Tuesday, November 12, 2024

JOICE ERNA

 


JOYCE OLLIVIA atau di kenal kemudian dengan nama Joyce Erna. Joyce Sang Primadona!. Pandangannya tajam, bibirnya sensual. Sebentuk alis sedikit aneh terpacak kukuh di wajah yang jelas tidk bercorak pribumi itu. 

Joyce Ollivia memang memiliki darah campuran yang unik. Dari Ibu ia memperoleh darah Belanda dan Jawa sedangkan dari ayah ia menerima darah Cina. Berkulit kuning, tinggi semampai, Joyce 21 tahun (Tahun 1978) yang berstatus janda muda dengan dua orang anak mengaku mendapat pendidikan khusus untuk berperan. "Saya selalu memerlukan sedikit latihan sebelum pengambilan dilakukan, " begitu ia menjelaskan cara bermainnya. 

Tapi bagaimana ia sampai jadi bintang film ke depan kamera? Sutradara dari Suci Sang Primadona, Arifin C Noer bercerita bagaimana ia menemukan Joyce. "Secara kebetulan sekali, Calon pertama tadinya adalah Emilia Contessa, Sudah diminta dan ditunggu lama, tak ada jawaban. Suatu malam saya nonton TV bersama Danarto (Pelukis yang kemudian menjadi penata artistik pada film Suci Sang Primadona). Sebuah lelucon Johny Gudel, Saya melihat Joyce. Dia saja orangnya, seru saya. Danarto setuju. Esoknya saya minta Gramedia (produser) mencari alamat wanita itu. Di peroleh : dia anak Surabaya, hostes pada klab malam Bali Queen. Kebetulan ia ingin main film. Di panggil dan segera datang ke Jakarta. Di wawancarai. Dan dari wawancara itu saya ketahui pengalaman rohaninya cukup kaya." Cerita Arifin. 

"Apa maksudnya pengalaman rohani itu? 

"Pengalaman hidupnya cukup ruwet. Dia baru mau cerai, anaknya ada dua. Tokoh Suci kebetulan agak sama dengan tokoh Joyce," Arifin menambahkan. 

Dan Kisah itu di benarkan oleh Joyce yang penah ikut membantu lawak Johny Goedel di tv. Kepada Eddy Herwanto dari Tempo, Joyce juga bercerita tentang hidupnya yang penuh kepahitan. "Rumah tangga orang tua saya juga tidak bahagia. Mereka bercerai ketika saya masih kecil, " tutur Joyce. Karena itulah rupanya maka sekolahnya cuma sampai kelas II SMP Stella Maris. Ia meninggalkan sekolah untuk bekerja di sebuah koperasi simpan pinjam di surabaya. 

Nampaknya kehidupan pahit yang selama bertahun-tahun di rundungnya kini cuma jadi kenangan bagi Joyce. Hidup di Jakarta memang masih menumpang di rumah Kembar Bersaudara, salah satu dari dua penyanyi kembar itu adalah calon suami Joyce, tapi bintang film pendatang baru ini sudah tergolong sibuk meladeni sejumlah kontrak. Padahal filmnya belum lagi beredar. Bisa di bayangkan bagaimana repotnya ia di hari-hari mendatang setelah Suci Sang Primadona ditonton orang. 

Ia menyebut Christine Hakim sebagai salah satu bintang kesayangannya. Kedua aktris ini memang mempunyai banyak persamaan. Keduanya bermain baik di film pertama mereka. Dan permainan mereka disitu begitu meyakinkan sehingga tidak terasa ada jarak antara peran dan pemeran. Dalam film Suci peran yang di bawakan Joyce menyatu utuh dan kukuh dengan dirinya. "Saya bisa merasakannya," begitu Joyce berkomentar terhadap peran yang dibawakannya itu. 

Sumber : Majalah Tempo No. 10 Tahun VIII , 6 Mei 1978


Dan berkat aktingnya di Suci Sang Primadona , Joyce Erna akhirnya meraih Piala Citra pada FFI 1978.

Thursday, October 24, 2024

NAWI ISMAIL

 


NAWI ISMAIL merupakan seorang sutradara film handal yang sudah banyak menyutradarai film. Pada kesempatan ini komunitas kpfij mencoba mengupas Nawi Ismail di kutip dari buku petunjuk FFI 1983. Lahir 18 April 1918. Nawi Ismail namanya lebih di kenal sebagai sutradara film-film Benyamin S.

Selesai sekolah Nawi bekerja di percetakan Kolf Jakarta dan berhenti tahun 1930 untuk main dalam film "Macan Tertawa" seabgai figuran, lalu "Melati Van Agam"(1940) sebagai pemain pembantu. Tahun 1940 dia bekerja pada "Standard Film" sebagai pembantu juru kamera merangkap pembantu editor di laboran sambil juga ikut main, diantaranya dalam "Ikan Duyung" (1941), "Selendang Delima" (1941). Pada jaman Jepang Nawi bekerja pada "Nippon Eigasha" sebagai pembantu editor dan juru catat skrip film-film berita Nampo Hodo. 

Waktu perang Kemerdekaan dia masuk TNI dan berhenti ditahun 1950 dengan pangkat Letnan Dua. Dalam tahun itu juga dia kembali ke film menjadi karyawan PFN. Waktu itu, selain film-film berita dan dokumenter dia juga mengedit film-film cerita, diantaranya "Untuk Sang Merah Putih" (1950), "Sedap Malam" produksi perdana PERSARI (1950).

Sementara itu dia juga mulai menulis skenario, yang pertama untuk "Inspektur Rachman" (1950) sembari merangkap sebagai pembantu Sutradara. Tahun "A1951 dia mulai menyutradarai sendiri pertama kali untuk "Akibat", kemudian "Solo di Waktu Malam" (1952). Setelah itu Nawi banyak menyutradarai, namun namanya lebih dikenal sesudah "Berabe" produksi pertama Dwi Film tahun 1960, lalu diulanginya lagi lewat film-film seri "Si Pitung" diawal 1970-an yang juga di produksi Dewi FIlm. 

Ketrampilan memilih dan mengolah film-film yagn di senangi masyarakat makin tampak lewat film-film seri Benyamin, seperti "Benyamin Biang Kerok" (1973), "Benyamin Brengsek" (1974, "Benyamin Koboi Ngungsi" (1973), "Benyaming", lalu di awal 1978 menyutradarai "Zaman Edan".

Tidak hanya film komedi , film film drama dan laga juga menjadi film yang di garap oleh Nawi Ismail. 

Nawi Ismail tutup usia pada 8 Februari 1990. 

Ada yang masih ingat film-filmnya? 





Tuesday, October 22, 2024

MENZANO, MENGABDI UNTUK DUNIA FILM

 


MENZANO, mengabdi di Dunia film hingga akhir hayat adalah tekadnya. Lahir di Bukit Tinggi Sumatera Barat 30 Desember 1918 adalah merupakan salah satu aktor Indonesia. adalah pada tahun 1954 lewat film "Debu Revolusi"

Berawal dari film tersebut, ternyata kemampuan Menzano di Film cukup menonjol, gaya ekspresi serta cara ia berakting sangat bagus, hingga banyak tawaran buat menzano, baik yang datang dari para sutradara maupun produser sendiri.  Selama di film Menzano terkenal dengan pembawaanya yaitu sebagai tokoh jahat. Film-film Menzano kebanyakan bertema horor, namun tak lepas  dari antomi wajahna yang sangat mendukung dalam film jenis horor. Film yang bertema action maupun drama  tak pernah ketinggalan. Ia berusaha untuk membintangi semua jenis film. 

Sebelum bermain di film, ia pernah menjadi seorang penyanyi dan pemain musik yang cukup handal di tahun 40an. Ia juga menekuni dunia teater dan sering main sandiwara. Ketika bergabung dengan  Kesatuan Penerangan Divisi VIII,  pada tahun 1945 dan veteran dengan pangkat sersan mayor.  Menzano banyak menimba ilmu dan pengalaman terutama tentang pentingnya Kesatuan dan Persatuan untuk dapat memberikan penerakan kepada masyarakat. Dari pengalaman ini ia ingin mmeberikan kepada masyarakat lewat layar lebar yakni sebagai media dakwah. Menzano juga bercerita pernah di benci orang gara-gara main film saat itu memainkan tokoh jahat, secara langsung saya disangka jahat pada masyarakat padahal  yang sesungguhnya saya tidak demikian", kata Menzano. 

Menzano meninggal pada 18 Juni 1996.

Sumber MF No.123/90 tanggal 15 Maret - 30 Maret 1991


Berikut filmmografi Menzano dikutip dari wikipedia

1955Di Balik Dinding
Oh, Ibuku
Puteri Revolusi
Senjum Derita
1956Pesan Terakhir
1957Tiga Buronan
1958Djenderal Kantjil
Titi dan Tito
Tjambuk Api
1959Habis Gelap Terbitlah Terang
1960Desa yang Dilupakan
1961Malam Tak Berembun
Masih Ada Hari Esok
1964Djiwa Kolonial
1965Liburan Seniman
1966Kini Kau Kembali
Tikungan Maut
19672 x 24 Djam
1968Ja, Mualim
Nenny
Djampang Mentjari Naga Hitam
1969Big Village
1970Kutukan Dewata
Ananda
Dendam Berdarah
1971Tjisadane
1972Romusha
Desa di Kaki Bukit
1973Last Tango in Jakarta
Napsu Gila
Bumi Makin Panas
Cincin Berdarah
Sopir Taksi
A Virgin in Bali
1977Tuan Besar
Petualang Cilik
Gara-Gara Janda Kaya
Suci Sang Primadona
1978Si Ronda Macan Betawi
Bulu-Bulu Cendrawasih
1979Demi Anakku
1980Hallo Sayang
Kau Tercipta Untukku
Juara Cilik
Yang Kembali Bersemi
Selamat Tinggal Duka
Pintar Pintar Bodoh
Seputih Hatinya Semerah Bibirnya
1981Medali Bukit Selatan
Jangan Ambil Nyawaku
Bukan Istri Pilihan
Bodoh Bodoh Mujur
Gondoruwo
1982Panasnya Selimut Malam
Sorta, Tumbuh Bunga di Sela Batu
Titian Serambut Dibelah Tujuh
1983Maju Kena Mundur Kena
1984Permata Biru
1985Semua karena Ginah
1988Bangkitnya Si Mata Malaikat

MARLIA HARDI, SOSOK IBU BIJAKSANA DI FILM FILM


Marlia Hardi, Sosok ibu yang satu ini tentu tidak asing lagi, lahir di Magelang, 10 Maret 1927 adalah seorang pelakon wanita Indonesia yang sudah banyak sekali membintangi film-film Indonesia dengan peran yang hampir sama yaitu menjadi seorang ibu. 

 Marlia Hardi sangat terkenal dengan imej bijaksana. Hampir di setiap film atau sandiwara yang dia perankan, selalu mendapat karakter ibu. Tak heran dunia film di masa itu menjuluki Marlia sebagai pemain karakter peran ibu. Selama berkarier di industri hiburan sejak 1950 sampai 1983, dia tercatat telah membintangi lebih dari 78 film. Dia juga sempat meraih penghargaan sebagai Pemeran Pendukung Wanita Terbaik di Festival Film Indonesia (FFI) 1967 untuk film Petir Sepandjang Malam dan mendapat nominasi untuk Pemeran Utama Wanita Terbaik di FFI 1981

Marlia Hardi dalam hidupnya pernah menikah dua kali. Sayangnya, pernikahan tersebut tidak langgeng. Pernikahan pertama dengan  Hardjo Samidi terpaksa diakhiripada 1956. Selang tiga tahun Marlia menikah lagi dengan Zaenal Arifin. Pernikahannya hanya berlangsung sebentar saja, kemudian berpisah karena Marlia dilarang main film. 

Karier sebagai pemeran dimulai ketika bermain dalam film Untuk Sang Merah Putih (1950). Selanjutnya ia berperan dalam Selamat Berjuang, Masku! (1950), Tenang Menanti (1952), Kalung Mutiara (1960), dan Ajati (1954). Sampai tahun 1978 telah membintangi 50 film, dengan peran sebagian besar sebagai tokoh "ibu".

Namanya kian terkenal di publik ketika menjadi pemeran utama sebagai "Bu Mar" dalam sandiwara di TVRI Keluarga Marlia Hardi yang ditayangkan sore hari di TVRI sejak 1973. Hingga meninggalnya pada tahun 1984, sandiwara televisi ini masih tayang meskipun telah ditinggalkan oleh dua tokoh lainnya, "Pak Awal" (Awaluddin, wafat 1980) dan "Didu" (Musa Sanjaya, mengundurkan diri tahun 1978). Episode terakhir, "Surat Kaleng" ditayangkan 10 Juni 1984.


Marlia Hardi meninggal  pada 18 Juni 1984, dan setelah kematiannya ia meninggalkan tujuh surat perpisahan kepada tujuh orang temannya. Surat-surat tersebut menyimpan isyarat-isyarat tersendiri.  Hingga sekarang film-filmnya masih dapat di kenang dan di tonton dan seolah-olah sosok ibu sederhana dengan muka melas tersebut seakan masih hidup. 

(dikutip dari berbagai sumber)

Filmografi

  • Mendung Tak Selamanya Kelabu
  • Musim Melati (1950)
  • Selamat Berdjuang, Masku! (1951)
  • Kenangan Masa (1951)
  • Pelarian Dari Pagar Besi (1951)
  • Di Tepi Bengawan Solo (1951)
  • Si Pintjang (1951)
  • Gadis Olah Raga 1951
  • Pelarian Dari Pagar Besi 1951
  • Siapa Dia 1952
  • Pulang 1952
  • Tenang Menanti 1952
  • Terimalah Laguku 1952
  • Arjati 1954
  • Melarat Tapi Sehat 1954
  • Si Melati 1954
  • Oh, Ibuku 1955
  • Dibalik Dinding (1955)
  • Oh Ibuku (1955)
  • Dibalik Dinding 1955
  • Sendja Sejati 1957
  • Sendja Indah" (1957)
  • Tjambuk Api 1958
  • Kalung Mutiara 1960
  • Si Kembar (1961)
  • Anak-Anak Revolusi (1964)
  • Minah Gadis Dusun (1966)
  • Mahkota" (1967)
  • Piso Komando (1967)
  • Petir Sepandjang Malam (1967)
  • Tuan Tanah Kedawung 1970
  • Pendekar Sumur Tudjuh 1971
  • Lampu Merah 1971
  • Tanah Gesang 1971
  • Hostess Anita (Sendja Selalu Mendatang) 1971
  • Kabut di Kintamani 1972
  • Cukong Bloon 1973
  • Tabah Sampai Akhir 1973
  • Hamidah 1974
  • Sisa-Sisa Laskar Pajang 1974
  • Tangisan Ibu Tiri 1974
  • Calon Sarjana 1974
  • Senyum dan Tangis 1974
  • Dikejar Dosa 1974
  • Batas Impian (1974)
  • Selalu Dihatiku (1975)
  • Anak Emas 1976
  • Cinta Abadi (1976)
  • Para Perintis Kemerdekaan 1977
  • Cintaku Tergadai 1977
  • Gaun Hitam 1977
  • Duo Kribo 1977
  • Raja Dangdut 1978
  • Zaman Edan 1978
  • Kerinduan 1979
  • Puspa Indah Taman Hati 1979
  • Si Ayub dari Teluk Naga 1979
  • Milikku 1979
  • Cubit-Cubitan 1979
  • Kau dan Aku Sayang 1979
  • Camelia 1979
  • Busana dalam Mimpi 1980
  • Kembang Semusim 1980
  • Seputih Hatinya Semerah Bibirnya (1980)
  • Aduhai Manisnya 1980
  • Kembang Padang Kelabu 1980
  • Anak-Anak Tak Beribu 1980
  • Begadang Karena Penasaran (1980)
  • Aladin dan Lampu Wasiat 1980
  • Irama Cinta 1980
  • Bukan Impian Semusim 1981
  • Lima Sahabat 1981
  • Kereta Api Terakhir 1981
  • Merenda Hari Esok 1981
  • Orang-Orang Sinting 1981
  • Intan Mendulang Cinta 1981
  • Sundel Bolong (1981)
  • Buaya Putih 1982
  • Titian Serambut Dibelah Tujuh 1982
  • Anakku Terlibat 1983

Sunday, October 20, 2024

RAJAWALI DARI UTARA, MELACAK PEMBANTAI ANAK ISTERI


 BARRY PRIMA beraksi lagi sebagai pendekar dari zaman antah berantah. Kali ini sebagai Kidang Telangkas yang berjuluk Rajawali dari Utara. Tokoh rekaan cergamis Jan Mintaraga yang di gubah ke bentuk skenario oleh Suwito. 

Film Silat Produksi PT. Kanta Indah Film ini di sutradarai oleh SA Karim yang bekerjasama dengan kamerawan Ridwan Djunaidi dan Penata Kelahi Eddy S Jonathan.

Seperti biasa Barry di pertemukan dengan musuh bebuyutannya (dalam kebanyakan filmnya) Yoseph Hungan dan Rudy Wahab. Sedangkan sebagai pemeran utama wanitanya di pasang pemain yang belum terlalu terkenal. Melisa Hussein. Ikutan mendukung pula pemain-pemain langganan Kanta seperti Panji Dharma, Tanase dan Wingky Haroen. 

Serombongan pedagang di serang kawnan perampok. Bukan saja seluruh hartanya di rmpo, mereka pun di bantai dengan kejam. Lalu Nawangsih, putri pedagang itupun hendak di pekosa ramai-ramai. Mendadak muncul KIdang Telangkas yang membabat kawanan manusia jahat itu. Nawangsih yang telah menjadi yatim piatu ingin mengikuti pendekar penolongnya ini. Namun Kidang punya masalah pribadi. Maka iapun menitipkan gadis ini pada sahabatnya Ki Banterang. 

Bukan Saja menggembleng Nawangsih dengan ilmu silat, Ki Banterang juga mengungkapkan riwayat hidup Kidang telangkas. Bertahun-tahun lalu. Kidang hidup bahagia bersama anak istrinya. Sampai datang saudara seperguruannya, Kida Paksa. Dengan gembira Kidang menjamunya. Di luar dugaan Kida menyimpan itikad jahat. Sejak lama ia memang sirik karena cintanya tak terbalas oleh Ningrum yang memilih menjadi istri Kidang. 

Saat kidang diminta Pak Lurah untuk membebaskan seorang gadis desa yang di culik, Kida membantai anak dan istri Kidang. Ternyata kawanan penculik gadis itupun merupakan anak buah Kida Paksa. 

Dalam waktu singkat ceritanya Nawangsih telah menguasai ilmu silat. Iapun meninggalak pondok Ki Banterang, untuk ikut melacak jejak Kida Paksa. Justru tersiar berita yang menggegerkan tentang Kida Paksa yang melabrak perampok perampok. hal ini membuat Gandamana dari Perguruan Gilingwesi menjadi murka ia menyewa pendekar bayaran untuk mencari Kida Paksa yang dituduhnya pemalsu itu. Memang Kida Paksa asli yang bukan lain daripada guru Gandamana selama ini mendekam dalam goa rahasia di belakang Markas Gilingwesi. 

Lalu siapakah Kida paksa Palsu itu? Siapalagi kalau bukan Kidang telangkas yang ingin memancing keluar msuh besarnya itu. Pertemuan kembali Nawangsih dengan Kidang Telangkas sangat menggembirakan keduanya. 

Kidang diminta Lurah Damar untuk mengamankan desanya dari gangguan orang-orang Gilingwesi yang merajalela. Nawangsih ditugaskan memanggil gurunya untuk membantu perjuangan mereka. Malangnya Nawangsih yang kurang pengalaman  di culik oleh Gandamana. Sama seperti istri Kidang dulu, Nawangsih pun menjadi korban keganasan Kida Paksa. 

Kidang, Ki Banterang dan Lurah Darma yang memimpin penduduk desa menyerbu markas Gilingwesi. Gandamana dan orang-orangnya dibrantas, Kida Paksapun muncul dari persembunyiannya untuk berhadapan langsung dengan Kidang Telangkas.------

Sumber : MF No. 137/104 28 Sepember - 11 Oktober 1991

SI KABAYAN DAN ANAK JIN, REKOMENDASI NAMA PARAMITHA YANG SUTING NIKE ARDILLA


 Artis Paramitha Rusady yang telah bermain gemilang lewat film "Si Kabayan Saba Kota" dan Si Kabayan dan Gadis Kota" terpaksa harus menelan pil pahit. Tidak saja gagal meraup sekitar 25 juta rupiah dari honornya, tapi juga kehilangan kesempatan untuk tampil dalam film "Si Kabayan dan Anak Jin" yang sedang suting di Bandung Jawa Barat. Peranannya sebagai Nyi Iteung digantikan oleh Nike Ardilla dengan alasan yang tidak jelas. 

Sesuai rekomendasi yang di keluarkan oleh Parfi maupun Surat Izin Produksi dari Deppen RI, kalau pemean Nyi Iteng dalam "Si Kabayan dan Anak Jin" itu adalah Paramitha Rusady. Tapi yang kini suting di Bandung untuk memerankan Nyi Iteung adalah artis belia Nike Ardilla untuk mendampingi Didi "Kabayan" Petet. Saat tulisan ini diturunkan Senin 18/2 1991 lalu, film produksi PT. Kharisma Jabar Film telah merampungkan sekitar 50 persen sejak suting tanggal 9 Februari 1991 lalu . 

Tapi ketika di cek ke sekretariat Parfi di pusat Perfilman Kuningan Jakarta Selatan, belum menerima surat dari produser tentang perubahan pemeran Nyi Iteung tersebut. Malah pihak sekretariat Parfi merasa berterima kasih kepada MF yang telah menyampaikan informasi penggantian tersebut. 

Sementara dari pihak produser, belum didapat keterangan rinci tentang penggantian itu. Karena seluruh staf produksi maupun Hatoek Soebroto yang punya wewenang sedang berada di Bandung. Dari sumber MF di peroleh penjelasan digantinya Paramitha Rusady dengan Nike Ardilla bermula dari kurang luwesnya artis yang sedang naik daun ini dalam menghadapi produser. 

Kata sumber adi, Paramitha menuntut agar produser Hatoek Soebroto menyelesaikan dulu dua kontra sebelumnya yang belum sempat terealiasi namun telah over date (hangus) karena filmnya belum di buat. Malah Paramtiha bersedia di bayar 50 persen saja dari nilai kontraknya asal dua kontrak yang telah hangus itu di selesaikan. Ya nggak mungkin dong, mana mau sih produser bayar tiga kontrak untuk satu film. Biar juga dia minta cuma setengahnya yang satu ini", kata sumber MF. 

Dikutip dari MF No. 122/90 tanggal 2 Maret - 15 Maret 1991

Thursday, October 3, 2024

MARISSA GRACE HAQUE


 Langit di atas kota Balikpapan sore itu begitu cerah memerah oleh semburatnya mentari yang akan tenggelam di ufuk barat. Di keheningan sore itu lahirlah aku - Marissa Grace Haque. Sebuah nama yang agak aneh barangkali. Memang ayahku Allan Haque adalah lelaki ganteng asal Pakistan asli yang menjadi konsul di Indonesia. Sedang mamaku Raden Roro Mieke Suhariyah adalah wanita Jawa Asli. Dari percintaan dan persahabatan dua bangsa itulah akhirnya membuahkan aku. Hari itu tepat 15 Oktober 1962. Dan soal nama itu?

Dulu papa tergila-gila sekali pada bintang film bernama Marissa Paffan saudarinya artis terkenal Pier Angeli. Saking senangnya sama wajah artis cantik itu papa berjanji akan memberikan nama Marissa kalau punya anak perempuan. Sementara mama juga tergila gila pada kecantikan artis Grace Kelly, Mama seperti papa juga intin memberi nama Grace pada anak perempuannya kelak. Jadi begitu lahir aku, mereka segera memberi nama artis-artis yang dikagumi. Marussa dan Grace. Sedang untuk lengkapnya namaku di tambah Haque yang merupakan nama marga papa. 

Selain itu Marissa Haque juga pernah masuk kelompok Swara Mahardika pimpinan Guruh Soekarno Putra atas saran dari Ibu Fatmawati istri Bung Karno saat bertemu di Semarang bersama papanya. DiSwara Mahardika Marissa dan juga adiknya Soraya Haque bisa latihan tarian-tarian bagus, cara berorganisasi cara mandiri serta dekat dengan bintang top seperti Chrisye dan Achmad Albar. Ia juga pernah mengejar-ngejar bintang terkenal seperti Titik Sandhora, Andi Meriem Matalatta untuk meminta tanda tangan (sesuatu yang dirasakan geli sendiri ketika sekarang sudah menjadi artis ingat penggemarnya minta tandatangan). 

Saya mulai main film pertama "kembang semusim" Dikontrak selama 3 film. Dan tiba-tiba saya menemukan keasyikan tersendiri. Kebanggaan lain, kebanggaan itu semakin bertambah ketika saya hadir pada Festival Film Indonesia di Surabaya, saya menjadi wakil Mieke Widjaya untuk menerima Piala Citra atas nama Mieke Widjaya sebagai pemeran utama wanita terbaik dalam film Kembang Semusim dimana saya bermain disitu. Ketika sya naik panggung dan menerima Citra saya mengangkat piala kebanggaan itu tinggi tinggi seakan sayalah yang memperolehnya. 

Dan ketika nama saya di sebut dalam nominasi Festival Film Indonesia 1985 di Bandung saya benar-benar sudah merasa saatnya tiba. Dan akhirnya pada tahun 1985 Marissa meraih Piala Citra sebagai Peran Pembantu Wanita Terbaik dalam film Tinggal Landas Buat Kekasih. 

Pendalaman akting bagi Marissa Haque tidak lagi perlu  tapi sudah semacam keharusan seperti contoh di film Matahari Matahari garapan Arifin C Noer. Berminggu-minggu saya bergaul dengan orang bisu tuli bukan sekedar mengetahui cara mereka berkomunikasi tapi juga mengetahui perasaan mereka, jiwa mereka serta gejolak sosial yang mereka rasakan. Dan saya merasa bahagia ketika semua itu saya peroleh..

Demikian di kutip dari Majalah Bulanan Film No. 012 Oktober 1985.

Marissa Grace Haque meninggal pada 2 Oktober 2024, 

Berikut filmmografi Marissa Haque 

1980Kembang Semusim
1981Bawalah Aku Pergi
IQ Jongkok
1982Hukum Karma
Tangkuban Perahu
1983Kamp Tawanan Wanita
Pandawa Lima
1984Jejak Pengantin
Kontraktor
Merindukan Kasih Sayang
Tinggal Landas buat Kekasih
Asmara di Balik Pintu
Gawang Gawat
Saat-Saat yang Indah
Seandainya Aku Boleh Memilih
1985Serpihan Mutiara Retak
Sebening Kaca
Yang Kukuh, Yang Runtuh
Matahari-Matahari
Melintas Badai
1986Biarkan Bulan Itu
Pesona Natalia
1987Penginapan Bu Broto
1988Dia Bukan Bayiku
1989Cinta yang Berlabuh
1990Perasaan Perempuan
Sepondok Dua Cinta

1991Yang Tercinta