Pintu masuk Candi Cangkuang |
Rakit untuk menyeberang |
Candi pada
umumnya terletak di Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan wisata Candinya, seperti
deretan Candi Borobudur di Magelang, Candi Prambanan di Jogyakarta dan juga
candi-candi di Singosari Malang – Jawa Timur, dan masih banyak lagi candi-candi
di Jawa. Tak aneh apabila disebut kata Candi bayangan utama kita akan tertuju
pada mahakarya Candi Borobudur di Jawa Tengah maupun Candi Prambanan. Namun
tahukan anda? Ditanah Pasundan – Jawa Barat terdapat satu Candi Hindu?.
Mungkin
diantara pembaca belum tahu kalau di Jawa Barat terdapat satu Candi Hindu yang
merupakan satu-satunya Candi di Jawa Barat. Ya Tersebutlah Candi Cangkuang.
Candi Cangkuang terletak di desa Cangkuang, kecamatan Leles kabupaten Garut
propinsi Jawa Barat. Letak Candi ini
cukup unik karena untuk mencapainya harus melewati danau atau lebih dikenal
dengan situ. Pengunjung yang
berkeinginan melihat langsung Candi Cangkuang harus melalui situ Cangkuang
dengan menaiki rakit yang sudah di sediakan dengan membayar sejumlah uang
tertentu. Jika Banyak dalam satu rakit, perorang dikenakan biaya 3 ribu rupiah,
namun pengunjung juga dapat mencarter dengan membayar 25ribu rupiah.
Perjalanan Menuju Candi Cangkuang |
Candi Cangkuang
cukup mudah untuk dijangkau dengan menggunakan kendaraan baik roda dua maupun
mobil pribadi karena terdapat papan petunjuk yang mudah untuk di lihat. Kalau
dari arah Bandung kendaraan menuju garut kota, setelah di daerah Leles, di
sebelah kiri jalan terdapat papan penunjuk arah Situ Cangkuang. Sedangkan dari arah sebaliknya, di
daerah Leles akan terlihat papan penunjuk arah menuju Situ Cangkuang.
Di luar area
Candi, terdapat parkiran yang cukup memadai sehingga pengunjung tanpa rasa
was-was dapat memarkirkan kendaraan dengan tenang. Kemudian pengunjung membeli
karcis masuk, dan menyewa rakit untuk menyeberang.
Masjid Adat Kampung Pulo |
Rumah Adat Kampung Pulo |
Cagar Budaya |
Desa Adat Kampung Pulo
Sesampai di
seberang kita akan diajak masuk melalui sebuah Desa Adat Kampung Pulo. Uniknya
kampung Pulo hanya di huni oleh 6 rumah dengan satu mesjid adat yang unik. Pemukiman
adat kampung pulo ini cukup unik karena di huni oleh 6 kepala keluarga dengan 6
rumah , 3 disisi barat dan 3 disisi timur.
Keberadaan
kampung Pulo dengan satu mesjid adatnya merupakan bukti nyata bahwa pada masa
silam telah terjadi toleransi beragama yang baik, mengingat disamping kampung
tersebut terdapat sebuah Candi Hindu.
Candi Cangkuang |
Makam Embah Dalem Arief Muhammad |
Pintu Gerbang Makam Arief Muhammad |
Candi Cangkuang dan Makam Embah Dalem
Arief Muhammad
Candi
Cangkuang merupakan Candi Hindu yang diyakini berasal dari abad ke 8. Asal
muasal nama Candi Cangkuang Garut diambil dari nama desa tempat di mana situs
ini berada. Cangkuang sendiri sebenarnya adalah sebuah nama pohon yaitu Pohon
Cangkuang. Pohon Cangkuang memang banyak ditemukan di daerah ini, dan ini yang
membuat desa ini disebut dengan nama Desa Cangkuang.
Sejarah Candi Cangkuang Garut diawali dari sebuah penemuan oleh seorang Belanda bernama Vorderman, yang kemudian mencatatnya dalam sebuah buku yaitu Notulen Bataviach Genoot Schap. Buku notulen ini ditulisnya pada tahun 1893. Dan dalam catatannya di buku ini Vorderman menyebutkan bahwa di bukit Kampung Pulo di Desa Cangkuang telah ditemukan sebuah makam kuno dan sebuah arca Siwa yang telah rusak.
Sejarah Candi Cangkuang Garut diawali dari sebuah penemuan oleh seorang Belanda bernama Vorderman, yang kemudian mencatatnya dalam sebuah buku yaitu Notulen Bataviach Genoot Schap. Buku notulen ini ditulisnya pada tahun 1893. Dan dalam catatannya di buku ini Vorderman menyebutkan bahwa di bukit Kampung Pulo di Desa Cangkuang telah ditemukan sebuah makam kuno dan sebuah arca Siwa yang telah rusak.
Sebuah tim penelitian yang dipimpin oleh seorang ahli purbakala bernama Drs.Uka Tjandrasasmita dan Prof.Harsoyo, pada tanggal 9 Desember 1966 telah menemukan kembali Candi Cangkuang yang telah lama hilang terpendam.
Penarik Rakit |
Mulai dari
penemuan awal itulah lalu dilakukan penelitian yang lebih besar pada tahun
1967-1968. Penemuan pertama ini hanya menemukan sebuah makam kuno yang diyakini
sebagai makam Arief Muhammad seorang pendiri desa itu. Disamping makam kuno ini
juga ditemukan sebuah pondasi berukuran 4,5 x 4.5 meter dengan batu-batu yang
berserakan di sekitarnya. Oleh masyarakat sekitar, batu-batu yang berserakan
ini kerap kali diambil dan dipakai sebagai batu nisan di makam mereka.
Pada tahun 1974 -1976 dimulailah penggalian, pemugaran, dan proses rekonstruksi secara total. Proses ini dimulai dengan penggalian besar-besaran di areal itu. Dilanjutkan dengan mengumpulkan semua reruntuhan dan mendatanya. Lalu terakhir dilakukan penataan dan pemasangan kembali semua reruntuhan.
Dalam proses rekonstruksi ini telah berhasil merekonstruksi kaki candi, badan candi, atap candi, dan sebuah patung Dewa Siwa. Sayangnya dalam proses ini batu yang asli dari reruntuhan candi hanya ditemukan sekitar 40% saja. Maka untuk merekonstruksi ulang bangunan candi, digunakanlah batuan buatan. Dan akhirnya proses pemugaranpun selesai dan Candi Cangkuang Garut akhirnya diresmikan pada tanggal 8 Desember 1976.
Pada tahun 1974 -1976 dimulailah penggalian, pemugaran, dan proses rekonstruksi secara total. Proses ini dimulai dengan penggalian besar-besaran di areal itu. Dilanjutkan dengan mengumpulkan semua reruntuhan dan mendatanya. Lalu terakhir dilakukan penataan dan pemasangan kembali semua reruntuhan.
Dalam proses rekonstruksi ini telah berhasil merekonstruksi kaki candi, badan candi, atap candi, dan sebuah patung Dewa Siwa. Sayangnya dalam proses ini batu yang asli dari reruntuhan candi hanya ditemukan sekitar 40% saja. Maka untuk merekonstruksi ulang bangunan candi, digunakanlah batuan buatan. Dan akhirnya proses pemugaranpun selesai dan Candi Cangkuang Garut akhirnya diresmikan pada tanggal 8 Desember 1976.
Uniknya di samping candi Cangkuang juta terdapat makam Embah
Dalem Arief Muhammad. Siapa beliau?
Arief Muhammad sendiri sebenarnya adalah seorang Senopati dari kerajaan Mataram Islam di Yogyakarta. Beliau ini bersama dengan pasukannya mendapat tugas untuk menyerang tentara VOC di Batavia, namun ternyata beliau gagal mengalahkan VOC. Karena kalah, alih-alih pulang ke Yogyakarta beliau lalu malah menyingkir ke pedalaman tanah Priangan tepatnya di daerah Leles Garut.
Di tempat ini beliau lalu menyebarkan agama Islam kepada masyarakat sekitar yang sebelumnya telah memeluk agama Hindu. Di tempat ini pula beliau bersama dengan masyarakat sekitar membendung dan membuat sebuah danau yang diberi nama Situ Cangkuang. Daratan-daratan yang terbendung kemudian terbentuk menjadi gundukan bikit atau pulau-pulau kecil. Pulau-pulau kecil itu diberi nama Pulau Panjang (tempat dimana Kampung Pulo berada), Pulau Masigit, Pulau Wedus, Pulau Gede, Pulau Katanda, dan Pulau Leutik.
Arief Muhammad sendiri sebenarnya adalah seorang Senopati dari kerajaan Mataram Islam di Yogyakarta. Beliau ini bersama dengan pasukannya mendapat tugas untuk menyerang tentara VOC di Batavia, namun ternyata beliau gagal mengalahkan VOC. Karena kalah, alih-alih pulang ke Yogyakarta beliau lalu malah menyingkir ke pedalaman tanah Priangan tepatnya di daerah Leles Garut.
Di tempat ini beliau lalu menyebarkan agama Islam kepada masyarakat sekitar yang sebelumnya telah memeluk agama Hindu. Di tempat ini pula beliau bersama dengan masyarakat sekitar membendung dan membuat sebuah danau yang diberi nama Situ Cangkuang. Daratan-daratan yang terbendung kemudian terbentuk menjadi gundukan bikit atau pulau-pulau kecil. Pulau-pulau kecil itu diberi nama Pulau Panjang (tempat dimana Kampung Pulo berada), Pulau Masigit, Pulau Wedus, Pulau Gede, Pulau Katanda, dan Pulau Leutik.
Souvenir |
Souvenir
Seperti
pada umumnya tempat pariwisata, di kampung pulo juga tersedia warung-warung
souvenir yang dapat di beli sebagai oleh-oleh, juga tak lupa orang-orang yang
menawarkan jaket kulit khas garut sebagai sentra kerajinan Jaket kulit.
Tertarik
untuk mengunjungi Candi Cangkuang?