Film Nasional sebenarnya tidak kalah dengan film-film impor, masalahnya tergantung kita sendiri sebagai bagnsa Indonesia harus punya kebanggaan dan rasa memiliki terhadap film sendiri. Dunia film merupakan salah satu lahan milik bangsa Indonesia, oleh sebab itu hendaknya dimanfaatkan oleh generasi penerus terutama insan-insan film, sepositif mungkin sebagai tempat berkarya, dan berbakti lewat karyanya kepada nusa dan bangsa.
Demikian dilontarkan aktor Pietrajaya Burnama sutradara dari Lima Harimau Nusantara yang berlokasi suting di Kasepuhan Cirebon, Balong Dalem Kuningan dan Pantai Indramayu dari 10 Maret hingga 17 April 1991.
Menurut Pietrajaya, film jangan di pakai ajang sebagai beraksi-aksian, berpamor-pamoran atau bergagah-gagahan, itu keliru namanya, kalau film hanya untuk pamrih berarti hanya di tonton doang. Film jangan di jadikan sebagai barang tontonan belaka, tapi juga sebagai tuntunan.
Lewat film Lima Harimau Nusantara, ia tidak berharap muluk-muluk, yang pasti film itu sebagai hiburan positif bagi penonton dan menjadi tuntunan, melalui bahasa action, bahasa 'trick' dan ramuannya tidak berbeda dengan film laga lainnya.
Cerita Lima Harimau Nusantara aslinya terjadi di Tuban Jawa Timur tapi mengingat idealisme produser, Ir. Chan Parwes Servia PT. Kharisma Film Jabar, maka lokasinya mengambil di Jawa Barat. Dan ternyata hasil 'hunting' lokasinya mirip di Singosari dengan di bantu setting khusus antaranya di Kasepuhan Cirebon, komplek Balong Dalem Kuningan dan Pantai Indramayu.
~~ Sumber :MF~~
No comments:
Post a Comment