Thursday, December 12, 2024

SUTING TUTUR TINULAR II


 Tiada Rotan Akarpun jadi. Tidak ada "Dolly Crane Hydraulic" maka slingpun jadi. Ternyata kru yang diimpor dari Hongkong pintar main akal-akalan membuat trik dalam tema action. Hasilnya memuaskan. Peralatan sederhana bisa menghasilkan kerja maksimal. Dan kru KFT (Karyawan Film Televisi) hanya bisa manggut manggut menyaksikannya. 

Dolly Crane Hydraulic merupakan sebuah alat camera untuk menangkap adegan dari ketinggian dan bergerak mengikuti. Medan bagaimanapun kru Hongkong cukup jeli memermainkan sling-sling. Di perbukitan hutan Bunder, di tepi kali Oyo Kabupaten Wonosari, YOgyakarta, kru Hongkong mempertunjukkan keterampilannya mempermainkan Sling (alat untuk membuat trik). Ketika Arya Kamandanu membonceng Mei Shin diatas kuda melewati telaga kecil, sutradara memutuskan kamera harus diatas. Dengan sekeping papan ukuran 1x1,5 meter kameramen duduk lalu di tarik dengan sling. 

"Kamera action.....!" Abdul Kadir memberi aba-aba. Arya Kamandanu bergerak, seketika kamera mengikuti gerak arya Kamandanu. Ternyata hasilnya cukup memuaskan. Produser PT. Kanta Indah Film tidak sia sia mengimpor tenaga asing. Untuk itu mereka di bayar mahal. Konsekuansisnya, kru Hongkong bekerja dengan baik dan disiplin dengan waktu. Kita harus acungi jempol pada kru Hongkong. Pagi hari, pukul 06.00 Wib sudah berada di lokasi suting, jarang bicara ngelantur. 

Suting Film Tutur Tinular II episode Kemelut Cinta diatas Noda, sutradara Abdul Kadir agak lamban dan cukup hati-hati. Empat hari suting untuk satu scene. Jenuh memang. Begitulah suting film action kalau memang ingin hasil maksimal. Kalau sekedar "gedabak gedebuk" biasanya satu hari suting bisa menyelesaikan dua sampai tiga scene, bahkan bisa tujuh scene. 

Kru Hongkong yang di impor kali ini tidak seperti kru hongkong yang sudah sudah, egois, mendikte, dan tak mau berdiskusi dengan sutradara. Sebab kerjasama yang baik antara kru KFT dengan kru Hongkong membuat suting berjalan lancar. Tidak ada monopoli ide di kedua pihak. 

"sebenarnya peralatan orang Hongkong tidaklah istimewa. Sama seperti apa yang kita pakai, bedanya mereka betul-betul profesional, " kata kameramen Subekti di lokasi suting. "kita ini sudah ketinggalan jauh. Soal trand action orang-orang Hongkong telah meninggalkannya 15 tahun lalu sementara disini lagi ngetrend," kata Abdul Kadir. 

Film yang diangkat dari sandiwara radio ini tidak hanya menjual cerita. Ada trik dan laga untuk membuat suasana adegan hangat. Justeru itu Abdul Kadir berani merombak susunan pelakon Tutur Tinular I, semua pemeran utama merupakan artis pendatang baru. Semula Mei Shin di lakoni Elly Ermawati digantikan Lindawati Yanoman, selebihnya muka muka baru seperti Hans Wanaghi sebagai Arya Kamandanu, Zaitun Sulaiman sebagai Nini Raga Runting, Ratih WIdyawati seabgai Sakawuni serta di dukung oleh Afrizal Anoda, Saiful Anwar, Raden Mochtar dan Baron Hermanto. 

Tutur Tinular I di garap oleh Nurhadie Irawan, namun Abdul Kadir punya gaya tersendiri dalam menggarapnya. Benagn merah yang pertama dan kedua bertemu di jalan cerita, soal trik berubah sesuai selera masing-masing. 

Garapan Abdul Kadir ini diperkirakan menelan biaya lima ratus juta rupiah. Tapi selama suting di Wonosari belum ada set yang benar-benar mengeruk dan begitu banyak. "Film ini tidak memperlihatkan set "wah" suasana kerjaan. Kediri diambarkan melalui kostum dan dialog, namun nafas karyawan tetap ditiupkan, kilah sutradara itu. 

Episode Kemelut Cinta Diatas Noda ini mengga. mbarkan petualangan mei Shin setelah pendekar Lou suami Mei Shin meninggal , pendekar cewek dari Mongol ini rada frustasi. Namun ada Arya Kamandanu yang memberikan semangat. Dalam perjalanan pulang ke rumah, Ary Kamandanu saling jatuh cinta. Keduanya sepakat untuk tidak berpisah. 

Ayah Aryakamandanu mendengar putusan anaknya akan menikahi Mei Shin. Karena merasa membuat onar, Mei Shin meninggalkan rumah Arya Kamandanu. Padahal mei Shin merupakan buronan kerajaan kediri, sebab dia memiliki pedang Naga Puspa hingga akhirnya Mei Shin terkena bujuk Rayu Arya Dwipangga kakak dari Arya Kamandanu yang juga merebut Nari Ratih kekasihnya darinya. 

Arya Dwipangga berhasil menodai Mei Shin. 

~~sumber Majalah Film 129/96 tanggal 8 -21 Juni 1991~~

Pada peredarannya, tutur Tinular II berjudul Naga Puspa Kresna. 


Tuesday, November 12, 2024

JOICE ERNA

 


JOYCE OLLIVIA atau di kenal kemudian dengan nama Joyce Erna. Joyce Sang Primadona!. Pandangannya tajam, bibirnya sensual. Sebentuk alis sedikit aneh terpacak kukuh di wajah yang jelas tidk bercorak pribumi itu. 

Joyce Ollivia memang memiliki darah campuran yang unik. Dari Ibu ia memperoleh darah Belanda dan Jawa sedangkan dari ayah ia menerima darah Cina. Berkulit kuning, tinggi semampai, Joyce 21 tahun (Tahun 1978) yang berstatus janda muda dengan dua orang anak mengaku mendapat pendidikan khusus untuk berperan. "Saya selalu memerlukan sedikit latihan sebelum pengambilan dilakukan, " begitu ia menjelaskan cara bermainnya. 

Tapi bagaimana ia sampai jadi bintang film ke depan kamera? Sutradara dari Suci Sang Primadona, Arifin C Noer bercerita bagaimana ia menemukan Joyce. "Secara kebetulan sekali, Calon pertama tadinya adalah Emilia Contessa, Sudah diminta dan ditunggu lama, tak ada jawaban. Suatu malam saya nonton TV bersama Danarto (Pelukis yang kemudian menjadi penata artistik pada film Suci Sang Primadona). Sebuah lelucon Johny Gudel, Saya melihat Joyce. Dia saja orangnya, seru saya. Danarto setuju. Esoknya saya minta Gramedia (produser) mencari alamat wanita itu. Di peroleh : dia anak Surabaya, hostes pada klab malam Bali Queen. Kebetulan ia ingin main film. Di panggil dan segera datang ke Jakarta. Di wawancarai. Dan dari wawancara itu saya ketahui pengalaman rohaninya cukup kaya." Cerita Arifin. 

"Apa maksudnya pengalaman rohani itu? 

"Pengalaman hidupnya cukup ruwet. Dia baru mau cerai, anaknya ada dua. Tokoh Suci kebetulan agak sama dengan tokoh Joyce," Arifin menambahkan. 

Dan Kisah itu di benarkan oleh Joyce yang penah ikut membantu lawak Johny Goedel di tv. Kepada Eddy Herwanto dari Tempo, Joyce juga bercerita tentang hidupnya yang penuh kepahitan. "Rumah tangga orang tua saya juga tidak bahagia. Mereka bercerai ketika saya masih kecil, " tutur Joyce. Karena itulah rupanya maka sekolahnya cuma sampai kelas II SMP Stella Maris. Ia meninggalkan sekolah untuk bekerja di sebuah koperasi simpan pinjam di surabaya. 

Nampaknya kehidupan pahit yang selama bertahun-tahun di rundungnya kini cuma jadi kenangan bagi Joyce. Hidup di Jakarta memang masih menumpang di rumah Kembar Bersaudara, salah satu dari dua penyanyi kembar itu adalah calon suami Joyce, tapi bintang film pendatang baru ini sudah tergolong sibuk meladeni sejumlah kontrak. Padahal filmnya belum lagi beredar. Bisa di bayangkan bagaimana repotnya ia di hari-hari mendatang setelah Suci Sang Primadona ditonton orang. 

Ia menyebut Christine Hakim sebagai salah satu bintang kesayangannya. Kedua aktris ini memang mempunyai banyak persamaan. Keduanya bermain baik di film pertama mereka. Dan permainan mereka disitu begitu meyakinkan sehingga tidak terasa ada jarak antara peran dan pemeran. Dalam film Suci peran yang di bawakan Joyce menyatu utuh dan kukuh dengan dirinya. "Saya bisa merasakannya," begitu Joyce berkomentar terhadap peran yang dibawakannya itu. 

Sumber : Majalah Tempo No. 10 Tahun VIII , 6 Mei 1978


Dan berkat aktingnya di Suci Sang Primadona , Joyce Erna akhirnya meraih Piala Citra pada FFI 1978.

Thursday, October 24, 2024

NAWI ISMAIL

 


NAWI ISMAIL merupakan seorang sutradara film handal yang sudah banyak menyutradarai film. Pada kesempatan ini komunitas kpfij mencoba mengupas Nawi Ismail di kutip dari buku petunjuk FFI 1983. Lahir 18 April 1918. Nawi Ismail namanya lebih di kenal sebagai sutradara film-film Benyamin S.

Selesai sekolah Nawi bekerja di percetakan Kolf Jakarta dan berhenti tahun 1930 untuk main dalam film "Macan Tertawa" seabgai figuran, lalu "Melati Van Agam"(1940) sebagai pemain pembantu. Tahun 1940 dia bekerja pada "Standard Film" sebagai pembantu juru kamera merangkap pembantu editor di laboran sambil juga ikut main, diantaranya dalam "Ikan Duyung" (1941), "Selendang Delima" (1941). Pada jaman Jepang Nawi bekerja pada "Nippon Eigasha" sebagai pembantu editor dan juru catat skrip film-film berita Nampo Hodo. 

Waktu perang Kemerdekaan dia masuk TNI dan berhenti ditahun 1950 dengan pangkat Letnan Dua. Dalam tahun itu juga dia kembali ke film menjadi karyawan PFN. Waktu itu, selain film-film berita dan dokumenter dia juga mengedit film-film cerita, diantaranya "Untuk Sang Merah Putih" (1950), "Sedap Malam" produksi perdana PERSARI (1950).

Sementara itu dia juga mulai menulis skenario, yang pertama untuk "Inspektur Rachman" (1950) sembari merangkap sebagai pembantu Sutradara. Tahun "A1951 dia mulai menyutradarai sendiri pertama kali untuk "Akibat", kemudian "Solo di Waktu Malam" (1952). Setelah itu Nawi banyak menyutradarai, namun namanya lebih dikenal sesudah "Berabe" produksi pertama Dwi Film tahun 1960, lalu diulanginya lagi lewat film-film seri "Si Pitung" diawal 1970-an yang juga di produksi Dewi FIlm. 

Ketrampilan memilih dan mengolah film-film yagn di senangi masyarakat makin tampak lewat film-film seri Benyamin, seperti "Benyamin Biang Kerok" (1973), "Benyamin Brengsek" (1974, "Benyamin Koboi Ngungsi" (1973), "Benyaming", lalu di awal 1978 menyutradarai "Zaman Edan".

Tidak hanya film komedi , film film drama dan laga juga menjadi film yang di garap oleh Nawi Ismail. 

Nawi Ismail tutup usia pada 8 Februari 1990. 

Ada yang masih ingat film-filmnya? 





Tuesday, October 22, 2024

MENZANO, MENGABDI UNTUK DUNIA FILM

 


MENZANO, mengabdi di Dunia film hingga akhir hayat adalah tekadnya. Lahir di Bukit Tinggi Sumatera Barat 30 Desember 1918 adalah merupakan salah satu aktor Indonesia. adalah pada tahun 1954 lewat film "Debu Revolusi"

Berawal dari film tersebut, ternyata kemampuan Menzano di Film cukup menonjol, gaya ekspresi serta cara ia berakting sangat bagus, hingga banyak tawaran buat menzano, baik yang datang dari para sutradara maupun produser sendiri.  Selama di film Menzano terkenal dengan pembawaanya yaitu sebagai tokoh jahat. Film-film Menzano kebanyakan bertema horor, namun tak lepas  dari antomi wajahna yang sangat mendukung dalam film jenis horor. Film yang bertema action maupun drama  tak pernah ketinggalan. Ia berusaha untuk membintangi semua jenis film. 

Sebelum bermain di film, ia pernah menjadi seorang penyanyi dan pemain musik yang cukup handal di tahun 40an. Ia juga menekuni dunia teater dan sering main sandiwara. Ketika bergabung dengan  Kesatuan Penerangan Divisi VIII,  pada tahun 1945 dan veteran dengan pangkat sersan mayor.  Menzano banyak menimba ilmu dan pengalaman terutama tentang pentingnya Kesatuan dan Persatuan untuk dapat memberikan penerakan kepada masyarakat. Dari pengalaman ini ia ingin mmeberikan kepada masyarakat lewat layar lebar yakni sebagai media dakwah. Menzano juga bercerita pernah di benci orang gara-gara main film saat itu memainkan tokoh jahat, secara langsung saya disangka jahat pada masyarakat padahal  yang sesungguhnya saya tidak demikian", kata Menzano. 

Menzano meninggal pada 18 Juni 1996.

Sumber MF No.123/90 tanggal 15 Maret - 30 Maret 1991


Berikut filmmografi Menzano dikutip dari wikipedia

1955Di Balik Dinding
Oh, Ibuku
Puteri Revolusi
Senjum Derita
1956Pesan Terakhir
1957Tiga Buronan
1958Djenderal Kantjil
Titi dan Tito
Tjambuk Api
1959Habis Gelap Terbitlah Terang
1960Desa yang Dilupakan
1961Malam Tak Berembun
Masih Ada Hari Esok
1964Djiwa Kolonial
1965Liburan Seniman
1966Kini Kau Kembali
Tikungan Maut
19672 x 24 Djam
1968Ja, Mualim
Nenny
Djampang Mentjari Naga Hitam
1969Big Village
1970Kutukan Dewata
Ananda
Dendam Berdarah
1971Tjisadane
1972Romusha
Desa di Kaki Bukit
1973Last Tango in Jakarta
Napsu Gila
Bumi Makin Panas
Cincin Berdarah
Sopir Taksi
A Virgin in Bali
1977Tuan Besar
Petualang Cilik
Gara-Gara Janda Kaya
Suci Sang Primadona
1978Si Ronda Macan Betawi
Bulu-Bulu Cendrawasih
1979Demi Anakku
1980Hallo Sayang
Kau Tercipta Untukku
Juara Cilik
Yang Kembali Bersemi
Selamat Tinggal Duka
Pintar Pintar Bodoh
Seputih Hatinya Semerah Bibirnya
1981Medali Bukit Selatan
Jangan Ambil Nyawaku
Bukan Istri Pilihan
Bodoh Bodoh Mujur
Gondoruwo
1982Panasnya Selimut Malam
Sorta, Tumbuh Bunga di Sela Batu
Titian Serambut Dibelah Tujuh
1983Maju Kena Mundur Kena
1984Permata Biru
1985Semua karena Ginah
1988Bangkitnya Si Mata Malaikat

MARLIA HARDI, SOSOK IBU BIJAKSANA DI FILM FILM


Marlia Hardi, Sosok ibu yang satu ini tentu tidak asing lagi, lahir di Magelang, 10 Maret 1927 adalah seorang pelakon wanita Indonesia yang sudah banyak sekali membintangi film-film Indonesia dengan peran yang hampir sama yaitu menjadi seorang ibu. 

 Marlia Hardi sangat terkenal dengan imej bijaksana. Hampir di setiap film atau sandiwara yang dia perankan, selalu mendapat karakter ibu. Tak heran dunia film di masa itu menjuluki Marlia sebagai pemain karakter peran ibu. Selama berkarier di industri hiburan sejak 1950 sampai 1983, dia tercatat telah membintangi lebih dari 78 film. Dia juga sempat meraih penghargaan sebagai Pemeran Pendukung Wanita Terbaik di Festival Film Indonesia (FFI) 1967 untuk film Petir Sepandjang Malam dan mendapat nominasi untuk Pemeran Utama Wanita Terbaik di FFI 1981

Marlia Hardi dalam hidupnya pernah menikah dua kali. Sayangnya, pernikahan tersebut tidak langgeng. Pernikahan pertama dengan  Hardjo Samidi terpaksa diakhiripada 1956. Selang tiga tahun Marlia menikah lagi dengan Zaenal Arifin. Pernikahannya hanya berlangsung sebentar saja, kemudian berpisah karena Marlia dilarang main film. 

Karier sebagai pemeran dimulai ketika bermain dalam film Untuk Sang Merah Putih (1950). Selanjutnya ia berperan dalam Selamat Berjuang, Masku! (1950), Tenang Menanti (1952), Kalung Mutiara (1960), dan Ajati (1954). Sampai tahun 1978 telah membintangi 50 film, dengan peran sebagian besar sebagai tokoh "ibu".

Namanya kian terkenal di publik ketika menjadi pemeran utama sebagai "Bu Mar" dalam sandiwara di TVRI Keluarga Marlia Hardi yang ditayangkan sore hari di TVRI sejak 1973. Hingga meninggalnya pada tahun 1984, sandiwara televisi ini masih tayang meskipun telah ditinggalkan oleh dua tokoh lainnya, "Pak Awal" (Awaluddin, wafat 1980) dan "Didu" (Musa Sanjaya, mengundurkan diri tahun 1978). Episode terakhir, "Surat Kaleng" ditayangkan 10 Juni 1984.


Marlia Hardi meninggal  pada 18 Juni 1984, dan setelah kematiannya ia meninggalkan tujuh surat perpisahan kepada tujuh orang temannya. Surat-surat tersebut menyimpan isyarat-isyarat tersendiri.  Hingga sekarang film-filmnya masih dapat di kenang dan di tonton dan seolah-olah sosok ibu sederhana dengan muka melas tersebut seakan masih hidup. 

(dikutip dari berbagai sumber)

Filmografi

  • Mendung Tak Selamanya Kelabu
  • Musim Melati (1950)
  • Selamat Berdjuang, Masku! (1951)
  • Kenangan Masa (1951)
  • Pelarian Dari Pagar Besi (1951)
  • Di Tepi Bengawan Solo (1951)
  • Si Pintjang (1951)
  • Gadis Olah Raga 1951
  • Pelarian Dari Pagar Besi 1951
  • Siapa Dia 1952
  • Pulang 1952
  • Tenang Menanti 1952
  • Terimalah Laguku 1952
  • Arjati 1954
  • Melarat Tapi Sehat 1954
  • Si Melati 1954
  • Oh, Ibuku 1955
  • Dibalik Dinding (1955)
  • Oh Ibuku (1955)
  • Dibalik Dinding 1955
  • Sendja Sejati 1957
  • Sendja Indah" (1957)
  • Tjambuk Api 1958
  • Kalung Mutiara 1960
  • Si Kembar (1961)
  • Anak-Anak Revolusi (1964)
  • Minah Gadis Dusun (1966)
  • Mahkota" (1967)
  • Piso Komando (1967)
  • Petir Sepandjang Malam (1967)
  • Tuan Tanah Kedawung 1970
  • Pendekar Sumur Tudjuh 1971
  • Lampu Merah 1971
  • Tanah Gesang 1971
  • Hostess Anita (Sendja Selalu Mendatang) 1971
  • Kabut di Kintamani 1972
  • Cukong Bloon 1973
  • Tabah Sampai Akhir 1973
  • Hamidah 1974
  • Sisa-Sisa Laskar Pajang 1974
  • Tangisan Ibu Tiri 1974
  • Calon Sarjana 1974
  • Senyum dan Tangis 1974
  • Dikejar Dosa 1974
  • Batas Impian (1974)
  • Selalu Dihatiku (1975)
  • Anak Emas 1976
  • Cinta Abadi (1976)
  • Para Perintis Kemerdekaan 1977
  • Cintaku Tergadai 1977
  • Gaun Hitam 1977
  • Duo Kribo 1977
  • Raja Dangdut 1978
  • Zaman Edan 1978
  • Kerinduan 1979
  • Puspa Indah Taman Hati 1979
  • Si Ayub dari Teluk Naga 1979
  • Milikku 1979
  • Cubit-Cubitan 1979
  • Kau dan Aku Sayang 1979
  • Camelia 1979
  • Busana dalam Mimpi 1980
  • Kembang Semusim 1980
  • Seputih Hatinya Semerah Bibirnya (1980)
  • Aduhai Manisnya 1980
  • Kembang Padang Kelabu 1980
  • Anak-Anak Tak Beribu 1980
  • Begadang Karena Penasaran (1980)
  • Aladin dan Lampu Wasiat 1980
  • Irama Cinta 1980
  • Bukan Impian Semusim 1981
  • Lima Sahabat 1981
  • Kereta Api Terakhir 1981
  • Merenda Hari Esok 1981
  • Orang-Orang Sinting 1981
  • Intan Mendulang Cinta 1981
  • Sundel Bolong (1981)
  • Buaya Putih 1982
  • Titian Serambut Dibelah Tujuh 1982
  • Anakku Terlibat 1983

Sunday, October 20, 2024

RAJAWALI DARI UTARA, MELACAK PEMBANTAI ANAK ISTERI


 BARRY PRIMA beraksi lagi sebagai pendekar dari zaman antah berantah. Kali ini sebagai Kidang Telangkas yang berjuluk Rajawali dari Utara. Tokoh rekaan cergamis Jan Mintaraga yang di gubah ke bentuk skenario oleh Suwito. 

Film Silat Produksi PT. Kanta Indah Film ini di sutradarai oleh SA Karim yang bekerjasama dengan kamerawan Ridwan Djunaidi dan Penata Kelahi Eddy S Jonathan.

Seperti biasa Barry di pertemukan dengan musuh bebuyutannya (dalam kebanyakan filmnya) Yoseph Hungan dan Rudy Wahab. Sedangkan sebagai pemeran utama wanitanya di pasang pemain yang belum terlalu terkenal. Melisa Hussein. Ikutan mendukung pula pemain-pemain langganan Kanta seperti Panji Dharma, Tanase dan Wingky Haroen. 

Serombongan pedagang di serang kawnan perampok. Bukan saja seluruh hartanya di rmpo, mereka pun di bantai dengan kejam. Lalu Nawangsih, putri pedagang itupun hendak di pekosa ramai-ramai. Mendadak muncul KIdang Telangkas yang membabat kawanan manusia jahat itu. Nawangsih yang telah menjadi yatim piatu ingin mengikuti pendekar penolongnya ini. Namun Kidang punya masalah pribadi. Maka iapun menitipkan gadis ini pada sahabatnya Ki Banterang. 

Bukan Saja menggembleng Nawangsih dengan ilmu silat, Ki Banterang juga mengungkapkan riwayat hidup Kidang telangkas. Bertahun-tahun lalu. Kidang hidup bahagia bersama anak istrinya. Sampai datang saudara seperguruannya, Kida Paksa. Dengan gembira Kidang menjamunya. Di luar dugaan Kida menyimpan itikad jahat. Sejak lama ia memang sirik karena cintanya tak terbalas oleh Ningrum yang memilih menjadi istri Kidang. 

Saat kidang diminta Pak Lurah untuk membebaskan seorang gadis desa yang di culik, Kida membantai anak dan istri Kidang. Ternyata kawanan penculik gadis itupun merupakan anak buah Kida Paksa. 

Dalam waktu singkat ceritanya Nawangsih telah menguasai ilmu silat. Iapun meninggalak pondok Ki Banterang, untuk ikut melacak jejak Kida Paksa. Justru tersiar berita yang menggegerkan tentang Kida Paksa yang melabrak perampok perampok. hal ini membuat Gandamana dari Perguruan Gilingwesi menjadi murka ia menyewa pendekar bayaran untuk mencari Kida Paksa yang dituduhnya pemalsu itu. Memang Kida Paksa asli yang bukan lain daripada guru Gandamana selama ini mendekam dalam goa rahasia di belakang Markas Gilingwesi. 

Lalu siapakah Kida paksa Palsu itu? Siapalagi kalau bukan Kidang telangkas yang ingin memancing keluar msuh besarnya itu. Pertemuan kembali Nawangsih dengan Kidang Telangkas sangat menggembirakan keduanya. 

Kidang diminta Lurah Damar untuk mengamankan desanya dari gangguan orang-orang Gilingwesi yang merajalela. Nawangsih ditugaskan memanggil gurunya untuk membantu perjuangan mereka. Malangnya Nawangsih yang kurang pengalaman  di culik oleh Gandamana. Sama seperti istri Kidang dulu, Nawangsih pun menjadi korban keganasan Kida Paksa. 

Kidang, Ki Banterang dan Lurah Darma yang memimpin penduduk desa menyerbu markas Gilingwesi. Gandamana dan orang-orangnya dibrantas, Kida Paksapun muncul dari persembunyiannya untuk berhadapan langsung dengan Kidang Telangkas.------

Sumber : MF No. 137/104 28 Sepember - 11 Oktober 1991