|
Tanjung Layar |
Empat tahun yang lalu tepatnya tahun 2012 penulis pernah
mengunjungi desa Sawarna salah satu hidden paradise yang cukup membuat
penasaran kala itu. Namun kali ini penulis kembali lagi ke desa Sawarna setelah
4 tahun berlalu.
Desa Sawarna merupakan salah satu tujuan wisata yang sudah
bergeliat, berbeda dengan 4 tahun lalu kala pertama kali penulis ke Desa
Sawarna, kali ini penulis pun kembali untuk mengunjungi Sawarna dengan segala
perubahannya. Perubahan drastis yang terasa adalah Jembatan masuk menuju Ciantir
yang dulu masih dengan jembatan sederhana kini sudah dibuat bagus dan di semen.
Juga terdapat dua pintu keluar yang berbeda dengan jembatannya yang sudah
kokoh. Penginapan yang sudah mulai menjamur tidak seperti jaman dulu, juga
hadirnya minimarket di dekat jembatan masuk wilayah Ciantir yang dulu merupakan
tempat parkir mobil kini sudah di sulap menjadi minimarket yang berdiri disana.
Artinya roda ekonomi yang bergeliat sekali sejak Sawarna disebut-sebut sebagai
‘hidden paradise’ yang kini kian di kenal. Juga di Pantai Tanjung Layar sudah
terdapat tulisan besar warna Merah hasil kerjasama dengan Bank BRI, menambah
kokohnya pariwisata Sawarna.
|
Sunrise di Lagoon Pari |
|
The Icon of Sawarna |
Akses menuju Sawarna yang makin enak untuk dilalui.
Perjalanan dari Bekasi menuju Sawarna kali ini sebenarnya tanpa rencana matang
namun langsung cus saja, bertiga teman menuju sawarna. Perjalanan lumayan
panjang karena mengambil waktu weekend yang cukup membuat terkuras tenaga
karena macetnya perjalanan , via Bogor kemudian lanjut Sukabumi hingga
pelabuhan Ratu dan menuju Sawarna. Well singkat cerita perjalanan ditempuh
hamper 8 jam dengan hanya berhenti untuk sekedar makan siang dijalan. Karena
perjalanan tak direncanakan kali ini agak kebingungan karena sebelumnya di
tahun 2012 ikut dengan travel tour namun kali ini sedikit berbeda. Sampai desa
sawarna sudah kelewat magrib dengan kondisi hujan walau tidak terlalu lebat.
Tiba di parkiran , speak speak sejenak dengan tukang ojek
setempat untuk ditunjukan homestay untuk menginap, sekaligus negosiasi dengan
ojek untuk esok hari menyewa mereka untuk diantar ke spot-spot yang kami
inginkan. Perjalanan kali ini penulis beserta teman-teman ingin mengabadikan
sunrise dan sunset di sawarna. Pilihan kali ini adalah Sunrise di seputar
Lagoon Pari dan sunsetnya di Tanjung Layar yang merupakan ikon Sawarna. Setelah
negosiasi dengan penawaran awal 200rb perkepala per ojek, kami negosiasi hingga
disepakati harga 100rb perkepala. Akhirnya karena kondisi hujan, malamnya kami
manfaatkan untuk istirahat di homestay hingga subuh hari kami di jemput oleh
tukang ojek. Setelah menunaikan sholat subuh kami diantar ke spot sunrise.
Sebelumnya di tahun 2012 penulis juga pernah ke spot yang akan kami tuju
bedanya saat itu jalan kaki dan kondisi jalanan sudah agak siang. Namun kali
ini kami diantar dengan ojek yang kondisi jalanannya gelap, beberapa jalan
sempit karena merupakan jalan setapak, licin dan gelap karena habis hujan.
Agak stress saat naik ojek karena jalannya lumayan kenceng
dan sedikit takut jatuh, beberapa kali harus menahan nafas dan tutup mata
menghindari takut, hingga akhirnya sampai di lokasi. Persiapan untuk
mengabadikan moment sunrise, tripod dan segala macamnya pun sudah siap. Jepret
sana jepret sini, walau agak sedikit kecewa karena pagi ini mataharinya dan
awannya kurang begitu wow, agaknya kami memang kurang beruntung. Selesai
sunrise kami minta diantar ke Tanjung layar untuk sekedar melihat kondisinya untuk
kemudian diantar kembali ke homestay untuk istirahat.
Sekitar setengah 4 sore kami bertiga sudah di jemput oleh
ojek untuk diantar ke Tanjung Layar, menikmati dan mengabadikan sunset hingga
kemudian kami diantar kembali ke parkiran untuk kemudian pulang menuju Jakarta.
Ada sedikit cerita ketika kami harus pulang ke Jakarta,
sebulan sebelumnya dengan tujuan yang sama penulis ke Sawarna walau tidak
beruntung karena tidak dapat sunrise dan sunset, pulangnya mengandalkan
aplikasi Waze dan di tuntun untuk melewati jalan Cikidang. Wow kalian tahu, ada
cerita dibalik apa tentang Cikidang. Sebenarnya sih awalnya penulis nothing to
loose dan memang baru pertama kali lewat jalanan CIkidang yang sangat sangat
sepi, hanya berdua, mengandalkan Waze. Pada awalnya kami tidak merasa takut
hanya merasa aneh karena jalanan begitu sepi tanpa ada lalu lalang kendaraan. Hingga
akhirnya mampir di Indomaret. Dan…… ini yang kemudian membuat hati kami merasa
was was, begitu parkir di Indomaret langsung di samperin sama tukang parkir,
menanyakan tujuannya kemana, setelah kami kasih tahu akan ke Jakarta, keluarlah
cerita kalau jalanan tersebut banyak rampok, begal pokoknya jangan lebih dari
jam 9 malam katanya. Haha takuuuuuuuuut….. , masuk ke Indomaret ceritanya pun
sama, kasir Indomaret bilang kalau dibawah jam 9 masih aman, tapi setelahnya
harus hati-hati. Waduh sudah terlanjur basah, akhirnya tetap melanjutkan
perjalanan dan alhamdulillah aman walopun takut hehe. Jadi yang belum hafal mending
lewat sukabumi jangan melewati Cikidang haha.
Nah berikut hasil fotonya. Temui saya di Instagram :
@totoandromeda dan @totoandromeda.journal
di follow ya…
|
Sunrise di Lagoon Pari |
|
Motion |
|
The Icon of Sawarna |
|
The Landscaper |
|
Batu icon dari Sawarna |
|
Sunset di Sawarna |