Monday, October 20, 2025

TUJUH CEWEK JAGOAN, GALAU PEPERANGAN DALAM BUMBU SYURR

 


TUJUH CEWEK JAGOAN, GALAU PEPERANGAN DALAM BUMBU SYURR.. (TUJUH WANITA DALAM TUGAS RAHASIA)

Pada masa awal kemerdekaan Republik ini pernah terjadi kekacau balauan. Pemerintah yang masih muda usia, bukan cuma menghadapi ancaman dari luar, yakni pihak Belanda yang ingin menjajah kembali tapi juga rongrongan dari gerombolan pengacau di dalam negeri sendiri. Antara lain tercatat dalam sejarah hitam adanya gerombolan D.I yang di pimpin oleh Kartosuwiryo yang menghantui wilayah Jawa Barat. 

Cerita film ini memang fiktif belaka, tapi setidaknya di buat berdasarkan latar belakang situasi kacau saat itu. Diperkirakan pada kurun waktu dipindahkannya (untuk sementara) ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta, muncullah gerombolan liar yang di pimpin tokoh frustasi Gozali. 

Dalam pada itu Letkol Dudung dari Brigade Tirtayasa bertekad mencegah masuknya kembali Belanda ke Pulau Jawa. Maka ia ingin lebih dulu menghancurkan instalasi minyak bumi yang dikelola BPM (Sebuah badan usaha milik Belanda) di Banten. Secara rahasia letkol Dudung menugasi satu tim Laskar Wanita (Laswi) dari Kesatuan Sandi Satu Pusaka Lima, menyusup ke daerah sasaran. 

Sebagai pemimpin diangkat Mayor Meity. Dibantu kakak beradik Tina dan Tini, serta empat anggota Laswi lainnya. Saat menyusuri pantai selatan Banten, memasuki rimba belukar dimuara sungai Cimandun tujuh, Laswi ini bentrok dengan gerombolan Gozali. 

Semuanya di tawan dan disiksa Gozali yang menduga mereka dikirim untuk menumpasnya. Untunglah, ada mantan serdadu Jepang, Yoshiro yang diam-diam membebaskan mereka. Dengan perangkap maut yang dipasangnya dalam hutan, satu persatu anak buah gerombolan berguguran. 

Paling akhir Gozali sendiri berduel satu lawan satu dengan Yoshiro. Kendati Gozali memiliki ilmbu kebal, namun Yoshiro punya cara khas untuk menumpasnya. 

Meity mengajak Yoshiro bergabung. Diluar dugaan Yoshiro menolak, bahkan ia memilih harakiri untuk menyusul semua rekannya yang telah gugur. Meity memimpin kawan-kawannya melanjutkan perjalanan untuk menuntaskan tugas rahasia mereka. 

Film aksi berlatar belakang pergolakan zaman bergerilya ini sebenarnya merupakan produksi tahun 1984. Saat itu nama Joice erna aktris terbaik FFI 77 dari film Suci Sang Primadona cukup populer. Begitu pula halnya dengan Dana Christina (Lima Cewek Jagoan), sedangkan Chintami (yang berperan sebagai adik Dana) baru mulai menanjak. Empat anggota Laswi lainnya diperankan oleh Yuli Soleh, Ita Nasution, Jeane Maramis dan Rosmiati (yang seusai suting di nikahi oleh sutradara Mardali Syarief).

Lawan mereka si gembong Gozali yang bertubuh kebal diperankan pemain antagonis Hendra Cipta sedangkan mantan Dai Nippon yang jago Samurai oleh Eddy Wardi. Diramaikan lagi oleh Dolly Martin, Sunjoto Adibroto, Ramli Ivar, Edwin Lerrick dan Anton Sumadi. 

Sebagai Sutradara sekaligus penulis cerita dan Skenarionya adalah Mardali Syarief cukup tampil menyuguhkan adegan-adegan keras dengan bumbu-bumbu syurr, terutama karena semua wanita ditampilkan dalam busana compang camping hingga memamerkan kemulusan kulit tubuh mereka. 

Produksi : PT. Virgo Putra Film 

Produser : Ferry Angriawan

Skenario, Sutradara : Mardali Syarief,

Kamerawan : Adi Mukti BCHK

Penata Musik : Areng Widodo

Editor : B. Benny MS

Para Pemain : Joice Erna, Dana Christina, Chintami Atmanegara, Hendra Cipta, Eddy Wardi, Yenny Farida Yuli Soleh, Ita Nasution, Rosmiati, Jeane Maramis, Edwin Lerrick, Sunjoto Adibroto. 



~sumber : MF~193/159/TH X 20 Nov-3 Des 1993c


Saturday, October 18, 2025

BUCE MALAWAU MUNCULKAN DJUNET ASLI DALAM FILM "TRAGEDI BINTARO"

 


Buce Malawau tampaknya tak meleset kalau di gelari pendeta. Pasalnya sutradara berpembawaan sederhana dan kalem ini punya sikap yang jelas terhadap film-film yang dibuatnya. "Saya memang selalu punya sasaran bahwa film-film yang saya buat targetnya adalah moral penonton," katanya. Itulah sebabnya, menurut Buce, ia tak mau menyajikan sesuatu yang terkesan berlebihan dalam film-filmnya. "Soalnya membuat film dan menyajikan sesuatu yang sederhana itu sulit, Tid"Saya ingin orak mudah", katanya lagi. 

Dan itulah yang di coba Buce dalam filmnya "Tragedi Bintaro". Film ini sasarannya jelas moral penonton. Itu makanya saya lebih menekankan pada problematiknya, bukan peristiwanya," katanya tentang film yang memang diangkat dari kisah nyata tersebut. Karenanya menurut Buce, ia lalu menghadirkan Djunet asli ke dalam film tersebut sebagai perwujudan tanggung jawab moralnya sebagai sutradara. "Saya ingin orang lebih yakin bahwa Djunet memang menderita. Saya tak mau orang-orang terpukau pada pemeran si Djunet saja,"katanya. 

Perihal tanggungjawab moral itu Buce agaknya memang berusaha untuk tetap konsisten. Dan itu dia lakukan pula ketika diminta Pemda Sumsesl untuk menuliskan skenario film "Si Pahit Lidah". Pokoknya sekalipun film tersebut berangkat dari legenda saya tak mau film itu lantas dipenuhi oleh hal-hal yang tidak logis," tuturnya tentang film Pemda itu. 

Buce memang tak tampak berlebihan dengan semua itu. Dalam Tragedi Bintaro, misalnya dia berhasil menyajikan sebuah film yang mampu menawarkan persoalan pada penontonnya, lebih dari sekedar mengangkat peristiwa dramatis kisah film itu sendiri. "Memang ada beberapa kelemahan di film itu, tapi tidak terlalu jelekkan?", ujarnya. 

Sementara itu Buce juga tengah memikirkan kelanjutan film "Tragedi Bintaro II" cuma lebih berfokus ke tokoh Ferry Octora dan Ferry Iskandar, dua penjual koran dalam Tragedi Bintaro I. 


*sumber MF 88/56/Tahun VI, 11 - 24 Nov 1989

~dan.... tak pernah ada film Tragedi Bintaro II ya hehe. ~

LIA CHAIDIR, PEMERAN FARIDA. AKTING DI RADIO LEBIH SULIT MESKI CUMA MUNCUL SUARA

 


Ingat Sandiwara Radio Serial Mak Lampir "Misteri Dari Gunung Merapi", pasti ingat dengan nama Lia Chaidir. Pemeran Farida ini sempat menimbulkan belas kasih diantara pendengar setia sandiwara tersebut karena nasibnya yang terus menerus sial. Tapi adakah Lia yang sehari-hari sama dengan Farida? Jelas tidak. Lia adalah sosok yang sehari-harinya dijalani dengan penuh suka cita. 

Dan kalau kemudian Lia tak ikut ketika sandiwara radio tersebut di filmkan, bukan berarti ia juga sedang sial. "Saya enggak tau tuh. Tapi saya dengar si suara saya masih di perlukan untuk film itu nanti," kata Lia di sela-sela suting film Tragedi Bintaro. 

Memulai karirnya ketika masih usia 16 tahun dan duduk di bangku SMA, Lia mengaku karirnya dimulai dari layar TV sebagai pengisi acara fragmen. "Tapi main film saya mulai tahun 1973 ketika diajak ikut dalam pembuatan film "SYAMTIDAR" tuturnya. Dari sanalah ia kemudian menekuni dunia akting dengan membuka sanggar teater dan aktif mengisi acara drama di TVRI. "Sudah puluhan drama TVRI ia ikut membintanginya, tapi kalau film hingga film Tragedi Bintaro baru sekitar 10 filman. 

Di film "Miseri Gunung Merapi" Lia toh tak merasa kecewa. "Saya malah ikut bangga karena sandiwara radio itu di filmkannya" , katanya.Tapi dalam film terakhir yaitu Tragedi Bintaro Lia merasa yakin targetnya untuk bermain bagus dengan menghayati peran yang di berikan padanya juga terpenuhi. "Di film ini saya betul-betul ingin tampil semaksimal mungkin. Caranya, ya ngobrol dengan Ibu Djunet dan si Djunetnya sendiri, " katanya. 

Dan memang bagi Lia ada sesuatu yang mendukungnya hingga bisa intens menggeluti seni peran. 


OBITUARI WIM UMBOH SANG PELOPOR CINEMASCOPE

 


OBITUARI WIM UMBOH SANG PELOPOR CINEMASCOPE 

Salah satu sutradara besar film Indonesia, William Umboh Achmad Salim, atau Wim Umboh telah pergi pada 24 Januari 1996 di RS Husada Jakarta sekitar pukul 04.45 WIB. Langit Jakarta yang mendung sejak pagi, seolah memayungi kepergian sang pembaharu, pelopor pertama film CINEMASCOPE dan juga laki-laki yang di kenal sebagai Workalcholik itu tetirah panjang di TPU Jeruk Purut Jakarta Selatan. 

Puluhan insan perfilman hadir di pekuburan seperti Slamet Rahardjo, Amoroso Katamsi, Turino Djunaedi, Sophan Sophiaan, Chaerul Umam, Rano Karno, Idris Sardi, Rosihan Anwar, Rima Melati, Widyawati, Marini dan juga Wakil Ketua DPR/MPR Suryadi dan Mantan Wakil Perdana Menteri/Dubes RI Di Vietnam Hardi, SH. 

Almarhum meninggal dunia setelah menderita komplikasi diabetes dan sempat dirawat di rumah sakit sejak hari pertama puasa "Habis sahur, kita bermaksud tidur, tapi Oom Wim (Sapaan akrab istri pada Wim Umboh) gelisah terus. Saya tanya, tetapi dia bilang cuma sakit di dada. Saya selimuti, kepalanya terasa panas, tetapi sewaktu tangannya saya sentuh, rasanya dingin sekali. Disitu saya sudah curiga..." kata Ny. Inne Emina Chomid, istri ketiga almarhum yang dinikahinya tahun 1984. 

Sebelumnya kata Inne, Oom Wim sempat dibawa ke rumah sakit Cinere. Dari sni karena kondisinya makin lemah, Wim Umboh di bawa ke RS Husada untuk dirawat oleh dokter tetapnya, "Semula ia menolak untuk dirawat, karena trauma dengan rumah sakit, tapi karena saya memaksanya akhirnya ia menuruti saran saya. 

"Di ungkapkan semangat kerja almarhum sangatlah besar. Dalam kondisi lemah dan saki, dia selalu berusaha mengerjakan tugas-tugasnya terutama dalam menggarap film. 

Ketua organisasi Karyawan Film dan Televisi (KFT) Slamet Rahardjo ketika memberi sambutan pada pemakaman Wim Umboh, mengatakan dengan tegas "Tanpa keterlibatan almarhum, dunia film Indonesia bukanlah apa-apa".

"Lebih dari semua itu, yang patut di kenang dari Wim adalah kemampuan editingnya. Secara awam dapat dikatakan bahwa tangan Wim periode tahunan dalam lakon bisa menjadi sejam dua jam dan berjalan mulus di dalam film. Tangannya seperti mempunyai mata sendiri ketika bekerja di meja editing. Satu lagi, barangkali, dia satu-satunya sutradara  yang hapal seluruh dialog, sehingga waktu dubbing, dia bisa memandu kalimat para pengisi acara," kata Teguh Karya. 

"Dia banyak memberi pembaruan bagi perfilman Indonesia seperti melakukan pengambilan lokasi suting ke luar negeri. Jadi sutradara pertama yang menggunakan kamera Panavision, film berwarna, film 70 mm. Karena kreativitasny jugalah, tahun 70an apresiasi masyarakat terhadap film nasional tinggi, " kata Sophan Sophiaan, sutradara yang juga anggota DPR/MPR

"Bagi saya kesannya yang paling manis adalah, Tuham menjodohkan saya melalui tangan Oom Wim . Saya pertama kali bertemu Widyawati dalam film Pengantin Remaja, dan rupanya lewat film itu kami akhirnya sepakat untuk melangsungkan pernikahan," lanjutnya. 

Kesan yang juga sangat kuat melekat pada diri Wim Umboh kata Sophan, adalah egoismenya yang tinggi. Wim adalah seorang yang teguh dalam memegang sikap-sikapnya. Tetapi menurutnya itulah usahanya dalam mempertaruhkan kehidupan perfilman nasional. 

Wim Umboh lahir di Watuliney, Sulawesi Utara pada 26 Maret 1933. Sejak usia tujuh tahun sudah ditinggal ibunya. Setahun kemudian sang ayahpun berpulang ke rahmatullah sehingga Wim kecil pun yatim piatu. Sepeninggal kedua orangtuanya, Wim diangkat anak oleh dr Liem. Dokter ini jugalah yang menyekolahkan hingga Wim Umboh bisa mandiri. 

Tahun 1955 ia menikah dengan RO Unarsih Sastrawiata dan menghasilkan anak perempuan bernama Lisa Maria. Bercerai tahun 1957 Wim menikah untuk kedua kalinya dengan Paula Rumkoy (1974) dan pada Oktober 1982 mereka bercerai kemudian Wim Umboh nikah lagi dengan Inne Ermina Chomid dua taun kemudian. Dan memiliki anak laki-laki William Umboh Ikhsan Salim. 

Di tengah pembuatan film Pengemis dan Tukang Becak di Solo, 26 Desember 1978 Wim Umboh terkapar pingsan. Dalam keadaan koma ia diterbangkan ke Jakarta, masuk RS Husada dan memperoleh perawatan intensif. Namun seperti dikatakannya, Nasib manusia merupakan rahasia Tuhan. Sesudah mengalami koma selama sepuluh hari ia "sembuh" dan ketika tampil keatas panggung untuk menerima Piala Citra kategori penyunting gambar dalam penyelenggaraan FFI 1979 di Palembang, ia berjalan tertatih-tatih, Hadirin yang menyaksikannya bergetar kagum. 

Usai FFI 1979 kita seperti kehilangan Wim Umboh. uaranya yang mengguntur senyap. Tahun-tahun tanpa karyanya. Namun dasar Wim, manusia gila kerja, dalam sakitnya ia tetap berkarya. "Ini soal semangat. Saya jadi akan semakin sulit kalau tidak kerja," ungkapnya. Disaat kesehatannya belum pulih benar, ia merampungkan tiga film. Putri Seorang Jendral, Secawan Anggur Kebimbangan dan Serpihan Mutiara retak. Seperti kesaksian Sophan Sophiaan, sementara kerja Wim Umboh memang luar biasa sekali. Dalam kondisi sakit, tanpa mengenal lelah, ia tetap bekerja. 


~sumber : MF~

Friday, October 17, 2025

WILLY WILLYANTO, MEMBUJUK PELAJAR SMA BERBUGIL RIA



WILLY WILLYANTO, MEMBUJUK PELAJAR SMA BERBUGIL RIA. Di dalam organisasi Karyawan Film & Televisi (KFT) tercatat sekitar 100 orang dengan status sutradara. Terdapat diantaranya nama Willy Willyanto, orang yang bertubuh tinggi besar dan berambut kribo ini tergolong sutradara senior. Sebab sejak film Indonesia masih hitam putih, ia telah banyak menyutradarai film cerita "Bengawan Solo", (Hitam Putih) adalah karyanya. Menurut pengakuannya, ia telah menggarap lebih dari 30 judul film cerita. Film terbarunya adalah " Laura Tarzan Wanita". (ganti judul jadi Laura Si Tarzan).

Walau Willy tergolong senior, namun sikap senioritasnya masih selalu saja di pertanyakan. Film-filmnya cenderung 'murahan'. Selalu identik dengan s e k s . Dan nampaknya, ia memang tak ingin menjadikan dirinya sebagai seorang sutradara yang di hormati lewat karyanya. 

Dari kalangan orang film, khususnya dari kelompok sutradara, Willy sering di sindir sebagai sutradara yang tidak mempunyai acuan pada nilai moral. Karya-karyanya di cap mencemari nama baik profesi sutradara film Indonesia. 

Teguran dan peringatan keras dari induk oraganisasinya, KFT tidak pernah di gubris. Oleh karenanya Willy pernah di skorsing satu setengah tahun. Willy tidak boleh menyutradarai film apapun. "Sekarang saya sudah lepas dai pidana itu!" katanya dengan nada tak menyesal. 

Anggapan tau penilaian masyarakat bahwa Willy termasuk sutradara yang banyak membuat film panas, mengeksloitasi s e k s tak dibantahnya. Namun begitu ia tetap membela diri, kalau karya-karyanya dianggap keterlaluan "Buktinya, tak ada stupun film saya yang sampai di gudangkan di Badan Sensor Film (BSF). Semua film saya lulus sensor. Sebab dalam membuat film saya pun pakai otak!", tegasnya bersemangat. 

Tuduhan lain yang gencar di alamatkan kepadanya, sering i amenyuru pemain khususnya figuran untuk ber te lan jang bulat di depan juru kamera, melakukan adegan-adegan s e k s. Mengomentari tuduhan yagn satu ini, ia tidak begitu tegas. Kadang-kadang, " kata Willy orang itu sering nambah-nambahin omongannya. 

"Kalaupun ada adegan yagn kata orang keterlaluan, dalam pengambilan gambar, saya tidak membawa semua gerbong. Artinya, saya tidak membawa semua karyawan, dan tentu saja, tidak di tempat yang terbuka, " katanya membela diri. 

Pengakuan Willy itu agaknya dibantah oleh pengakuan  Dian, Dona dan beberapa figuran lain dalam film terbarunya. Kata Dian ia sempat berbugil ria dilihat orang banyak pada adegan mandi. "Semula, saya nggak mau, untuk memainkan adegan itu, Karena di bujuk terus, apaboleh buat, " jelas gadis manis yang masih sekolah di salah satu SMA di Jakarta Pusat itu. 

Menurut Dian pula, memang ada sekitar 5-6 orang yang harus mandi ramai-ramai. Namanya juga suku ang masih primitif mandinya jelas nggak di kamar mandi tapi di kali, dialam terbuka. 

"Orang boleh bilang apa saja terhadap diri saya. Namun yang jelas, saya ini masih di butuhkan produser. Buktinya meski saya eks 'terpidana' tak langsung nganggur terus, biasnaya kalau orang itu habis terpidana ia di jauhi orang ain. Saya tidak, dua tawaran sekaligus di berikan kepada saya. Bagi saya, ini merupakan suatu kebanggaan!.


~sumber : MF 082/50 th V, 19 Agustus - 1 September 1988.

BIDADARI BERAMBUT EMAS


BIDADARI BERAMBUT EMAS

SUSAN MORGAN telah menyandang gelar juara karate dunia enam kali berturut-turut. Ia adalah seorang wanita muda yang memiliki segalanya, cantik, berambut pirang keemasan, kaya dan kehidupan rumah tangganya bahagia. 

Suaminya tercinta, Sonny seorang bintang sepak bola yang menjadi pujaan masyarakat luas. Sayangnya kebahagiaan pasangan ini akhirnya diguncang prahara. Malapetaka datang ketika Sonny kembali dari Amerika, setelah mempertahankan mahkota kejuaraan. Sekelompok bandit internasional dengan licik menaruh tas berisi berlian diantara tas-tas milik Susan dan Sonny. 

Malamnya, bandit-bandit itu mendatangi rumah Susan untuk mengambil berlian tersebut. Karena tidak menemukan, bandit-bandit itu menyiksa Susan dan Sonny. Kaki Sonny yang selalu mencetak gol dihancurkan. dan bandit itu datang berulang kali secara misterius dan selalu menteror keluarga Susan  sampai suatu saat Sonny terbunuh. 

Sebenarnya, tanpa sepengetahuan Susan, Sonny telah menyembunyikan permata tersebut, dengan maksud untuk membantu warga desanya yang miskin, Malang baginya, Ia harus membayar teramat mahal, dengan nyawanya sendiri. Dengan terbunuhnya Sonny, penderitaan Susan makin lengkap. 

Dengan memendam dendam dan amarah, Susan memburu bandit-bandit tersebut dengan caranya sendiri. Bersamaan dengan upaya Susan, polisipun melacak membantunya. Dan akhirnya, bandit-bandit internasional itu berhasil di tumpasnya. 

Sekelumit cerita tersebut dalam film Bidadari Berambut Emas yang dibintangi Cindy Rothrock sebagai Susan Morgan, bintang bule yang tidak asing lagi bagi penggemar film Indonesia, Produksi PT. Rapi Film dengan produser Gope T Samtani. Selain CIndy, ada 4 pemain bule lain yang juga jago main film laga, Billy Drago, lalu bintang Indonesia seperti Frans Tumbuan, George Rudy dan Bella Esperance. Sutradara Ackyl Anwari. 

Sebagai film laga, film ini memang begitu banyak menampilkan adegan berbahaya, namun yang diandalkan bukan adegan-adegan perkelahiannya yang membabibuta atau sekedar kebut-kebutan di jalan raya, yang bisa saja dinilai mempunyai dampak negatif. Melainkan tetap mengandalkan suguhan nilai seni.


#bidadariberambutemas

#filmIndonesia, #filmjadul 

Wednesday, October 15, 2025

SUTING : TERANG BULAN DI TENGAH HARI, SKENARIO TERAKHIR SYUMANDJAYA, FILM BERTEMA KEHIDUPAN PERAGAWATI


TERANG BULAN DI TENGAH HARI, SKENARIO TERAKHIR SYUMANDJAYA, FILM BERTEMA KEHIDUPAN PERAGAWATI

 Oh... Peragawati... ada yang tahu penggalan lagu dari Bill & Brod yang berjudul Peragawati? Sosok Peragawati kini sudah tidak populer lagi di jaman sekarang. Lebih simpel di gunakan kata 'Model' mengikuti perkembangaan jaman. 

Sebuah Hall dalam gedung Patra jasa malam itu menjadi sebuah ruang 'fashion show'. Pada salah satu sisi ruang itu, dibangun 'stage' dengan bentuk huruf T yang dihiasi dengan lampu-lampu kelap-kelip yang ratusan jumlahnya. Baik pada dinding 'stage' maupun dinding pada sisi-sisi lain ruang itu, di penuhi dengan nama-nama perusahaan yang mensponsori acara 'fashion show' itu. Di depan maupun id kanan kiri stage dipenuhi dengan berpuluh pasang meja kursi yang semuanya diisi oleh tamu-tamu dengan pakaian lengkap menyaksikan acara itu. 

Kemudian dari balik dinding stage muncullah Sora seorang peragawati yang di perankan oleh Zoraya Perucha diiringi 2 peragawati lainnya, sedang berlenggak lenggok mengikuti irama musik move kearah kamera, memperagakan pakaian yang dikenakan mereka sampai menengok kiri-kanan dan melempar senyum ke arah tamu-tamu didalam ruang itu. 

'Okey ganti kostum" teriak Chaerul Umam yang menyutradarai film ini, setelah 'take' untuk adegan diatas. Maka Ucha dan 2 pengiringnya segera ke ruang ganti untuk meyiapkan kostum 'scene' yang lain. 

Pada saat sebelumnya, masih pada ruang yang sama api stage dengan dekorasi yang lain, ada sepuluh peragawati yang memperagakan pakaian yang direkam oleh pita selluloid untuk keperluan film "Terang Bulan Di Tengah Hari". Dengan penata fotografi atau juru kamera Tantra Suryadi. Satu diantara 10 Peragawati itu diperankan oleh Yatty Surachman. 

Setelah dilaksanakan 'master shot' suting diatas, segera diambil beberapa 'cover shot' dari beberapa sudut pandang kamera sebagai 'point of view' para tamu. Kemudian diambil pula beberapa 'inset' dari tamu-tamu sebagai reaksi dari adegan-adegan diatas. 

"Film ini memang menceritakan tentang kehidupan peragawati dengan skenario dibuat Syumanjaya", tutur Chaerul Umam, sutradara yang memimpin suting pembuatan film ini. 

"Mas Syuman menulis cerita film ini setelah menulis "Opera Jakarta", namun baru Opera Jakarta yang di filmkan oleh beliau (sebelum meninggal saat proses Opera Jakarta). Cerita Terang Bulan di Tengah Hari ini skenarionya beberapa perubahan oleh Chaerul Umam sebelum mulai suting. Skenario ini merupakan haril kerjasama Syumanjaya dan Chaerul Umam", tutur Zoraya Perucha mantan istri Syumanjaya, sekaligus sebagai pemeran utama wanita dalam film tersebut sekaligus sebagai produser PT Rembulan Semesta Film yang memproduksi film ini. 

Selanjutnya, Perucha mengatakan bahwa film yang menceritakan tentang  kehidupan peragawati sepenuhnya, yang baik maupun yang buruk sebagaimana kehidupan manusia lain pada umumnya ini, menghabiska budget diatas budget pembuatan biasa pada umumnya. Dengan memakan waktu suting lebih dari empat bulan serta memakan waktu lebih dari 70 lokasi suting. Standar pembuatan film pada umumnya memakai antara 20-30 lokasi. Lokasi-lokasi tersebut diantaranya Jakarta, Semarang, Yogyakarta dan Pemalang. Pemain-pemain yang mendukung film ini selain Zoraya Perucha sendiri sebagai pemeran utama wanita, Slamet Rahardjo, Yatty Surachman, Cok Simbara, Sys NS, juga didukung oleh Bob Sadino dan Herman Sarens Sudiro sebagai pengusaha yang ikut berpartisipasi mendukung film ini. 

Biaya keperluan artistik film ini memang glamour menghabiskan hampir Rp. 100 juta, namun sebagian dibantu oleh para sponsor yang ikut berpartisipasi, kata Berthy Ibrahim Lindya penata artistik atau Art Director film ini. Setelah suting, film ini disunting oleh editor Elfenfy Dhoytha, kemudian musiknya diisi oleh Dodo Zakaria dan selain Sutradara Chaerul Umam juga dibantu asisten sutradara Ucik Supra. 

Tuesday, October 14, 2025

MBAK PUR, SEKSI REPOTNYA LOSMEN SRIKANDI


 MBAK PUR, SEKSI REPOTNYA LOSMEN SRIKANDI, NASIBNYA PALING MEMELAS!

Itulah Mbak Pur Seksi 'repot' Losmen Srikandi. Dialah sosok gadis jawa yang sabar, rajin, suka mengalah dan selalu nrimo. Semua tugasnya dilakukannya dengan baik, tanpa banyak mulut dari soal cuci sayuran, memasak sampai menghidangkannya sudah jadi urusannya. Rasa kasihan kita bisa bertambah lagi manakala mbak Pur ternyata perawan tua. Begitulah kesan yang sering tercuat kala kita nonton drama seri Losmen di TVRI. 

Nasib 'sulit ketemu jodoh' buat mbak Pur rasanya nyaris tak pernah berakhir, Setiap kali laki-laki mendekat untuk meminang setiap kali pula gagal. Paling-paling cuma kepedihan yang tinggal. Begitulah nasib mbak Pur. Kasihan memang. Itulah sebabnya ia cuma bisa menangis manakala menyaksikan anak di bawah usianya tengah bercinta. Inilah pukulan batin buat perawan tua seperti mbak Pur yang datang bertubi-tubi nyaris tak pernah terhenti. 

Dan begitu pulalah yang tercuat dalam film "Penginapan Bu Broto". Di film itulah teror batin mbak Pur seperti tak habis-habisnya. Setiap laki-laki entah itu jaka atau duda tak pernah kesampaian meminang mbak Pur. Kendati sebelumnya mereka naksir berat. 

Lucunya pula, tak sedikit fans mbak Pur yang tetap memperlakukannya sebagai perawan tua. Beberapa kali ia di goda, di suitin malah ada om-om yang berani nekat naksir terang-terangan. Tapi kita kelira, Nasib Mbak Pur yang asli alias Ida Leman tak sejelek itu. Karena mbak Pur sudah bersuamikan Irwinsyah, seksi pengarah acara TVRI Pusat Jakarta. Jikapun mbak pur sering menjadi tumpahan rasa kasihan banyak orang, ini lantara keberhasilannya dalam berakting dibawah arahan Tatiek Maliyati dan Wahyu Sihombing. 


~Ria Film~