Thursday, March 30, 2023
SELAMAT HARI FILM NASIONAL KE 73
Friday, February 3, 2023
SAUR SEPUH, SATRIA MADANGKARA BAGIAN 6
Lanjutan dari bagian 5...........
Prabu Brama Kumbara sedang bercengkerama dengan isterinya Harnum |
Brama Kumbara sedang duduk di sebuah bangunan berangin-angin di sekitar padepokan di desa Jamparing yang sejuk. Suasana begitu nyaman di alam pegunungan dengan air sungai berbatu serta jeram dan air terjun yang sangat indah. Tapi bertentangan dengan suasana yang tenteram itu malah Brama nampak murka sekali. Dengan suara yang keras dia bertanya :
"Siapa yang melakukan?"
Anak buah tumenggung Adiguna yang menyelamatkan surat Brama untuk Raja Majapahit dan Pamotan terlihat masih segar meskipun luka-luka di tubuhnya cukup parah. Senopati Ringkin yang mengantarkan utusan itu ke Jamparing tetap diam. Patih Gootawa menahan geram, terlebih Mantili.
"Ini tidak bisa di biarkan! Orang Pamotan sudah melakukan tindakan sesenang-wenang. Gotawa dan Kamu mantili, Kuberi tugas untuk menggantikan Tumenggung Adiguna. Berikan surat ini pada Prabu Wikramawardana dan Brewirabumi. Ini tugas resmi Madangkara. Sementara pertanggungjawaban Tumenggung Bayan adalah urusanku!".
"Baik kanda Prabu!" sahut Gotawa dan mantili berbarengan.
"Ringkin! Bawa Bentar dan isteriku Paramitha ke Madangkara, siagakan pasukan kalau sewaktu-waktu di perlukan!".
"Daulat Gusti Prabu!"
Para punggawa Pamotan |
Sementara itu di padepokan, Bentar sedang menulis semacam tembang yang di salin dari kitab-kitab daun lontar. Harnum dan Paramita mengagumi kepandaian anak berusia sekitar sembilan tahun dalam ilmu alam. Bentar adalah seorang anak kutu buku. Kulitnya lembut seperti wanita tapi matanya tajam dan jernih yang memancarkan kecerdasan yang luar biasa.
Suasana semakin lama semakin panas. Desa Lung yang cukup ramai di huni penduduk merupakan sebuah daerah kekuasaan Majapahit yang sangat berdekatan dengan perbatasan. Kelihatan kesibukan berjaga-jaga dari tentara Majapahit mulai meningkat, baik infantri maupun kavaleri mondari mandir. Jika ada yang mencurigakan mereka segera melakukan penggeledahan.
Suatu siang di pinggir sebuah sungai Patih Gotawa menyimpan pakaian kebesaran di sela-sela batu cadas. Dia bersalin pakaian dengan pakaian pendekar biasa sementara Mantili juga telah mengganti pakaian yang serupa.
"Kita akan lebih leluasa dengan pakaian begini!" seru Patih Gotawa.
"Tapi jangan menyesal alau tidak seorangpun akan hormat kepada kita!" sahut Mantili.
"Artinya orang-orang itu sebenarnya cuma menghormati pakaian kita bukan kita. Mereka takut pada pakaian kita, bukan pada Mantili dan Gotawa".
Keduanya lalu kembali menaiki kuda.
"Masih jauh Majapahit dari sini?" tanya Mantili.
"Sebelum tengah malam mudah-mudahan kita sudah sampai ke desa Lung. Kita ke Trawulan dulu, menghadap Raja Majapahit, kemudian baru ke Pamotan", sahut Gotawa.
Kembali kuda mereka berpacu dengan pesatnya.
Brama Kumbara menanggalkan mahkotanya dan memasukkannya ke dalam peti kayu berukir indah. Demikian juga gelang dan kalung yang merupakan perhiasan kebesaran seorang raja.
Harnum telah berganti pakaian dengan pakaian seorang pendekar wnaita. Dia masih tetap jelita dengan sebilah pedang yang terselempang melintang di punggungnya.
"Ini mengingatkan masa-masa pengembaraan kita beberapa tahun lalu!" seru Harnum.
"Terpaksa harus kita lakukan. Saya tidak melibatkan Madangkara dalam pertikaian Majapahit dengan Pamotan,".
"Kalau kakang Prabu pribadi sebenarnya lebih memihak siapa?". tanya Harnum.
"Aku terlahir untuk membela yang benar. Tapi untuk mencari yang benar dalam masalah ini sulit sekali,"
"Masing masing pihak akan merasa dirinya benar. Sedang kebenaran harus cuma satu!" Harnum menyambung.
Brama sudah selesai memakai pakian pendekar, bersenjatakan keris yang tidak terlalu panjang. Sebenarnya ilmu kedigdayaan Brama lebih handal daripada semua ilmu silat yang dia miliki. Mereka segera bergegas meuju ke luar rumah.
"Itu kenapa Madangkara tidak memihak.!," kata Brama Kumbara sambil bersiap hendak berangkat.
"Bukan kita tidak punya pendirian. Dalam sebuah pertikaian, lebih baik kita menjadi juru damai. Itu perbuatan paling mulia aku kira!".
Sampai di halaman Brama Kumbara memandang langit. Kemudian dia bersuit memanggil burung Rajawali sahabatnya. Di Langit lepas Rajawali Raksasa itu berkeak-keak menukik.
Tak lama kemudian rajawali tu turun dengan angin besar menerbangkan daun-daun kering karena kibasan sayapnya. Brama dan Harnum segera menaiki punggung burung raksasa itu. Tak lama kemudian Rajawali mulai terbang dengan sayap berkepak-kepak.
Seperti Raja Airlangga yang dengan gagah menaiki burung Garuda, maka Brama dan Istrinya Harnum kelihatan perkasa diatas punggung rajawali itu.
"Dinda Gotawa dan Mantili pasti sudah sampai di Majapahit. Mudah-mudahan mereka tidak mendapatkan kesulitan", kata Brama memikirkan kedua adiknya.
Dan saat itu kuda Mantili dan Patih Gotawa melintas diantara penduduk serta tentara Pamotan yang sedang menuju ke tempat mereka masing-masing.
Desa ini cukup maju karena merupakan desa transit. Hal ini disebabkan banyak pedagang rempah-rempah dan hasil bumi menginap di desa itu. Selain itu banyak sekali penduduk yang membuka rumah makan. Desa Lung adalah perbatasan antara Majapahit dan Pamotan.
Seorang Prajurit kelihatan berbisik-bisik pada temannya setelah melihat Gotawa dan Mantili. Dari agak kejauhan kelihatan Mantili dan Gotawa menanyakan sesuatu kepada salah seorang penduduk.
Ternyata mereka ingin bermalam di sebuah rumah seseorang bernama Wanoh, kenalan Patih Gotawa beberapa tahun yang lalu. Wanoh gembiera sekali menyambut tamu yang tak di duga kedatangannya itu. Dengan ramah dia menjamu Gotawa dan Mantili . Mereka duduk diatas tikar anyam dengan pandangan lepas ke halaman belakang yang teduh.
"Keadaan makin gawat den, kemungkinan perang saudara tidak bisa di elakkan lagi. Tadinya desa ini tidak pernah ada tentara, sekarang ada kira-kira seratu orang tentara Pamotan ditempatkan di sini!", Wanoh Bercerita.
"Bagaimana sikap bapak?siapa sebenarnya yang salah? Pihak Pamotankah? atau Majapahit?" tanya Mantili.
"Wah......saya tidak mengerti den, rakyat kan hanya menurut apa kata Raja. Sebab apa saja yang dilakukan raja pasti benar. Raja adalah wakil dewa di dunia, maka sudah seharusnya apa yang dilakukan adalah hanya kebenaran" sahut Wanoh.
"Seharusnya memang begitu, tapi jaman sekarang banyak raja mengkhianati amanat Dewa Jagad Batara, Bahkan mereka merasa menjadi dewa yang berhak melakukan apa saja yang mereka suka!". Gotawa menyatakan pendapatnya.
"Saya tidak mengerti itu den, saya rakyat, tugas saya cuma patuh pada gusti prabu. Apapun yang di lakukan berliau, pasti punya tanggungjawabnya sendir ipada Sang Pencipta Alam semesta!".
Mantili cuma tersenyum melihat kepolosan Pak Wanoh. Sementara itu Patih Gotawa hanya mengangguk-angguk . Dia merasa bahwa yang tersirat dari ucapan Wanoh adalah sebuah tuntutan maha halus kepada raja untuk berbuat paling benar.
BERSAMBUNG KE BAGIAN 7
Thursday, January 26, 2023
BERKUNJUNG KE MUSEUM BANK INDONESIA
Tampak Samping Museum BI
Kali ini saya akan berkunjung ke Museum Bank Indonesia. Berwisata ke museum memang tidak terlihat keren seperti sekedar duduk ngopi di cafe maupun ke mall, namun dapat menambah pengetahuan kita .
Di kutip dari Wikipedia, Museum Bank Indonesia adalah sebuah museum yang terletak di Jl. Pintu Besar Utara No. 3, Jakarta Barat, berada di komplek Kota Tua Jakarta Barat, dengan menempati area bekas gedung Bank Indonesia Kota yang merupakan cagar budaya peninggalan De Javasche Bank yang beraliran neo-klasikal, dipadu dengan pengaruh lokal..
Pada tahun 1625, di tempat ini pernah dibangun sebuah gereja sederhana untuk umat Protestan.Pada tahun 1628, gereja ini dibongkar karena digunakan untuk tempat meriam besar ketika puluhan ribu tentara Sultan Agung menyerang Batavia untuk pertama kali.Mengamati mata uang kertas
Museum ini menyajikan informasi peran Bank Indonesia dalam perjalanan sejarah bangsa yang dimulai sejak sebelum kedatangan bangsa barat di Nusantara hingga terbentuknya Bank Indonesia pada tahun 1953 dan kebijakan-kebijakan Bank Indonesia, meliputi pula latar belakang dan dampak kebijakan Bank Indonesia bagi masyarakat sampai dengan tahun 2005. Penyajiannya dikemas sedemikian rupa dengan memanfaatkan teknologi modern dan multi media, seperti display elektronik, panel statik, televisi plasma, dan diorama sehingga menciptakan kenyamanan pengunjung dalam menikmati Museum Bank Indonesia.
Selain itu terdapat pula fakta dan koleksi benda bersejarah pada masa sebelum terbentuknya Bank Indonesia, seperti pada masa kerajaan-kerajaan Nusantara, antara lain berupa koleksi uang numismatik yang ditampilkan juga secara menarik.
Untuk mencapai Museum Bank Indonesia, transportasinya sudah sangat mudah dengan menggunakan KRL turun di stasiun Kota, atau juga dapat menggunakan sarana transportasi massal TransJakarta dengan tujuan akhir Kota Tua. Bagi yang menggunakan kendaraan pribadi baik motor maupun mobil juga disediakan parkir.
Berikut liputannya dalam bentuk foto-foto dengan model Paramitha Hioe (@mimithjegeg)
Wednesday, January 25, 2023
MEMBURU ORNAMEN IMLEK DI KAWASAN PECINAN GLODOK
Suasana menjelang Imlek. Model : @mimithjegeg |
Glodok , Yang terlintas adalah pusat perdagangan elektronik terbesar di Asia Tenggara. Tidak salah kalau sekilas pikiran kita akan terbawa dengan pusat perdagangan elektronik di Glodok yang memang pernah mengalami masa kejayaan sebagai pusat grosir elektronik, selain juga pusat penjualan VCD yang terkenal hingga pertengahan tahun 2000an. Namun seiring berjalannya waktu, pusat perbelanjaan tersebut pun sepi dari pengunjung, dan berimbas dengan tutupnya para penyewa ruko yang ada. Berbeda sekali ketika masa keemasan glodok yang selalu ramai pengunjung bahkan bagi yang suka berburu VCD film baik original dan bajakan di Glodok, kala itu kita sering risih ketika baru masuk ke area penampungan tiba-tiba ada yang megang tangan kita dan menawarkan film-film porno. Penulis sendiri dulu pernah mengalami dan tentu saja membuat 'ngeper' kalau ke Glodok karena takut di tawarin dan kalau kita menolak takut dimarahin hehe. Maklum saya kan anak baik-baik tapi kok bisa-bisanya ya ditawarin film porno.
Gerbang China Town di Glodok Jakarta |
Namun kali ini saya bukan membahas tentang penjualan elektronik maupun VCD diGlodok namun akan sedikit mengulas tentang kawasan pecinan yang ada di Glodok. Kawasan Pecinan alias China Town Glodok, dari namanya sebenarnya kita sudah tau bahwa itu adalah kawasan dengan ornamen berbau China, kuliner-kuliner dari negeri China dan segala yang berbau China. Pecinan Glodok menarik untuk di kunjungi terutama ketika menjelang Imlek tiba, karena di kawasan ini banyak di jual ornamen-ornamen yang di butuhkan untuk merayakan Imlek bagi teman-teman etnis China.
Berbelanja aneka Kebutuhan Imlek . Inframe @mimithjegeg |
Kali ini saya akan mengunjungi China Town Pancoran Glodok, meskipun ada kawasan lain seperti Petak Sembilan yang letaknya tidak jauh dari China Town Pancoran, juga ada Petak Enam yang masih satu kawasan dengan Pancoran Glodok tepatnya di Gedung Chandra Glodok. Kawasan Pecinan Glodok biasanya juga terpusat di Pancoran Chinatown Point yang tempatnya tentu saja lebih enak dengan ornamen-ornamen yang Indah. Namun tanpa harus masuk ke Chinatown Point di sepanjang jalan juga terdapat kaki lima yang menjual berbagai macam ornamen khas Imlek.
Memasuki Gerbang China Town Jakarta kita akan di sambut ornament-ornament merah dari penjual kaki lima yang menjual berbagai macam produk Imlek. Hukum ekonomi di sepanjang jalan ini berlaku. Dimana ada banyak permintaan maka harga akan naik, demikian juga ketika menjelang Imlek, untuk membeli barang yang diinginkan maka harus pandai-pandai dalam tawar menawar dengan penjual. Survai harga sebelum masuk kawasan ini sangat di perlukan. Selain produk Imlek jajanan maupun sayuran ataupun bucket bunga juga ada yang menjual. Bagaimana dengan harganya? ya kembali lagi ke kita, harus tahu harga barang sehingga ketika mau menawar tidak terlalu jauh dengan harga pasaran yang berlaku.
Ada yang tertarik kesini? Aksesnya cukup mudah dengan menggunakan kendaraan roda 4 maupun roda 2, namun dengan transportasi massal juga lebih mudah. Cukup naik TransJakarta dan turun di halte Glodok. Tinggal jalan kaki saja untuk sampai ke China Town Jakarta.
Memilih sebelum membeli |
Membeli Bunga |
Monday, January 2, 2023
Selamat Datang 2023
Tahun 2022 sudah berlalu dan kini kita memasuki tahun 2023 masehi. Semoga apa yang kita cita-citakan terkabul dan di permudah segala urusannya ya.
di awal 2023 ini pemberitaan yang sedang hangat adalah kasus mutilasi seorang perempuan di Bekasi, kemudian gelaran Piala AFF . Semoga Indonesia menang ya.
Salam 2023
Wednesday, December 28, 2022
SAUR SEPUH, SATRIA MADANGKARA BAGIAN 5
Sambungan dari Bagian ke 4
Perkelahianpun terjadi keadaanya sangat tidak seimbang, nyaris satu melawan lima. Tapi Tumenggung Adiguna adalah orang yang sangat ahli menggunakan pedangnya. Berpuluh kali dia terjun ke medan perang mendampingi rajanya. Maka dalam waktu singkat dia berhasil menewaskan prajurit penjaga dari Pamotan.
Monday, December 12, 2022
SAUR SEPUH SATRIA MADANGKARA BAGIAN 4
Tumenggung Adiguna melawan Pasukan Tumenggung Bayan |
LANJUTAN DARI BAGIAN 3.............
Beberapa orang prajurit dengan pakaian kerajaan Pamotan tampak siap di samping kuda masing-masing. Mereka kurang lebih sepuluh orang. Sementara itu seekor kuda yang kelihatan lebih besar dan gagah di bandingkan yang lainnya masih kosong. Beberapa orang murid padepokan ilmu silat Bukit Kalam menunggu dengan duduk-duduk di teritisan bangunan pendopo padepokan yang cukup sederhana. Dari dalam rumah padepokan muncul seorang tumenggung yang di kenal dengan nama tumenggung Bayan, Orang kuat dalam pamotan.
Ia diiringi seorang wanita cantik dengan tubuh sintal dan bentuk bibir yang selalu menantang. Sementara itu sorot matanya selalu kelihatan mengajak dan nakal. Wanita itu bernama Lasmini guru dari padepokan silat tersebut.
Kali ini kelihatan Lasmini tengah merajuk sementara tumenggung Bayan berusaha menentramkan hati pacarnya atau simpanannya mengingat ia sendiri sudah menikah.
"Kalau tidak ada tugas pasti aku menginap Lasmini, Keadaan semakin gawat, semua tentara di siagakan di semua gerbang Pamotan dengan Majapahit". Tumenggung Bayan menjelaskan.
"Hamba takut kakang Bayan punya perempuan lain. Saya tahu gadis-gadis Pamotan jauh lebih cantik dari gadis Pajajaran seperti saya", Lasmini kembali merajuk.
"Selain istriku yang sah cuma ada kamu. Besok kakang kemari lagi", Tumenggung Bayan berusaha meyakinkan.
"Menginap?", tanya Lasmini manja sekali.
"Pasti".
Tumenggung Bayan menaiki kudanya kemudian pergi bersama rombongannya. Malam mulai gelap. Obor Obor menerangi halaman padepokan dengan sinarnya yang meriap-riap di terpa angin.
Lasmini tersenyum nakal sambil memandang ke kejauhan.
BERSAMBUNG... KE BAGIAN 5
Monday, December 5, 2022
SAUR SEPUH, SATRIA MADANGKARA BAGIAN 3
Mantili dan Patih Gotawa terlibat perkelahian |
............LANJUTAN dari Bagian 2
Bangunan-bangunan di komplek istana Madangkara ini hampir menyamai bentuknya dengan keraton di Majapahit dan Pajajaran. Hanya bentuknya lebih kecil dan tidak terlampau mewah. Dua orang penjaga gerbang dalam pakaian keprajuritan Madangkara dengan sikap tegak bersenjatakan tombak, mengawasi beberapa orang yang sedang berjualan di bawah sebatang pohon yang rindang dekat pintu gerbang.
Di balai penghadapan Keraton Madangkara, Sang Prabu Brama Kumbara kelihatan sedang bercengkerama dengan adiknya, Dewi Mantili serta Patih Gutawa yang merupakan suami adiknya dan Harnum permaisurinya.
Sementara itu beberapa dayang emban dengan penuh pengabdian duduk bersila pada lantai bawah. Empat orang prajurit penjaga keraton berdiri tegak di samping-samping ruang yang berbentuk pendopo agung itu. Sang Prabu duduk di atas singgasana dari kayu berukir indah dengan bantalan kain yang dirajut dengan benang-benang emas sementara mahkota yang dikenakannya tidak terlalu rumit namun indah dan mahal.
"Untuk sementara kamu saya bebaskan dari tugas-tugas kenegaraan dinda patih, gunakan waktu itu untuk bersenang-senang dengan istrimu", Seru Brama Kumbara.
Patih Gotawa senyum menunduk. Sementara Dewi Mantili yang agak tersipu berusaha untuk menutupi perasaanya. Harnum tersenyum melihat keadaan seperti itu. Patih Gotawa dan Mantili adalah sepasang pengantin baru
"Kami merencanakan mau ke kampung Jamparing kakang Brama, kangen sama Raden Bentar dan kakang Dewi Pramitha", sela Patih Gotawa.
"Apa cocok untuk pengantin baru?", tanya Brama Kumbara
Patih Gotawa cepat menyahut : "Itu kemauan dinda Mantili gusti Prabu!".
"Mestinya kamu tidak boleh selalu memaksakan kehendak, Mantili.Sekarang kamu adalah seorang istri, bukan lagi Dewi Mantili si Pedang setan yang selalu bertindak seenaknya. Ada orang lain yang jadi pemimpinmu, suamimu!", Brama Kumbara berkata dengan penuh wibawa.
Mantili cuma tersenyum simpul sementara Harnum yang duduk mendampingi sang Prabu juga ikut tersenyum. Kemudian Harnum ikut Bicara :
"Sebenarnya saya juga ingin ke Jamparing kakang Prabu, sudah hampir tiga bulan kita belum kesana. Mungkin Nanda Bentar juga sudah kangen sama kakang Prabu, Dinda Paramita mestinya juga begitu."
Brama Kumbara menoleh kepada istrinya sambil tersenyum.
"Memang akan lebih bijaksana kalau isteri-isteriku berkumpul disini. Kalau saja aku tidak memikirkan pendidikan Bentar, Paramita kuharuskan tinggal di sini. Gotawa....suruh tumenggung Ajisanta menghadap. Dia yang akan mewakili selama kita pergi."
"Baik Gusti Prabu."
Dari luar terlihat Senopati Ringkin masuk dan duduk memberi hormat.
"Ada apa Senopati", Tanya Brama Kumbara.
"Maaf Gusti Prabu, kami menangkap delapan orang dari Majapahit dan Pamotan yang bertikai di perbatasan Madangkara. Mereka mau menghaturkan surat dari raja mereka masing-masin", Senopati Ringkin segera melaporkan apa yang telah terjadi.
Brama Kumbara agak kurang mengerti mendengar laporan Ringkin yang aneh. Kedatangan utusan dari negara besar seperti Majapahit ke Madangkara benar benar suatu kehormatan. Tapi utusan dari Pamotan yang setau beliau adalah negeri bawahan Majapahit benar-benar mengherankan.
"Hadapkan pimpinan mereka satu-satu!, serunya segera
"Daulat Gusti!".
Tumenggung Bayan dan Satria Madangkara |
Utusan dari Majapahit yang tiga orang memisahkan diri dari lima orang pamotan dimana diantara mereka yang terluka akibat perkelahian. Kedua belah pihak kelihatan saling membenci. Beberapa orang prajurit Madangkara mengawasi mereka. Senopati Ringkin mendatangi kelompok utusan tersebut lalu membawa mereka satu persatu menghadap Brama Kumbara.
Mantili dan Patih Gotawa menoleh ke arah kedatangan utusan dari Pamotan. Brama Kumbara dengan tenang menyuruh panglima Rowi untuk menyampaikan maksudnya. Panglima Rowi duduk dengan hormat dan mengeluarkan surat yang diserahkan pada Brama Kumbara.
"Ada pesan dari rajamu?", tanya Brama Kumbara.
"Daulat Gusti, hamba di utus untuk menyampaikan ini!".
Sang Prabu membaca surat itu. Mukanya menjadi keruh. Agak sulit baginya utuk menentukan jawaban.
"Kamu boleh pulang, saya akan mengutus orang untuk menyampaikan suratku pada Bre Wirabumi!".
"Terima Kasih Gusti, hamba mohon pamit!"; sahut Panglima Rowi sambil mohon diri.
Brama mengangguk arif, Panglima Rowi segera meninggalkan tempat. Mantili benar-benar ingin tahu apa isi surat itu. Segera ia bertanya pada Brama Kumbara.
"Kalau Boleh tahu, apa isi surat itu Kakang Prabu?',
"Sulit untuk menentukan pilihan, Bre Wirabumi meminta dukungan untuk melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit", sahut Brama Kumbara.
"Memberontak?", tanya Mantili tak mengerti.
"Akhirnya akan kesana, sebab tidak mungkin Majapahit akan membiarkan negeri bawahannya berdiri sendiri dan ini akan menjadi malapetaka bagi kerajaan besar itu.
"Mungkn karena Bre Wirabumi merasa berhak menguasai tahta daripada Wikrama Wardhana", sela Harnum.
"Saya kurang mengerti, tapi seorang raja agung seperti gusti Dyah Hayam Wuruk tidak mungkin bertindak tanpa pikiran yang matang. Mungkin beliau beranggapan bahwa menantunya justru lebih cerdas dan jujur untuk memimpin sebuah negeri yang maha luas kekuasanya daripada putra lelakinya yang kebetulan lahir dari seorang selir", Brama kumbara mengemukakan pendapatnya.
Tumenggung Bayan dan para pasukannya |
Tak lama kemudian utusan dari Majapahit datang dan duduk bersembah. Brama Kumbara menyambutnya dengan senyuman yang bijak.
"Hamba Hulubalang Ludaka, menghaturkan surat Baginda Prabu Wikramawardhana yang agung!", seru Hulubalang Ludaka sambil mengingsut mendekati tahta Prabu Brama Kumbara.
Brama Menerima surat itu dan membukanya. Surat itu di buat dari daun lontar yang ditulis dengan indah.
"Selain ke Madangkara, kemana lagi kamu akan pergi?", tanya Brama Kumbara.
"Menghubungi semua kerajaan sahabat Majapahit, Hamba akan ke Pajajaran, ke Sumedang Larang, Gunung Singguruh dan ke Malayapati", sahut Hulubalang Ludaka.
Prabu Brama Kumbara Mengangguk.
"Ke negeri-negeri itu utusan dari Pamotanpun akan datang. Kamu boleh meneruskan perjalanan, aku akan mengirim utusan khusus ke Majapahit secepatnya".
"Terima kasih Gusti Prabu, hamba mohon pamit!".
Hulubalang Ludaka bangkit dan meninggalkan tempat. Brama kumbara melirik patih Gotawa.
"Gotawa, Panggil tumenggung Adiguna, dia akan kuutus membawa suratku untuk Pre Pamotan dan Baginda Wikramawardana!".
"Daulat Gusti Prabut!".
BERSAMBUNG KE BAGIAN 4------------------------------------------------