Saturday, September 7, 2024

BRAM ADRIANTO, PEMERAN LETKOL UNTUK DALAM PENGKHIANATAN G 30 S PKI

 


BRAM ADRIANTO, adalah salah seorang yang mendukung film "Pengkhianatan G 30 S PKI" yang berperan sebagai Letjen Kolonel Untung , salah seorang penggerak dari pengkhianatan tersebut. 

Bukan sebuah peran yang mudah, tetapi Arifin C Noer, sang sutradara mempercayakan peran ini pada Bram. Bagaimana suka dan dukanya membintangi film tersebut, Bram Adrianto memberikan kesan pada Ria Film. 

"Orang lain bilang tidak perlu, tetapi saya merasa perlu melakukan observasi", bilang Bram yang berbadan tegap. Hal ini dikatakan sehubungan dengan banyak pendapat tentang perlu atau tidaknya melakukan pengamatan terhadap suatu peran. Lebih-lebih perannya sebagai Letkol Untung yang orangnya sudah tidak ada. Bagaimana cara Bram melakukan observasi terhadap peran ini tentu lebih sulit daripada ia berperan sebagai sopir taxi. Tetapi banyak jalan terbuka dan Bram melakukan dengan seksama. "Antara lain saya mendatangi museum sejarah ABRI. disana saya banyak tanya tentang pakaian atau tanda pangkat yang di pakai saat itu. Saya juga menghubungi bekas resimen Tjakrabirawa. Jadi saya tahu pakaiannya secara otentik. Menurutnya observasi semacam ini belum pernah di lakukan. Bram termasuk pemain dalam bayak film tapi  pengamatannya peran kali ini di lakukan secara khusus. 

Di akui, porsi perannya melebihi dari yang pernah di terima sebelumnya. Sehingga tidak jarang Bram mendiskusikan dengan pemain lain, atau pun rekan-rekannya. "Siapa sebenarnya pemeran utaman?", pertanyaan ini yang sering di lontarkan. Menurutnya posisi peran Letkol Untung di dalam film Pengkhianatan G 30 S PKI cenderung sebagai tokoh utama. Pada akhirnya Bram tidak mendapat jawaban yang pasti. Namun begitu, ia sangat bangga bahwa perannya kali ini betul-betul menjadi perhatian. Lebih-lebih banyak pendapat yang menyebutkan betama Bram Adrianto berkesempatan main dengan baik. Arifin C Noer seperti memberi kesempatan yang besar, sementara tokoh yang lain muncul dalam jalur yang semestinya. Ini pula yang memunculkan pertanyaan siapa sebenarnya peran utama. 

"Pengkhianatan G 30 S PKI dulunya berjudul S.O.B singkatan dari Sejarah Orde Baru. Dibuat dalam waktu cukup lama, sekitar dua tahun dengan biaya yang besar pula. Konon kabarnya Pusat Produksi Film Negara (PPFN) mengeluarkan biaya lebih dari setengah milyar rupiah. Berarti jumlah biaya yang sekian kali lipat dari biaya sebuah film biasa. Sekarang ini, sebuah drama sederhana bisa dibuat dengan biaya 150 juta rupiah. Bahkan ada pembuat film yang berani memproduksi di bawah jumlah biaya tersebut. 

Sejak tahun 1982 dimana karya Arifin C Noer sebelumnya (Serangan Fajar) mendapat Piala Citra pada FFI '82 di Jakarta, baru kali ini karyanya di lombakan lagi pada Festival Film Indonesia t984 di Jogya. Suara-suara menyebutkan "Pengkhianatan G 30 S PKI" merupakan film yang merajai festival. Tapi Bram Adrianto justru merasa gelisah. Begitu banyak yang memuji permaiannya sebagai kolonel untung tetapi mungkinkah ia bisa menerima piala Citra.

"Untung ini orang jahat bung, Kata Bram tentang perannya. Mungkinkah juri mau menilai tokoh antagonis?


Sumber : Ria Film No. 548 tanggal 31  Oktober sd 6 Nopember 1984

SUTING FILM SAUR SEPUH DI WAY KAMBAS, LAMPUNG TENGAH, MALAM TERAKHIR KABEL DI PUTUS GAJAH LIAR

 



Pertengahan Juli lalu, Majalah film bersama 20 wartawan film ibukota, selama tiga hari mengikuti Imam Tantowi ke Pusat Latihan Gajah (PLG), Karangsari, Way Kambas, Lampung Tengah, Tantowi, Sutradara film aksi itu memang sedang merampungkan pembuatan film kolosalnya: "Saur Sepuh, Satria Madangkara" di daerah yang penduduknya mayoritas suku Jawa itu. 

Disertai puluhan kru dan para pemainnya seperti Elly Ermawaty, Anneke Putri, Fendy Pradana, Lamting, Hengky Tornando, Atut Agustinanto, Atin Martino dan lain-lain, Tantowi berbaur dengan puluhan figuran yang diambilnyadari penduduk setempat plus gajah-gajah yagn mulai jinak di PLG itu. "Ini suting terakhir Saur Sepuh yang mengambil adegan peperangan antara pasukan Majapahit yang menunggang Gajah dengan pasukan kerajaan Pamotan, "Ujar Tantowi.

Dan Adegan itulah yang selama tigah hari, dari pagi hingga malam, di sut kameramen Herman Soesilo di Way Kambas. Ada temboktinggi kerajaan Majapahit yang panjangnya 26 meter dan tingginya 8 meter, terbuat dari lukisan triplek, Lalu ada belasan ekor kuda dan lima ekor gajah serta puluhan figuran. 

Mengambil adegan yang serba kolosal itu, tak urung Tantowi naik pitam, Betapa tidak, puluhan orang di harapkannya menuruti komandonya. Tapi dasar para figuran itu awam terhadap dunia film, begitu tantowi teriak "CUT" mereka masih saja berkelahi dengan pasangannya. Atau belum lagi Tantowi teriak "ACTION!", mereka sudah mendahului berakting. Tak heran kalau Tantowi sambil melap keningnya yang penuh keringat, karena cuaca memang sangat panas, harus berkali-kali mengulang adegan. 

Belum lagi kuda-kuda yang ketakutan ketika bertemu dengan gajah-gajah pasukan Majapahit. Begitu Tantowi berteriak action dan kamera mulai bekerja, eh kuda-kuda tunggangan para Ksatria Madangkara itu lari ketakutan saat di depannya melintas gajah-gajah itu. Terpaksa Tantowi pakai cara lain, kuda-kuda itu di pegangi oleh para pemiliknya. 

Suting film yang sampai selesainya memakan waktu hingga 5 bulan itu, di Lampung agaknya merupakan suting puncaknya setelah di Sumba, Pangandaran dan Jakarta. Malam terakhir suting, seluruh kru dan Tantowi sendiri jadi kalang kabut karena muncul seekor gajah liar yang sempat memutus kabel diesel. 

Rupanya baik Tantowi maupun pawang-pawang gajah yang ada di Way Kambas, tidak lebih dulu kompromi dengan 3.000 ekor gajah liar yang masih berkeliaran di lokasi suting itu. 

Syukur, Sanga Noppharwan, seorang pawang Gajah asal Thailand, berhasil menghalau gajah liar itu, jika tidak?" Bisa-bisa suting di Way Kambas di tambah waktunya," tutur seorang kru Tantowi. 

Selain Tantowi, selama tiga hari itu ada juga yang cukup repot, Elly dan Anneke karena terpaksa memenuhi permintaan foto bersama dari para penduduk setempat. Kerja tambahan yang menyenangkan, Tentu! - Susdha

Di kutip dari bonus Majalah Film No. 056/24 tanggal 20 Agustus - 2 September 1988

artikel ini juga sudah tayang di fanspage facebook Komunitas Pecinta Film Indonesia Jadul

Friday, August 30, 2024

MENGENAL AGUS SUBAGYO, PEMBUAT POSTER FILM


Dalam sebuah film, Poster merupakan salah satu bagian penting sebagai media dalam berpromosi, namun kita 'hampir' tidak pernah terpikir siapakah dibelakang layar dari poster-poster tersebut tanpa pernah dicantumkan di poster film yang dibuatnya. 

Salah satu pembuat poster film adalah Agus Subagyo. Pria kelahiran Magelang, 12 September 1952 ini ternyata bernama Agus meski lahir di bulan September. hehe. Sewaktu masih duduk di bangku SD, Agus Subagyo suka nonton film lewat berbagai cara. Kalau tidak bayar, ya bisa nuntut orang lain agar bisa masuk ke gedung bioskop, Franco New adalah bintang film paling di puja karena kejagoannya. Kesan itu selalu di bawa dimana saja ia berada, Maka kalau di tangannya sudah tergenggam pensil, segera diambil kertas dan mulai corat coret hingga selesailah gambar Franco Nero, Si Jango tokoh khayalnya. 

Hobi menggambar Jango plus pistolnya di bawa hingga ia masuk ke Sekolah Teknik di Surabaya. Berbagai posisi Figur Franco Nero di gambar sebagai koleksi pribadi. Atau di simpan di buku atau sebagai sampul buku, si Jango bisa juga di tempel di dinding bambu rumahnya sebagai penutup lobang. Singkat cerita, secara kebetulan seorang karyawan film yang biasa mengimpor film film Barat bekas (Second hand film) lewat dan terpesona oleh lukisa bocah Sekolah Teknik dan memberinya tawaran untuk membuat poster besar. dan tawaran pun di sepakati. sampai di rumah pemilik film ia pun kaget karena terbentang kain putih besar yang akan di gunakan sebagai sarana untuk membuat poster film Spartacus kala itu. 

Dan akhirnya pemesan nampak puas dan Agus pun menerima honor Rp. 1500 suatu jumlah yang besar pada saat itu. Tahun 1972 kemudian menjadi tahun awal ia mulai serius melukis poster film. Juga poster besar berujud baliho untuk iklan show penyanyi macam Eddy Peregeninna, Heince serta artis lainnya. Honor dari membuat poster film ini mampu membiayai sekolah dan juga membantu orang tuanya. Pesanan semakin mengalir ketika ia sekolah di STM kelas 3. 

Film-film yang dibuat Agus Subagyo memang pada awalnya adalah poster-poster film barat, hingga ia pun menerima tawaran untuk membuat poster film Indonesia. 


Poster film Indonesia pertama yang dibuat oleh Agus Subagya adalah film "Si Bongkok" produksi PT. Rapi Film. Uangpun semakin mengalir ketika film India, Mandarin dan Amerika merajai pasaran di Indonesia. Situasi ini akhirnya membuat ia kepikiran untuk mempekerjakan karyawan yang diambil dari teman-teman sekolahnya yang hobi melukis. 

Nama Agus Subagyo kian populer ketika ia memenangkan Piala S Tutur dalam Festival Film Indonesia tahun 1985 lewat poster film yang dibuatnya yaitu film "Doea Tanda Mata". Ceritanya berawal ketika Harris Lesmana dari Nusantara Film menyuruh membuat poster film ini untuk festival. "Kalau filmnya nggak dapat, posternya harus dapat", tiru Agus atas perintah Produsir. 

Karena Doea Tanda Mata merupakan film dengan tema lama, ia harus menyaksikan karyanya ke masa lampau pula. Dia corat coret gambar rumah tua seabgai latar belakang dan di beri gambar sepeda tua. Tapi produser minta sepeda dibuang saja, ternyata setelah gambar sepeda di hilangkan kelihatan artistik. 

Akhirnya poster Doea Tanda Mata dinyatakan menang dan Agus Subagyo menerima Piala S Tutur dan uang. 

Setahun kemudian, Agus Subagyo meraih kembali Piala S Tutur pada Festival Film Indonesia 1986 lewat poster film "Hatiku Bukan Pualam.

Diraihnya Piala S Tutur secara berturut-turut sebagai Pelukis Poster Terbaik membuat ia cukup di segani para produser langganan. Karya karya Agus yang lain sudah banyak sekali dalam mendesain poster film, sebut saja seperti Kodrat, Biarkan Bulan Itu, Bintang Kejora, Ketika Musim Semi Tiba, Arini, Tujuh Manusia Harimau, Teroris, Tak Seindah Kasih Mama, Merpati Tak Pernah Ingkar Janji, Mandala dari Sungai Ular dan masih banyak lagi. 

Memasuki era 90an ketika film-film Indonesia mulai sepi, Meskipun Agus Subagyo tetap mendapat orderan namun dari artikel di Majalah film Ia menyebutkan bahwa honor membikin poster pun sering di hutang oleh produser sehingga ia kesulitan untuk membayar karyawannya. 

Agus Subayo satu dari sekian banyak pembuat poster film selain juga ada nama-nama lain seperti Rizal Alferthinus yang menjadi pemenang Piala S Tutur pada Festival Film Indonesia tahun 1990 melalui film "Blok M" karyanya. 

Sebagai penonton dan penikmat film, kita tidak pernah terbayang siapa "aktor" pembuat poster selama ini. Tentu saja era Agus Subagyo dengan era sekarang berbeda dengan kemajuan teknologi yang memadai. Kalau jaman dulu poster lukis menjadi sesuatu yang cukup keren dan tentu butuh waktu dan imajinasi yang tinggi untuk menjadi sebuah poster. Apalagi kalau lukisan di triplek misalnya, tentu satu karya poster dengan poster lain ada sedikit berbeda meski sekilas sama. 


*Sumber : Buku FFI 1987, Buku FFI 1992, Majalah Film tahun 1992


Tuesday, August 27, 2024

Rebutan Kontrak Bintang , Fendy Pradana


Rebutan Kontrak Bintang juga dialami oleh Fendy Pradana, Si Brama Kumbara dalam "Saur Sepuh Satria Madangkara". Memang yang semula mengajak Fendy bermain film adalah Sisworo Gautama Putra untuk produksi PT. Soraya Film, "Malam Satu Suro", sebagai kekasih Suzanna. 

Sebenarnya Fendy sudah di kontrak untuk hanya bermain pada Soraya film dalam tahun 1988 ini," ujar orang Soraya, tapi kami memberinya izin secara tertulis untuk ikut mendukung Saur Sepuh demi pengembangan kariernya."

Padahal Imam Tantowi meminjam Fendy pada saat suting "Malam Satu Suro" masih belum rampung.  Kini menjelang "Saur Sepuh" melanjutkan suting ke Lampung, berbalik pihak Soraya yang ingin meminjam Fendy untuk film baru mereka "Ngepet Aji Pelebur Nyawa" (judul sementara) dengan peran utama wanita Suzanna dan Joice Erna.

Permintaan Soraya ini ditolak oleh Kanta mengingat lokasi suting yang sangat berjauhan. Apalagi seusai suting "Saur Sepuh" episode pertama akan langsung dilanjutkan dengan episode keduanya. 

"Memang benar saya pernah menandatangani surat kontrak pada Soraya, tapi saya tak menerima uang pengikat barang satu rupiahpun" mengakui Fendy Pradana yang di jumpai di studio "Saur Sepuh" di Cengkareng. 

Pasal rebutan bintang ini bisa di tambah lagi dengan kasus Hengky Tornando yang juga terlibat dua produksi bersamaan "Saur Sepuh" dan Kisah Anak-anak Adam" untuk lokasi suting di tempat yang sama di Pangandaran;


Sumber : Majalah Film NO. 057/25 tanggal 3 September - 16 September 1988

REBUTAN KONTRAK BINTANG : ONKY ALEXANDER

 


Masih belum selesai urusan Ferry Fadly, pihak Kanta harus berebutan Onky "Boy" Alexander dengan PT. Bola Dunia Film dan PT. Virgo Putra Film. "Lho kami tidak mencari-cari Onky, tapi dia sendiri yang datang ke kantor kami, ditemani oleh Marwan Alkatiri (penulis skenario) dan Iwan (dari Blantika Agency), untuk menawarkan dirinya,"Cerita Handi Mulyono. 

"waktu ditanya bagaimana kontraknya dengan Bola Dunia, di jawab cuma satu film saja, lanjutan "Catatan Si Boy", hingga dalam bulan Agustus bisa bermain untuk Kanta".

Padahal kemudian baru ketahuan kalau pada PT. Bola Duna Film, Onky selain bermain dalam "Catatan Si Boy II" di bawah arahan Nasry Cheppy ia juga masih harus bermain dalam dua film lagi. 

"Pacar Ketinggalan Kereta arahan Teguh Karya sebagai permeran utama menggantikan Alex Komang yang turun menjadi pemeran pembantu. Lalu satu judul film lagi, yang masih belum ditentukan siapa sutradaranya dan apa judulnya. Sedangkan sampai pertengahan Juli 1988, sutin "Catatan Si Boy II", masih belum rampung juga. 

Kemelut ini bertambah dengan kontrak yang dibuat Onky pada PT. Virgo Putra Film, menurut Ferry Angriawan, "Onky dikontrak sampai bulan Desember 1989 oleh kami. Diharapkan bisa menyelesaikan tiga film setidaknya!". 

Ada cara untuk bisa lebih cepat memakai Onky, yakni dengan membuat film patungan , joint-venture antara Virgo dan Bola Dunia. "Boleh saja,kami setuju dengan syarat pihak virgo harus mengajukan cerita-skenario untuk kami pelajari dulu", sebut Hasrat Djoeir, Produser Pelaksana Bola Dunia, "Kalau memang bagus kami tak keberatan bekerjasama dalam penggarapannya. 

Sumber : Majalah Film NO. 057/25 tanggal 3 September - 16 September 1989


DIBALIK REBUTAN KONTRAK BINTANG : Ferry Fadly

 


Kasus rebutan bintang sandiwara radio "Saur Sepuh", Ferry Fadly antara PT. Kanta Indah Film dan PT. Tobali Indah Film, toh masih berbuntut.

Pasalnya Ferry Fadly telah di kontrak oleh Kanta untuk bermain dalam sebuah film (bukan Saur Sepuh) yang skenarionya akan di garap oleh Niki Kosasih. Ferry telah menerima uang muka kontraknya, tapi sebelum pembuatan film tersebut di mulai, Ferry melompat ke Tobali yang memasangnya sebagai pemeran utama dalam "Brahmana Manggala"


Sudah barang tentu pihak Kanta merasa berang, namun Ferry berdalih, "terlalu lama menunggu, sudah empat bulan terkatung-katung, pembuatan filmnya belum dimulai. Lamanya ini karena  menunggu skenarionya Niki yang baru selesai sekarang, " kila Produser Hendi Mulyono sambil menunjukkan skenario "Bisma Untara".

Tapi karena Ferry dianggap telah melanggar kontrak , kemungkinan besar pihak Kanta emoh memakainya lagi. Lalu bagaimana dengan uang muka yang telah di terima Ferry? Rasanya uang tersebut akan di relakan hangus saja, itu sudah menjadi milik risiko Produser. 

Justru sekarang Ferry yang akan berbalik menuntut pihak Kanta lewat pengacaranya. Dalihnya "Meskipun sudah kontrak, tapi kalau terlalu lama belum juga dimulai pembuatan filmnya, itu sangat merugaikan saja.  Menghadapi tuntutan dari Ferry ini, pihak Kanta sudah pasaang ancang-ancang. "Ada bukti-bukti tertulis kami sudah berulangkali menghubungi Ferry untuk datang ke kantor tapi ia tidak pernah muncul sekalipun. 


Sumber : Majalah film NO 057 tanggal 3 Sept sd 16 September 1988

Wednesday, August 14, 2024

GEORGE RUDY dalam film LEBAK MEMBARA

 


JUDUL FILM                        : LEBAK (TUGAS NERAKA) ATAU LEBAK MEMBARA

SUTRADARA                       : IMAM TANTOWI

SKENARIO/CERITA           : IMAM TANTOWI

PRODUKSI                           : PT. RAPI FILM

TAHUN                                 : 1982

JENIS                                     : REVOLUSI/PERJUANGAN

PEMAIN                               : Minati Atmanegara, Dana Christina, Georgy Rudy, El Manik, Rachmat Hidayat, Haji Usman Effendy, Dicky Zulkarnaen

SINOPSIS :

Kedatangan Tentara Dai Nippon ke Indonesia semula diharapkan akan membebaskan Indonesia dari Penjajahan Belanda. Tetapi yang terjadi adalah sebaliknya. Sang Saudara Tua ternyata bangsa penjajah yang tak kalah kejamnya dengan penjajah Belanda.  Seperti misalnya apa yang terjadi di daerah Lebak sebuah desa kecil dekat Cirebon. Para pejuang ditangkapi dan disiksa. Diantara orang yang akan di hokum itu terdapat Babah Liem, seorang Cina pro Republik. Dia mengajarkan ilmu kuntau kepada pemuda Cina dan Pribumi sebagai bekal perjuangan melawan penjajah. Salah seorang muridnya adalah Herman. Melihat gurunya akan di hukum, herman nekad menyerang tentara Nippon yang akan menembak gurunya. Herman tertangkap dan dipenjarakan babah Liem tewas.

Atas pertimbangan letnan Izumi dan Kapten Nakamura untuk sementara Herman di bebaskan. Kedua komandan serdadu jepang itu takut kalau pemuda-pemuda teman Herman akan membalas dendam. Namun tanpa setau komandannya, serdadu-serdadu Jepang memperkosa Marni, kekasih Herman. Herman naik pitam dan membunuh beberapa serdadu Jepang. Herman menjadi Buronan. Hamid ayah Herman dan Marni ditangkap. Herman tetap melarikan diri dan bergabung dengan Kyai Patah, pemimpin pesantren di Sumber Bening. Herman dan Kyai Patah lalu menyerang kubu pertahanan Jepang, sementara tentara Sekutu sudah berhasil merebut Pilipinan dan masuk ke Kalimantan dan Irian. Bom Atom meledak di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang berada diambang pintu kekalahan.

Sementara itu di Indonesia telah memprokamasikan kemerdekaanya. Tentara Jepang di Indonesia patah semangat. Namun tidak demikian dengan Kapten Nakamura. Sebagai seorang perwira Jepang dia tetap bertahan. Ketika para pejuang Indonesia di Pimpin oleh Kyai Patah dan Sudjoko meminta agar senjata- senjata Jepangdi serahkan dia menolak. Dia hanya tunduk pada perjanjian internasional, yaitu Jepang kalah oleh sekutu dan bukan oleh Pejuang Indonesia. Letnan Izumi mempunyai saran. Dia rupanya punya simpati terhadap perjuangan bangsa Indonesia. Dia menyarankan agar senjata-senjata itu di rampas pada saat akan di serahkan kepada tentara Sekutu. Pada saat senjata akan diserahkanJepang kepada Sekutu di sebuah lapangan terbang darurat, para pejuang mencoba merampasnya.

Meskipun terjadi perlawanan dari tentara Sekutu namun para pejuang berhasil dan Herman memegang peranan penting dalam penyerangan ini. Dia pantas di sebut sebagai pahlawan.

 

Tuesday, August 13, 2024

MIEKE WIJAYA


 MIEKE WIJAYA, bintang film Indonesia yang pernah mencuat namanya lewat film Tiga Dara dan Serial Losmen di TVRI, terbilang bintang old-track yang tidak disangsikan lagi dedikasinya. Mieke Wijaya memiliki nama asli Miecke Marie De Rijder lahir di Bandung, 17 Maret 1940.Selama karirnya sudah banyak film yang pernah di bintangi, maupun juga sinetron dan iklan yang pernah dibintangi. 

Kerap berperan antagonis dalam film-film yang dibintanginya, Mieke Wijaya seolah menjadi sosok yang galak dan menyebalkan, namun berbanding terbalik ketika berperan sebagai Bu Broto dalam Losmen Bu Broto yang baik dan bijaksana yang tayang di TVRI, selain Itu Mieke Wijaya juga bermain dalam serial Rumah Masa Depan. Aktingnya sudah tidak diragukan lagi, beberapa penghargaan juga pernah di raihnya. Selain di film, peran di serial televisi juga selalu mencuri perhatian seperti dalam sinetron Mertua Anak Menantu yang tayang di Indosiar sekitar tahun 97an menjadi seorang mertua atau di serial Aku Ingin Pulang SCTV bersama Cece Kirani. Dunia akting menjadi dunia yang mengalir di darah Mieke Wijaya.

Sebelum terjun ke dunia film, Mieke Wijaya terjun ke dunia film, adalah penyanyi di RRI Palembang lewat band Empat Sekawan. Istri dari aktor Dicky Zulkarnaen ini juga telah membuktikan aktingnya dengan meraih Piala Citra pada  Festival Film Indonesia tahun 1967 sebagai Pemeran Utama wanita Terbaik, kemudian Pada festival Film Indonesia tahun 1975 sebagai pemeran Pembantu wanita terbaik dalam film Ranjang Pengantin dan tahun 1981 dalam film Kembang Semusim sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik. 

Penghargaan lain dari PWI Jaya pada tahun 1972 dan 1973 sebagai runner up ke III Aktris Terbaik masing-masing dalam film Malam Jahanam dan Akhir Cinta diatas Bukit. Juga pada tahun 1975 sebagai Runner up ke IV dalam film Ranjang Pengantin.  

Ibu dari Nia Zulkarnaen ini tutup usia pada 3 Mei 2022

di kutip dari Wikipedia, film-film yang pernah di bintangi oleh Mieke Wijaya sebagai berikut : 

1955Tjorak Dunia

Gagal
1956Pilihlah Aku
Tiga Dara
Dekat di Mata Djauh di Hati
1957Dewi
Delapan Pendjuru Angin
Sengketa
1959Bing Slamet Tukang Betja
Iseng
Sekedjap Mata
1960Gadis di Seberang Djalan
Piso Surit
1961Detik-Detik Berbahaja
Aksi Kalimantan
Masih Ada Hari Esok
Mira
Toha, Pahlawan Bandung Selatan
1964Anak-Anak Revolusi
Ekspedisi Terakhir
Impian Bukit Harapan
1965Langkah-Langkah di Persimpangan
Liburan Seniman
1966Gita Taruna
1967Disela-sela Kelapa Sawit
Gadis Kerudung Putih
1969Big Village
1970Ananda
1971Beranak dalam Kubur
Dunia Belum Kiamat
Malam Jahanam
Spy and Journalist
1972Akhir Cinta di Atas Bukit
Lingkaran Setan
Romusha
Desa di Kaki Bukit
Dosa Siapa
Flamboyant
1973Dimana Kau Ibu...
Bumi Makin Panas
Ita, Si Anak Pungut
Tokoh
1974Bing Slamet Koboi Cengeng
Demi Cinta
Kehormatan
Sayangilah Daku
Boni & Nancy
Ranjang Pengantin
Kawin Lari
1976Perkawinan dalam Semusim
1977Badai Pasti Berlalu
Selimut Cinta
Diana
Ali Topan Anak Jalanan
Napsu Serakah
Manager Hotel
1978Akibat Godaan
Jaringan Antar Benua
Senja di Pulo Putih
1980Kembang Semusim
Hallo Sayang
1981Srigala
Ketika Cinta Harus Memilih
Nila di Gaun Putih
Remang-Remang Jakarta
dr. Karmila
Betapa Damai Hati Kami
1982Hukum Karma
1984Pengabdian
Kontraktor
1985Semua karena Ginah
Sembilan Wali (Wali Songo)
Gadis Hitam Putih
Gerhana
1986Beri Aku Waktu
1987Pernikahan Dini
Penginapan Bu Broto
Luka di Atas Luka
1991Saat Kukatakan Cinta
Zig Zag (Anak Jalanan)