Thursday, May 22, 2025

SI RAWING 1 DAN SI RAWING 2


SI RAWING adalah julukan untuk tokoh pendekar berdaun telinga koyak dari kawasan Priangan yang cukup populer lewat sandiwara radio berbahasa Sunda. Serial Silat yang di bumbui banyak dialog dan adegan jenaka ini mencapai puncak kepopulerannya di daerah Jawa Barat pada awal tahun 1990.

Saat ramai-ramainya PT. Kanta Indah film memindahkan serial sandiwara radio ke versi film yang diawali dengan Serial Saur Sepuh berlanjut ke Tutur Tinular, Babad Taluhur, nah Leluhur, Anglingdarma dan lain-lain, Si Rawing pun sempat di filmkan pada tahun 1991. Sutradaranya Denny HW dengan Bintang utamanya Eka (Alias Erick) Soemadinata, di dukung oleh Yoseph Hungan, Wenny Rosaline, Rita Sheba dan Yunus Takara.

Keistimewaan film silat itu dibuat dalam dua versi bahasa Indonesia(untuk peredaran nasonal) dan Bahasa Sunda (khusus pengedaran daerah Jawa Barat. Sebagai Si Rawing yang pintar bersuling, Eka cukup pas, sesekali kocak dan lugu serta rada be go, malah sempat nembang (menyanyi)sambil main klotekan dengan kentongan bambu yang biasa di gunakan peronda.


 


RAWING 2 PILIH TANDING, Lanjutan Postingan tanggal 19 April 2025

Setelah Rawing 1 dengan bintang utama Erick Soemadinata produksi PT. Kanta Indah Film selesai, kemudian PT Elang Perkasa Film melanjutkan memproduksi Rawing 2 dengan judul Pilih Tanding. Disutradarai oleh Tommy Burnama berdasarkan skenario rekaan Prawoto Soeboer Rahardjo.

Kemungkinan berhubung produser PT. Elang Perkasa Film sudah mengontrak bintang laga Barry Prima untuk Jangka Panjang, maka peranan si Rawing pun beralih dari Eka ke Barry (Itu sebabnya Barry memainkan hampir semua pendekar mulai dari Jaka Sembung, Mandala, Kamandaka, Mata Malaikat, Panji Tengkorak, Jampang sampai ke Anglingdarma dan Tarzan).

Musuh besar Si Rawing gembong perampok si Gempar, di perankan oleh Yoseph Hungan yang sudah belasan kali bertarung (dalam film) dengan Barry.

Dua tokoh penting lain, Si kakek konyol Ki Debleng dan Si nenek genit Nini Iswari, di mainkan oleh Wingky Harun dan Yurike Prastica. Dalam sandiwara radionya, muncul sepasang tokoh tua bebodoran ini selalu bikin greget, rada nyebelin tapi juga kocak banget. Lawan mereka si sesepuh perampok, Ki Uwag di perankan oleh S Naryo Hadi.

Ikut mendukung pemain-pemain muda seperti Christine Terry (Sebagai Kartika, kekasih Rawing), Sinta Naviri (merangkap dua peran, Sekarwangi dan Saraswati), serta bintang bocah Ferry Iskandar (Sebagai Juragan Pendek) dan pemain bertubuh tambung Fahmi Bo (jadi si tubuh besar).

Lokasi suting film ini memang tak jauh-jauh cukup di sebuah gerumbul belukar yang terpuruk di kawasan Kayu Putih, Pulo Mas Jakarta Timur. Namun dengan kepintaran sutradara dan kecermatan bidikan kamera Thomas Susanto dan Kreasi Penata artistik Delsy Syamsumar, bisa di rekayasa hingga mirip sebuah desa di telatah Pasundan 'tempoe doeloe'.

Cerita di awali ketika Si Rawing dan sahabatnya, Ki Debleng tengah meronda keliling kampung. Mereka berhasil memergoki kawanan perampok yang baru selesai operasi. Cukup beberapa gebrakan saja, kawanan perampok berilmu cetek itu sudah di bikin tunggang langgang. Sadar kalau tak bakal unggul melawan kakek dan pemuda gagah ini. Kawanan perampok langsung lari kocar kacir meninggalkan semua buntalan hasil rampokan.

Dengan penuh kebanggaan, merasa telah bejasa besar, Ki Debleng menggendong buntalan besar itu. Niatnya besok akan mencari dan memulangkan pada pemiliknya. Eh, jebul barang-barang dalam buntalan itu, bukan lain adalah milik istrinya dewek, Nini Iswari. Lho kok bisa begitu? Rupanya tadi kawanan perampok mencuri harta Nini Iswari dari dalam rumah yang ditinggal kosong.

Terjadi kesalah pahaman karena bukannya berterima kasih, Nini Iswari malah baik menuduh Ki Debleng Sebagai maling. Karuan si kakek tak terima, meskipun bukti-bukti sangat memberatkannya. Tuduhan cerewet si nenek membuat keduanya bercekcok dan ribut besar..

Monday, May 12, 2025

SEJARAH KELAM PERBIOSKOPAN INDONESIA AKIBAT KERUSUHAN MEI 1998


Suasana mencekam kerusuhan di Jakarta telah melumpuhkan bisnis bioskop, sejak 12 Mei 1998 seluruh bioskop di kota Jakarta dan sekitarnya tutup. Bukan itu saja, banyak bioskop yang jadi korban kerusuhan dan pembakaran, terutama di bioskop yang berada di mall ataupun komplek pertokoan. Kegiatan suting  pun berhenti, dan kaum selebritis harus kehilangan penghasilan akibat kerusuhan yang melanda. 

Situasi mencekam seperti itu juga melumpuhkan kegiatan sensor hingga di khawatirkan banyak film-film khususnya untuk tayangan televisi yang tidak melalui sensor, sebegitu besar dampaknya akibat keadaan itu. 

Lembaran hitam dalam sejarah perbioskopan di Jakarta pada Mei 1998. Massa yang beringas menjarah berbagai bangunan, mall, pertokoan dan ikut merusak bioskop, puluhan bioskop terbakar, hangus dan tak bisa beroperasi. 

Bermula dari gugurnya empat mahasiswa Universitas Trisakti sebagai pahlawan revolusi. Selasa kelabu, 12 Mei 1998 berbuntut kerusuhan di berbagai tempat di ibukota, sejak 14 Mei yang menghancurkan lebih dari 1118 bangunan, ratusan mobil an motor di bakar, lebih dari 500 jiwa menjadi korban mati terpanggang api dan penjarah yang di jebloskan ke sel tahanan , banyaknya korban yang terluka, belum yang kehilangan harta benda sampai cuma pakaian yang melekat saja. 

Inilah masa keprihatinan mendalam yang tercatat sebagai lembaran hitam dalam sejarah perbioskopan tanah air. Tentu banyak jiwa-jiwa yang menangis sedih akan hal ini terutama insan pecinta kedamaian. Apa sih kesalahan bioskop-bioskop ini sehingga sampai tega di rusak, di rampok bahkan di bakar sampai runtuh. Massa yang melakukannya pun mungkin tidak bisa menjawab! Karena pada saat melakukannya mereka seperti kerasukan nafsu setan yang tiada henti-hentinya merasuki dan menghasut manusia-manusia agar tersesat untuk berhati sirik dan berbuat kerusakan. 

Dari data yang mimin dapatkan, tercatat di Jakarta yang menjadi korban kebiadaban tersebut adalah bioskop-bioskop seperti : 

Amigo (4 layar), Cempaka (4 layar), Central (4 layar), Daan Mogot (3 layar), Internasional (3 layar)Lipo Karawaci, (3 layar), Palem (7 layar), Plasa (3 layar), Slipi Jaya (4 layar), Topaz (4 layar), juga diluar Jakarta seperti Ciputat Teater. 

Sineplek Sineplek tersebut boleh di bilang habis terbakar, karena memang menjadi satu dengan mal atau pusat perbelanjaan yang di jarah. Diluar yang tercantum diatas, masih banyak lagi yang lain namun ada yang tidak sampai di bakar, cuma menderita pengrusakan. 

Sementara dari Solo diberitakan Sineplek Atrium (8 layar) dan Studio (3 layar) juga dikarang abangkan! (Dibakar) Bioskop-bioskop lainnya otomatis tidak menayangkan film lagi sejak 13 Mei 1998 bukan cuma di Jakarta dan Solo tapi juga di Surabaya, Bandung, Semarang, Yogya terkena imbasnya juga. Demi keamanan tentu saja. Selain bioskop, beberapa kopi film juga musnah menjadi abu. 

Tak hanya bioskop papan atas, bioskop kelas menengah kebawah pun ikut jadi sasaran. Bioskop-bioskop itu antara lain Palem di Pasar Pal Merah, Amigo di Kebayoran Lama, Bioskop Lingga di Pasar Minggu dll, Dengan musnahnya bioskop secara mengerikan, citra aman bioskop bagi keluarga menjadi pupus, "Orang jadi ngeri datang ke bioskop". Selain itu dampak lainnya akibat musnahnya bioskop tentu saja adalah PHK para karyawan bioskop yang menambah angka pengangguran bertambah. 

Kini setelah sekian lama kejadian berlalu, bioskop-bioskop pun sudah tumbuh kembali dan menjadi tempat yang nyaman untuk menonton meskipun belum menjangkau hingga kota kecil seperti dahulu kala. 


Sumber tulisan : MF 312/278 30 Me-12Juni 1998

Wednesday, May 7, 2025

HERMAN SOESILO, PENATA KAMERA SAUR SEPUH 1 SATRIA MADANGKARA


"Inilah film terlama yang saya kerjakan", ujar Herman Soesilo, Kameramen Film Saur Sepuh Satria Madangkara garapan sutradara Imam Tantowi. "Tapi , biar begitu saya puas mengerjakan film ini, " tambah kameramen yang sebelumnya berprofesi sebagai wartawan ini. 

Herman, lelaki yang memulai karirnya sebagai wartawan foto di sebuah majalah hiburan Ibukota yang sudah tutup, menyinggung tentang celan apendek yang kerap di gunakan setiap suting, menyebutkan dengan celana pendek bisa leih bebas dan praktis. "Lebih enak begini, bisa duduk di sembarang tempat tanpa takut kotor, lagi pula celana pendek lebih bebas bergerak," ujarnya. 

Meski cuma pakai celana pendek, herman mengatakan kalau lagi kerja tak ingat lagi soal beginian. 

Perihal tradisi pakai celana pendek waktu suting, Herman menyebutkan dialah yang memulainya. "Wim Umboh juga pakai celana pendek, tapi sayalah yang duluan,"ujarnya. 

Mengenai sepatu karetnya adalah cerita Herman, "Ini sepatu Sorta," ujarnya. Lho? "Maksud saya ini sepatu saya beli ketika bikin film "Sorta" di Parapat Sumatera Utara," jelasnya. "Sudah lama kaan"? sampai sekarang tetap saya pakai saban suting, "katanya lagi. 

Herman yang nampak gembira , terjun pertama kali sebagai kameramen tahun 70an, sampai saat ini sudah menjadi kameramen puluhan judul film.


#hermansusilo

#kameramen


LANGIT KEMBALI BIRU, Asmara di Tengah Integrasi Timor Timur

 


LANGIT KEMBALI BIRU, SAAT TIMOR TIMUR MASIH JADI BAGIAN INDONESIA

Langit Kembali Biru, Asmara di tengah Integrasi Timor Timur. Saat pembuatannya di awal tahun 1991, Langit Kembali Biru (LKB), produksi kerjasama antara PT. Bola Dunia Film dengan Pemda Tingkat I Timor Timur.

Sutradara film ini pun masih asing, Dimas Haring. Maklum, baru pertama kalinya menyutradarai film bioskop. Namun Dimas yang lulusan IKJ telah mengasah ketrampilannya lewat pembuatan sejumlah film dokumenter. 

Satu-satunya pemain yang di kenal hanyalah Ryan Hidayat yang populer sebagai bintang remaja lewat film Lupus. Sedangkan pasangannya, Sonia Dora yang putri Gubernur Carascalao, kendati cukup menonjol kecantikannya yang diekspos sejumlah majalah, juga baru membuat debut aktingnya di sini. 

Apalagi pemain-pemain pembantu seperti Maria Do Carmo Quintao dan Domingos Policarpo, yang asli Timor Timur. Jelas semuanya merupakan wajah-wajah baru dalam perfilman Indonesia. Seperti sudah sama kita ketahui, hasil akhirnya, LKB berhasil meraih dua PIala Cintar Untuk Dimas Haring dan S Dias Xinemes sebagai penulis Cerita Asli dan Penulis skenario Terbaik FFI 1991.

Kisah Kasih yangberlatar belakang Integrasi Timor Timur ini semula di dekati dengan penggarapan ala dokumenter. Gambar-gambar berbicara cepat, singkat dan cukup padat mengenai kegalauan masyarakat. Sampai merajalelannya Gerakan Pengacau Keamanan yang di dalangi oleh Fretilin. 

Rasanya bagaikan menonton film Impor dengan lokasi Amerika latin saja, karena sampai lebih dari separo film di gunakan dialog bahasa Portugis dan teks bahasa Indonesia. Baru setelah integrasi mulai di gunakan bahasa Indonesia.

Terasa belang dalam konsep penyutradaraan pada seperempat bagian akhir. Kemungkinan karena Dimas masih canggung untuk harus menggarap drama hingga bertele-tele berkepanjangan menggambarkan pertemuan kembali Manuel dengan Ana. Kalau saja Dimas Konsisten menggarap dengan pendekatan film dokumenter dari awal sampai akhir, maka karya pertamanya ini rasanya bisa di sejajarkan dengan Pengkhianatan G 30 S PKInya Arifin C NOer. 

~sumber : MF~


Sunday, April 20, 2025

KEDASIH, SINETRON SERI PERTAMA TPI , DARI TVRI Lari ke TPI


 Awalnya sinetron seri KEDASIH yang bernafaskan remaja ini untuk TVRI. Rupanya, proses di layar gelas milik pemerintah itu masih terkatung-katung. Ketika TPI belum lahir, sang sutradara H. Alfadin dan penulis skenario Bung Smes cukup bersabar, ketika TPI lahir, si empunya cerita dan calon sutradara hilang kesabaran lalu melarikan idenya ke TPI. TPI "acc", tak lama kemudian dilakukan kontrak kerjasama dengan PT. Sal Putra Utama Film Production, setahap telah di capai, H. Alfading sebagai dalang semakin bersemangat. Di lakukan riset kecil kecilan tentang pelakon. Di putuskan umumnya pelakon muka-muka baru di tambah pelakon tua. 

"Kombinasi ini dilakukan supaya artis baru dapat pelajaran dari artis tua. Ternyata selama suting tidak mengalami hambatan. Kerjasama artis tua dan muda berjalan mulus," kata H Alfadin dilokasu suting Sukabumi. 

"Kedasih" cukup menarik untuk menjadi sebuah tontonan. Setiap episode, penulis mencoba mengadakan renungan kecil bagi remaja sebagai titik sasaran. Tidak hanya kontiniti suasana yang harus di jaga, tapi juga kontiniti karakter, "benang merah" satu episode dan episode lain harus menyambung. Dan biasanya membuat sinetron tidaklah dalam studio seperti TVplay. Sinetron seri dikerjakan bertahap, tidak sekaligus berjalan. ini sudah ciri sinetron seri. 

Sinetron seri biasanya pula secara samar tersirat pesan-pesan dari pihak pembuat. Terkadang, membuat tidak enak, penyampaian pesan terlalu vulgar, norak dan terang-terangan. 

Lalu, apa sih menariknya "Kedasih".

"Kami mencoba melakukan pendekatan pada remaja. Di saming tetap menghadirkan cerita yang terbaik setiap episode," kata H. Alfadin. Bisakah itu menjadi jawaban?

"Usaha kami maksimal. Dalam kru pak H Alfadin memberikan kepercayaan kepada orang muda. Dalam "Kedasih" kami dapat menimba pengalaman," kata Dasa Warsa, selaku asisten sutradara alumni IKJ Fakultas Seni Peran.

"Kedasih" tahap pertama telah selesai di garap enam episode. Menghabiskan 36 hari suting, dengan biaya perepisode 17 juta rupiah. Akhir bulan Juni 1991 telah pula melakukan suting tahap kedua dengan lokasi suting di tempat sama, Sukabumi, Pelabuhan Ratu dan sekitarnya. 

Kedasih tayang setiap Jumat Pagi jam 9.30 di TPI. Tayangan Episode pertama, 28 Juni 1991 yang berjudul : Dusta Sang Pengantin disusul kemudian tayangan berikutnya, Sejoli Boneka, Tak Selamanya Bisa Tersenyum, Memburu Cakrawala, Masih ada Duri dan Episode ke enam Badai Badaipun Usai. 

Sinetron Kedasih dibintangi oleh Vinni Alfionita sebagai Kedasih, Dasa Warsa sebagai Sambudi, Rahman Yacob sebagai Barot, Hendra Cipta sebagai Kriyo Menak, Mien Brodjo sebagai Bu Basri, Harun Syarif sebagai Pak Basri, Ina Hariyadi sebagai Bu Kriyo Menak, Yanti Damayanti sebagai Hilda, Poppy sebagai Zanna, Diar Sebagai Anis, Erlangga Roso sebagai Haka, Jack Maland sebagai Pano, dan Ratna sebagai Bu Nani. 

Sebagai kerabat kerja : Victor (Kameramen), Peter (Tata Lampu), Dimas Dewa (Skrip), Djunaidy (Artistik) R Mono WS (Properti) Adi (unit manager) dan Das Warsa (Asisten Sutradara)


~Sumber MF~

Saturday, April 19, 2025

R A KARTINI, KARYA PUNCAK SJUMANDJAYA, MAHA KARYA DALAM KHASANAH FILM NASIONAL


KARYA PUNCAK SJUMANDJAYA, RA KARTINI MAHA KARYA DALAM PERFILMAN NASIONAL. Anda pasti pernah menonton berpuluh dan mendengar tentang beratus film nasional, tapi film apakah yang benar-benar membuat anda merasa begitu bangga, begitu terharu, begitu tersengsam, dan begitu berkesan?

Kalau jawabannya belum ada, maka itu berarti anda belum nonton film "R.A. KARTINI"- yang merupakan salah satu monumen kebanggaan dunia perfilman Indonesia. 

Semenjak masih dalam penjajagan pembuatannya, film ini memang telah menggemparkan. Tiada satu massmedia cetak pun yang tak menulis tentang kegiatan shooting dan aneka seluk beluknya hingga kliping tentang R.A Kartini bisa menjadi satu buku tersendiri setebal beratus-ratus halaman. 

Yah siapakah yang belum tahu tentang RA KARTINI, pahlawan pencetus ide emansipasi di kalangan wanita Indonesia? Begitu banyak buku dan risalah yang telah di tulis mengenai dirinya, bahkan tak sedikit pula yang di terjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing seperti : Inggris, Belanda, Prancis, Jerman, Jepang dan lain-lainnya lagi. 

Kini, Asosiasi Importir Film Eropa-Amerika bekerjasama dengan PT. NUsantara Film, mewujudkan riwayat hidup lengkap R.A. KARTINI, dari awal kelahirannya, kehidupannya, sampai pada tarikan nafas terakhirnya. Dituangkn ke dalam bahasa film dengan luar biasa cermatnya oleh Sutradara Terbaik Sjumandjaya dan aktris Terbaik Jenny Rachman sebagai R.A KARTINI. Di hiasi pula oleh musik indah yang ditata jitu sekali pada setiap adegannya oleh musisi kenamaan, Sudharnoto!.

Reputasi Sjuman tak usah di ragukan lagi. Hampir dalam setiap Festival Film-film karyanya memborong sejumlah Piala Citra antara lain di film "Si Mamad", "Si Doel Anak Modern", "Laila Majenun" dan "Kabut Sutra Ungu".

Jenny Rachman sendiri secara berturutan dalam dua tahun terakhir terpilih menjadi Pemeran Wanita Terbaik dalam film "Kabut Sutra Ungu" dan "Gadis Marathon".

Pemeran-pemaran penting lainnya dalam film besar ini, terdiri dari pemain-pemain watak yang telah terseleksi ketat. 

BAMBANG HERMANTO, yang pernah merebut gelar "The Best Actor" di Festival Film International Moskow 1962 berkat permainannya dalam film "PEJUANG" karya sutradara  Usmar Ismail, dalam film RA Kartini berperan sebagai suami R.A Kartini, Bupati REMBANG, R.M.A.A Djojodiningrat.

NANNY WIJAYA, pemain kawakan yang sudah tidak asing lagi, dalam peranan yang paling menantang sepanjang kariernya, sebagai Ibu Kandung R.A KARTINI, Yu Ngasirah, wanita biasa berhati emas yang cuma bernasib sebagai garwa ampel (selir) dari Bupati R.M.A.A Sosroningrat.

WISNOE WARDHANA merupakan pemain pilihan Sjumandjaya sendiri untuk menghidupkan pribadi Bupati Jepara, R.M.A.A Sosroningrat yang teramat mengasihi putrinya, RA. Kartini.

ADI KURDI, aktor penuh harapan, berperan sebagai kakak kandung RA Kartini, R.M. Sosrokartono, orang Indonesia pertama yang membela bangsa dalam forum Internasional.

DANNY DAHLAN, peragawati populer, sebagai adik kandung R.A Kartini, R.A Kardinah yang menjadi isteri Bupati Pekalongan. 

CHINTAMI ATMANAGARA, bintang dan biduanita remaja top sebagai LETSY DETMAR, gadis Belanda yang menjadi Sahabat baik R.A Kartini.

dan masih banyak lagi pendukung-pendukung film besar ini. 

R.A Kartini merupakan film yang panjang lebih dari 2 jam, hampir dua kali panjang rata-rata film nasional biasa, namun sama sekali tak terasa kejenuhan dalam menyimak adegan demi adegan yang di shoot oleh Juru Kamera Soetomo Ganda Soebrata dan kemudian di sunting oleh Editor kawakan Soemardjono. 

Menurut para kritisi, film ini bukan sekedar mengenai riwayat dan zaman R.A Kartini, namun juga dengan indah sekali menggugak semangat perjuangan bangsa kita sampai kapanpun. 

R.A Kartini merupakan teladan film cultural educatif . R.A Kartini tayang tepat pada hari ulang tahun RA. Kartini, 21 April 1983 serentak di bioskop utama di kota-kota besar di tanah air. 


~~ sumber tulisan Indonesian Film Festival Information 1983~~

Wednesday, April 16, 2025

DEVI PERMATASARI SI WALET MERAH

 


DEVI PERMATASARI SI WALET MERAH. 

Di film Walet Merah, Devi Permatasari, untuk pertama kali memegang peran utama. Kendati selama ini cukup aktif bermain film, seperti dalam film Saur Sepuh IV berperan sebagai Garnis, Babad Tanah Leluhur II, Tutur Tinular III dan IV sebagai Luh Jinggan, namun Devi masih banyak meemui kesulitan dalam mengoptimalkan perannya. 

"Maklumlah saya sekali nggak punya bekal ilmu bela diri. Sementara saya selalu kebagian peran pendekar. Gimana nggak kerepotan? Anehnya setiap tawaran, ditodong peran yang gituan terus, "ucap Devi yang mengaku masuk dunia film lewat tangan Imam Tantowi. 

Sebenarnya Devi mengaku tidak punya obsesi khusus di jalur film. Namun wanita kelahiran Jakarta, 11 Juni 1974 ini akan tetap aktif berkarir. Kreatifitasnya bukan hanya di jalur layar lebar, tapi juga terjun ke lahan sinetron. Terbukti tiga sinetron telah di rampungkan dengan baik, masing-masing berjudul "Pahlawan Tak Dikenal, Mahkota Mayangkara dan Singgasana Brama Kumbara. 

Yang terkesan bagi Devi adalah kostum-kostum yang dia pakai. Pakaian kerajaan tersebut di satu sisi menambah pengetahuannya. Tapi di sisi lain, ternyata dirasakannya cukup merepotkan. "Susah gerak, nggak luwes. Jadi rasanya benar-benar di kekang. Padahal saya sama sekali nggak suka pakaian yang ribet karena memang saya condong ke yang praktis. Makanya, gondok banget deh kalau sudah kelar di dandani," ungkap anak pertama dari tiga bersaudara keluarga Abdullah Musa dengan Sumiyati Abdullah yang berasal dari Palembang. 

Devi awalnya bercita-cita sebagai P.R (Public Relation). Devi yagn suka berenang, baca dan dengar musik ini pernah terjatuh dari punggung kuda ketika suting film Saur Sepuh IV. "Punggung saya sampai terkilir. Rasanya nyeri banget. Terpaksa sih di tunda, " Kenang Devi. 

Di film Walet Merah , Devi banyak dibantu Instruktur fighting, Eddy S Jonathan, dalam memerankan tokoh Walet Merah. Lokasi Suting di kawasan Pulo Mas Jakarta Timur, menyaksikan betapa konsentrasinya Devi mengikuti petunjuk-petunjuk Eddy S Jonathan dalam memainkan jurus-jurus bela diri. Devi nampak tidak gusar meski aktingnya harus di ulang berkali-kali untuk memperoleh adegan yang pas. 

"Sudah resiko kok. Saya suting sampai dini hari. Besok siang molor. Nggak boleh di ganggu, karena besok malam suting lagi. Kayak kalong, ya!" seloroh Devi. Selain kesibukan di film Walet Merah, Devi juga sedang merampungkan sinetron Singgasana Brama Kumbara. Dia berperan sebagai Dewi Roro Anggun Tias. 

"Saya harus selektif membagi waktu, karena sudah di jadwal dan ternyata nggak ada yang bentrok, makanya saya sanggup menerima keduanya sekaligus. Layar lebar Okey, sinetron Okey," ujar Devi.


~sumber MF No. 183/150/TH IX, 10 JULI -17 JULI 1993

BUDIATI ABIYOGA

 


BUDIATI ABIYOGA, PRODUSER PT. PRASIDI TETA FILM

Budiati Abiyoga sudah terkenal sebagai produser film yang idealis. Film-film produksinya diawali dengan "Hati Yang Perawan' dan "Kejarlah Daku Kau Kutangkap" keduanya di sutradarai oleh Chairul Umam , sampai ke "Noesa Penida" dan "Cinta Dalam Sepotong Roti", kendati tak selalu meraih sukses komersial, namun diakui mempunyai bobot artistik. 

Kalau bicar hasil pemasarannya, memang yang paling berhasil adalah "Kejarlah Daku Kau Kutangkap" sedangkan "Hati Yang perawan" , "Ayahku" dan "Noesa Penida" terus terang merugi. Bahkan "Jawara Sok Kota" juga belum beredar (cat. juli tahun 1991).

Tapi tidak berarti Budiati lantas macet berproduksi. Tidak, justru ia merencanakan terobosan baru. Menjalin kerjasama dengan pihak Belanda untuk memproduksi sebuah film idealis lagi. 

Ceritanya diangkat dari novel berjudul "Oeroeg" karya Hella Hassa, Novelis wanita berkebangsaan Belanda yang pernah tinggal di Indonesia, sudah memberi persetujuan bahkan merasa gembira kalau kelak masih sempat menonton filmnya. 

Untuk merintis upaca ini, berangkatlah Budiati bersama sutradara Garin Nugroho ke Amsterdam Belanda di sambut oleh produser Paul Vorthuyasen yang menyiapkan sutradara Hans H. Problemnya "Siapakah Co Sutradara dari Indonesia yang berbakat mendampinginya?.

Semula memang di calonkan Garin, sayangnya ia sudah mulai terlibat proyek lain. Kemungkinan akan diminta Arifin C Noer, atau Chaerul Umam untuk bekerjasama dengan Hans.

Oeroeg menceritakan tentang nasib seorang blasteran yang beribu perempuan Jawa berayahkan pria Bellanda. dengan seting lokasi awal abad ini. Untuk keperluan ini, tengah di cari tokoh ibu yang dominan perempuan Jawa. Semula Budiati mengusulkan artis Rima Melati yang kebetulan masih berinteraksi di Belanda. Namun Vorthuyyesen menilainya kurang mewakili sosok wajah perempuan Jawa yang lugu. Suami Rima, Frans Tumbuan yang pernah bersekolah di Belanda masih ingat betul, "Pada dekade1950an novel Itu malah di jadikan bacaan sastra wajib di sekolah-sekolah. 

Sayangnya di Indonesia sendiri novel tersebut tak populer.