Wednesday, April 25, 2018

GIGI HIU SURGA EKSOTIS PARA LANDSCAPER

Pantai Gigi Hiu
Halo apa kabar ? Sebelumnya saya pernah nulis tentang Pantai Gigi Hiu juga ya di link ini Gigi Hiu Surga Tersembunyi yang di buru Landscaper
Mejeng dulu ah

Nah kali ini saya akan menulis kembali cerita perjalanan ke Gigi Hiu kembali pada tanggal 13-15 April 2018 bersama teman teman dari @lalamper_basecamp, karena sebelumnya saya pernah menuliskan tentang gigi hiu di blog ini. Perjalanan kali ini bersama 10 orang terdiri 9 dari Bekasi dan Jakarta dan 1 orang dari Jogyakarta.  Lalamper artinya Landscape Lampung Photographer

Tepat tanggal 13 April 2018 dinihari, persiapan menuju pool damri menuju Airport terminal 3 Soekarno Hatta karena sudah janjian akan berangkat bersama rekan-rekan lainnya Alwani dan Sigit Merdian. Setengah 4 berangkat dari rumah lumayan ngebut dan hampir ketinggalan Damri karena saya adalah penumpang kedua terakhir sebelum damri berangkat. Sebenarnya menggunakan Damri berikutnya pun bisa namun otomatis tidak sebus bareng rekan lainnya. Selama dalam perjalanan menuju Bandara, kayaknya ada sesuatu yang kurang, dan betul saja ternyata saya ketinggalan Filter ND yang sebelumnya sudah dipisahkan . Rasanya badan lemas untuk kembali lagi jelas tidak mungkin, untung saja masih membawa filter lainnya seperti GND dan reverse dari sebuah merek ternama. Akhirnya terbersit ide untuk meminjam filter ke teman-teman di Lampung. Beres?  ya begitu kira kira.
Foto Bersama dulu
Sebelum prosesi motret foto bersama dengan kaos lalamper

Sampai bandara, cek in counter, sholat Subuh berjamaah untuk kemudian menuju ruang tunggu. Singkat cerita naik pesawat dan sampailah di lampung. Sekitar jam 09.00 WIB teman-teman dari Lalamper datang menjemput. Bersama Lukman, Novren dan kawan-kawan perjalanan di mulai menuju ke Gigi Hiu. Karena hari Jumat maka rombongan singgah untuk makan siang di sebuah warung Padang di daerah Hanura dan di Lanjutkan sholat Jumat . Setelah Sholat Jumat perjalanan di teruskan menuju Gigi Hiu yang terletak di Kelumbayan kabupaten Tanggamus. Untuk menuju ke lokasi, perjalanan kali ini lumayan mendapati jalan-jalan yang mulus dan beraspal hanya di beberapa bagian saja yang jalanannya masih jelek dan rusak.  Perjalanan kali ini ditempuh sekitar 4 jam perjalanan hingga ke spot yang kami tuju yaitu spot bagi Landscaper untuk memotret keindahan alam di Gigi Hiu.

Sebelum sampai ke spot, sekitar setengah hingga satukilometer dari lokasi, singgahlah dulu kerumah Kardi, salah satu personil dari teman-teman @lalamper_basecamp. Perjalanan dilanjutkan menuju spot. Hari masih sekitar setengah 5 waktu setempat, masih agak terang. Dari Lokasi Parkir mobil rombongan di jemput oleh porter yang sudah di persiapkan oleh teman2 Lalamper untuk mendampingi selama memotret.

Gak afdol rasanya kalau jauh-jauh memotret tanpa ada dokumentasi foto bersama, akhirnya jepret, sebelum memulai ritual memotret foto bersama untuk kemudian dilanjutkan motret dengan angle dan ide masing-masing. Tercatat ada 10 orang selain saya, ada Agus, Radix, Andri, Sigit, Alwani, Yuda, Tedy, Deny, dan Jerry serta dari lampung ada Novren, Lukman dll.

Bagaimana keindahan hari pertama? Lumayan cetar. Oh ya cerita mengenai pinjaman Filter ND akhirnya tidak bisa digunakan karena ternyata sulit untuk masuk di slot holder Filter yang saya miliki. Al hasil motret kali ini hanya mengandalkan filter Reverse saja. Bagaimana hasilnya? tidak mengecewakan kok hehe....liat saja hasilnya.
Inframe Andri

Angle lain dari Gigi Hiu

Menghadap arah Matahari

Dokumentasi diri

Spot Idaman

Bocor tempatnya oleh landscaper tapi tetap asik


Selesai motret perjalanan pulang setelah sebelumnya makan malam di rumah Kardi. Selepas Isya rombongan kembali menuju lampung karena kita nginepnya di hotel di tengah kota. Jauh? betuuul banget jauh namun mengingat dan mempertimbangkan banyak hal akhirnya diputuskan nginep di kota. Rombongan mobil yang saya tumpangi kali ini berada paling belakang, ketika berada pada sebuah tempat yang sepi naas ban depan pecah. Qodarullah, sementara rombongan lain sudah di depan, namun Alhamdulillah pas banget ada sinyal , iseng nelpon rekan yang lain untuk meminta bantuan. Ban terpasang kembali sekitar jam 22.00, sudah larut. Dan sampai di hotel sudah sekitar 00.30. Bersih-bersih, mandi berkemas tidur sesaat untuk kemudian melanjutkan sunrise di tempat lain.

Yang mau trip bareng yuk inbox saya

Bersambung..............

Monday, April 16, 2018

YOGA DALAM BIDIKAN KAMERA


Yoga
Di kutip dari Wikipedia, Yoga (Aksara Dewanagari योग) dari bahasa Sanskerta (योग) berarti "penyatuan", yang bermakna "penyatuan dengan alam" atau "penyatuan dengan Sang Pencipta". Yoga merupakan salah satu dari enam ajaran dalam filsafat Hindu, yang menitikberatkan pada aktivitas meditasi atau tapa di mana seseorang memusatkan seluruh pikiran untuk mengontrol panca indranya dan tubuhnya secara keseluruhan.

Masyarakat global umumnya mengenal Yoga sebagai aktivitas latihan utamanya asana (postur) bagian dari Hatta Yoga. Yoga juga digunakan sebagai salah satu pengobatan alternatif, biasanya hal ini dilakukan dengan latihan pernapasan, olah tubuh dan meditasi, yang telah dikenal dan dipraktikkan selama lebih dari 5000 tahun.[1][2]
Orang yang melakukan tapa yoga disebut yogis, yogin bagi praktisi pria dan yogini bagi praktisi wanita.

Sastra Hindu yang memuat ajaran Yoga, di antaranya adalah Upaishad, Bhagavad Gita, Yogasutra, Hatta Yoga serta beberapa sastra lainnya.
Klasifikasi ajaran Yoga tertuang dalam Bhagavad Gita, di antaranya adalah Karma Yoga/Marga, Jnana Yoga/Marga, Bakti Yoga/Marga, Raja Yoga/Marga.

Menurut wikipedia, Sejarah Yoga adalah sebagai berikut :

Ajaran Yoga dibangun oleh Maharsi Patanjali, dan merupakan ajaran yang sangat populer di kalangan umat Hindu. Ajaran yoga merupakan ilmu yang bersifat praktis dari ajaran Veda. Yoga berakar dari kata Yuj yang berarti berhubungan, yaitu bertemunya roh individu (atman/purusa) dengan roh universal (Paramatman/Mahapurusa). Maharsi Patanjali mengartikan yoga sebagai Cittavrttinirodha yaitu penghentian gerak pikiran.
Sastra Yogasutra yang ditulis oleh Maharsi Patanjali, yang terbagi atas empat bagian dan secara keseluruhan mengandung 194 sutra. Bagian pertama disebut: Samadhipada, sedangkan bagian kedua disebut: Sadhanapada, bagian ketiga disebut: Vibhutipada, dan yang terakhir disebut: Kailvalyapada.

Lebih jauh sebenarnya saya tidak ingin membahas tentang makna Yoga, namun lebih dari pengalaman hidup, mengenal salah satu instruksur Yoga , Paramitha Hioe dari Hioe Management, Yang sudah malang melintang menjadi instruktur Yoga. Beberapa kali di libatkan dalam kegiatan Yoga yang ia dalami membuat mengenal apa arti dan kegunaan Yoga. Namun kali ini pun lebih pada sebuah jepretan saja, karena kalau praktisi dan tentang Yoga pembaca dapat menghubunginya di FB dari Paramitha Hioe di @mimith Jegeg sedangkan Instagramnya pun dapat di jumpai di @mimith_jegeg.

Beberapa kali terlibat dalam kegiatan Yoga, berikut sebagaian yang terangkum dalam bingkai kamera : 
Yoga again

Bisa dimana Saja

Menjadi instruktur di Yoga Festival 2018

in action

Instruktur Yoga

Pembekalan untuk Abnon 2018 kota adm Jakarta Timur

Peserta larut dalam Yoga

Dimanapun Yoga dapat dilakukan

Relaksasi

In action

Bersama Abnon Buku Jakarta Selatan

Menjadi Instruktur bagi Abnon Buku Jakarta Selatan

Friday, November 25, 2016

GIGI HIU, SURGA TERSEMBUNYI YANG DI BURU FOTOGRAFER LANDSCAPE

Penampakan Gigi Hiu

Gigi Hiu dari Sudut lain

Gigi Hiu yang Ikonik
Pernah dengar pantai Gigi hiu yang kini lagi hits? Ya, Pantai Gigi Hiu yang terletak di Kecamatan Kelumbayan Kabupaten Tanggamus - Lampung ini memang kian tersohor seiring dengan perburuan yang di lakukan oleh pecinta fotografi Lenskep. Secara tidak langsung para pecinta fotografi mengenal pantai Gigi Hiu dari mulut kemulut dan ingin memilikinya untuk mengunjungi. Rasa penasaran tentu saja untuk dapat mencapai tempat tersebut dan mengabadikan momen-momen indah. Melalui salah satu media sosial Instagram, pantai Gigi Hiu kerapkali di upload oleh instagrammer sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi yang belum memilikinya untuk dapat memperoleh foto tersebut dengan mengunjunginya.

Sekilas kalau bercerita tentang pantai ini, tentu tak seindah yang di bayangkan, karena untuk mencapai tempat tersebut di perlukan ekstra tenaga hingga mencapai lokasi. Seperti halnya saya, mencapai pantai tersebut tidaklah mudah. Rasa penasaran yang menjalar karena setelah melihat account instagram yang mengupload foto-foto gigi hiu tentu saja membuat rasa penasaran untuk dapat segera mengunjunginya. Berselancar mengenai daerah tujuan Gigi Hiu maupun mencari informasi untuk dapat mencapai tempat tersebut. Beruntungnya saya akhirnya berkesempatan untuk dapat pergi ke gigi hiu dengan di bantu oleh sahabat-sahabat dari Lalamper (Landscape Lampung Photolover).

Perjalanan di mulai dari Bandara Udara Radin Inten II Lampung untuk kemudian di pandu oleh mereka untuk meneruskan perjalanan hingga ke titik kumpul dengan mereka. Dengan menaiki Bus Damri yang hanya berpenumpang 4 orang dalam bis, hingga ke terminal akhir Damri dan di jemput oleh teman-teman Lalamper . Ya perjalanan kali ini adalah perjalanan dengan menggunakan kendaraan roda dua sekaligus ngecamp di lokasi. Hingga sampai tujuan akhir Damri, merekapun telah siap dengan motornya untuk selanjutnya melanjutkan perjalanan dengan berboncengan. Menempuh perjalanan sekitar 4 Jam dari titik temu dan hanya berhenti sekali di teluk kiluan. Bagaimana dengan kondisi jalanan? waduh jangan di tanya ya, kondisi jalanan sangat jelek dengan infrastruktur yang memang seadanya. Dari Lampung hingga Kiluan jalanan relatif bagus walau banyak juga yang berlubang-lubang sih. Yang tidak nyaman adalah adanya peminta sumbangan hampir setiap setengah kilomete sekali cukup membuat tidak nyaman apalagi ada yang sampai memberhentikan kendaraan kami karena harus kasih sumbangan walau seikhlasnya sih tapi tetap saja tidak nyaman.

Dari teluk kiluan perjalan di mulai hingga lokasi yang di tuju. Medan yang kami tempuh sangat sulit boleh dibilang , sebagian besar jalanan yang kami lalui seperti sungai, ada air mengalirnya lubang disana sini, dan tentu saja tidak semua bisa di lalui dengan naik moto terus karena beberapa kali terpaksa harus turun baik karena jalanan yang nanjak dan bertanah maupun karena licin dan lumpur yang mblusuk. Jangan di tanya kalau badan pada pegal semua. Namun setelah melalui medan yang cukup sulit akhirnya kami yang saat itu berangkat ber 6 pun sampai di lokasi tujuan, namun sebelum ke lokasi kami mampir di rumah penduduk untuk sekedar makan siang. Sebelum ke Gigi Hiu perjalanan kami mampir dulu ke Batu Naga. Perjalana ke Batu Naga akan saya ceritakan di tulisan berikutnya.

Singkat cerita, setelah melalui rintangan dan berjalan kaki cukup jauh karena jalanan yang nanjak dan curam di tambah setelah hujan seharian maka jalanan sudah seperti kali yang ada aliran airnya dan berbatu tak beraturan sampailah kami ke Pantai Gigi Hiu. Wow, inilah pemandangan Gigi Hiu yang selama ini hanya ada dalam foto yang saya lihat dan kini terdapat pemandangan tersebut di depan mata. Indah dengan gugusan batu yang menjulang tinggi dan ombak tinggi yang terus berdeburan.  Spot buruan bagi para fotografer lenskep yang untuk mencapai tempat ini harus melalui perjuangan yang melelahkan. Malam ini kita ngecamp di depan batu layar Gigi Hiu, spot yang di cari oleh fotografer. Mendirikan tenda dengan sharing tidur buat berdua satu tenda, dengan alas batu-batuan yang tak beraturan, jangan di tanya deh badan sakit semua kala tidur.
Gigi Hiu dari balik tenda


Gigi Hiu yang indah

Gigi Hiu yang cantik

Belum selesai mendirikan tenda, saya penasaran untuk naik ke batu ciri khas yang menjadi spot para landscaper mengambil gambar. Cuaca cerah dan berharap cemas semoga sunset kali ini mendapatkan awan yang cuku bagus. Mengambil gambar seperti yang ada dalam foto-foto di instagram, hingga magrib tiba dan matahari pun menghilang. Namun sayangnya apa yang di harapkan tidak juga muncul. Awannya tidak seperti yang di harapkan.  Namun inilah nasib fotografer Lenskep , kadang sering juga tidak beruntung dengan  apa yang diharapkan namun setidaknya dapat foto di lokasi tersebut. Berharap sunset ini dapat tergantikan saat sunrise. Kali ini dengan kamera Fuji dengan didukung oleh Filter NiSi, saya mengandalkan filter ND 6 stop dan GND 0,9 hard. Hasilnya seperti yang terdapat dalam foto. Memang kalau terdapat objek batu sebaiknya filter GND yang digunakan menggunakan yang soft, namun dengan mengandalkan 0,9 hardpun jadi.

Rencana malamnya berharap mikyway di lokasi tersebut namun apa daya hujan pun juga turun semalaman, hingga akhirnya kami tidur dalam guyuran hujan dan suara ombak yang dekat sekali. Pagi tiba hujan pun reda namun sayangnya mendung tak juga beranjak hingga akhirnya sunrise kali inipun gagal. Sayangnya malam telah berakhir dan harus segera packing untuk kembali ke Lampung dan melanjutkan perjalanan ke Jakarta. Secara keseluruhan hasil yang kami dapatkan belum memuaskan dan berencana untuk mengulanngya kembali meski dengan risiko yang sudah kami bayangkan.

Ada yang mau join kesana lagi? yuk kunjungi instagram saya juga yaa di @totoandromeda

Tuesday, November 22, 2016

Hunting Bareng SFI dan NiSi Filter Indonesia ke Sawarna

Peserta Hunbar

Siap-siap nyanset di Tanjung Layar
Sawarna menjadi begitu istimewa di blog ini karena sudah 3 kali tercatat di tulis dalam blog ini. Sawarna memang istimewa dengan menjadikan ikon Tanjung Layarnya sebagai salah satu tujuan wisata alternatif yang murah di kawasan Bayah Kabupaten Lebak, Banten. Kali ini saya ingin berbagi cerita ketika mengadakan hunting bareng Seascape Sawarna yang diadakan oleh komunitas Serikat Fotografi Indonesia (SFI) yang berbasis di Instagram dengan nama instagramnya @serikat_fotografi_indonesia dengan didukung oleh NiSi Filter Indonesia sebuah Brand Filter yang kini sedang naik daun. Bagi pecinta fotografi Landscape Filter tentu menjadi wajib untuk di gunakan karena kamera yang kita miliki tidak bisa menangkap seperti apa yang ada dalam otak kita sehingga memerlukan bantuan filter, baik itu ND, GND maupun CPL.
NiSi Filter Cleaner

Sejenak bersantai

Back to perjalanan Hunting kali ini yang berlangsung dari 23 - 25 September 2016 dengan jumlah peserta  25 orang, sebenarnya ini diluar ekspektasi karena pada awalnya target peserta hanya 15 orang namun karena banyak yang ingin ikut maka akhirnya perserta pun di tambah. hingga mencapai 25 orang. Perjalanan memerlukan waktu sekitar 6 Jam dengan agenda 2x sunrise dan 1x sunset di spot yang sudah di tentukan dengan waktu keberangkatan Jumat hingga Minggu. Seperti waktu yang sudah ditentukan maka Jumat malam pun berangkat sekitar jam 8 , namun agaknya perjalanan kali ini kurang beruntung karena sepanjang perjalanan hujan turun dengan kondisi jalan yang cukup jelek. Sampai lokasi menuju desa Sawarna dan menuju homestay masih gerimis. Pagi yang gerimis, cukup pesimistis juga mengingat jadwal pagi ini adalah memotret sunrise di Lagoon Pari. Sesampai di homestay dengan diantar ojek yang sudah kami pesan sebelumnya kemudian dilanjutkan sholat subuh beruntungnya saat itu pula hujan reda. Kemudian perjalana tetap dilanjutkan untuk menuju spot Lagoon Pari.
Lagon Pari

Lagon Pari

Lagon Pari

Spot sekitar Lagon Pari

Spot Lain Sawarna

Sampai di spot selanjutnya mempersiapkan segala peralatan dari Tripod yang saya pakai, Kamera dan seperangkat filter NiSi dari mulai Holder V5 Nisi yang sudah termasuk CPL, Filter ND dan Filter GND 0,9 hard Nisi, di setting dan selesai. Siap jepret. Dengan di dampingi oleh tukang ojek sekaligus guide maka jeprat jepret pun akhirnya berlangsung dengan meriah. Masing-masing peserta di dampingi guide yang akan memandu apabila ada ombak untuk memberi aba-aba sekaligus membawakan barang yang kita bawa. Selesai sunrise di Lagoon pari kemudian pulang ke homestay dan selanjutnya istirahat untuk menanti sore untuk selanjutnya hunting sunset di Tanjung Layar.

Sebelum hunting sunset ada sharing fotografi juga yang dapat menambah pengetahuan tentang fotografi Landscape sekaligus cara pemakaian Filter yang berguna bagi para peserta tentunya. Kegiatan ini dibuat secara interaktif artinya selain pemberi materi juga ada tanya jawab sehingga keterlibatan peserta dituntut secara aktif agar dapat mengambil ilmu yang diberikan.
Tanjung Layar

Tanjung Layar

Saatnya hunting sunset pun tiba. Tukang ojek sudah siap menunggu untuk segera mengantar ke Tanjung Layar. Bagaimana cuaca sore itu? ya agaknya kurang beruntung juga nih karena hujan gerimis pun datang, namun menjelang magrib meski masih sedikit gerimis cahaya secara pelan keluar, dan kali ini hunting sunset di Tanjung Layar pun tidak mengecewakan, karena dapat mengabadikan momen indah sore itu meski dengan harap-harap cemas. Indahnya sore itu di tutup dengan steelwhool di area tanjung layar.

Kembali ke homestay, dan sebelum tidur tentu saja ada sharing cara edit foto secara sekilas dan ringan. Esok harinya dilanjutkan untuk sunrise di Karang Bodas. Bagaimana cuaca paginya? lumayan sedikit keluar cahaya meski agak telat ke lokasi sunrise sih. Namun dari semuanya secara umum hunting bareng ke Sawarna ini cukup memuaskan dengan kondisi alam yang juga mendukung.

Ingin join hunting bareng dengan saya berikutnya? jangan lupa pantengin dan follow Instagram saya yah di @totoandromeda

Sunday, October 9, 2016

Berburu Foto di Tanjung Kait

Inilah salah satu spot buruan fotografer
Tanjung Kait bagi kalangan fotografer Landscape menjadi populer karena spot fotonya yang banyak dan di buru banyak fotografer, khususnya instagramer. Tanjung Kait terletak di Tangerang yang berada pada posisi paling utara di Kabupaten Tangerang.  Spot yang di buru oleh para fotografer biasanya adalah spot bagan, spot cincin maupun spot gubuk dan lainnya.

Kali ini saya akan menyajikan hasil buruan ke Tanjung kait tepatnya di daerah radar, Mauk. Perjalanan di mulai dengan keluar tol dadap untuk selanjutnya perjalanan di mulai dengan menyusuri sepanjang pinggiran Bandara Soekarno Hatta. Perjalanan menuju spot foto di bantu dengan aplikasi Waze untuk menuju Radar, Mauk.  Jarak tempuh dari pintu keluar dadap hingga lokasi membutuhkan waktu sekitar 1 sampai dengan satu setengah jam tergantung kondisi jalanan yang cukup sempit dan dilalui banyak kendaraan. Hingga akhirnya sampai ke daerah Radar disambut dengan hamparan empang-empang sebelum masuk kedalam pantai. Sedikit kesulitan untuk mencari spot foto yang akan di ambil, namun sebelum masuk pantai biasanya ada penjaga yang meminta parkir sebesar 15rb. Nah dari situ bisa nanya ke mereka untuk motret,

Pilihan kali ini saya akan memotret empang dengan sebuah gubuk dan 3 alat perangkap ikan. Melewati pematang hingga akhirnya menemukan spot yang pas, agar lebih afdol kali ini membawa penduduk lokal untuk sekedar memberi sentuhan konsep motret dengan nelayan ala kadarnya. Alhasil sesuai dengan arahan dan kondisi alam yang cukup mendukung akhirnya jadilah foto-foto yang cukup menggoda Iman. hehe

Penulis menggunakan kamera Fuji XT10 yang cukup setia menemani dengan dukungan filter yang digunakan. Inilah hasil yang saya dapatkan. Satu hal sebelum masuk ke empang biasakan untuk minta ijin kepada pemiliknya.

Sebenarnya spot-spot lain pun tak kalah indahnya namun akan saya sajikan tersendiri, tunggu tulisan saya berikutnya.
Bidikan dengan nelayan lokal

Nelayan Lokal pun turut membantu

Terbantu denan kondisi alam yang indah, ROL yang keluar cukup membuat suasana dramatis

Dari Sisi yang berbeda

Tuesday, October 4, 2016

MASJID ISTIQLAL DALAM JEPRETAN DENGAN NISI FILTER

Istiqlal , meski cuaca tidak mendukung namun akhirnya inilah salah satu hasilnya. Diambil dengan menggunakan Filter GND 0,9 soft
Masjid Istiqlal merupakan salah satu mesjid terbesar di Asia tenggara yang terletak di jantung kota Jakarta, merupakan masjid nasional Indonesia. Terletak di pusat pemerintahan , Masjid Istiqlal selain sebagai tempat ibadah bagi umat Islam juga merupakan salah satu tujuan wisata bagi wisatawan asing maupun domestik. Wisatawan pun ada yang beragama Islam dan non Islam yang ikut berkunjung ke Istiqlal. Untuk non muslim pengunjung harus di dampingi oleh guide untuk memandu dan menunjukkan letak masjid serta sejarah dan cerita lainnya.
Mencoba Framing yang berbeda

Nah penulis kali ini hanya ingin menjajikan tetang Masjid Istiqlal dari jepretan kamera . Sebagai tujuan wisata, Masjid istiqlal juga kerap kali di datangi oleh para fotografer untuk mengabadikan moment indah baik itu konsep di mesjid maupun mengabadikan sunset di sekitar masjid. Kali ini penulis mencoba menyajikan hasil foto yang di dapatkan meski kondisi cuaca ternyata kurang mendukung dan hampir mengurungkan niat untuk pulang. Namun berkat kesabaran dan sambil menunggu waktu magrib, saya berhasil mengabadikan beberapa moment meski hasilnya tidak 'secetar' yang diharapkan.
Terlalu sibuk dengan memperhatikan satu arah yang terus mendung, tanpa sadar ternyata merahnya senja sempat keluar, meski akhirnya harus lari, namun moment tersebut begitu cepat. Ini saya juga jepret masih menggunakan bantuan filter NiSi GND 0,9 soft.



Saya menggunakan Kamera Fuji XT10 dengan Lensa Samyang 12mm ditambah dengan filter NiSi. Alasan utama menggunakan Filter merk Nisi tentu saja karena hasilnya yang low colorcast, low reflection, dengan menggunakan Holder Nisi V5 yang dapat menampung tiga filter square 100system selain juga kelebihan dari holder V5 ini adalah adanya CPL yang langsung dapat terpasang di holder dengan pemutarnya yang sudah disediakan di holder tentu saja ini sangat memudahkan bagi fotografer. Kalau dari saya sendiri sih recomended ya menggunakan holder dan filter NiSi.

Bagi fotografer Landscape, filter merupakan keharusan karena tanpa bantuan filter hasil fotonya kurang maksimal tentu saja. Sebagai contoh ketika pada siang hari kita melihat awan begitu indahnya di mata kita dan ingin sekali mengabadikan momen tersebut dengan memotretnya tanpa bantuan filter, hasilnya terkadang cukup mengecewakan karena di bagian awan terkadang hanya flat putih belaka. Pernah ngalamin kejadian seperti ini kan? nah itulah kenapa di perlukan filter, untuk kejadian seperti ini Filter GND menjadi solusinya. Kenapa bisa terjadi awan yang flat di hasil foto tidak seperti apa yang terekam di otak kita? Secara natural alam itu memiliki dynamic range yang lebih lebar dibandingkan dengan kemampuan dynamic range camera saat ini. Nah bagian ini nanti akan di bahas di tulisan lain mengenai berbagai macam filter.

Nah peralatan sudah siap, Camera sudah terpasang di tripod, pasang filter selesai. Kali ini karena kondisi cuaca alam yang memang kurang bersahabat, saya mencoba mengabadikan moment dengan menggunakan Filter GND 0,9 soft. enapa harus soft? karena untuk memotret gedung filter yang pas adalah menggunakan filter GND soft, tentu saja dengan memperhatikan kondisi alamnya apakah masih terang atau sudah gelap. Kalau sudah gelap tentu filter tidak digunakan lagi. Meski sempat berpatah arang karena cuaca mendung namun inilah hasilnya.




Saat blue hour pun tiba, tetap cantik kaan.