehingga secara defacto kepemimpinan dan penjajahan di Indonesia sudah tidak memiliki kekuatan lagi.

Pemuda-pemuda Surabaya membentuk gerakan merah putih untuk menuntut kemerdekaan RI.
Sementara itu di rumah Pak Darno, Hadi dan Sutini (Anneke Putri ) adiknya sedang terlibat pembicaraan mengenai kemerdekaan RI. Pak Darno berpendapat kalau merdeka tidak semudah dengan apa yang di teriakkan oleh anak-anak muda sekarang, akibatnya ekonomi tinggi, harga melambung tinggi, Pak Darno merindukan harga dua bungkus pecel dengan satu sen. Namun Hadi memberikan pemikiran kalau Bapaknya berpikiran kuno, karena Bapaknya lebih memilih jaman Belanda karena ia salah seorang bekas pegawai Belanda. Sedangkan Hadi sendiri kini ikut berjuang bersama rakyat.  

Kota Surabaya di buat heboh dengan adanya pengibaran Merah Putih Biru bendera Belanda di hotel Oranje di jalan tunjungan. Pemuda-pemuda kota Surabaya marah, para pemuda menaiki hotel dan menyobek warna biru sehingga bendera kembali berkibar menjadi Merah Putih, bendera Indonesia. Setelah berhasil mengibarkan merah putih, para pemuda di suruh pulang kerumah masing-masing dengan tenang dan membiarkan pemerintah yang akan menyelesaikan masalah tersebut.
Jepang yang masih berada di tanah Surabaya pun berunding dengan wakil dari pejuang Indonesia, namun para pejuang yang tidak sabar karena utusan yang berunding belum juga keluar menyangka kalau Jepang menahannya. Akhirnya baku tembak pun terjadi. Setelah kesepakatan berhasil di raih, Jepang keluar dengan membawa bendera putih sebagai tanda menyerah kepada para pejuang Indonesia. 

****
Pasca proklamasi kemerdekaan dan melucuti senjata Jepang, Sekutu mendarat di Surabaya. Sekutu yang di gawangi Inggris datang ke Surabaya, namun Inggris memancing kemarahan para pejuang di Surabaya setelah melakukan penembakan terlebih dahulu. Inggris tidak mengakui kemerdekaan Indonesia. Tindakan sekutu telah memancing kemarahan rakyat untuk mengusirnya. Segala perundingan pun di lakukan antara pemerintah, namun selalui menemui jalan buntu. Gubernur Jawa Timur sendiri akhirnya menyerukan rakyatnya untuk mempertahankan kemerdekaan, sementara itu pidato Bung Karno di Radio telah membakar semangat pejuang untuk tetap mempertahankan kemerdekaan dari penjajah.

Pak Darno ayah Hadi dan Sutini yang dulu menentang tindakan pemuda untuk berjuang pun akhirnya kini ikut mendukung perjuangan untuk melawan Inggris. Hal ini tentu membuat anaknya Sutini bangga akan ayahnya karena akhirnya ayahnya mendukung perjuangannya.
Perjuangan belum berakhir, pertempuran antara tentara sekutu melawan pejuang terus terjadi di Surabaya. Puncaknya adalah saat pertempuran yang melibatkan semua elemen masyarakat yang di kenal dengan pertempuran 10 November 1945.

*****
Surabaya 45 atau juga Merdeka Atau mati sebuah film garapan Imam Tantowi tahun 1990 menjadi salah satu alternative film perjuangan yang diangkat ke layar lebar. Meski isinya kurang bisa diketahui oleh semua orang karena dalam satu film terdapat 5 bahasa yang digunakan yakni Jepang, Inggris, Jawa, Indonesia dan juga bahasa Belanda, namun dapat menjadi bahan referensi untuk perbendaharaan film perjuangan yang pernah ada.