Sambungan dari Bagian 12
|
pasukan Pamotan |
Bre Wirabhumi sangat sedih mendengar laporan dari medan perang. Sementara Ibu Rajasaduhita Tunggadewi ikut merasakan kesedihan itu. "Tidak sangka Bre Tumapel menjalahi janji. Pasukannya justru membantu Majapahit", kata Bre Wirabhumi kecewa.
"Kau melupakan bahwa Bre Tumapel adalah menantu Wikramawardhana?", tanya ibu angkatnya.
"Tapi dia juga keponakanku. Dia seorang raja yang seharusnya menepati setiap janjinya".
Ibu angkat Bre Wirabhumi adalah seorang wanita berhati tabah. Dengan tenang dia mendekati anak angkatnya lalu di peluknya dengan penuh sayang.
"Kamu telah melakukan apa yang kamu yakini sebagai yang paling baik anakku. Selebihnya adalah wewenang para Dwa!", katanya menghibur.
Bre Wirabhumi hanya bisa mengangguk. Dan ibu tua itu menitikkan air matanya.
Pertempuran masih terus berlangsung. Pasukan Pamotan berhasil di pukul mundur oleh pasukan Majapahit. Panglima Lodaya gugur di medan gperang ketika berhadapan dengan Narapati raden Gajah.
Kematian itu menurunkan semangat tempur pasukan Pamotan. Mereka semakin terdesak. Korban yang berjatuhan semakin banyak. Para penduduk terus mengungsi menyelamatkan harta benda mereka dari amukan perang.
Diantara para pengungsi nampak Brama Kumbara yang masih terus mencari isteri dan adiknya. suatu saat dia melihat Wangsa dan Jasta diantara para pengungsi itu.
Brama segera berusaha menangkapnya. Kedua oran gitu menghilang di balik dinding benteng. Tapi Brama terus mengejar hingga berhasil menangkap mereka.
"Dimana kalian sembunyikan adik dan istriku?"' tanyanya dengan marah.
"Saya tidak tahu! Lasmini yang bawa", sahut Wangsa.
"Dimana Lasmini sekarang?"
"Lari, mungkin ke Tuban
Brama menjadi cemas. Di Tendangnya kedua orang itu sehingga mental. Ternyata Patis Gotawa berhasil membuka ikatan tali yang membelit tubuhnya. Kemudian ia menolong Mantili dan Harnum.
"Kenapa tiba-tiba kita tertawan di sini?", tanya Mantili.
"Kita kena sirep beserta asap pedang setanmu", sahut Harnum.
"Ya ilmu sirep yang cukup tinggi. Saya yakin perempuan itu bukan orang sembarangan", seru Gotawa.
Mereka keluar dari rumah itu. Tentu saja mereka merasa heran karena tidak ada seorangpun yang menjaga. Rembulan bersin? menerangi halaman yang luas.
"Jebakan apalagi ini?Tidak ada seorangpun yang menjaga kita?"tanya Mantili.
"kita harus mencari kakang Brama, mudah-mudahan sang Prab", kata Harnum.
"Kita ke Majapahit saya yakin sang Prabu kesana karena di Pamotan akan selalu di curigai", sahut Patih Gotawa.
Perang kelihatannya sudah mencapai klimaknya. Suatau malam pasukan Pamotan berebutan kembali memasuki gerbang negeri mereka.
Prabu Wirabhumi dengan gugup menaiki kudanya di halaman istana Pamotan. Sebelumnya dia mengajak Ibu angkatnya untuk segera pergi meninggalkan istana.
"Sebaiknya ibu mengungsi bersama saya, sebentar lagi pasukan Majapahit mengobrak abrik keraton ini", kata Bre Wirabhumi dengan cemas.
Ibu Rajasaduhitatunggadewi menggelengkan kepala sambil terbenyum. Namun demikian airmata menitik membasahi pipinya.
"Saya takut mereka menyakiti ibu!".
Biarkan aku disini anak anakku, aku ingin menyaksikan bagaimana kehancuran sebuah perang, sahut ibu angkatnya dengan Pasti.
Bre Wirabhumi menyerah. Ibu setengah tua itu mengelus kepala putra angkatnya. Kemudian Bre Wirabhumi menaiki kudanya bersama dengan para tentara yang mengawalnya. Banyak sekali utusan dari Kaisar Yung Lo yang Panik. Mereka bahkan berjaga-jaga kalau pasukan Majapahit bertindak yang tidak mereka inginkan. Sementara itu beberapa pembesar Majapahit menyuruh mereka meninggalkan istana.
"Lebih baik tuan-tuan meninggalkan tempat ini. Tentara Majapahit sudah memasuki perbatasan Pamotan!".
"Kami akan mengurus diri kami sendiri. Terima kasih atas perhatian tuan!" sahut utusan kaisar Yung Lo.
Lalu salah seroang dari mereka memberitahu bawahannya agar memberitahukan pada wakil Laksamana Cheng Ho di Tet sun dan Tuban.
"Kasih tahu wakil Laksamana, kami terkurung di kedaton timur, Kedaton Barat telah menyerbu!.
"Baik!".
Dua orang prajurit yang merupakan kurir dari utusan Kaisar Yung Lo segera berangkat. Pasukan Majapahit akhirnya memasuki daerah Pamotan. Ibu Rajasaduhitunggadewi menatap tajam dengan penuh kepedihan. Dia menyaksikan bagaimana tentara Pamotan berlari-lari ketakutan di kejar oleh tentara Majapahit. Sementara itu Narapati Raden Gajah memimpin pasukan di atas kudanya dengan gagah berani.
Pasukan Majapahit membobol pintu gerbang istana. utusan kaisar Yung Lo berusaha menahan serbuan itu. Dengan gagah berani mereka melakukan perlawanan. Tapi karena jumlahnya sangat sedikit mereka berhasil dihancurkan.
Ibu Rajasaduhitunggadewi menangis pedih tapi ia berusaha berdiri tegar. Tentara-tentara Majapahit mau menghancurkan istana, tapi ibu Tunggadewi berteriak lantang.
"Jangan hancurkan kedaton ini! Ini rumahku! Aku isteri Bre Matahun Puteri Tunggal Dyah Wiyat Rajadewi, penguasa Daha!"
Aneh, suara ibu tua itu menghentikan pasukan Majapahit yang riuh rendah hendak menghancurkan keraton. Kembali suara Ibu Tunggadewi menggema.
"Yang berperang adalah Bre Wirabumi dengan Wikramawardana!".
Sementara itu Bre Wirabumi bersama enam orang tentara pengawalnya naik sebuah perahu yang di dayung oleh dua orang. Terasa betapa pedih di hati sang Raja untuk meninggalkan kerajaannya yang sedang diamuk oleh musuhnya.
Kepergian Bre Wirabhumi di ketahui oleh pihak Majapahit. Karena itu ketika perahu yang mereka tumpangi melaju ke utara kelihatan ada sebuah perahu lain mendatangi dengan cepat dari belakang.
"Gusti Prabu, ada yang mengejar kita!", seru pengawal.
Bre Wirabhumi kaget tapi dia berusaha menenangkan diri.
"Kita lawan mereka! Belok! Terjang perahu itu!", perintahnya.
Ternyata perahu yang mengejarnya adalah perahu Narapati Raden Gajah, Begitu perahu Bre Wirabhumi berbalik Raden Gajah memerintahkan untuk menabrak perahu lawannya.
Perkelahian terjada diantara mereka. Perahu yang oleng segera terbalik dan penumpangnya tercebur ke sungai. Bre Wirabhumi menghunus keris pusakanya tapi Narapati Raden Gajah lebih tinggi ilmu tempurnya daripada Raja Pamotan itu, Dalam waktu yang tidak terlalu lama dia berhasil memenggal kepala Bre Wirabhumi.
Narapati Raden Gajah segera kembali ke istana dengan membawa kepala Bre Wirabhumi. Para pejabat istana tertegun ketika tangan Narapati Raden Gajah membuka bungkusan kain diatas talam yang sangat indah. Terlihat kepala Bre Wirabhumi.
Sang Prabu Wikramawardhana tertunduk haru.
"Kuburkan di desa Lung dan dirikan diatasnya sebuah candi. Sebagai peringatan pada anak cucuku, betapa menyakitkan sebuah perang", Prabu Wikramawardhana memberi perintah.
Sementara itu Brama Kumbara masih terus berusaha mencari istri dan adiknya. Ia terus mengembara menjelajah pelosok Majapahit dengan mengendarai kudanya.
Di kejauhan terlihat sayup-sayup keraton Majapahit yang agung dan megah. Brama turun dari kudanya lalu bersuit memanggil sesuatu.
Tak lama kemudian seekor Rajawali raksasa menukik turun dari udara. Brama menaiki burung kesayangannya.
"Kita cari Mantili, Gotawa dan Isteriku Harnum ", serunya.
Burung itu berkeok dengan gagah. Kemudian mengepakkan sayapnya yang perkasa dan terbang ke angkasa.
TAMAT
Produksi : PT KANTA INDAH FILM
Produser : Handi Mulyono
Cerita : Niki Kosasih
Skenario/Sutradara : Imam Tantowi
Juru Kamera : Herman Susilo
Penata Artistik : El Badrun
Penyunting Gambar : Yanis Badar
Instruktur Fighting : Robert Santoso