Friday, October 10, 2025

HARRY CAPRI, DIKERJAIN SUTRADARA


Di awal tahun 80an saat itu Harry masih sibuk-sibuknya dibidang keperagawanan, dapat tawaran peran di film "Nenek Grondong". Kehadiran pria asal Sumatera Barat yang punya perawakan tegap, besar dan tampan ternyata dilirik sutradara lain, hingga dia dipercaya untuk memerankan tokoh pewayangan BIMA dalam film "Pandawa Lima".Lebih dari 35 judul film yang dibintangi oleh Harry Capri. Pada saat berita ini diturunkan film yang beredar adalah "Kisah Cinta Nyi Blorong" memerankan tokoh Gunawan, kekasih Wenny yang diperankan oleh Kiki Fatmala. 

Bila diamati, hampir semua film yang dibintangi oleh Harry adalah jenis film laga, jadi tak salah bila ia di juluki bintang laganya Indonesia. Dan karena itu juga, buat seorang Harry yagn selalu beradegan ciat ciat an mau tak mau harus bisa menguasai pengetahuan tentang bela diri. Namun, nampaknya Harry yang bisa dibilang cukup sibuk bergelut dalam karir filmnya, tak menggantungkan penghasilan dari dunia peran itu sendiri. Nyatanya Harry yang merupakan suami Camelia Malik (Saat berita ini diturunkan, kini sudah bercerai) tetap sibuk mengelola rumah makan miliknya di sekitar monas (pada saat itu). 

Dari celotehannya, ketika berbincang di sebuah hotel di Bandung, ternyata Harry Capri punya kesan tersendiri dalam dunia film ini. Harry pernah merasa dikerjain sutradara, yangmungkin perlu dirahasiakan siapa sutradara itu. 

"Ya, saat itu baru barunya main film. Belum tahu apa-apa. Karena pada waktu itu saya datang terlambat di lokasi suting, maka hari-hari berikutnya ketika ada adegan saya setelah dimake up, tiba-tiba sutradara bilang break, tanpa mengambil adegan saya. Perbuatan itu berturut-turut sampai 4 hari. Datang ke lokasi di make up, tiba-tiba break begitu saja. Wah! Saya belum bisa bilang apa-apa, terima saja," tuturnya. 


~sumber MF~

Wednesday, October 8, 2025

Dr. Amaroso Katamsi


 AMAROSO KATAMSI sebelum ke film pernah menjadi pemain dan sutradara untuk pentas dan TV, pengajar pada almamaternya dan sebagai Dokter TNI Angkatan Laut. Terjun kedunia film sejak tahun 1976 sebagai pemain dalam film Menanti Kelahiran, dilanjut dalam Darah Ibuku, Terminal Cinta, Duo kribo, Balada Anak Tercinta serta duakali menjadi nominator sebagai aktor dalam Film Serangan Fajar dan G 30 S PKI.

Diluar film sebelum menjabat sebagai Direktur Utama Pusat Produksi Film Negara (PPFN) , sempat menjabat Kepala Departemen Saraf dan Jiwa RS Angkatan Laut juga sebagai salah seorang team perancang kota Cilacap. Aktor yang bergelar Dokter lulusan UGM kelahiran Jakarta 21 Oktober 1938 dan besar di Magelang ini juga seorang pengajar di IKJ pernah menjadi Pemantu Rektor 3. Dimasa kuliah Amaroso Katamsi sempat pula beberapa kali menjuarai deklamasi. 

Seorang Dokter, seorang kolonel Angkatan Laut, Aktor handal, Wakil rektor IKJ, Direktur Perum PPFN, Ia manusia yang komplit dan gigih. Banyak produser film berutang padanya, "tapi kalau di tagih galakkan mereka", katanya. 

Selama 3 tahun menjabat sebagai Dirut PPFN, Amaroso Katamsi lebih ke melakukan pembenahan. Karena saat itu perubahan status yang ada di PPFN Unit Pelaksana Teknis Deppen ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pembenahannya dalam manajemen. Sebab beberapa sistem yang berlaku harus pula berubah. Pembenahan Kedua adalah perubahan sikap para pegawai PPFN yang semula tidak berkecimpung dalam bidang usaha, kemudian harus mengikuti gerak usaha. 

~sumber : MF~

Tuesday, October 7, 2025

TAK MUDAH BIKIN FILM KISAH NYATA

 


Membuat film dari kisah nyata tidaklah mudah. Biar menggiurkan, ternyata toh nggak gampang membuat film yang diambil dari kisah nyata, terutama berita hangat yang terjadi. Baik pemb u n u h a n, pe m er ko sa an, menjadi incaran empuk para produser. 

Begitu banyak yang bersemangat membuatnya, begitu banyak pula yang mundur teratur karena terbentur birokrasi dan aturan ketat. Film-film "Wasdri Sengkon dan Karta" adalah contoh dari film yang tak memperoleh izin difilmkan. (Ini kasus tentang apa ya? ada yang tahu?)

Produser maunya menggambarkan peristiwa sebenarnya seperti yang terjadi dan di dengar masyarakat. Sulitnya bila kasus seperti ini menyangkut anak para "penggede". "Mereka bisa teringgung!" ujar Bucuk Soeharto produser Safari Sinar Sakti Film yang memproduksi film "Perawan Desa" yang diangkat dari kasus SUM KUNING. Bagaimana sih sulitnya?

Lalu Bucuk pun menyebut bahwa kesulitan sudah dihadang sejak awal produksi. "Ya, sejak mencari data-data kita sudah memperoleh ganjalan," ujarnya. 

Semula judul yang diajukan adalah "Sum Kuning" lalu diganti "Balada Sumirah". Karena masih ada nama Sum, Deppen menyarankan perubahan baru. Akhirnya disepakati menggunakan judul "Perawan Desa" saja. Walau izin prodksi telah diperoleh saat sutingpun tetap diganggu. Hampir tiap malam selesai suting teror lewat telepon tak ada henti-hentinya. Ada yang mengancam atau mau mengacau. 

Waktu suting, kata Frank Rorimpandey sutradara film tersebut, ia selalu ditunggu Tekab. meski begitu maih ada kewajiban baru, yakni membuat laporan suting untuk penguasa di Jogya. Pernah sutingpun di batalkan dan harus pindah lokasi. Padahal pembuatan setelah selesai, izin lokasi dari kejaksaan diperoleh. "Waktu itu kami mau suting di daerah Godean!" jelas Frank.  Dan anehnya , lanjut Frank, yang membatalkan juga instansi yang memberi izin. "Dengan berbagai kesulitan itu, sambung Bucuk," sulit rasanya untuk menggambarkan peristiwa yang sebenarnya. 

Memang "Perawan Desa" berhasil diselesaikan, tapi film terbaik FFI '80 di Semarang itu sempat berlama-lama menginap di gudang Badan Sensor Film (BSF). Baru setelah mengalami banyak pengguntingan, diizinkan beredar di seluruh Indonesia. Tapi untuk daerah Jogjakarta, pemerintah setempat mengambil kebijaksanaan "Perawan Desa" tak boleh beredar di seluruh DIY, sampai sekarang (1988). 

Kesulitan mengangkat kasus kriminalitas dan pemer kosaan hak asasi manusia tidak saja dialami bucuk Suharto, tapi juga rekannya Hendrick Gozali, produser PT. Garuda Film. Hendrick mengaku sebagai pedagang memang selalu ingin menampilkan apa yang sedang hangat di kalangan masyarakat , Itu sebabnya ketika ada kasus pembu nuhan terhadap Ny. Supatmi yang gagal, Hendrick pun segera berniat untuk mengangkat ke layar putih. 

"Saya sudah kumpulkan data-data cukup banyak, tapi kesulitan-kesulitan yang muncul pun mulai nampak. Dari kalangan Kepolisian banyak yang tidak setuju kalau kasus itu difilmkan. Kita maklum mungkin untuk tidak mencoreng citra polisi!" jelas Hendrick. 

Gagal di filmkan Hendrick , kasus tersebut tetap diangkat ke layar putih oleh produser lain Inem Film. Cerita yang tampil memang tidak seperti kasusnya. Dimana seorang perwira polisi yang telah punya keluarga terlibat permainan cinta dengan wanita lain, dan akhirnya membu nuh pacarnya. 

Meski hanya ide cerita dari kasus tersebut, Inem Film terpaksa harus mengganti judul yang diajukan "Kasus Ny. Supatmi". Setelah berulang kali ada perombakan skenario dan judul filmnya. Deppen memberi izin dengan judul "Kabut di Bibir Pantai", dengan tetap menghadirkan Ny. Supatmi sebagaisalah satu bintang pendukungnya. 

"Lebih Enak mengangkat kisah nyata yang bukan dari kasus kriminalitas", kilah Hendrick. Ia kemudian mencontohkan salah satu produksinya, "Jangan Ambil Nyawaku" film yang dibintangi Lenny Marlina dan Frans Tumbuan itu katanya juga merupakan kisah nyata yang telah di novelkan oleh Titi Said Sadikun. Cerita tentang penderita penyakit kanker yang berhasil diobati. Novelnya cukup laris. "Filmnya Juga Sukses dan tidak di protes", tegas Hendrick. 

Sependapat dengan Hendrick, produser dari Empat Gajah Film, Alwi mengangkat cerita yang telah populer di kalangan masyarakat, lebih memungkinkan untuk bisa menarik penonton lebih besar. Dan tentu saja, kalau kisah tersebut bukan merupakan tindakan kriminalitas, dimana melibatkan banyak pihak, dalam penggarapannya tiak akan mengalami kesulitan. Awi segera mengambil contoh film produksinya "Penyesalan Seumur Hidup". Juga film "Kanker Payudara".

"Arie Hanggara" kasus kriminalitas yang dalam film pun sukses. Tapi dalam penggarapannya, tak banyak mengalami kesulitan. Karena kasus tersebut tidak melibatkan anak pejabat atau pejabat tinggi. Kasusnya tentang rakyat biasa, terhadap keluarganya sendiri. Frank Rorimpandey yang menggarap film tersebut juga mengaku tidak seberat waktu menggarap "Perawan Desa". Yang muncul di film, peristiwa yang terjadi, hampir tergambar semua. "Karena kebetulan saya juga mengenal Mathino, ayah Arie cukup lama!" jelas Frank. 

Satu lagi kasus pembu nuhan akan diangkat ke layar perak oleh produser Kanta Indah film yakni terbu nuhnya "Dice" Kabarnya semua persiapan menjelang beres, Skenario ditulis penulis muda Marseli, Namun pihak Deppen masih maju mundur. 

Namun sebelum film itu sendiri dimulai produksi  banyak pertanyaan yang muncul. Sampai sejauh mana kebenaran fakta yang akan tergambar dalam film?. Pertanyaan itu muncul karena kasus pembunu han Peragawati Cantik itu, kabarnya juga melibatkan orang-orang gedean. Biasa, masalah cinta. 

Yang tertarik memfilmkan Dice tercatat beberapa produser Tobali, Semula lebih awal. Juga Garuda Film dan Rapi Film. Cuma mereka mundur teratur, karena sadar akan kesulitan yang mungkin akan menghambatnya setiap saat. "Berat dan Resiko", ujar mereka serentak. 


~sumber : MF No 050/18 Tahun ke IV, 28 Mei - 10 juni 1988~

Monday, October 6, 2025

NIKI KOSASIH, SANG PERAMU SAUR SEPUH

 


Niki Kosasih, nama ini di era 80an sangat kondang terutama bagi pendengar sandiwara radio SAUR SEPUH. Berikut adalah kutipan berita pada Majalah Film yang kini sudah tidak terbit lagi, no. 050/18 tahun ke IV, 28 Mei - 10 Juni 1988.

Memasuki rumahnya yang terletak di belakang sebuah toko penjahit pakaian di bilangan Cipete Raya, Jakarta Selatan, wartawan MF sempat argu apakah benar rumah milik Niki Kosasih? Hampir seluruh pendengar radio di seluruh Indonesia nguping Sandiwara radio bersambung dengan judul Saur Sepuh. Dan Dongeng tentang Satria Madangkara karya Niki Kosasih. 

"Begini rumah saya mas" , ucap Niki Kosasih ketika wartawan MF memasuki rumahnya yang nampak sederhana. Sambil mengutak utik tape vidio yang ngadat, Niki Kosasih meneruskan, "Kelihatan sempit ya. Maklum rumah kami yang di Pondok Indah belum jadi karena nggak pernah dibuat," selorohnya. 

Dengan menarik nafas dia bicara lagi, " Yah terkadang keluarga kami di daerah beranggapan  Niki Kosasih sudah  jadi orang terkenal, sekaligus kaya. Padahal rumah aja ngontrak, mas!" Memang kehidupannya sebagai pengarang yang dirintis dengan belajar pada kursus menulis Naskah Radio Sanggar Prathivi Jakarta, kini berhasil melejitkan namanya ke permukaan dan mulai diperhitungkan. Tetapi dengan ucapannya diatas, nampaknya belum puas dengan apa yang diraihnya. 

"Ada pepatah lama mengatakan, buatlah nama anda terkenal nanti uang akan mengikuti, " Niki sedikit berpepatah. Dimana ucapannya itu juga akan dia buktikan. Tentu dengan kerja keras. Hasilnya?" Saya berusaha menerobos dunia audio, yakni radio. Karena lewat sandiwara radio saya mencapai apa yang ingin saya capai. Nama dan pekerjaan yang mantap!" papar pengagum Elvis Presley si raja rock and roll. 

Bermula dengan naskah Natasuma yang di siarkan radio Prambors pada sekitar 1980, Niki Kosasih melanjutkan "Bende Pusaka" dan "Bara di Bumi Angkara". Maka dari ketika naskah itu namanya mulai di perhitungkan, sekaligus menarik simpati pihak Pt Kalbe Farma buat merekrutnya. Melalui PT. Harapana Madya Bhakti, sebuah biro iklan pimpinan Adam Hanifah, terbuka peluang sukses itu. Dan karena perusahaan farmasi itu memintanya bikin sebuah sandiwara bersambung untuk radio di seluruh Jakrta, Lahirlah Episode "Darah Biru" yang merupakan kisah perdana drama seri "SAUR SEPUH"

Kesuksesan episode perdana yang terdiri dari 60 seri itu rupanya secara tanpa diduga mampu memikat hati penggemar sandiwara radio di Jakarta. Bahkan pengaruh disebar lebih luas yakni Jawa Barat dan seterusnya ke seluruh pelosok nusantara. 

"Sekarang Saur Sepuh sudah pada episode ke 15 dari 900 seri yang saya bikin. Naskah terakhir yang saya garap berjudul "Langit Membara di Jamparing" Dimana setelah Brama, Mantili dan Lasmini meninggal, lakon diteruskan. Eh saya teruskan dengan sepak terjang anak mereka tidak lain adalah Raden Bentar, Rayi Paksi, Dewi Anjani dan Garnis, " papar Niki tentang pelanjut dinasti Brama Kumbara yang diciptakan sekitar 1982.

Tetapi belakangan ini konsentrasi saya terganggu. Habisnya dalam pelacakan pemeran tokoh Brama, saya juga diminta menseleksi oleh pihak Kanta Indah Film dan Kalbe sendiri di samping sutradara film Saur Sepuh bung Imam Tantowi," tukas Niki mengadukan kesulitannya mencari tokoh manusia setengah dewa yang diciptakannya. Dilanjutkan pencarian calon pemeran Brama dan Lasmini, si tokoh wanita sensual antagonis itu dilakukan keseluruh pelosok Jakarta bahkan Cengkareng, Jawa Barat dan Jawa Tengah. 

"Yah pada prinsipnya saya setuju naskah saya di filmkan. Karena dengan begitu pendengar akan lebih mengenal tokoh-tokoh Saur Sepuh secara audio visual lewat layar perak," ungkap laki-laki beristrikan wanita asal Surabaya yang bernama kecil Gia itu. Tentu prinsipnya itu dibarengi dengan perasaan was-was kalau nanti naskahnya yang diangkat ke flm itu jeblok. Tetapi dengan mantap dia menambahkan, "Saya yakin Kanta Indah Film yang memang diakui orang sebagai spesialis film perkelahian itu tidak akan mengecewakan pihak mana juga, termasuk pendengar setia drama seri Saur Sepuh!".

Dan dengan difilmkannya Saur Sepuh, Niki sedikit lagi akan meraih materi. "Semoga setelah film Saur Sepuh beredar dan sukses, kami nggak ngontrak lagi deh. Capek mondar mandir boyongan terus !". Ya semoga saja Brama yang manusia setengah dewa itu berhasil menjerat hati penonton dengan ilmu serat Jiwanya, ujarnya yakin. 


~~

NOVIA KOLOPAKING, DEMI KARIR PONTANG PANTING


BERITA LAWAS! Dia sepertinya memang harus hidup diatas mobil, ungkap Nyonya Kolopaking tentang putrinya yang mungil, Novia. Saat itu Novia masih berusia belum genap 17 tahun, itu seperti tidak boleh beristirahat. Bergerak terus karena tuntutan sebagai artis yang tentu punya dampak bisnis, sementara pendidikan formal lebih menuntut kelanjutan. 

Selain kontrak nyanyi di hotel tetap berjalan, Via panggilannya masih tekun mengikuti program latihan olah suara. Plus program rekaman drama di SANGGAR PRATHIVI tempat dia menebar benih karir. 
Dari sini pula bertambah kesibukan ntuk memenuhi permintaan berbagai radio swasta niaga di daerah-daerah dalam program jumpa fans, diantaranya berkat sukses sandiwara radio pembawa iklan "SAUR SEPUH". Via masih harus membagi waktu agar pelajaran formalnya di sebuah SMP Negeri di kawasan Tebet Jakarta juga tidak ditinggalkan. Program yagn padat menyita waktu itu dalam tiga bulan terakhir masih ditambah dengan kontrak perannya sebagai Antini dalam film "Brahmana Manggala".

Ungkapan sang ibu memang beralasan. Dalam mobil yang dipergunakan Via untuk berpontang panting dan notabene di supiri sendiri oleh sang ibu, selalu siap peralatan bersih diri sabun, odol, sikat gigi, handuk dan perangkat bersolek seperti layaknya artis tak ketinggalan makanan kecil.

Sebagai artis yang bertolak dari kebolehan suara, Via masih terlibat dalam pembuatan ratusan kaset cerita kanak-kanak selain kaset lagu pop nyanyiannya, 1987 namanya terukir sebaga juara pertama kontes nyanyi pop antar SLTP se Jawa dan Bali, padahal untuk tingkat DKI dia hanya dipilih sebagai juara III saja. 

Seni akting tidak terlalu asing baginya. Beberapa fragmen produksi TVRI pernah memunculkannya. Lalu kesempatan besar memang diperolehnya dalam film "Brahmana Manggala". Tetap bertemu dengan partner mainnya dalam Sandiwara Radio "SAUR SEPUH", Ferry Fadly, Idris Affandy dan Lukman Tambose. Tidak heran kalau pada saat saat shooting di daerah Yogyakarta, publik yang berkerumun acapkali bertanggap "Lho ini Ferry Fadly ini Novia ya tentunya film ini toh yang asli?".

Maklum saja karena sementara itu memang banyak suara terutama melalui radio yang mempersoalkan "asli" atau "tidak asli"nya film yang dibuat atas keterkenalan "SAUR SEPUH".
Sementara NOvia tetap saja bersikap tegar sebagai artis profesional. Konsekuen pada kontrak yang sudah ditandatangani meski harus pas dan cekatan membagi waktu untuk tidak mengecewakan pengontraknya dan terutama publik yang kadung  menjadi penggemar fanatik. "Sejauh ini yang terpenting memang bagaimana saya harus menyelesaikan pendidikan sekolah", kata Novia Kolopaking. 

~sumber MF 050/18 tahun IV 28 Mei - 10 Juni 1988

Sunday, October 5, 2025

NOSTALGIA SUTING PERTAMA : DIDI PETET : SEBEL "CUT" Melulu

 


Didi Petet terjun ke film lewat jalur teater. Mulanya karena Nyak Abbas Akup sang sutradara film, sering nonton pentas teater, yang dimainkannya, Didi mengaku sebel ktika suting di hari pertama. 

Semua Gara Gara Ginah arahan sutradara kondang Nyak Abba Akup itulah awal saya terjun ke film. Dari bagaimana kisahnya saya hingga terjerumus ke layar lebar, sebenarnya itu kebetulan saja. 

Pasalnya, saya pribadi dengan si sutradaranya sebelumnya memang sudah saling mengenal dan sering bertemu di TIM. Dan dia suka nonton pertunjukan teater dimana saya menjadi salah satu pemainnya. Nah pada suatu hari setelah saya mentas di TIM bersama teman-teman di IKJ. Saya kan biasa suka diskusi dengan mereka dan secara kebetulan beliau juga nimbrung hari itu. Dan dari diskusi-diskusi akhirnya beliau menawarkan saya untuk main film. 

Karena di tawari, saya sih oke-oke saja. Maka tepatnya pada tahun 1986 itu. seperti saya katakan tadi, itulah film pertama saya. dan mulailah saya bersama-sama semua yang terlibat dalam film itu, sibuk mempersiapkan diri selama satu bulan penuh. 

Mengapa saya begitu serius mempersiapkan diri? Padahal di film itu, saya hanya peran pembantu. Saya tetap ingin main sebagus mungkin. Tapi terus terang film sebenarnya buat saya bukan menjadi tujuan utama saya. Karena sebagai orang teater, buat saya aktinglah tujuan utama saya. Sedang, apakah itu yang namanya panggung, film dan sinetron cuma sebagai medianya saja. Itu yang perlu saya tegaskan sekali lagi. 

Sebab sebagai seorang pemain, kita memang dituntut untuk mampu berakting dengan peran apa saja yang di berikan. Soal apakah pas pertama sekali saat saya memasuki hari pertama syuting sampai ada perasaan minder dengan para senior? saya katakan tidak. 

Cuma yang menyebalkan untuk saya, sebentar-sebentar cut, lalu pindah sini, pindah situ. Semua jadi terputus-putus sepertinya. Tapi ternyata dari situ saya malah dapat pelajaran baru. Khususnya dari segi kamera, saya jadi paham. Kalau kamera over begini, kalau under begini, itu pengalama yang sulit hingga kini saya lupakan. 

Sedang cerita-cerita yagn menarik lainnya dari syuting pertama kali di film. Saya rasa nggak ada dan begitu filmnya jadi, saya sendiri iberikan honornya yang hingga sekarang saya lupa berapa waktu itu saya terima. Sebab saya merasa semua itu bukanlah hal yang istimewa. Jadi biasa biasa saja. Maka jangan kaget kalau anda tanya saya waktu di film tersebut berperan dengan nama siapa. Saya sendiri sudah nggak ingat lagi...


~sumber : MF


Saturday, October 4, 2025

BARON HERMANTO, DIBENTUK NASIB BINTANG LAGA

 


Baron Hermanto mengaku sejak kecil sudah mengenal dunia film, tapi baru benar-benar terlibat setelah berusia 20an, "Setelah saya tamat SMA" , ujarna. Dan itulah awal karir putra aktor Bambang Hermanto. Tapi bukan itu yang menarik dari karir dan perjalanan karir Baron Hermanto, "Bahwa saya pertama kali main film bukan film laga lho," ujarnya. Tapi itulah yang justru menarik ketika Baron ternyata lebih banyak di pakai untuk film-film laga. 

"Saya sendiri enggak tahu kenapa begitu. Mungkin nasib yang membentuk saya jadi bintang laga," katanya. Sebab menurut Karateka DAN II (Saat berita ini diturunkan th 1989) ini, awal keterlbatannya sebagai pemain film justru lewat film drama. "Saya main film pertama kali tahun 1984 dalam film "Permata Biru". Heran memang kalau belakangan ini saya justru banyak diminta main dalam film aksi,"katanya. 

Baron yang sempat menamatkan studinya di sebuah Akademi Pariwisata tersebut, ketika disinggung hasratnya didunia film menyebutkan ingin berusaha terus di dunia yang terlanjur digelutinya itu. "Dari putra putri bapak, cuma saya lho yang terjun di film. Padahal saya sendiri waktu kecil enggak punya cita-cita jadi pemain film,"tuturnya. Tapi karena keseringan diajak sang bapak ke lokasi suting sejak ia masih kecil itulah yang menurut Baron, membuatnya perlahan-lahan jadi dekat dengan dunia film. "Sampai sekarang saya sendiri sudah lupa berapa judul film yang pernah ikut saya bintangi," jelasnya . dan yang baru dirampungkan saat itu adalah film Misteri Dari Gunung Merapi. 

Biar begitu, Baron toh tak menampik kenyataan yang dihadapinya kini. "Sebagai pemain, saya memang kepingin dapat peran yang besar dengan sutradara yang besar. Tapi keinginan seperti itu tampaknya memang belum bisa diwujudkan. Tapi saya yakin satu saat nanti keinginan seperti itu bisa terwujud kok,"katanya. Bukan berarti Baron seperti diakuinya ngoyo untuk bisa dapat  peranan besar. "Saya tidak punya persiapan khusus untuk itu. Dalam soal akting saja saya lebih banyak belajar sendiri kok, " ujarnya lagi tanpa malu-malu.

Dan kalau tahun-tahun terakhir ini ia memang lebih sering muncul dalam film-film aksi dan kebagian peran sebagai antagonis, itupun diakuinya sebagai bagian dari perjalanan karir filmnya.


~sumber : MF 090/58/TahunVI 9 - 22 Des 1989~~

Friday, October 3, 2025

PIETRAJAYA BURNAMA, FILM BUKAN UNTUK PAMRIH


 Film Nasional sebenarnya tidak kalah dengan film-film impor, masalahnya tergantung kita sendiri sebagai bagnsa Indonesia harus punya kebanggaan dan rasa memiliki terhadap film sendiri. Dunia film merupakan salah satu lahan milik bangsa Indonesia, oleh sebab itu hendaknya dimanfaatkan oleh generasi penerus terutama insan-insan film, sepositif mungkin sebagai tempat berkarya, dan berbakti lewat karyanya kepada nusa dan bangsa. 

Demikian dilontarkan aktor Pietrajaya Burnama sutradara dari Lima Harimau Nusantara yang berlokasi suting di Kasepuhan Cirebon, Balong Dalem Kuningan dan Pantai Indramayu dari 10 Maret hingga 17 April 1991. 

Menurut Pietrajaya, film jangan di pakai ajang sebagai beraksi-aksian, berpamor-pamoran atau bergagah-gagahan, itu keliru namanya, kalau film hanya untuk pamrih berarti hanya di tonton doang. Film jangan di jadikan sebagai barang tontonan belaka, tapi juga sebagai tuntunan. 

Lewat film Lima Harimau Nusantara, ia tidak berharap muluk-muluk, yang pasti film itu sebagai hiburan positif bagi penonton dan menjadi tuntunan, melalui bahasa action, bahasa 'trick'  dan ramuannya tidak berbeda dengan film laga lainnya. 

Cerita Lima Harimau Nusantara aslinya terjadi di Tuban Jawa Timur tapi mengingat idealisme produser, Ir. Chan Parwes Servia PT. Kharisma Film  Jabar, maka lokasinya mengambil di Jawa Barat. Dan ternyata hasil 'hunting' lokasinya mirip di Singosari dengan di bantu setting khusus antaranya di Kasepuhan Cirebon, komplek Balong Dalem Kuningan dan Pantai Indramayu. 


~~ Sumber :MF~~