Wednesday, August 30, 2023

Apa Kabar Angie Fans Club (AFC), Flashback sejenak dengan Fans Angelique Widjaja

Angie Fans Club (AFC) dari Tabloid Tenis


 Angelique Widjaja atau biasa di sapa dengan Angie merupakan petenis putri kebanggaan Indonesia di awal tahun 2000an. Perempuan dari Bandung kelahiran 12 Desember 1984 tersebut melejit namanya setelah menjadi juara Wimbledon Junior pada tahun 2001. Dan dunia Tenis putri Indonesia seakan terkesima akan prestasinya.

Di kutip dari Wikipedia.com Angie mulai bermain tenis pada usia empat tahun. Dia pertama kali bermain di turnamen ITF Junior pada tahun 1998 pada usia 13 tahun. Turnamen profesional pertamanya adalah sebuah turnamen di Jakarta pada bulan April 1999, ketika dia berusia 14 tahun.

Pada tahun 2001, dia memenangkan kompetisi tunggal kejuaraan junior di Wimbledon, dia mengalahkan Dinara Safina 6–4, 0–6, 7–5. Dia menjadi orang Indonesia pertama yang memenangkan gelar di Wimbledon. Pada tahun 2002, dia memenangkan kompetisi ganda Kejuaraan Junior Australia Terbuka, berpasangan dengan Gisela Dulko. Selain itu, dia juga memenangkan kompetisi tunggal kejuaraan junior di Prancis Terbuka.

Turnamen WTA pertama yang dia menangkan adalah Wismilak International 2001 di Bali, sebuah turnamen Tingkat III, yang dia ikuti pada usia 16 tahun dengan fasilitas wildcard. Dia adalah orang Indonesia termuda yang pernah memenangkan gelar tunggal WTA. Peringkat tunggal WTA-nya sebelum turnamen adalah No. 579, dan dengan demikian dia menjadi pemain dengan peringkat terendah yang pernah memenangkan gelar tunggal WTA.

Angie mewakili Indonesia pada Pesta Olahraga Asia 2002 di Busan, dia meraih medali perak di ganda putri bersama pasangannya Wynne Prakusya, dan juga medali emas di nomor beregu.

Pada November 2002, dia meraih gelar keduanya di turnamen WTA, pada turnamen Tingkat V di Pattaya.

Dia terus tampil baik dalam turnamen WTA hingga tahun 2003. Dia mencapai peringkat tertinggi dalam kariernya: Peringkat 55.

Dari tahun 2003 hingga 2004, Angie meraih banyak prestasi ketika berpasangan dengan MarĂ­a Vento-Kabchi. Pasangan ini mencapai perempat final di Wimbledon dan AS Terbuka pada tahun 2003, dan Australia Terbuka dan Wimbledon pada tahun 2004. Mereka juga memenangkan Turnamen WTA Tingkat III di Bali pada tahun 2003, dan mencapai final Tur WTA Tingkat I, Kanada Master 2003. Setelah Australia Terbuka 2004, Angie mencapai peringkat 15 dunia ganda WTA. Ini adalah peringkat ganda terbaiknya sebagaimana yang tertulis dalam wikipedia.

Namun sayang sekali karir Angie di dunia tenis tergolong pendek setelah ia mengalami cedera lutut dan harus di operasi di Australia. Sebuah keputusan besar yang akhirnya berani diambil oleh Angie.

Berdiri : Adjie Sudibyo Alm., Depan dari Kiri : Penulis, Erikson, Hanif


Angie Fans Club (AFC)

Angie Fans Club merupakan wadah bagi penggemar Angelique Widjaja. Tempat berkumpulnya fans-fans Angie. Ketika awal berdirinya, Angie Fans Club atau lebih di kenal dengan AFC dapat berinteraksi antar sesama anggota juga dilaman khusus yang di buat diwebsite. Interaksi hangat dengan saling kirim komentar dan akhirnyapun kita saling mengenal meski hanya melalui komentar yang tersaji di laman tersebut. Isu-isu hangat yang di buat semacam thread trus nanti bisa berkomentar di bawahnya. Asyik sih gak cuma sekedar berhaha hihi namun juga upgrade kemampuan juga cari info agar ikut komentarnya juga asik dan bernas. Satu hal yang saya ingat ketika masih ada thread adalah saat itu sering sekali di sebut nama Brenda, tapi hingga sekarang saya gak tau apa yang dimaksud hehe.. padahal waktu itu sudah cari tahu cuma tidak menemukan jawabannya. Malu bertanya sesat dijalan, begitu kira-kira. Namun sayang sekali seiring tidak aktifnya Angie laman tersebut pun akhirnya hilang. 

Acara Buka Bersama di Hotel Sultan, depan berkacamata pegang Tabloid Satya Witoelar


Kalau dari struktur organisasi AFC sendiri yang saya kenal ada Mas Satya Witoelar kalau nggak salah beliulah yang pertama kali menginisiasi bikin Angie Fans Club, kemudian ada Om Wimar Witular juga beberapa kali terlihat. Beliau adalah ayahanda dari Mas Satya yang ikut mendukung kegiatan AFC, kemudian tim penggeraknya ada Mas Adji Sudiby yang membuat suasana AFC lebih hidup dengan dengan gaya pendekatan yang ramah untuk setiap orang yang gabung di AFC. kalau boleh saya bilang, mas Adjie adalah motor penggeraknya AFC. Kemudian ada Mas Aput wartawan Tabloid Tennis yang sering melakukan liputan juga tentang AFC dan sekaligus kantor Tabloid Tennis yang terletak di samping stadion tennis Senayan sebagai basecamp AFC untuk bertemu juga, karena beberapa kali saya ikut hadir disana.


Flashback dikit ya, dulu para anggotanya meski tidak tahu pasti jumlahnya karena menyebar juga nggak cuma di Jakarta namun nama-nama ini sempat saya tahu dan kenal beberapa, ada juga yang saya tahu namanya tapi sebaliknya bisa jadi dia tidak tahu siapa saya. itu wajar dalam sebuah komunitas. Gw absen ya seadanya, yang tidak kesebut tentu bisa jadi lupa. Mulai dari Adjie Sudibyo (Alm), Andre Janis (ini orang asik sih buat diajak ngobrol), Dheva Ibnu (Alm) ini salah satu teman sharing, terakhir ketemuan bareng rame-rame cuma Dheva doang yang ngajak ngobrol karena saat itu topik yang di bicarain gw gak menguasai, asli sih berada di tempat yang salah kala itu, Hanif ini terakhir ketemu gak sengaja di mesjid Kalibata City, sekarang ternyata dia di tugasin di Lombok, Firman ini teman dari temannya gw yang karena dia juga gw masuk AFC, Tris yang sekarang di Bangka, Erikson, Timothy, Christo (Smallvile), Setyo, Daniel, Woyo, Anton Sujarwo, tak lupa Om Diki yang biasanya datang pasti sama anaknya Kevin Andrean. Eh gak sangka ya gedenya , Kevin jadi artis sinetron. ada juga Harsa,  Nah kan jadi blank... hehe . Mungkin kalau ada yang baca tulisan ini bisa absen yah....

Untuk kegiatan AFC selain mendukung pertandingan seperti Fed Cup, atau saat Angie bertanding juga biasanya ada ketemuan di lanju.tkan dengan Main Tenis Bareng alias MTB. juga beberapa kali ikut acara buka bersama

Bagaimana dengan eks anggota AFC sekarang? Meskipun pasca mundurnya Angie dari tenis, namun pecinta tenis tetap bergelora. eks AFC sendiri pastinya masih saling kontak dan ada WAG eks AFC juga sih yang biasanya membahas seputar tenis yang sedang berlangsung. 

Kalau tabloid Tennis kini sudah tutup namun AFC tidak pernah ada kata bubar sih karena sejatinya dari dulu belum pernah mendengar dinyatakan bubar.

Go Angie! ingat kata kata ini? pastinya ya...

Semoga next lahir Angie angie yang baru. 


Salam


Berikut galeri foto-foto

Dari Tribun Penonton


Memegang Majalah Bola Sport, 3 dari Kiri sudah Alm.

Dari Tribun Penonton. Depan : Dheva Ibnu Alm, Belakang : Firman, Tris, Toto




Angelique Widjaya untuk Tabloid Tennis

Wynne Prakusya, Romana Tedjakusuma, Angelique Widjaya

Angelique Widjaya untuk cover Tabloid Tennis

Team Fed Cup Indonesia 2006

Angelique Widjaya

Angelique Widjaya cover Bola Sport


Hendri dan Angie untuk Tabloid Tennis

Saturday, August 12, 2023

SAUR SEPUH : SATRIA MADANGKARA BAGIAN 10

Mantili dan Gotawa

 Sambungan dari bagian 9 

Di antara keramaian kota Brama, Mantili, Harnum dan Gotawa sedang berhadapan dengan murid Lasmini yang pernah mengintip perkelahian. Brama membaca surat dari Lasmini lalu ia berkata kepada orang itu. 

"Katakan pada majikanmu, aku pasti datang!", seru Brama tegas. 

"Hamba Permisi!".

Dan anak buah Lasmini segera melompat kembali ke atas kudanya. sementara itu sepasukan tentara Majapahit berbaris melintasi Brama dan ketiga kerabatnya. 

Di suatu tempat di pinggiran hutan Lasmini berdiri mematung sambil berkacak pinggang. Kelihatannya wajahnya yang keras dengan bibirnya yang terkatup rapat. Dia memandang jauh ke depan. Tak lama kemudian Brama dan rombongannya tiba. Brama segera turun dari kudanya sementara Gotawa, Harnum dan Mantili masih tetap diatas kuda mereka. 

Lasmini menurunkan tangannya dan siap mencabut pedangnya. Matanya tetap diam. Brama dengan tenang mendatanginya dengan wajah yang tersenyum arif. Lasmini tiba-tiba menjadi ragu. Nampaknya dia mulai terpikat dengan ketampanan wajah Brama. Mereka sudah berhadapan.

"Maaf aku terpaksa membunuh suamimu!", seru Brama Kumbara.

"Tunanganku!"' Lasmini memprotes

"Ya maaf, karena dia telah membunuh utusan madangkara", 

"Dan sekarang kamupun haus mati!" seru Lasmini dengan marah.

Selesai bicara dia langsung menyerang Brama dengan gencar dan cepat. Tapi bagi Brama serangan itu bukan apa-apa. Kepandaian silat yang masih dalam tingkat menengah, masih jauh dari sebutan ahli apalagi jago. Berkali-kali Brama membuat Lasmini semakin sewot karena serangannya tidak pernah ada yang mengena. Namun diam-diam Lasmini semakin mengagumi Brama. Orangnya tampan, keahlian silatnya luar biasa.

Dalam perkelahian yang nyaris hanya berupa permainan itu Brama terus menjelaskan mengapa Tumenggung Bayan harus di bunuhnya.

"Pacarmu di bunuh bukan karena dendam, nona. Tapi hukuman, dia telah membunuh seorang utusan resmi dari negaraku. "

"Persetan, pokoknya kamu harus mampus!' sahut Lasmini.

Dan sebuah tusukan pedang yang sangat deras nyaris menembus tenggorokan Brama kalau saja dia tidak segera menangkap pedang itu dengan giginya. Lasmini tidak mampu mencabut pedang itu dari gigitan Brama walaupun dia sudah menggunakan seluruh tenaganya. 

Mantili justru kesal melihat adegan itu. 

"Memuakan! Perempuan apa itu, dia bukan sedang berkelahi, gerakannya seperti merangsang birahi lawannya", seru Mantili.

Harnum cuma tersenyum . Dia tahu bahwa suaminya bukan orang yang mudah tergiur oleh rayuan murah seperti itu. 

"Salah kalau dia mau menaklukkan kakang Brama dengan cara seperti itu", sahut Harnum 

Dan memang Lasmini seperti mau menangis dengan sikap yang manja karena tidak mampu mencabut kembali pedangnya. Dan hanya dengan satu sentakan kecil Brama berhasil mematahkan pedang itu. Lasmini kembali marah dan mengamuk membabi buta. Kali ini Brama tidak mau membiarkan perempuan itu bertingkah lebih banyak lagi. Dengan satu pukulan yang tidak terlampau keras tetapi tepat membuat Lasmini melintir kesakitan. 

Sebenarnya bagi seorang yang pernah berlatih silat pukulan seperti itu tidak akan membuat pingsan. Tapi Lasmini mempunyai rencana lain. Dia memegangi dadanya, tubuhnya menjadi limbung lantas jatuh pingsan. Brama segera menolong untuk memberikan bantuan melegakan kembali rongga dadanya yang terkena pukulan tadi. Diangkatnya tubuh Lasmini ke pangkuannya. dan Ketika itulah Lasmini memeluk Brama serta mencoba menciumnya. Tapi Brama mengelak dengan tidak menyinggung perasaan wanita yang dianggapnya aneh itu. 

"Kamu tidak apa apa kan?, tanya Brama. 

Lasmini memandang Brama dengan pandangan wanita yang sedang kasmaran. Brama menyadari itu

"Dadaku tidak apa-apa, tapi hatiku justru berdebar", sahut Lasmini. 

"Luka Dalam?" tanya Brama

"Kamu terlalu mempesona untuk menjadi musuhku!", seru Lasmini. 

"Jangan! Kamu harus tetap membenciku karena aku telah menghukum tunanganmu!"' seru Brama.

Dari Jauh Mantili menangkap gelagat itu. Sebenarnya Harnum juga demikian.

"Kurang ajar! Apa maunya perempuan itu? Kakang Brama, bunuh saja dia!" teriak Mantili

Lasmini tersinggung  mendengar teriakan Mantili. Dia bangkit dari duduknya yang menyandar pada Brama. 

"Siapa dia?", tanyanya

"Adikku dan yang satu lagi adalah istriku"' Brama menerangkan.

Mendengar hal itu Lasmini Langsung berdiri. Mukanya kembali keras dan sorot matanya tajam sekali.

"Suatu saat aku pasti akan membunuhmu! Juga adikmu!", ancam Lasmini. 

"Kamu tidak akan mampu ! Percayalah!", sahut Brama.

"Aku tidak akan sendiri. Aku punya guru, tunanganku, juga punya guru. semua menaruh dendam padamu! Ingat itu!".

Brama tetap tenang. Lalu dengan gesit Lasmini melompat ke atas kudanya dan kemudian melarikan binatang itu cepat sekali. Benar saja, Lasmini langsung menemui si mata setan sahabatnya.

"Dia harus di bunuh!" seru si Mata Setan.

"Juga adiknya dan isterinya! Aku benci mereka!", Lasmini menambahkan. 

"Seluruh kerabatnya kalau perlu akan ku habiskan!"

"Aku yakin, mereka masih berkeliaran di Majapahit."

Sementara itu di sebuah lapangan menjelang malam di adakan upacara pembakaran mayat Tumenggung Bayan. Sebagai seorang berpangkat, upacara pemakaman cukup ramai. Dan puncak acara pembakaran mayat itu adalah saat istrinya yang dengan setia menjalani upacara terjun ke adalm api menyala sesuai dengan kepercayaan pada masa itu untuk membuktikan kesetiaan seorang istri.

Teman-teman seperguruan dan guru dari Tumenggung Bayan juga adir. mereka marah sekali mengetahui Tumenggung Bayan di bunuh oleh Satria dari Madangkara.

"Cari tahu dimana orang Madangkara itu berada!" seru guru Tumenggung Bayan.

"Di Majapahit guru!" salah seorang muridnya menjawab.


BERSAMBUNG..........

Friday, August 11, 2023

SAUR SEPUH : SATRIA MADANGKARA BAGIAN KE 9

Raja Pamotan dan Istrinya

 Lanjutan dari Bagian 8

Seekor kuda dengan cepat berlari diantara ilalang. Penunggangnya menghentikan kuda itu dan mencari-cari seseorang. Dia adalah Tumenggung Bayan. Dari jauh kelihatan di pinggir hutan Brama Kumbara tegak berdiri sementara Harnum dan dua ekor kuda tunggangan mereka berada di belakang raja  Madangkara yang kali itu berpakaian sebagai seorang jawara. 

Segera Tumenggung Bayan melarikan kudanya ke arah Brama. Nampak kegeraman Tumenggung karena dia menganggap gara-gara orang itula di akena damprat Panglima Lodaya. 

Begitu tiba di dekat Brama yang berdiri tenang, Tumenggung Bayan melompat turun dari kudanya. Dengan congkaknya dia berseru kepada Brama Kumbara. 

"Kamu orang Madangkara yang mantangku?". 

"Ya! kamu harus menebus kematian Tumenggung Adiguna", Sahut Brama Kumbara. 

Tumenggung Bayan sangat melecehkan kemampuan Brama apalagi yang nampak di hadapannya bukan seorang yang bertubuh raksasa.

"Sebenarnya anggung aku harus melayani seorang macam kamu", seru Tumenggung Bayan dengan jumawa. 

Harnum kesal sekali melihat tingkah laku Tumenggung yang congkak itu. Tapi Brama masih bersikap tenang. 

"Bagaimana kalau kita mulai?" tantangnya. 

Tumenggung Bayan segera melancarkan serangan yang tidak kepalang tanggung Namun Brama bukan orang sembarangan yang mudah di lecehkan. Dengan tenang tapi cekatan dia menangkis semua serangan itu dengan tangan kosong. 

Brama belum melakukan serangan balasan karena dia memang sengaja memancing emosi lawannya untuk terus menyerang. Brama mengeluarkan jurus silatnya hanya setengah tingkat dibawah keahlian tumenggung Bayan. Tentu saja hal itu membuat Tumenggung jadi semakin semangat untuk menyerangnya. Namun demikian serangan gencar berikutnya hanya mendapatkan tempat tempat kosong jika tidak tertangkis manis oleh Brama. Bahkan kadang-kadang Brama seolah terdesak tapi dengan serakan yang sukar di ikuti mata tangannya mengeluarkan keris yang terselip di pinggang Tumenggung bayan.

Lalu Brama Sengaja melompat jauh dengan keris di tangan. Tumenggung Bayan agak kaget melihat keris yang di pegang Brama mirip kerisnya . Tangannya mengepal ke belakang , ternyata tempat kerisnya kosong. Brama tersenyum polos lalu berkata :

"Maaf keris kamu tadi terjatuh".

Brama melemparkan keris itu kearah tumenggung Bayan yang segera menangkapnya. Lalu dengan gerakan yang sangat sigap dia kembali menyerang Brama. Tapi kali ini Brama tidak mau lagi memberi kesempatan pada sang Tumenggung untuk mendesaknya. Serangan balik dari Brama sulit di duga oleh Tumenggung Bayan. Tiga atau empat kali pukulan tendangan Brama mendarat di tubuhnya. Lalu dengan jurus yang sangat indah Brama menjatuhkan keris pusaka milik sang Tumenggung. 

Hal ini membuat sang tumenggung makin naik pitam. Dia melompat mundur. Matanya merah memancarkan kemarahannya. Tiba-tiba dia membuat gerakan untuk mengeluarkan aji Cadas Ngampar yang telah membuat tumenggung Adiguna gugur. 

Dalam satu serangan pukulan Cadas Ngampar , Brama mengelak dan akibatnya sebuah pohon tumbang dengan batang yang hancur berkeping-keping. Di Jalanan dekat tempat itu Patih Gutawa dan Mantili mendengar ledakan-ledakan yang menggelegar. Segera mereka memacu kuda menuju tempat asal suara yang menggelegar itu. 

"Itu Pasti mereka", teriak Mantili.

Tumenggung Bayan kehabisan nafas karena menggunakan ajian Cadas Ngampar yang sangat menguras tenaga dalamnya. Beberapa batang pohon bertumbangan. Brama masih tetap tenang.

Sekali lagi Tumenggung Bayan mengirimkan pukulan Cadas Ngamparnya. Dan kali ini Brama mendiamkannya. Ternyata ledakan Cadas Ngampar itu tidak mampu menjebol dada Brama Kumbara, Laki-laki itu masih tetap berdiri tegar. 

Tumenggung Bayan melongo. Hanya keturunan Dewa yang mampu menahan ilmu pukulan Cadas Ngampar. 

"Gila"' teriaknya. 

Tapi tumenggung yang jumawa itu tidak putus asa. Tiba-tiba dia bersidekap, matanya terpejam sambil membaca jampi-jampi. Mantili dan Gotawa datang. Mereka langsung bergabung dengan Harnum yang diam-diam merasa cemas menunggui suaminya bertanding mengadu nyawa. 

"Lawan Kakang Brama cukup tangguh, ilmu kedigdayaan yang dimilikinya cuku tinggi", seru Harnum.

"Bunyi ledakan dari pukulan Cadas Ngampar tadi terdengar sampai ke pinggiran bukit", sahut Mantili. 

Tumenggung Bayan membuka matanya lalu tangan yang bersedekap itu mulai meregang. Tiba-tiba tangan itu seperti bercahaya merah dan membara. Harnum melihatnya semakin cemas. Demikian juga dengan Mantili dan Gotawa. Tapi Brama Kumbara masih tetap tenang. Bahkan ia sempat tersenyum.

"ternyata kamu memiliki ajian Cakar Geni, Kamu benar-benar Tumenggung yang hebat, Bayan!".

Bagaikan orang kesurupan Tumenggung Bayan mulai menyerang Brama Kumbara. 

Di balik semak-semak tak jauh dari tempat Mantili berdiri ada seseorang mengintip perkelahian itu. Dia adalah murid Lasmini yang melapor tentang kedatangan Panglima Lodaya pada waktu mendatangi padepokan di Bukit Kalam. Tumenggung Bayan heran karena Cakar Geni yang jika mengenai pohon bisa hangus sama sekali tak mampu melukai Brama Kumbara. Bahkan pada suatu saat Brama menangkap lengan yang membara itu kemudian dengan tenaga dalamnya membuat Ilmu Cakar Geni itu berbalik menyerang Tumenggung Bayan. 

Sang Tumenggung menjerit kepanasan karena tiba-tiba seluruh tubuhnya membara, mengeluarkan asap dan akhirnya terbakar. 

Patih Gotawa, Mantili dan Harnum berdecak kagum. Harnum berlari memeluk suaminya dengan perasaan gembira. Anak buah Lasmini yang mengintip perkelahian itu segera berlari meninggalkan tempat persembunyiannya. 

Brama mengelus rambut istrinya sambil menyaksikan tubuh Tumenggung Bayan yang sudah terbakar oleh ilmunya sendiri. 

Lasmini benar-benar marah ketika ia di lapori mengenai kematian Tumenggung Bayan. Mula-mula dia menunduk dalam sesenggukan tangisnya. Tapi kemudian dia mengangkat kepalanya bangkit berdiri dengan sorot mata berapi -api menahan dendam.

"Aku bersumpah membalas kematian ini! Satria Madangkara harus di bunuh!", serunya dengan tegas.

Malam harinya Brama bersama rombongan beristirahat di pinggir hutan. Api unggun menyala, menghangatkan udara yang dingin. Harnum tidur bersebelahan dengan Mantili  berselimut kain tenun. 

"Kita akan kembali ke Madangkara kakang Brama?" tanya Mantili. 

"Aku ingin melihat akhir dari pertikaian Bre Wirabhumi dengan Prabu Wikramawardhana", sahut Brama Kumbara.

"Kakang Prabu akan melibatkan diri kalau misalnya jadi perang antara Majapahit dan Pamotan?" Harnum ikut bertanya.

Brama menggeleng sambil tersenyum "Tidak Baik orang luar ikut campur", sahutnya.....


Bersambung...............

Wednesday, August 2, 2023

SAUR SEPUH : SATRIA MADANGKARA BAGIAN 8



 Sambungan dari bagian 7


Kegiatan di ibukota Pamotan cukup sibuk. Tentara mondar mandir. Gerobak-gerobak berisi padi berjalan hilir mudik dikawal ketat. Rupanya persiapan persediaan makanan sedang digiatkan menjelang hari penyerangan terhadap Majapahit. Diantara keramaian itu terlihat patih Gotawa dan Mantili dalam penyamaran mereka. 

"Kita harus cari penginapan!", seru Gotawa

"Ya kelihatannya suasananya sudah sama sama panas. Saya tidak sangka ternyata Pamotan cukup besar juga kotanya", sahut Mantili. 

Mereka membelok ke sebuah jalan yang sepi. Tiba-tiba mereka di kejutkan oleh dua orang yang mendarat dengan ringan di belakang mereka. Suara hardikannya cukup mengagetkan. 

"Mau kemana kalian orang-orang Madangkara?"

Gotawa dan Mantili segera berbalik dan sigap mencabut pedang mereka. Tapi kemudian mereka tersenyum lalu pecahlah tawa mereka begitu mengetahui  orang yang menghardik adalah Brama Kumbara bersama Harnum. Mantili memeluk Brama sambil berkata : 

"Kakang sudah sampai sini?"

"Aku sudah mengirim surat pada Prabu Wirabhumi untuk mempertanggungjawabkan perbuatan tumenggung Bayan".

"Kakang Prabu sudah menghadap raja Pamotan? Lalu buat apa menyuruh kami? " tanya Mantili.

"Sabar! Hanya suratku yang kukirim dan besok aku akan tunggu kedatangan Tumenggung Bayan di hutan Tarik", Brama Kumbara memberikan penjelasan. 

"Jadi?", Mantili masih tidak mengerti.

"Kalian ttap harus menghadap Bre Wirabhumi, sesudah itu boleh susul aku di hutan Tarik. Sekarang yang paling penting kita harus cari penginapan", Kata Brama Kumbara.

Sementara itu di padepokan Bukit Kalam banyak pemuda sedang di gembleng ilmu bela diri dengan  jurus-jurus pedang yang di lakukan secara serempak. Dari jauh di gerbang padepokan muncul beberapa orang penunggang kuda. 

Tumenggung Bayan sedang bermesraan dengan Lasmini yang kelihatan amat sensual. Ia tiduran dengan kepala di pangkuan Tumenggung Bayan. 

"Kalau Pamotan berhasil menghancurkan Majapahit, pangkatku pasti di naikkan dan kau akan kubuatkan puri yang indah disini", Tumenggung Bayan mengumbar janji. 

Lasmini menggeleng manja. "Di ibukota kakang Tumenggung! Kakang pikir saya betah tinggal di tempat sepi terpenci seperti ini?Saya minta kakang mendirikan padepokan silat ini hanya untuk membunuh waktu karena kakang jarang mengunjungi saya", Lasmini menjelaskan. 

Sambil berbicara jari jemari tangannya mengelus wajah Tumenggung Bayang membuat Tumenggung muda itu selalu merasa bahagia berada di sisinya. 

"Itu kan karena tugas negara. Percayalah Lasmini! Aku akan buktikan cintaku padamu sesudah perang selesai".

"Dan semua anak buah padepokan bukit Kalam akan membantu pasukan kakang Tumenggung?', Seru Lasmini. 

Romantis sekali Tumenggung Bayang mengelus rambut Lasmini. Ketika itu tiba-tiba terdengar teriakan salas seorang murid padepokan itu.

"Kanjeng Tumenggung.... Paduka Panglima Lodaya datang!"

Buru-buru sekali tumenggung Bayan bangkit. Dia terkejut mendengar kabar itu, Pasti ada berita sangat penting sehingga seorang panglima datang mencari dia. Lasmini juga kaget. Panglima Lodaya masih duduk diatas kudanya. Mukanya keras menampakkan kemarahan yang tertahan. Tumenggung Bayan berlari mendatanginya. 

"Ampun Tuanku Panglima, apa ada tugas untuk saya?, tanya Tumenggung Bayan sambil memberi hormat. 

"Kamu telah melakukan kesalahan besar!" sahut Panglima Lodaya.

"Saya tidak mengerti maksud Panglima?".

"Kamu sudah membunuh utusan Madangkara. Ini bisa mengakibatkan ketersinggungan rajanya. Dan usaha mencari dukungan dari negeri lain akan gagal. Kamu harus bertanggungjawab!" seru Panglima Lodaya dengan tegas. 

Tumenggung Bayan menunduk. Di kejauhan Lasmini menyaksikan kedua pembesar negeri Pamotan itu berbicara. 

"Kamu di tantang oleh salah seorang utusan pribadi Raja Madangkara untuk bertanding kesaktian. Ini tuntutan dari raja Madangkara atas perbuatanmu!" seru panglima Lodaya lagi. 

"Hamba Sanggup Panglima!" sahut tumenggung Bayan

"Harus!" karena kamu adalah Tumenggung Pamotan. 

Panglima Lodaya segera meninggalkan Tumenggung Bayan yang masih termangu. Ia di iringi oleh beberapa orang prajurit Pamotan. Sementara itu murid-murid di padepokan Bukit Kalam masih duduk bersimpuh, sebagaimana kebiasaan kalau menghadapi masalah besar datang.

Di lain pihak Bre Wirabhumi tengah menerima utusan Negeri Madangkara. Bre Wirabhumi membaca surat Lontar yang di ukir indah. Wajahnya berkerut menggambarkan bahwa ia tidak senang dengan bunyi surat yang sedagn di bacanya. 

Patih Gotawa dan Mantili yang duduk di hadapannya maklum akan hal itu. Tapi sebagai duta mereka tampak tenang.  Sementara itu para pembesar kerajaan Pamotan kelihatan tenang. 

"Tidak punya pendirian! katakan pada rajamu, aku butuh ketegasan!' Menjadi sekiti Pamotan atau menjadi musuh !" Aku tidak suka jawaban yang mengambang seperti ini !" seru Bre Wirabhumi. 

Mantili menggigit lidahnya untuk menahan emosinya sedangkan Gotawa tetap tenang. 

"Katakan Sabda ku pada rajamu!", Seru Bre 

"Baik Gusti Prabu! sekarang juga kami mohon pamit," sahut patih Gotawa.

 Kemudian mereka menyembah lalu meninggalkan tempat itu, Bre wirabhumi masih muring-muring. 

"Aku yakin Sumedang Larang dan Tanjung Sengguruh serta Pajajaran akan mendukung kami!" seru Bre Wirabhumi dengan sinar mata yang penuh harap. 


Bersambung......................

Tuesday, June 20, 2023

GOA SUNYARAGI CIREBON

 




Goa Sunyaragi atau Taman Sari Sunyaragi merupakan situs bersejarah yang terletak di kota Cirebon tepatnya di kelurahan Sunyaragi, Kesambi – Cirebon.  Konstruksi bangunan situs ini berupa taman air, sehingga Gua Sunyaragi disebut juga Taman Air Sunyaragi. Goa Sunyaragi memiliki kontruksi yang terbuat dari batu karang yang konon di ambil dari gunung Kidul yang direkatkan dengan putih telur. Batu karang sebagai pembuktian kalau hidup itu keras, tidak seperti terumbu karang aslinya yang lentur.

Kemudian, susunan terumbu karang ini dibuat dengan model batik Wadasan, atau yang sekarang dikenal dengan model batik Mega Mendung. Filosopinya “gantungkan cita²mu setinggi langit” yang artinya manusia harus dapat menahan amarah pada dirinya dalam kondisi terpuruk, sedih dan tertekan. Selalu bersikap bijaksana dalam kondisi apapun layaknya awan yang mendung dan menyejukkan suasana.

Sedangkan ma putih telur, menurut catatan sejarah, putih telur memiliki makna bahwasannya putih artinya suci, telur artinya bulatkan tekad.


Arti dari Goa Sunyaragi sendiri berasal dari kata sunya yang artinya sepi dan ragi yang artinya raga. Kedua kata tersebut berasal dari bahasa Sanskerta. Sehingga tempat ini di percaya sebagai tempat untuk bertapa. Namun demikian Goa Sunyaragi merupakan salah satu taman Kaputren milik Kesultanan Cirebon. Sebagai taman kaputren pengganti setelah taman kaputren luhur giri saputra negara berubah fungsi menjadi taman pesarean atau pemakaman, atau sekarang taman pemakaman sunan gunung jati. Taman kaputren panyepi ingraga ini menggunakan konsep kearifan lokal, taman kaputren tempat bermain putra putri. Tapa yang dimaksudkan tidak berarti bertapa, akan tetapi lebih kepada berkhalwat, bertawasul, atau beri’tikaf.



Sejarah singkat berdirinya goa sunyaragi terdapat  dua versi yang berkembang. Versi pertama adalah berita lisan mengenai sejarah berdirinya Goa Sunyaragi yang disampaikan secara turun temurun oleh para bangsawan Cirebon. yang dikenal dengan sebutan Carub Kanda.

Menurut Caruban Kandha dan sejumlah catatan dari Keraton Kasepuhan, Goa ini dibangun karena Pesanggrahan Giri Nur Sapta Rengga berubah fungsi menjadi tempat pemakaman raja-raja Cirebon. Hal tersebut dihubungkan dengan perluasan Keraton Pakungwati yang terjadi pada tahun 1529 M, yaitu dengan pembangunan tembok keliling keraton, dan lain-lain, kemudian versi lainnya adalah Caruban Nagari yang berdasarkan buku Purwaka Caruban Nagari tulisan tangan Pangeran Kararangen atau Pangeran Arya Carbon pada tahun 1720. Berdasarkan cerita yang beredar, Gua Sunyaragi didirikna pada tahun 1703 Masehi oleh Pangeran Kararangen yang tidak lain adalah cicit Sunan Gunung Jati.

Anda tertarik untuk mengunjunginya?


 









Wednesday, May 24, 2023

SAUR SEPUH SATRIA MADANGKARA BAGIAN KE 7

 Lanjutan dari Bagian ke 6



Dari balik rumah penduduk, muncul penunggang kuda yang rupanya hulubalang dari tentara Pamotan yang di tempatkan di desa ini. Dua orang ponggawa mengiringinya dengan berjalan kaki adalah dua orang prajurit yang mencuri kedatangan Mantili dan Gotawa. 

Jalanan sudah sangat sepi, demikian pula rumah Wanoh, sang hulubalang melihat dua ekor kuda ditambat di samping rumah Wanoh. Mereka segera mendekati dan mencurigai apalagi melihat kuda-kuda itu bukan kuda murah. 

"Awasi mereka terus, aku curiga mereka mata-mata!" seru Sang Hulubalang. 

"Baik Den!".

Sekilas kuda hulubalang itu menlintas dengan cepat meninggalkan kedua prajurit itu yang tiba-tiba merasa menjadi sangat penting dengan tugas tersebut. 

Patih Gotawa dan Mantili mengintip dari celah-celah dinding. 

"Mereka mencurigai kita!" seru Gotawa.

"Kita lawan kalau mereka macam-macam!" bisik Mantili.

Patih Gotawa membelai rambut istrinya. Dia tahu watak isterinya yang beringas dan cepat naik darah.

"Jangan sampai tindakan kita jutru mempersulit tugas negara!" seru Gotawa.

"Sekedar memberi pelajaran kan boleh, tidak sampai membunuh. Sebab biasanya ponggawa selalu berlebih-lebihan dalam menjalankan tugas mereka,"

Gotawa hanya tersenyum sementara Mantili menyandarkan tubuhnya ke dada Gotawa yang bidang. Malam itu berlalu tanpa ada sesuatu yang istimewa. 

Penjagaan di batas desa Lung semakin ketat. di atas pohon-pohon besar di dirikan tempat tempat untuk pengintaian dan mengawasi orang-orang yang keluar  masuk desa, terutama yang menuju ke arah Majapahit. Lima orang berjaga di menara pengawas yang unik itu. Tiba-tiba salah seorang diantara mereka melihat sesuatu. Di kejauhan nampak Mantili dan Gotawa sedang mengendarai kudanya. Orang-orang di menara pengawas memberi kode pada orang yang di bawah dengan menarik tali yang dihubungkan dengan genta sapi yang digantung dekat dengan gubuk para tentara penjaga perbatasan berkumpul.

Hulubalang yang menjadi komandan regu segera menyiapkan senjatanya dan menyuruh lima orang anak buahnya mengikuti. Gotawa bersikap tenang meskipun dia melihat enam orang menghadang jalan kudanya. 

"Kalian mau kemana?" tanya hulubalang sambil menahan jalan mereka. 

"Majapahit", sahut Gotawa singkat. 

"Turun!"

Gotawa dan Mantili turun dari kudanya.

"Kalian tahu bahwa Pamotan mau memberontak dari kekuasaan Majapahit? artinya siapapun yang sudah melintas daerah Pamotan dilarang melintas ke Majapahit", seru hulubalang.

"Kenapa kami tidak punya urusan dengan masalah negara kalian. kami pengendara dari kulon yang mau berkelana melihat kemajuan negeri lain".

Hulubalang itu sinis sekali. Matanya yang di takdirkan seperti selalu curiga pada siapapun melirik nyaris menjijikan. 

"Kalian jangan mengira saya bodoh, Kalian pasti utusan dari salah satu negeri di Kulon. Kuda kalian terlalu mahal untuk pengembara".


Sementara itu dengan lancang tanpa permisi beberapa punggawa Pamotan  mau menggeledah buntelan yang menggelantung di pelana kuda. Tentu saja Mantili jadi naik pitam. 

Dengan gerakan yang cepat dia tahan tangan yang mau mengambil buntelan itu dan sebuah tamparan keras mendarat di pipi punggawa tadi. Tentu saja kejadian itu membuat Hulubalang dan anak buahnya menjadi berang. Sang hulubalang mencabut pedangnya dan berteriak "Bangsat!".

Perkelahian tak bisa di elakkan lagi. Gotawa meladeni Hulubalang sedangkan Mantili dengan enteng menghadapi  lima punggawa. Singkat sekali Mantili menghabisi lawan-lawannya dengan punggung pedangnya hingga lawan-lawannya tidak sampai mati. Orang-orang diatas menara pengawas mau melepaskan anak panah, tapi Mantili dengan sangat cepat telah mencelat keatas dan mendara tepat diatas dahan dekat menara pengawas diatas pohon. 

Tiga dari lima orang di menara pengawas itu terpelanting oleh tendangan Mantili. Sementara Gotawa meladeni hulubalang yang cukup lumayan mempunyai ilmu silat tingkat tinggi. Tapi biar bagaimanapun Gotawa adalah mahapatih yang berpengalaman sehingga hulubalang kewalahan juga menghadapinya. 

Mantili menyerang dengan pedangnya tapi dua orang sisanya segera  menggelayut di akar pohon untuk pindah ke dahan lain sambil berusaha menyelamatkan diri. Mantili menyusul dengan seuah lompatan yang bagaikan terbang dan dengan kilat dia membabat akar tadi sehingga putus. Akibat tubuh-tubuh yang menggelayut ikut terjatuh ke tanah. 

Di pihak lain hulubalang yang terdesak kini terpental oleh tendangan yang menghantam pangkal lengannya. Kesempatan itu di gunakan untuk mengambil senjata rahasia berbentuk keris-keris kecil dan dilemparkan kearah Gotawa. Keris-keris itu menancap di keempat jari Gotawa yang dipakai untuk menangkis. Dengan tenang Gotawa meremas keris-keris itu. 

Hulubalang melongo hingga sebuah tendangan menyambarnya dan membuatnya jatuh pingsan seketika. Sementara itu Mantili masih terus mengejar seorang ponggawa lagi yang masih melayang-layang diatas pohon. Orang itu berhasil turun melewati akar gantung. Tapi baru saja kakinya menginjak bumi, mantili sudah mendarat di sampingnya.  Orang itu terpana dan ketika itulah kepalan tangan kiri Manitli mengistirahatkan punggawa untuk sementara waktu. Mantili mengangkat bahu ketika menerima senyuman dari suaminya

"Terpaksa!" Sahut Mantili manja.

Kemudian mereka melanjutkan perjalanan menuju ke negeri Majapahit. Tak lama kemudian sampailah mereka di negeri yang di tuju. Dengan diantar dua orang hulubalang Majapahit mereka memasuki Keraton. Prabu Wikramawardana sedang di hadapi oleh Patih Gajah Lembana, Rake Demung, Rake Rangga, Rake Kanuruhan dan Rake Rumenggung. Rupanya keadaan semakin genting. 

Kedatangan Mantili dan Gutawa sedikit mengganggu mereka, tapi ketika mendengar bahwa yang datang adalah Patih dari Madangkara maka sang Prabu melunakkan seri mukanya. 

"Hamba Patih Gotawa utusan dari Madangkara, memberi surat untuk yang maha mulia baginda Prabu Wikramawardana. Maaf kami datang dengan pakaian menyamar! Seru Gotawa. 

Sang Prabu mengangguk dan Gotawa menghaturkan surat dari daun lontar yang di bawanya. Mantili diam-diam mengagumi keindahan istana Majapahit yang tersohor itu, Lantainya nampak terbuat daribatu pualam berwarna putih mengkilat. Kayu-kayu tiang bangunan joglo itu diukir dengan indah, semuanya serba mewah. 

Prabu Wikramawardana berkata : "Aku mengerti sikap raja. Memang persoalan Pamotan adalah masalah keluarga. Sangat bijaksana kalau Prabu Brama Kumbara memilih Majapahit bukan memihak  aku atau siapa. Raja bisa berganti, tapi Majapahit tetap Majapahit!".

"Kami mohon pamit Baginda Prabu!" seru patih Gotawa yang menyadari kedatangannya sedikit mengganggu. 

"Tentunya kalian juga akan ke Pamotan. Mudah-mudahan selamat dan titipkan salamku untuk Prabu Brama Kumbara. Semoga Madangkara tetap aman, makmur dan sejahtera".

"Terima kasih Baginda".

Patih Gotawa dan Mantili menyembah lalu pergi dengan dikawal oleh kedua prajurit Bhayangkari.

Seperginya Mantili dan Gotawa Prabu Wikrama wardana melanjutkan pembicaraanya tentang situasi genting saat ini. 

"Aku yakin Wirabumi gagal dalam mencari dukungan dari negeri-negeri kulon. Tinggal Bre Tumapel yang masih ragu".

"Ampun Gusti prabu, bagaimanapun kita haru slebih cepat bertindak. Sebab terus terang ketika paduka Bre Wengker Sri Wijaya Rajasa menduduki patih Hamengkubumi, beliau telah melakukan tindakan tindakan yang merugikan negara kepada negeri lindungan Majapahit" Gajah lembana Membuka suara. 

"Menghasut mereka untuk melepaskan diri maksudmu?".

"Mungkin tidak terang-terangan. Tapi arahnya kesana. Itu sebabnya beliau  menyusun kekuatan dan pindah dari Wengker ke Pamotan. Bre Wirabumi hanya meneruskan cita-cita itu.

"Memang sebaiknya kita cepat bertindak sebelum Pamotan itu benar-benar siap!"sambung Narapati Raden Gajah. 

Prabu Wikramawardana merenungi nasehat dari semua bawahannya. 

Demikian pula halnya di Pamotan. Malam itu Bre Wirabumi berkumpul di ruang kerja bersama para staffnya. Wirabumi kelihatan  merenung sementara Panglima Lodaya dan beberapa orang staf penasehat menunggu apa yang akan dilakukan Bre Wirabumi.  Ibu Rajasaduhitatunggadewi berjalan membawa tempat sirih yang mengkilap dan duduk di samping  putranya yang sedang merenung. 

"Akhir-akhir ini kamu sering termenung putra prabu. Ibu takut kamu mulai ragu.!" ibu angkat Wirabumi berkata. Bre Wirabumi mencoba tersenyum. "Tidak kanjeng ibu, menentukan waktu ternyata tidak gampang,".

"Asal kamu ingat bahwa keraguan selalu akan menghancurkan !" Ibu angkat wirabibumi memperingatkan. 

"Terima kasih kanjeng ibu!".

Semua tumenggung dan para Narapati cuma diam. Demikian juga ketika ibu setengahbaya itu meninggalkan tempat itu. Prabu Wirabumi menghela nafas. 

Panglima Lodaya kelihatan mulai geisah ingin menyampaikan sesuatu. Hal itu terlihat oleh Bre Wirabumi. Lalu ia memerintahkan stafnya yang sangat dipercaya itu untuk berbicara. 

"Ampun gusti Prabu, Kalau kita harus menunggu kembalinya para utusan dari negeri Majapahit akan mendahului  menyerang Pamotan", Panglima Lodaya menyampikan kekuatirannya. 

Semua yang hadir dengan serius mendengarkan pembicaraan Panglima Lodaya sementara itu Bre Wirabumi nampak tenang sekali meskipun sesungguhnya ketenangan itu hanya untuk menutupi dari kegelisahan hatinya. 

"Dan kalau sampai terjadi terus terang hamba ragu apakah kekuatan Pamotan akan mampu menahan serangan sereka!".

Brewirabumi membenarkan :

"Pendapatmu benar Lodaya! Tapi dukungan dari negeri negeri sahabat juga penting. ini yang membingungkan  pikiranku!" 

Suasana menjadi makin lengang. semua dipaksa untuk berpikir. Ketika itulah sebilah keris kecil melayang dan menancap pada tiang joglo ruang rapat itu. Semua yang hadir terkejut. Mereka menoleh kearah datangnya keris itu. Dua orang prajurit penjaga lari keluar. Panglima Lodaya dan tigak orang lainnya bergerak menuj teritisan pendopo. Tapi di sekeliling halaman itu tetap lengang, tidak ada seorangpun. Tangan Bre Wirabumi mengambil keris yang tertancap dimana ada segulung lontar diikatkan pada hulunya. 

Sambil berjalan menuju ketempat duduknya Bre Wirabumi membuka surat lontar itu. Mukanya sedikit berkerut. 

"Lodaya!" serunya

"Ampun Gusti Prabu!"

Bre Wirabumi melemparkan surat Lontar itu kedepan panglima yang baru saja duduk. 

"Urus bawahanmu!" terdengan Bre Wirabumi berseru hebat. 

Panglima Lodaya agak heran dan kurang enak mendengar nada ucapan rajanya yang agak keras. Dia segera menyembah.

"Ampun Gusti Prabu!"


BERSAMBUNG KE BAGIAN 8

Thursday, March 30, 2023

SELAMAT HARI FILM NASIONAL KE 73

Tanggal 30 Maret di peringati sebagai hari film Nasional, dan pada tahun 2023 Hari Film sudah menginjak usia yang ke 73 tahun. suatu usia yang tidak muda lagi tentu saja. 

Di kutip dari laman wikipedia.com Hari Film Nasional adalah peringatan hari film di Indonesia yang jatuh pada setiap tanggal 30 Maret, disamakan dengan hari pertama pengambilan gambar film Darah dan Doa (1950) yang disutradarai oleh Usmar Ismail. Hal ini disebabkan karena film ini merupakan film pertama yang disutradarai orang dan perusahaan Indonesia serta dinilai sebagai film lokal pertama yang bercirikan Indonesia. Peringatan ini diresmikan oleh B.J. Habibie pada 30 Maret 1999 melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 25 Tahun 1999 tentang Hari Film Nasional yang ditetapkan. Dalam Keppres itu disebutkan pula bahwa peringatan Hari Film Nasional bukan hari libur nasional.

Semoga di tahun tahun mendatang film Indonesia akan semakin ramai dan berkualitas.

Sekali lagi selamat hari film nasional

Friday, February 3, 2023

SAUR SEPUH, SATRIA MADANGKARA BAGIAN 6

 Lanjutan dari bagian 5...........


Prabu Brama Kumbara sedang bercengkerama dengan isterinya Harnum

Brama Kumbara sedang duduk di sebuah bangunan berangin-angin di sekitar padepokan di desa Jamparing yang sejuk. Suasana begitu nyaman di alam pegunungan dengan air sungai berbatu serta jeram dan air terjun yang sangat indah. Tapi bertentangan dengan suasana yang tenteram itu malah Brama nampak murka sekali. Dengan suara yang keras dia bertanya : 

"Siapa yang melakukan?" 

Anak buah tumenggung Adiguna yang menyelamatkan surat Brama untuk Raja Majapahit dan Pamotan terlihat masih segar meskipun luka-luka di tubuhnya cukup parah. Senopati Ringkin yang mengantarkan utusan itu ke Jamparing tetap diam. Patih Gootawa menahan geram, terlebih Mantili.

"Ini tidak bisa di biarkan! Orang Pamotan sudah melakukan tindakan sesenang-wenang. Gotawa dan Kamu mantili, Kuberi tugas untuk menggantikan Tumenggung Adiguna. Berikan surat ini pada Prabu Wikramawardana dan Brewirabumi. Ini tugas resmi Madangkara. Sementara pertanggungjawaban Tumenggung Bayan adalah urusanku!".

"Baik kanda Prabu!" sahut Gotawa dan mantili berbarengan. 

"Ringkin! Bawa Bentar dan isteriku Paramitha ke Madangkara, siagakan pasukan kalau sewaktu-waktu di perlukan!".

"Daulat Gusti Prabu!"

Para punggawa Pamotan

Sementara itu di padepokan, Bentar sedang menulis semacam tembang yang di salin dari kitab-kitab daun lontar. Harnum dan Paramita mengagumi kepandaian anak berusia sekitar sembilan tahun dalam ilmu alam. Bentar adalah seorang anak kutu buku. Kulitnya lembut seperti wanita tapi matanya tajam dan jernih yang memancarkan kecerdasan yang luar biasa. 

Suasana semakin lama semakin panas. Desa Lung yang cukup ramai di huni penduduk merupakan sebuah daerah kekuasaan Majapahit yang sangat berdekatan dengan perbatasan. Kelihatan kesibukan berjaga-jaga dari tentara Majapahit mulai meningkat, baik infantri maupun kavaleri mondari mandir. Jika ada yang mencurigakan mereka segera melakukan penggeledahan. 

Suatu siang di pinggir sebuah sungai Patih Gotawa menyimpan pakaian kebesaran di sela-sela batu cadas. Dia bersalin pakaian dengan pakaian pendekar biasa sementara Mantili juga telah mengganti pakaian yang serupa.

"Kita akan lebih leluasa dengan pakaian begini!" seru Patih Gotawa. 

"Tapi jangan menyesal alau tidak seorangpun akan hormat kepada kita!" sahut Mantili. 

"Artinya orang-orang itu sebenarnya cuma menghormati pakaian kita bukan kita. Mereka takut pada pakaian kita, bukan pada Mantili dan Gotawa".

Keduanya lalu kembali menaiki kuda. 

"Masih jauh Majapahit dari sini?" tanya Mantili. 

"Sebelum tengah malam mudah-mudahan kita sudah sampai ke desa Lung. Kita ke Trawulan dulu, menghadap Raja Majapahit, kemudian baru ke Pamotan", sahut Gotawa. 

Kembali kuda mereka berpacu dengan pesatnya. 

Brama Kumbara menanggalkan mahkotanya dan memasukkannya ke dalam peti kayu berukir indah. Demikian juga gelang dan kalung yang merupakan perhiasan kebesaran seorang raja. 

Harnum telah berganti pakaian dengan pakaian seorang pendekar wnaita. Dia masih tetap jelita dengan sebilah pedang yang terselempang melintang di punggungnya. 

"Ini mengingatkan masa-masa pengembaraan kita beberapa tahun lalu!" seru Harnum. 

"Terpaksa harus kita lakukan. Saya tidak melibatkan Madangkara dalam pertikaian Majapahit dengan Pamotan,".

"Kalau kakang Prabu pribadi sebenarnya lebih memihak siapa?". tanya Harnum. 

"Aku terlahir untuk membela yang benar. Tapi untuk mencari yang benar dalam masalah ini sulit sekali,"

"Masing masing pihak akan merasa dirinya benar. Sedang kebenaran harus cuma satu!" Harnum menyambung. 

Brama sudah selesai memakai pakian pendekar, bersenjatakan keris yang tidak terlalu panjang. Sebenarnya ilmu kedigdayaan Brama lebih handal daripada semua ilmu silat yang dia miliki. Mereka segera bergegas meuju ke luar rumah. 

"Itu kenapa Madangkara tidak memihak.!," kata Brama Kumbara sambil bersiap hendak berangkat. 

"Bukan kita tidak punya pendirian. Dalam sebuah pertikaian, lebih baik kita menjadi juru damai. Itu perbuatan paling mulia aku kira!".

Sampai di halaman Brama Kumbara memandang langit. Kemudian dia bersuit memanggil burung Rajawali sahabatnya. Di Langit lepas Rajawali Raksasa itu berkeak-keak menukik. 

Tak lama kemudian rajawali tu turun dengan angin besar menerbangkan daun-daun kering karena kibasan sayapnya. Brama dan Harnum segera menaiki punggung burung raksasa itu. Tak lama kemudian Rajawali mulai terbang dengan sayap berkepak-kepak. 

Seperti Raja Airlangga yang dengan gagah menaiki burung Garuda, maka Brama dan Istrinya Harnum kelihatan perkasa diatas punggung rajawali itu. 

"Dinda Gotawa dan Mantili pasti sudah sampai di Majapahit. Mudah-mudahan mereka tidak mendapatkan kesulitan", kata Brama memikirkan kedua adiknya. 

Dan saat itu kuda Mantili dan Patih Gotawa melintas diantara penduduk serta tentara Pamotan yang sedang menuju ke tempat mereka masing-masing. 

Desa ini cukup maju karena merupakan desa transit. Hal ini disebabkan banyak pedagang rempah-rempah dan hasil bumi menginap di desa itu. Selain itu banyak sekali penduduk yang membuka rumah makan. Desa Lung adalah perbatasan antara Majapahit dan Pamotan. 

Seorang Prajurit kelihatan berbisik-bisik pada temannya setelah melihat Gotawa dan Mantili. Dari agak kejauhan kelihatan Mantili dan Gotawa menanyakan sesuatu kepada salah seorang penduduk. 

Ternyata mereka ingin bermalam di sebuah rumah seseorang bernama Wanoh, kenalan Patih Gotawa beberapa tahun yang lalu. Wanoh gembiera sekali menyambut tamu yang tak  di duga kedatangannya itu. Dengan ramah dia menjamu Gotawa dan Mantili . Mereka duduk diatas tikar anyam dengan pandangan lepas ke halaman belakang yang teduh. 

"Keadaan makin gawat den, kemungkinan perang saudara tidak bisa di elakkan lagi. Tadinya desa ini tidak pernah ada tentara, sekarang ada kira-kira seratu orang tentara Pamotan ditempatkan di sini!", Wanoh Bercerita. 

"Bagaimana sikap bapak?siapa sebenarnya yang salah? Pihak Pamotankah? atau Majapahit?" tanya Mantili.

"Wah......saya tidak mengerti den, rakyat kan hanya menurut apa kata Raja. Sebab apa saja yang dilakukan raja pasti benar. Raja adalah wakil dewa di dunia, maka sudah seharusnya apa yang dilakukan adalah hanya kebenaran" sahut Wanoh. 

"Seharusnya memang begitu, tapi jaman sekarang banyak raja mengkhianati amanat Dewa Jagad Batara, Bahkan mereka merasa menjadi dewa yang berhak melakukan apa saja yang mereka suka!". Gotawa menyatakan pendapatnya. 

"Saya tidak mengerti itu den, saya rakyat, tugas saya cuma patuh pada gusti prabu. Apapun yang di lakukan berliau, pasti punya tanggungjawabnya sendir ipada Sang Pencipta Alam semesta!".

Mantili cuma tersenyum melihat kepolosan Pak Wanoh. Sementara itu Patih Gotawa hanya mengangguk-angguk . Dia merasa bahwa yang tersirat dari ucapan Wanoh adalah sebuah tuntutan maha halus kepada raja untuk berbuat paling benar. 


BERSAMBUNG KE BAGIAN 7