Kisah terjadi pada 13 Maret 1897. Dan ketika itu sang penulis Marah Rusli berusia 8 tahun, masih bocah ingusan. Merupakan sebuah kisah sastra dan Dedi Setiadi memvisualkannya lewat sinetron TVRI.
Pengambilan Gambar di studio alam TVRI Depok dan di Sumatera Barat.
Di desa yang damai itu, dua insan saling cinta. Keduanya masih lugu. Merekalah Samsul Bahri dan Sitti Noerbaja. Tapi kebahagiaan itu tak bertahan, muncul petaka, Datuk Maringgih juragan kaya jatuh hati dengan Sitti Noerbaja. Datuk Maringgih yang tak tahu diri itu selalu cari perhatian. Lalu Datuk Maringgih menyewa lima pendekar untuk mengganggu bunga desa yang rupawan itu.
Siasat Datuk maringgih tak berhasil. Cinta Sitti Noerbaja kepada pujaan hatinya semakin terpaku. Saat Samsul Bahri merantau ke Betawi, Datuk Maringgih punya siasat dengan kejinya dia membakar toko milik Baginda Sulaiman, ayah Sitti Noerbaja. Habislah harta orang tua Sitti Noerbaja. Datuk Maringgih tak puas. Lalu dia memboikot jual beli rotan, selanjutnya menenggelamkan kapal Baginda Sulaiman. Lalu Datuk Maringgih meracuni tanaman kebon kelapa keluarga Sitti Noerbaja. Baginda Sulaiman mengetahui kelicikan Datuk Maringgih. Karena Baginda Sulaiman tak mampu membayar hutangnya, Datuk maringgih menuntut agar Sitti Noerbaja menjadi istrinya, dan karena itu Datuk Maringgih menceraikan dua dari empat istrinya.
Melihat penderitaan ayahnya, Sitti menerima lamaran Datuk maringgih. Setelah menikah, Datuk Maringgih semakin angkuh dan congkak hingga lupa diri. Dari perantauan Samsul Bahri menjadi seorang dokter. Lalu bertemu kekasihnya tanpa peduli jalinan cinta Samsul Bahri dan Sitti Noerbaja bersemi kembali. Tapi Sitti Noerbaja dan Datuk maringgih selalu bertengkar. Sehingga akhirnya secara licik Datuk Maringgih meracuni Sitti Noerbaja sampai tewas.
Hari yang bahagia, Samsul Bahri kini berpangkat letnan dan mendapat bintang kehormatan pada tahun 1907. Samsul Bahri dikirim Belanda ke Padang untuk memerangi pedagang yang tidak mau mengikuti blastik pajak, juga Datuk Maaringgih. Suatu hari Datuk Maringgih menebaskan pedangnya kepada Samsul Bahri, saat itu juga Samsul Bahri meletuskan pistolnya dan menembus jidat Dtuk Maringgih. Tewaslah Datuk Maringgih. Tapi saat malaikat maut akan menjemput Samsul Bahri, sang ayah tiba disisinya.
Sitti Noerbaja di lakoni oleh Novia kolopaking sebagai Sitti Noerbaja, Gursti Randa Sebagai Samsul Bahri, Remy Silado sebagai Baginda Sulaiman, Erni Tanjung sebagai Rangkayo (Ibu Sitti Noerbaja), Him Damsyik sebagai Datuk Maringgih, Rina Hasyim sebagai Rubiah dan Dian Hasri serta ratusan figuran. Sinetron tiga seri yang skenarionya di tulis oleh Asrul Sani dan tayang di TVRI tahun 1991.