Monday, November 3, 2025

COK SIMBARA


 COK SIMBARA. Dunia film sulit di tinggalkan, Cok Simbara mengakui hal itu. Tapi nanti dulu, "saya sempat frustasi, memang. Itu karena ditangguhkannya sampai lima tahun film "Petualang-Petualan" dan saya juga melakukan kegiatan lain di luar film pada saat tidak main film. 

Sudah banyak judul film yang ia binganti. Tida semuanya sebagai pemeran utama, tapi minimal menjadi pemeran pembantu. Satu capaian yang boleh di kata baik, mengingatnya sulitnya mendapat kesempatan main film saat itu. Mengingat pula (Sangat) banyaknya pemain yang belum mendapat kesempatan dan capaian macam Cok. Dan karenannya banyak pemain yang patah arang ditengah jalan, bahkan mundur sebelum beraksi di depan kamera, mengubur angannya yang muluk, menjadi bintang. 

Capaian Cok asal Tapanuli Selatan itu bukan karena wajah, perawakan dan keberuntungan saja. "Ketampanan memang memberikan satu point", katanya dengan argumentasi bahwa pada dasarnya kece toh enak dilihat. Itu baru satu point. Point berikutnya tentu saja kemampuan akting, yang dilandasi wawasan luas. Dan Cok simbara yang berangkat dari teater dengan pengalaman mentas ratusan kali bersama Teater Keliling, selain bersama Teater Kecil-nya Arifin C Noer mengaku terus menerus belajar. "Ya ngobrol-ngobrol dengan sesama artis, membaca maupun studi perbandingan atas permainan aktor lain," katanya. 

Lain di film, lain di teater, "Di teater kita terus menerus latihan dan belajar. Ketika saya masuk ke film, banyak melihat pemain yang baru membaca dan menghapal peranan serta dialognya di lapangan, ini yang sempat menulari saya, ikut malas-malasan", katanya. 

Maksudnya, ia terbawa oleh kebiasaan sebagian temannya, tak banyak latihan dan belajar lagi seperti di teater. Ditanya lebih lanjut mengenai masih banyaknya pemain film yang terbatas wawasannya, "Itu perlu waktu. Sebab banyak pula pemain film lahir tanpa sengaja. Dengan demikian mereka merasa tidak perlu memiliki wawasan luas. Tapi pada akhirnya lama-kelamaan akan menyadari dan tertuntut untuk mencari," tambah aktor yang gila bola gelinding (bowling) ini. 

Di teater dulu saya mendapat banyak, yang sekarang sudah di dapat. Permainan total sebagai seorang pemain. Meski untuk itu ia menebus cukup mahal. Setidaknya dalam serba kekurangan uang sampai pengembaraanya yang panjang, di Teater keliling pimpinan Derry Sirna, ia terlibat semua tugas. bergantian menyiapkan set panggung, bergantian mencari sponsor "dan jarang yang mau memberikan sponsor secara penuh. Tapi dari kota ke kota lain memang selalu ada yang mengulurkan tangan. Meski soal makan apa adanya karena perolehan juga pas pasan. Makan nasi pecel seharga dua puluh lima perak misalnya itu terjadi di Solo". Dengan pengalaman pahit tapi berharga yang panjang tampaknya memberikan bekal pula untuk menghadapi dunia perfilman, yang diakuinya tidak setiap saat memberikan kesempatan main. 

"Petualang-petualang adalah film yang selesai pada tahun 1978, namun baru di edarkan tahun 1984 setelah mengendap di laci sensor, tetap dinilainya sebagai film yang paling berkesan. 

Cok Simbara jebolan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (Kini Institut Kesenian Jakarta) berangkat dari Tapanuli Selatan dengan niat belajar seni lukis. Tapi tak dilanjutkan, selanjutnya ngendon di Taman Ismail Marzuki yang mengantarnya ke dunia teater dan film.

~film 019 Tahun ke II


Saturday, November 1, 2025

AKTRIS MARIA TAMBUNAN

 


SEKILAS MARIA TAMBUNAN. Ada yang masih ingat muka yang satu ini? namanya memang tidaklah tenar tapi pernah menjadi bagian dari perfilman Indonesia meski dengan peran kecil. Ya dialah Maria Tambunan. Perempuan yang lincah dengan karakter khas masa remaja kala itu, enerjik, dan ceplas ceplos. Film yang pernah di ikuti antaranya Tak Ingin Sendiri, Langganan, Pembalasan Rambu, Perawan di Sarang Sindikat, Sentuhan Rumput Bergoyang, Menumpas Teroris dan lain-lain. 

Awal ketertarikan masuk dunia film karena kesukaanya pada seni akting. "Dari kecil cita-cita saya ingin jadi penyanyi atau bintang film," ujarnya. 

Sebelum ke film, perempuan yang mengaku punya bakat alam ini , pernah menjadi pengajar pada Taman Kanak Kanak, terjun ke tarik suara dan juga beberapa kali naik cat walk dalam peragaan busana. Sebagai peragawati ia tergabung dengan Blue Safir Group. 

Lahir di Medan, 3 Juli 1967, Maria anak ke sepuluh dari dua belas bersaudara. Tekad Maria adalah ingin main film bukan sekedar iseng, tetapi benar-benar serius. Maka setiap kesempatan ia pergunakan sebaik-baiknya. 


~film 019 Tahun ke II

SEKILAS DJOHAN DJEHAN

 


SEKILAS DJOHAN DJEHAN. Dilahirkan di Bogor, 11 Agustus 1956. Keinginan dan perhatian pada dunia seni berkembang terutama pada jenis seni teater, Setelah lulus SMA ia masuk IKJ pada departemen Teater. Dan Teater mengantarkannya ke dunia film. 

Sejak kecil memang senang nonton pertunjukkan sandiwara dan film, demikian pengakuan Djohan, maka ketika SMA ia aktif mengikuti kegiatan drama sekolah. Dan ketika menjadi mahasiswa IKJ ia sering ikut mengadakan pertunjukkan sebagai pemain baik di panggung maupun TV. Kemudian akhirnya ia diajak Nasri Cheppy untuk mendukung film Didadaku Ada Cinta dengan bintang utama Rano Karno dan Paramitha Rusady. 

Dalam film ini Djohan mendapat peran pembantu sebagai Johan yang merupakan teman Bob Ridwan yang di mainkan Rano Karno. Djohan yang dulu senang nonton film sejak kecil, kini telah menjadi bintang film. Film-film yang paling senang di tonton adalah Action dan horor. Adapun bintang idolanya adalah Marlon Brando, Al Pacino dan WD Mochtar. Setelahnya Djohan Djehan juga bermain dalam film-film lain seperti Pesona Natalia bersama Marissa Haque.

~film 019-tahun ke II



UMAR KAYAM & EROS DJAROT JURI FESTIVAL FILM INDONESIA YANG PERNAH MUNDUR


Festival Film Indonesia (FFI) ke 16 cukup hangat. Bukan oleh film-film peserta kompetisi tapi justru sebaliknya. FFI kali ini begitu di dominasi oleh film-film  peserta yagn sebenarnya kurang layak untuk nilai sebuah festival. Bidang penjurian disetiap festival pasti mengundang lirikan. 

Pertanda ini muncul ketika Eros Djarot , salah seorang juri awal mengundurkan diri dari barisan juri pada 22 Juli 1989, dengan alasan sibuk mengurus film "Tjoet Nja Dhien" ke berbagai festival dan pembuatan thriller di Australia. "Dengan sangat menyesal saya tak dapat menjalankan tugas yang sebenarnya sangat saya minati ini", tulis Eros dalam Surat pengunduran dirinya ke Kabid Penjurian.

Eros Djarot di calonkan sebagai Juri Komite Seleksi atas usulan KFT (Karyawan Film & Televisi) dan baru ikut menyeleksi selama 15 hari dan tidak hadir selama 11 hari. 

Menurut edaran Bidang Humas/Publikasi FFI '89 Panitia Tetap FFI tidak keberatan atas mundurnya Eros Djarot karena hal itu adalah haknya. "Semestinya Eros mengajukan pengunduran diri kepada Menteri Penerangan karena yang mengangkat adalah Menpen juga," tulis rilis edaran itu. 

Ini bukan pertama kali seorang juri Festival film Indonesia ini mengundurkan diri. Pada FFI 1984, Dr. Umar Kayam yang diangkat sebagai ketua Dewan Juri Film Cerita mengundurkan diri karena diributkan salah satu film yang dinilai dimainkan oleh Umar Kayam yakni "Pengkhianatan G 30 S PKI", Umar Kayam lalu diganti dengan Ki Suratman. Tapi ini tak membuat persoalan penjurian bisa selesai. 

Rekan dan sahabat Umar Kayam, Drs. Toeti Hearti menulis surat pengunduran diri dari juri sebagai rasa solidaritas atas 'nasib' posisi Umar Kayam yang konon 'disemena-menakan' dan dianggap tidak adil. 


~sumber : MF No. 082/50/THV, 19 Agustus - 1 September 1989