Thursday, November 27, 2025

ANAS ROIZAEN, MURID MANTILI


INILAH PEMERAN MURID MANTILI YANG BERSAMA GARNIS DALAM SAUR SEPUH 4. ANAS ROIZAEN, Pada jaman Sultan Agung dan Diponegoro  para pendekar bergabung menentang kolonial, para empu menciptakan ajang di Timur Tengah untuk menyalurkan para pendekar modern dengan senjata otomatisnya. Para pendekar di jaman kerajaan dulu , telah mewarisi sisa-sisa kepatriotan dan budaya. Silat adalah salah satu warisan budaya yang terus berkembang menjadi seni olahraga bela diri. Pendekar-pendekar silat tidak sedikit yang berangkat ke medan laga untuk menyalurkan lewat dunia film, Anas Roizaen adalah salah satu diantaranya. Pria asal Tegal ini berniat berlaga di film. Di Tegal, ia aktif di organisasi film club, selepas SMA dalam masa-masa pencarian jati dirinya ia sempat nongkron di IAIN Sunan Gunung Jati Cirebon, itu terjadi pada tahun 1987, pada tahun yagn sama pula ia lari dari Sunan Gunung Jati dan mengeram di Pondok Pesantren Kadu Sumur Banten. Akan tetapi tidak lama kemudian kembali lagi ke Tegal dan memperkuat perguruan Silat Trenggani yang di pimpin oleh Benhur. 

Benhur sangat percaya pada bakat anaknya, maka Anas panggilan akrab yang bernama lengkap Mokhamad Nasucha bin Zaenudin Benhur ditugasi menjadi instruktur di perguruan Trenggani. 

Pertama kali bertemu dengan Ki Dalang Imam Tantowi pada acara Film Club di Jakarta. Pada tahun 1989 ia langsung bergabung dalam film "Pancasona" kemudian disusul dengan "Ajian Nyimas Gandasari" "Pertarungan" , "Saur Sepuh III dan berlaga di Saur Sepuh IV. Sampai dengan film kelima tersebut ia belum pernah mendapat kesempata untuk memegang peran utama , kecuali peran peran pembantu. 

Sesuai dengan nama aslinya Nasucha, ia tidak mau meninggalkan sholatnya dan dimana ada kesempatan ia selalu berusaha untuk membaca kitab suci Al Quran baik itu dirumah , masjid maupun di lokasi suting. Ia pernah mengalami kecelakaan kecil di lokasi suting, justru ketika ia hendak menjalani ibadah sholat. Di waktu subuh, ia terpeleset dan masuk kolam comberan, untung ada yang menolong sehingga ia cuma pingsan. Mungkin pagi itu masi cukup gelap sementara kabut menghalangi pemandangan di Sukabumi, sehingga ia tidak bisa melihat daerah yang rawan. Kali ini si jago silat tak bisa berkutik menghadapi comberan. 

"Ya jika mungkin saya ingin menjadi instruktur" tuturnya malu-malu . Anas setiap usai subuhan ia langsung berlatih silat secara rutin serutin sholat itu sendiri. "Menurut saya pesilat jika menjadi instruktur justru akan semakin maju, karena disana mau tidak mau dia dituntut mengembangkan jurus-jurus baru seperti layaknya kerja seorang koreografer", jelas Imam Tantowi. Barangkali itulah yang embuat ia semakin bergairah. 

~MF 120/88 Tahun VII 2 -15 Feb 1991

No comments:

Post a Comment