Saturday, August 30, 2025

SAUR SEPUH SATRIA MADANGKARA, NILAI KOLOSAL SERTA EFFECT KHUSUS

 


SAUR SEPUH SATRIA MADANGKARA, NILAI KOLOSAL SERTA EFFECT KHUSUS

Cerita : Niki Kosasih

Skenario/Sutradara : Imam Tantowi

Kameramen : Herman Soesilo

Penata Musik : Harry Sabar

Penyunting Gambar : Janis Badar

Penata Artistik : Nazar Ali

Effect Khusus : El Badrun

Pemain : Fendy Pradana, Murtisaridewi, Elly Ermawatie, Anneke Putri, Hengky Tornando, Baron Hermanto, Atut Agustinanto, Chitra Dewi, Lamting, Atin Martino, Belkiez Rachman, Joseph Hungan, dan di dukung ribuan figuran.

Inilah film kolosal dengan sudut bidik kamera yang searah gambar-gambar dengan warna coklat yang dminan dan pertarungan-pertarungan yang terkesan lamban dan gemulai. Sebagai film kolosal, baik Imam Tantowi maupun Herman Soesilo cenderung terlihat membidik adegan melulu dari depan dan samping. Tak terlihat upaya untuk membidikkan  kamera dari atas atau dari belakang adegan. Nilai kolosal itu sendiri akhirnya terjebak pada keumuman pendapat publik yang menganggap film kolosal hanyalah film dengan ratusan atau ribuan pemain. (ini yang benar ya, karena ada yang mengartikan kolosal itu film silat, padahal arti kolosal sendiri bukan silat tapi melibakan banyak pemain .admin)

Sedang warna coklat yang dominan, bisa jadi memang di sengaja Tantowi untuk lebih mengesankan fenomena masa lalu. Selebihnya, Saur Sepuh, Satria Madangkara menjadi hawa Segar film bak bik buk. Kepiawaian Imam Tantowi sebagai sutradara muda yang penuh bakat, memang  mulai memperlihatkan wujudnya dalam film ini. Sayang, Tantowi kurang didukung kerabat kerjanya yang lain. 

Penyuntingan gambar oleh Janis Badar dari satu adegan keadegan lain cenderung melompat lompat. Sementara musik yang di kerjakan Harry Sabar, kurang berhasil menampilkan nuansa masa lalu tersebut meskipun memiliki daya dukung yang lumayan kuat terhadap adegan yang berlangsung. 

Sebagai cerita, Saur Sepuh sudah terbukti memiliki daya pikat. Di radio, Saur Sepuh berhasil menyeret  imej pendengarnya terhadap kedigdayaan, kebenaran, keadilan, kesewenang-wenangan dan cinta kasih dengan segala akibat yang di timbulkannya. Tapi adakah imej masyarakat akan tetap terbina setelah menyaksikan filmnya?

Tantowi agaknya memang ingin tetap konsisten terhadap imej tersebut. Dan itulah yang memang dilakukannya dalam menyutradarai  film denga biaya lebih satu milyar ini. Kedigdayaan Brama Kumbara, kehebatan Pedang Setan Mantili dan pertarungan-pertarungan ilmu kesaktian tingkat tinggi, ditampilkan Tantowi dengan keseriusan penggarapan terhadap efek-efek khusus yang dibutuhkan. Dalam hal ini, adalah El Badrun yang patut kita beri nilai sembilanpuluh sembilan untuk kerja dan karyanya. Sebagai pembuat special effek, Badrun berhasil  melambangkan gambaran yang nyaris sempurna untuk imej masyarakat yang rajin mendengarkan sandiwara radio Saur Sepuh, yang cuma mendengar teriakan ciatt atau gedebuk gedebuk saja. 

Ajian Serat Jiwa, Racun sepasang pedang setan, ajian telapak geni dan gambaran kedigdayaan Brama, tampil manis berkat kerja Badrun. Badrun seperti pengakuannya, memang tidak main-main dalam mengerjakan effek-effek khusus film ini. Untuk membuat burung Rajawali tunggangan Brama saja, Badrun mengaku menghabiskan bulu seratus ekor angsa dan tiga juta rupiah biaya untuk menyelesaikan. (Sebuah nilai yang besar untuk saat itu)

Lepas dari kesungguhan kerja Badrun tersebut, Saur Sepuh memang tampil wajar sesuai cerita aslinya. Casting yang pas untuk pelaku-pelakunya, adalah kunci lain yang bakal membawa sukses film ini. Sedangkan sebagai film aksi, Tantowi agaknya paham betul apa yang harus ia kerjakan. Karenanya secara filmis, Saur Sepuh adalah karya sinematografi yang patut di puji meski memiliki beberapa kelemahan seperti yang di sebutkan tadi. 

Begitupun, di tengah ketidak berdayaan film Indonesia saat ini baik tema nya maupun penggarapannya, Tantowi sudah hadir dengan sedikit nilai lebih dan kita patut bertepuk tangan untuk itu.


~sumber : MF~

Saturday, August 23, 2025

YOSEPH HUNGAN, LARI KE FILM KARENA DUNIA OLAHRAGA TAK MENJAMIN


 Tampil meyakinkan sebagai jagoan PON, Yoseph Hungan hadir sebagai sosok baru pendamping Advent Bangun untuk film-film laga Indonesia. Berperawakan kekar dengan garis-garis wajah yang keras, anak pertama dari delapan saudara kelahiran Ambon ini mengaku terjun ke film hanya kebetulan. "Saya tak pernah berpikir, apa lagi bercita-cita untuk main film", katanya. 

Namun perjalanan nasib rupa-rupanya menghendaki laik. Persahabatannya dengan Willy Dozan memperkenalkan pada dunia tersebut. "Itu pada tahun 1987. Waktu itu Willy sedang mencari pemain untuk lawannya dalam film "Pernikahan berdarah", Ketika itu ia main-main ke Semarang, dia temui saya dan mengajak saya ikut dalam film itu. Mulanya saya enggak mau. Tapi lama-lama tertarik juga untuk mencoba," tutur mantan pegawai DOLOG Semarang ini. 

Dari film itulah Yoseph mulai merasa ia juga bisa main film. "Apalagi wkatu itu baik sutradara maupun kru memuji-muji permainan saya. Timbul keyakinan dalam diri saya bahwa sayapun bisa main film kok," tuturnya. 

Keyakinan itulah yang menurutnya membuat ia kemudian banyak diminta untuk ikut dalam berbagai film yang sudah di produksi, Lahir 15 Juli 1959 DAN II (tahun 1989) Internasional Tae Kwon Do ini memang kemudian hadir sebagai antagonis baru dalam film-film laga Indonesia. "Tapi sebenarnya saya ingin tampil tak cuma dalam film laga lho, soalnya terus menerus main dalam film laga membuat orang beranggapan saya duplikatnya Advent. Soalnya adalah , aliran kami berbeda, Advent kan lebih punya nama ketimbang saya. Tapi ya tongkrongan kami memang agak mirip," tuturnya. 

Setelah bermain film, akhirnya Yoseph Hungan berhenti bekerja di Dolog. Dari film ia mengaku bisa menabung sedikit-sedikit. 

Kalau dari Olahraga? "Dunia olahraga kita nampaknya belum menjamin masa depan atlit. Saya contohnya." jawabnya. Lantas, itu pula ang membuat kamu menolak ikut Sea Games lalu? "Satu diantaranya ya. Soalnya saya harus masuk Pelatnas pada saat bersamaan dengan suting film "Misteri Dari Gunung Merapi", Jadinya saya harus memilih. Dan saya pilih film karena difilm saya cari makan", katanya. 

Dan Yoseph membuktikan hal itu. Sekalipun tak ikut Pelatnas untuk PON XII secara rutin karena harus bolak balik suting, Yoseph toh berhasil menyumbangkan medali emas untuk kontingen Jawa Tengah. "Tapi jangan salah, sambil suting, saya tetap saja jaga kondisi, Paling tidak lari-lari di sekitar lokasi," ujar Taw Kwondoin yang melengkai gelar-gelar juaranya sembilan kali berturut-turut.~


~Sumber : MF ~




Tuesday, August 12, 2025

OOM PASIKOM, MOSAIK KARIKATUR PARODI IBUKOTA

 


Karikatur coretan G.M Sudarta di koran "Kompas" mendadak mencelat keluar dari kolomnya di depan mata Oom Pasikom yang manusia beneran yang lagi baca koran dalam bis kota!. mau tak mau adegan itu mengingatkan pada "Brenda Starr" yang juga dari komik mendadak hidup jadi manusia. 

Oom Pasikom adalah lelaki lugu, jujur dan baik hati yang merasakan segala macam kekerasan hidup di ibukota. Gonta ganti pekerjaan mulai dari wartawan, salesman, pemandu wisata sampai sopir taksi. Beragam pengalaman dari hasil pertemuan dengan berbagai manusia membuatnya semakin arif (Seharusnya).

Berbeda dengan istrinya, Tante Pasikom yang bahenol, genit dan sok bergaul dengan nyonya-nyonya kalangan atas. Justru salah satu kenalannya, tante Tomo, mengangkat Oom Pasikom menjadi sopir pribadinya. Pak Tomo mencemburui istrinya ada main dengan si sopir, padahal ia sendiri pacaran dengan bintang seksi Tika. 

Cerita melompat ke sumbangan untuk kaum pemulung. Anak asuh Oom Pasikom, Rima yang giat mengumpulkan sumbangan berhasil membujuk Pak Yan, konglomerat haus nama. Tanpa prosedur Oom Pasikom pun diangkat jadi Ketua Pemulung se Jakarta. 

Secara keseluruhan cerita film ini bagai mosaik pengalaman si Oom. Sayangnya, Umam (Chaerul Umam) tak menggarapnya dengan gaya karikatur komik ala Chaplin saja misalnya. Karakter si Oom saja menimbulkan tanda tanya. Pada awalnya timbul dugaan ia pacaran dengan Rima, apalagi takut kepergok anaknya, Koko yang gemar memeras uang jajan. Padahal niatnya baik, ingin membantu biaya sekolah Rima, anak pelukis Suyudana, temannya dari Yogya. 

Sosok si Oom memang berhasil di hidupkan oleh Didi Petet yang dilengkapi atribut topi baret khas dan jas tambalan, tapi karakternya berbeda dengan karikatur aslinya yang gemar memprotes apa saja. Sedangkan sosok si Tante malah di mainkan secara over oleh Lenny Marlina yang sengaja tampil lain sekali dari biasanya. 

Pemain-pemain lain antaranya Desy Ratnasari, Niniek L Karim, Rachmat Hidayat, Ami Prijono, Ida Kusumah, Yurike Prastica, Mang udel dan Pemain cilik Ferry Iskandar, terasa cuma sebagai pelengkap belaka dari Didi yang berusaha bermain total dari awal sampai akhir. 

Kemungkinan sutradara Chaerul Umam tak leluasa menggelar ide untuk mengkritik ibukota mengingat film ini merupakan kerjasama antara PT. Sepakat Bahagia Film dengan Pemda DKI Jakarta. Kendati begitu Umam masih menyelipkan adegan gebrakan Kamtib atas pedagang kaki lima yang tak peduli si oom sedang bersantap, main gotong saja ke atas truk. Tapi si Oom tak peduli, terus melanjutkan santapnya. Ada pula adegan tawuran batu anak-anak SD, di jalan. Sayangnya adega pembersihan becak yang kadang terasa sangat sadis tidak ada. Jadi tinggal adegan-adegan manis saja yang tersuguh. 

Sumber : MF 


Monday, August 11, 2025

TUTUR TINULAR - PEDANG NAGA PUSPA


Nama Perusahaan : PT. Kanta Indah Film

Penanggungjawab : Handi Mulyono

Panulis Cerita : S. Tidjab

Penulis Skenario : S. Tidjab

Sutradara : Nurhadie Irawan

Penata Kamera : William Samara

Penata Artistik : Lutfianes

Penyunting :  Ermis Thaher

Penata Musik : Idris Sardi

Penata Suara : Hartanto

Pemeran Utama Pria : -

Pemeran Utama Wanita : -

Pemeran Pembantu Pria : Benny G Rahardja

Pemeran Pembantu Wanita : Elly Ermawatie


CERITA : 

Cerita fiktif dengan latar belakang sejarah runtuhnya kerajaan Singasari dan munculnya kerajaan Majapahit. Mpu Hanggareksa adalah seorang pembuat senjata yang tinggal di desa Kurawan dan mempunyai anak : Arya Dwipangga dan Arya Kamandanu. Mpu Hanggareksa  berkeinginan agar kedua anaknya kelak mengikuti jejaknya sebagai pembuat senjata, tetapi kedua anaknya diam-diam belajar ilmu kanuragan dan tidak tertarik sedikitpun dengan keinginan ayahnya. Dengan tidak sepengetahuan ayahnya, Arya Kamandanu belajar ilmu kanuragan pada Mpu Ranubaya, adik seperguruan ayahnya Mpu Hanggareksa. 

Sementara itu di kerajaan Singasari, Prabu Kertanegara kedatangan utusan dari negeri Mongolia yagn membawa pesan dari Kaisar Kubilai Khan yang isinya keinginan Kaisar tersebut untuk menjalin hubungan damai diantara kerajaan Singasari dengan negeri Mongolia didaratan Cina. 

Tetapi keinginan Kubilai Khan ini tidak disambut baik oleh Prabu Kertanegara, malah sebaliknya ia menghina utusan dari Mongolia dengan merobek robek surat Kaisar Kubilai Khan dan mengusir utusan dari Cina itu. 

Cerita selanjutnya berkisar tentang pembuatan Pedang Naga Puspa, munculnya Pendekar Lou dan Meishin yang kemudian terdampar di tanah Jawa Dwipa.


Friday, August 8, 2025

PAK BROTO TENTANG LOSMEN

 


Losmen Srikandi sedang kisruh memang. Tapi pak Broto tenang-tenang saja. 'Suami' Mieke Wijaya yang jadi Bu Broto dalam drama seri TVRI itu seakan tak pedulu dengan banyaknya persoalan yang melingkar di sekitar losmennya.  Dari soal kelanjutan drama seri itu sampai pada popularitas yang diungkit. "Biar masyarakat saja yang menilai. Selama ini masyarakat toh sudah beranggapan Losmen sama dengan Pak Broto, Bu Broto, Mbak Pur, Jeng Sri, Jarot , Tarjo dan Pak Atmo."

"Terserah saja, mau di ganti atau dihentikan sama sekali, bagi saya enggak masalah kok," tambah Pak Broto alias Pung aliasn Mang Udel alias Drs. Purnomo ini.  "Wahyu Sihombing beranggapan dialah yang mengangkat popularitas pendukung Losmen. Menurut saya anggapan itu tidak benar. Malah Mieke Wijaya sudah terkenal lebih dulu sebelum di Losmen. Bahkan sebelum Wahyu Sihombing terjun ke teater," tambah dosen Biologi di Universitas Indonesia ini. 

"Tidak sombong lho, saya sendiri sejak dulu sudah di kenal kok. Saya ini dulu pernah jadi juara musik, pernah dapat Citra. Pokoknya sejak dulu masyarakat sudah tahu saya," katanya lagi. Dan itu berarti saya terkenal bukan karena Losmen," tambahnya bersemangat. Padahal selama main Losmen  di TV honor saja sering kena sunat. Malah kalau dihitung-hitung, sampai sekarang honor saya yang kena sunat lebih dari Rp. 5.000.000,- katanya. 

Tidak menuntut pak? "Tidak. Saya tidak berniat mengutak utik kekurangan itu. Saya nrimo saja kok. Saya juga nggak tau siapa penyunatnya, " jawab Pak Broto ini. Melanjutkan ceritanya soal honor di TV dan penyunatnya itu, Pak Broto mengatakan honor main di TVRI ibarat naik bis kota. "Jauh dekat sama saja. Malah artis terkenal seperti Zainal Abidin, Maruli Sitompoel, Mieke Wijaya, honornya cuma berkisar Rp. 350.000. Malah terkadang yang sampai ke tangan artis tidak utuh," ujar seniman serba bisa ini. 

Mang udel yang sudah ikut membintangi Losmen sampai seri 30 ini kemdian menuturkan berapa honor yang ia terima dari Losmen. "Ketika pertama kali main Losmen honornya cuma Rp. 75.000,- lalu sedikit demi sedikit naik. Dan pada seri yang ke 30 saya menerima honor Rp. 250.000,-. Tapi itu tetap tidak penuh, "jelasnya. "Memang lumayan jumlah itu. Tapi Sandi Tyas pernah bilang bahwa honor saya main di Losmen sebenarnya Rp. 350.000,-. Baru beberapa hari lalu saya tahu itu. Padahal seri ke 30 drama Losmen saya cuma terima bayaran Rp. 250.000,-. Bayaran termahal yang saya terima selama ini di teve, tambahnya. 


~~ sumber : MF 049/17 Tahun IV 14 - 27 mei 1988

SORGAKU.... NERAKAKU Kekasihku Serong Dengan Sahabat


 Konsorsium 11 an) terdiri dari  PT. Bintang Inova Citra Film , PT. Cancer Mas Film , PT. Citrajaya Cemerlang Film , PT. Garuda Film , PT. Kharisma Jabar Film , PT. Lia , PT. Multi Permai, PT. Sanggar Film, PT. Sarinande Film, PT. Sinema Utama Film dan PT. Soraya Intercine Film dengan penanggung Jawab Produksi Turino Junaidy dan Produser Pelaksana Hendrick Gozali bekerjasama merampungkan film drama ini.

Judul semula Sorga Dunia di Pintu Neraka 2 (Ingin mengulang sukses Sorga Dunia Di PIntu Neraka alias Tandes, Produksi Garuda Film di tahun 1982 arahan Hengky Solaiman yang melejitkan Meriam Bellina dan Rico Tampatty) dirombak jadi Sorgaku....Nerakaku. 

Ceritanya memang bukan sequel film terdahulu, diantara pemain yang sama, cuma Torro Margens (dulu memerankan ayah tiri Meriam Bellina yang durjana) yang kini sekaligus sebagai sutradara. 

Peran utama di bawakan Ayu Azhari, berhadapan dengan James Sahertian dan Willy Dozan dibantu permainan nge seks Yurike Prastica dan Yenny Farida. 

Diceritakan, Ani berangkat dari desa ke ibukota, untuk mencari kekasihnya, Barda. Tidak gampang mencari tanpa alamat yang jelas. Akibatnya, nyaris ia di perko sa pemuda berandalan. Untung bertemu Susana, pramuria yang pulang dalam keadaan mabuk. Ani membimbing Susana masuk ke dalam rumahnya. 

Merasa berterima kasih, Susana menampung Ani bahkan mengajaknya bekerja sebagai pramuria di karaoke yang di pimpin Roberts. Gadis cantik lugu ini mulai berkenalan dengan bermacam perwatakan pria yang menjadi langganan karaoke. Antaranya ada Om Cokro yang kalem, dan Anton yang pemabuk. 

Ternyata bukan tamu, justru Robert sendiri yang dengan  kasar ingin mrenggut keperawanan Ani. Saking ketakutan, Ani lari menghambur dari mobil Robert. Ia di tolong sopir taksi yang bukan lain daripada Barda yang selama ini dicarinya. Sejak itulah Ani keluar dari karaoke, Ia tinggal bersama Barda dan mulai mengusahakan konpeksi kecil-kecilan. Walau tinggal bersama, dan sangan mencintai Barda, namun Ani tetap mampu menjaga diri. Denngar desahnya saat Barda mulai membuka kancing gaunnya. "Mas, aku mau memberikan segalanya pada Mas...di malam pengantin".

Konveksi Ani maju berkat bantuan Om Cokro. Tapi Susana memperingatkan ada ancaman dari Robert yang masih tetap penasaran karena gagal mendapatkan Ani. Sayang kesetiaan Ani ternyata tak diimbangi Barda yang tergiur kemontokan tubuh Susana. 

Lalu bagaimana perjuangan Ani di tengah belantara Ibukota. Apa yang akan dilakukannya demi mengetahui penyelewengan Barda dengan sahabatnya sendiri?

Sorgaku Nerakaku, baik Sorga maupun Neraka memang berpulang padadiri sendiri. 


KILAS BALIK FESTIVAL SINETRON INDONESIA 1995

 


Festival Sinetron Indonesia adalah merupakan ajang penghargaan sinetron-sinetron. Pada tahun 1995, penyelenggaraan malam puncak Festival Sinetron Indonesia atau FSI berlangsung pada 7 Desember 1995 bertempat di Concert Hall 21 - Ratu Plaza Jakarta . Di luar dugaan banyak orang ketika begitu banyak insan teater dan orang-orang senior mendominasi unggulan FSI , justru orang-orang mudalah yang meraih piala Vidia.

Enison sinaro pada FSI 1994 menjadi sutradara terbaik lewat 'Parmin" pada tahun 1995 melahirkan sinetron Terbaik Peraih Piala Vidia Utama, meski dalam kandidat penyutradaraan ia kalah dari seniornya, Arifin C Noer. Dari Enison juga lahir Aktor Terbaik Sandy Nayoan, gelar Drama Seri Terbaik, Penata Sinematografi Terbaik (Rudy Kurwer) dan Penyunting Paska Produksi (Rizal Basri).

Di barisan wanita Cut Keke yang tampil mempesona, sebagai perempuan bengal, penjudi yang galak dalam sinetron Nyai Dasima sebagai Best Actress. Juga Yuningsih bintang muda berwatak dari Yogya yang tampil begitu wajar sebagai gadis desa yang tertipu kekasihnya, sesama pengamen dalam sinetron Topeng Sang Kekasih (TVRI Yogyakarta), ada sekter Pemeran Pembantu Wanita Terbaik. 

Sinetron Pilihan Pemirsa, juga jatuh pada karya anak muda dengan produser, sutradara dan aktor utamanya anak muda : Rano Karno lewat Si Doel Anak Sekolahan II. Bahkan hingga sektor kritikus, pemenang kritik sinetron terbaik juga merupakan anak muda yakni Indra jaya dari Sinar Indonesia Baru. 

Lalu dimana posisi Imam tantowi, Putu Wijaya yang meraih penulis Cerita Asli Terbaik dan menghasilkan drama komedi terbaik tahun ini (1995)?.

Mestilah Ia menjadi "angkatan penghubung" diantaa yang senior dan yunior itu. 

Malam puncak FSI 1995 berlangsung semarak, meski disana sini terjadi kekacauan kecil. Concert Hall 21, tempat pelaksanaan acara berada di daerah "Pusat Kemacetan" ibukota, sehingga sebagian besar pengunjung datang terlambat. Sementara acara siaran langsung tak dapat di tawar-tawar, harus dimulai pukul 19.20.  Akibatnya pada jam itu, sebagian kursi undangan masih kosong, dan panitia harus memasukkan pengunjung tanpa undangan. Dan saat undangan masuk, kursi sudah terisi. 

Berbagai komentar yang di peroleh dari para sineas senior dan junior, juga kritikus dan wartawan, rata-rata menyatakan puas dengan hasil kerja Dewan Juri yang di komandoi oleh Dr. Amaroso Katamsi. "Benar benar objektif, berimbang. 

Berikut Sinetron Terbaik Peraih Piala Vidia tahun 1995 sebagai Berikut. 

1. Sinetron Terbaik : Menghitung Hari

2. Penyutradaraan : Arifin C Noer (keris)

3. Teleplay : Arifin C Noer (Keris)

4. Penulis Cerita Asli (Imam Tantowi ) : Jejak Sang Guru

5. Penata Sinefotografi : Rudy Kurwet (Menghitung Hari)

6. Penata Artistik : Adji Mamat Borneo, Eddy STB, Dodot Laksono (Indonesia Berbisik)

7. Penyuntingan : Rizal Basri (Menghitung Hari)

8. Penata Suara : Lukman ES (Indonesia Berbisik)

9. Penata Musik : Purwacaraka (Si Doel Anak Sekolaan)

10 Pemeran Utama Pria ; Sandy Nayoan (Menghitung Hari)

11. Pemeran Utama Wanita : Cut Keke (Nyai Dasima)

12. Pemeran Pembantu Wanita : Yuningsing (Topeng Sang Kekasih)

13. Sinetron Drama lepas : Jejak Sang Guru

14. Sinetron Drama Seri terbaik : Menghitung Hari

15. Sinetron Komedi seri : Dukun Palsu 

16. Sinetron Semi Dokumenter : Bambang JP (Teguh karya)

17. Sinetron Pendidikan : Defri Dahler (Anak Jalanan)

18. Penerangan/Penyuluhan : Saiful Arifin (Melompatlah Kau Kutangkap)

19. Budaya : Bambang Sudjati (Gandrung)

20. Pariwisata : Hendro Subroto (Welcome To Jakarta)

21. Kritik Sinetron : Indra Jaya (Sinar Indonesia Baru)

22. Penghargaan Khusus dari Pantap FSI : H. Benyamin Sueb (Alm)

23. Sinetron Pilihan Pemirsa : Si Doel Anak Sekolahan II

24. Televisi Terbanyak menayangkan sinetron Berkualitas : SCTV 

Tuesday, August 5, 2025

MACHO II , GAGAL MEMPEROLEH PENONTON


 Kutipan Sebuah Berita dari Majalah Film 

Heboh kaburnya Zarima pemain wanita dalam film Macho II, memancing Ali Tien pengedar film di jakarta untuk mengedarkan kembali film tersebut di Jakarta dan sejumlah kota lainnya di pulau Jawa. Sebagai tastecase, Ali  "menjajakan" dagangannya itu lewat bioskop Gelora dan Mitra. Hasilnya? "Gagal memperoleh penonton. Dua hari pertunjukan di Mitra, hanya mendapat 310 penonton. Di Gelora lebih parah lagi, Pada pertunjukan hari sabtu , hanya terjaring 30 penonton," akunya. 

Macho II, katanya, kalah saing dengan "Gejolak Nafsu". Prediksi Ali, keberhasilan sebuah film dalam peredaran tergantung pada tema. "Setengah tahun yang lalupun, Macho II ini tidak mendapat sambutan dari masyarakat," paparnya. Di ungkapkan, mengedarkan kembali film dimana Zarima sebagai pemeran wanita, sesungguhnya dimaksudkan untuk lebih mengenalkan "Lady Ectasy" itu pada masyarakat. Dengan begitu masyarakat yang mengetahui keberadaan pemilik 29.677 butir pil ectasy itu bisa melapor pada pihak berwajib. 

Kegagalan "menjaring" penonton sekaligus untuk lebih mengenalkan artis tersebut ke masyarakat, membuat Ali Tien mengurungkan niat mencetak copy baru film Macho II. Pertimbangannya, untuk mencetak satu copy perlu dana sekitar 2 juta. Sedangkan untuk peredaran di 25 gedung di perlukan sekitar 15 copy. Dalam perhitungan , jika satu copy mampu mendatangkan 7ribu penonton di bioskop tahap II, sebagai bisnis, masih rugi. 

Itu sebabnya juga pihaknya menolak permintaan Handi Mulyono , produser film Pt. Elang Perkasa mencetak ulang dan mengedarkan kembali Macho II. Handi juga mengaku telah menarik kembali  dua copy film tersebut dari daerah. Tetapi kalau melihat kegagalan pengedaran macho, ya tentu saja saja tidak berani. Sebab biaya operasional gedung satu hari saja sudah tinggi. Dengan perolehan penonton sedikit, tentu saja pihak bioskop akan rugi," akunya. 

Macho II itu sendiri mengisahkan sindikat narkotika, Zarima di percaya sebagai gadis baik-baik. Bersama Barry Prima kemudanya menyikat dan menggulung sindikat narkotika tersebut. Film aksi penuh gedabak gedebuk ini digarap oleh SA Karim dengan penata kelahi Eddy S Jonathan. 


~sumber MF 267/233/XII/7-20 September 1996