Sunday, November 30, 2025

DEVI PERMATASARI, KABAR DUKA DAN BAHAGIA

 


Di saat isak tangis dan kesedihan menyelimuti keluarganya pada tanggal 30 Juli 1990, Dewi Fortuna tiba tiba datang saat kepergian Abdullah Musa, papa tercinta Devi Permatasari ke haribaanNya.

Singkat cerita via anak Djun Saptohadi yang orang film, Devi Permatasari, maka jadilah ia tokoh Garnis, kakak kandung Raden Bentar anak tiri Brama Kumbara raja dari kerajaan Madangkara yang dalam film saur Sepuh IV di perankan oleh Denny Porlen. Dalam film Saur Sepuh IV akan menumpas pemberontakan Dursila Cs. Bersama sutradara beken Imam Tantowi, Devi langsung mendapat peran utama dalam film Titisan Darah Biru. 

Sutingnya berlokasi di daerah Garut, Pangandaran dan Gresik. Devi, kelahiran Jakarta 11 Juni 1974, kontraknya pada PT. Kanta Indah Film selama satu tahun dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. 


~MF 120/88 TH. VII 2 - 15 Feb 1991

Saturday, November 29, 2025

PENATA LAGA EDDY S. YONATHAN, INGIN SEJAJAR DENGAN SUTRADARA


PENATA LAGA EDDY S YONATHAN

Kurang begitu sukses menempuh karir sebagai pemain, dan gagal mendirikan grup band, Eddy S Yonathan kini lebih hndal sebagai penata laga. Menggarap sinetron laga tradisional lebih sulit dibanding modern, katanya. Eddy memimpikan penata laga sejajar profesinya dengan sutradara. 

Sudah lebih 70an judul film laga yang ditangani oleh Eddy S Yonathan, penata kelahi yang cukup di segani di lapangan. Ia pernah mengarahkan bintang bintang laga handal seperti Barry Prima, Yoseph Hungan, Advent Bangun, Johan Saimima dan lain-lain. Murid terbaik Sutrisno Wijaya(sesepuh bintang dan fighting director film laga nasional) yang belajar ilmu beladiri di perguruan Porbikawa selama 6 tahun lebih , sedang menagani adegan laga sinetron kolosal Tutur Tinular tayangan AN-Teve. Kendati baru pertama terjun ke sinetron namun Eddy mengaku tidak mengalami kesulitan dalam mengarahkan para pemainnya untuk adegan eksyen klasik. Bahkan ia mengaku merasa semakin mudah untuk memperoleh adegan laga yang maksimal. 

Memulai karirnya sebagai pemain merangkap fighting instructur lewat film Tangan Besi tahun 1971. Tapi kemudian Eddy lebih mendalami tata laga. Dia ingin menjadi fighting director, mengikuti jejak sang guru Sutrisno Wijaya.

Termasuk keras di lapangan suting, lebih tepat dibilang disiplin. Tak pilih bulu, apakah pemain sekaliber Barry Prima sekalipun, sampai pada figuran-figuran, mereka yang susah diarahkan segera posisinya digantikan, atau di hapus sama sekali. Karena disiplin itulah Eddy cukup disegani sebagai fighting director dimata para pemain dan kru. Dia juga tidak mau didikte oleh sutradara drama. itu karena Eddy merasa posisi fighting director sejajar dengan sutradara. Masing-masing punya kekuasaan sendiri. Dia tidak segan-segan mengambil sikap tegas jika ada sutradara drama yang ingin campur tangan dalam satu adegan laga yang ditanganinya. 

Pria berpostur tinggi 170 cm ini menikah pada tahun 1977 dengan Maria Wahyu Raharjo dan dikaruniai dua orang anak, Amalia Yonathan yang sudah menulis skenario beberapa film seperti Rawing II, Macho II dan Pedang Ulung, sedangkan bungsunya bernama Danie Lahenda Yonathan. 

Eddy S Yonathan pernah menekuni dunia musik sebagai gitaris, tapi tidak bertahan lama. Grup bandnya bubar. Eddy menekuni dunia ilmu bela diri dan film laga, karena dia merasa berkembang disitu. 

Meski sinetron jenis eksyen belum dihargai di ajang festival, Eddy tidak mau ambil pusing. "Dari dulu memang begitu. Inilah kejelekan para pekerja seni kita, tidak bisa menghargai karya orang lain hanya karena terbentur aturan yang belum dikembangkan, " kata putra ke lima dari enam bersaudara kelahiran Malang, 20 Juni 1950 ini. 

Saat wawancara ini dibuat, Eddy sedang sibuk menggarap sinetron kolosal Tutur Tinular tayangan AN-Teve (kemudian pindah Indosiar) yang berlokasi di bumi perkemahan Cibubur, pantai pangandaran dan Beijing, China. "Saya konsentrasi dulu disini, dikontrak oleh Pak Budi Sutrisno, bos PT. Genta Buana Pitaloka. Saya baru keluar dari satuperusahaan film, karena kontraknya sudah habis," ujar Eddy. 



berikut petikan wawancara dari Majalah Film dengan Eddy Es Jonathan. 

"Tutur Tinular adalah yang pertama bagi anda sebagai fighting director untuk tayangan layar kaca. Ada tidak perbedaan adegan laganya dibanding ketika anda menggarap film layar lebar?"

Pada Dasarnya sama saja, karena yang dimaksud laga atau eksyen itu adalah pukulan, tendangan dan tangkisan yang digarap secara filmis. Hanya di sinetron terasa agak mudah untuk membuat adegan , karena hasilnya bisa dilihat langsung lewat monitor. Peralatan kameranya juga lebih baik. Sementara film laayar lebar sampai sekaran gmasing menggunakan peralatan yang konvensional. 

Artinya menurut Anda eksyen film layar lebar itu lebih sulit dibanding eksyen film layar kaca?

Menurut saya tingkat kesulitan ada dua macam. Pertama dari segi fasilitas pengadaan peralatan dan kedua segi pengadeganan. Dari segi fasilitas, sinetron memang lebih modern. Karenanya lebih mudah mengambil gambar adegan eksyen yang menarik ketimbang film layar lebar. Masalah pengadeganan saya rasa sama sulitnya antara sinetron dan film. Kita dituntut mencape adegan eksyen terbaik. 

Apakah karena Anda merasa gagal jadi bintang laga sehingga menetapkan posisi fighting director sebagai profesi hidup anda?

Sebagai pemain, dibilang gagal sih nggak juga. Pertama main, saya langsung peran utama lewat film "Tangan Besi". Hanya kemudian saya lebih menekuni tata laga. Itu sesuai dengan latarbelakang keahlian saya sebagai 'orang perguruan' yang ditempa ilmu bela diri silat di Porbikawa. Saya merasa lebih leluasa berkreasi menampilkan adegan-adegan laga. Saya lebih suka disebut sebagai kreator eksyen. Tapi sekali-sekali bila dibutuhkan saya ikut main juga. 

Bagaimana proses karir Anda sampai menjadi fighting director?

Pertama kali di film Tangan Besi, selain jadi pemain utama saya merangkap fighting instructur. Darisini saya mulai mengenal bagaimana proses teknik pengambilan gambar. Kemudian saya mulai melangkah ke fighting director lewat film Cakar Maut, film saya yang ke tiga tahun 1975. Sampai sekarang saya tetap mempertahankan posisi di film sebagai fighting director. Sebagai kreator eksyen saya banyak belajar dari pak Sutrisno Wijaya, guru saya di perguruan Porbikawa yang juga banyak terlibat didunia film eksyen,baik sebagai pemain maupun fighting director. 

Apa saja referensi Anda sebelum menggarap sebuah adegan eksyen hingga mencapai hasil yang maksimal?

Yang utama bagi saya adala skenario itu sendiri. Saya selalu mempelajari unsur filmisnya dulu. Dari pengalaman kerjasama dengan beberapa sutradara merangkap kameramen yang cukup handal seperti Liu Chun Bok. Antara gambar dan pengadegaan bebeda. Dalam gambar seperti ada distorsi dengan asli yang dlihat oleh mata telanjang. Bisa saja yang tadinya olahraga beladiri di dalam film bisa menjadi ilmu bela diri. Film bisa menjadi 'ilmu' bela diri. Demikian juga sebaliknya, itulah filmisnya. Bagaimana kita menginterprestasikan pengadeganan yang ada di skenario. Sementara skenario itu sendiri bukanlah skenario yang utuh, karen adi abukan merupakan director shoot, melainkan skenario yang sifatnya tergantung sutradara di lapangan entah itu bagian drama atau eksyen. Misal seperti Tutur Tinular ini banyak pengadeganan eksyen. Tapi menurut saya plotnya kurang mengena, sehingga say aharus melakukan perombakan bekerjasama dengan penulis skenario. 

Saya juga mengambil refernsi dari film luar, jika ada peran yang karakternya orang luar. Seperti beberap atokoh dalam sinetron Tutur Tinular yang memerankan tokoh pendekar dari daratan Cina, Saya harus menerapkan konsep, karakterdan ilmu yang ada di Cina untuk pemainnya. 

Apa bedanya antara olahraga bela diri dengan 'ilmu' bela diri yang anda maksud.?

Ilmu itu dengan senirinya kita menggunakan bela diri dari mampu mengantisipasi problem. Tapi yang di sebut olahraga, semaa kekuatan fisik aja, ada lagi yaitu seni bela diri yang mengutamakan bentuk keindahan. 

Apa kesan Anda selama mengarahkan para bintang  laga kita?

Wah, bermacam-macam mulai yang susahdi arahkan , bandel sampai yang gampang diarahkan . Bervariasi. 

Anda menekuni ilmu bela diri hampir 32 tahun, ditambah ketika Anda masih kanak-kanak juga sudah latihan silat. Sejauh mana peran Anda dalam mengontrol beraneka ragam emosi pemain yang kata anda bervariasi itu?

Sangat membantu sekali, dimana saya harus menguasai mereka secara kejiwaan. Saya berupaya untuk bisa memahami seluruh kepribadian dan kebiasaan mereka. Itu memang harus di kuasai oleh seorang sutradara drama dan sutradara eksyen. 

Pernah berseteru dengan mereka?

Seingat saya belum pernah terjadi. 

Jika ada yang bandel, biasanya apa yang Anda lakukan?

Saya ganti dengan pemain lain atau mengganti adegan. 

Apa saja bekal utama untuk bisa menjadi fighting director?

Selain yang saya bilang tadi, yaitu menguasai ilmu, olahraga dan seni bela diri, juga harus menguasai musik. Paling tidak harus mempelajarinya. Karena musik merupakan gabungan pengadeganan yang bersentuhan langsung pada efek, sound, nuansa dan ilustrasi. 

Diantara bintang-bintang laga Indonesia, siapa yangpaling sulit anda arahkan?

Hm.... (diam sejenak) kayaknya nggak ada, sebab saya selalu memberikan peran yang sesuai dengan kemampuanpemain. Saya tidak akan memberikan peran yang kira-kira adegannya tidak bisa di lakukan pemain. 

Diantara puluhan film laga yang sudah Anda garap, film apa saja yang benar-benar maksimal Anda mengerjakannya?

Tentang maksimal minimal film yang saya hasilkan, tergantung pada budget produksi yang disediakan. Misal Saur Sepuh V, itu budgetnya tiga ratus juga. Hasilnya lebih baik dari film Pedang Ulung yang hanya seratus juta. Tapi jujur saya katakan, dalam setiap bekerja di lapangan saya berupaya maksimal. 

Antara Eksyen Klasik dengan Modern, bagi Anda mana yang lebih sulit?

Dalam kondisi seperti ini, saya merasa lebih sulit membuat adegan Eksyen modern karena untuk mencapai hasil yang maksimal diperlukan peralatan yang modern, juga, mulai dari peralatan di lapangan maupn untuk proses editing di laboratorium. Sementara eksyen klasik cukup dengan peralatan konsvensional. Namun pada dasarnya kedua jenis itu punya tantangan dan kesulitan tersendiri. 

Kalau tidak salah, eksyen dunia terdiri dari eksyen Amerika style, eksyen Mandarin dan Eksyen India. Anda lebih cenderung kemana?

Saya lebih tertarik ala Amerika, karena biasanya film-film laga Amerika selalu menjaga keseimbangan cerita dengan adegan laganya yang selalu terkait dengan jurus-jurus ilmu bela diri. 

Sebagaian fighting director pernah mengatakan gerak ilmu bela diri silat sulit mengambil angelnya dan kurang menarik untuk ditampilkan ke bahasa gambar. Sehingga eksyen kita lebih banyak menampilkan jurus-jurus ilmu bela diri asing seperti Karate dan Tae Kwon Do. Apakah itu benar?

Ah, itu tidak benar. Tergantung pada penggarapnya, siapa fighting directornya. Jenis ilmu beladiri apapun kalau digarap baik dan sungguh-sungguh, pasti akan menghasilkan eksyen yang indah, karena masing-masing aliran punya keistimewaan dan keindahan sendiri. Tinggal bagaimana kita menggali dan menampilkan keistimewaannya itu. 

Ada yang mengatakan untuk menjadi bintang eksyen itu gampang ketimbang jadi bintang drama, Apa pendapat anda?

Ha ha (tertawa) justru eksyen itu jauh lebih sulit. Karena eksyen itu jelas ada dramanya. Tapi kalau drama, belum tentu ada eksyen. Maknya pernah sutradara kita Fritz G Schadt bilang, bahwa sutradara yang belum pernah bikin film eksyen belum sah jadi sutradara.

~MF 299/265/XIV 29NOV-12DES 1997



Friday, November 28, 2025

ERIK "GOBANG" SOEMADINATA

 


ERIK "GOBANG" SOEMADINATA. Kesuksesan film serial SI Gobang di pasaran ternyata tak mengubah keseharian Erik Soemadinata, pemeran si Gobang pendekar berbudi luhur. Lelaki pemalu kelahiran 7 Januari 1965 ini masih tetap Erik yang kemana-mana naik bis dan suka nongkrong di toko buku dan majalah untuk melampiaskan kegilaannya membaca. 

Anak pertama dari lima bersaudara putra pak Soemadinata, wartawan harian Pikiran Rakyat ini sejak kecil memang hobi membaca, terutama komik cerita silat yang sedikit banyak merasuk dalam kehidupannya. Makanya waktu dites untuk memerankan Gobang, ia tak menemui banyak kesulitan. Apalagi ditunjang dengan penguasaan tiga cabang olahraga yang di gelutinya dengan tekun, Silat Tinju dan Bina Raga. 

Dewi Fortuna memang segera merangkul terhadapnya yang sempat menggeluti berbagai macam pekerjaan mulai dari Security, demonstrator alat-alat olahraga, supervisor sampai jadi pelayan di sebuah restoran internasional. Sutradara Atok Suharto dan Liliek Sudjio memasangnya sebagai pemain andalan untuk film seri Si Gobang dan Misteri dari Gunung Merapi.

Sukses yang diraihnya terhadap pemuda yang sempat bercita-cita jadi seorang psikoog ini tak lepas dari kerja kerasnya dan semakin mantap kalau film adalah nafas hidupnya. "Apapun yang terjadi saya akan menggeluti film". Walau t idak sebagai pemain, mungkin sebagai kru film;" kata Erik yang mungkin tertarik sebagai kru film " tekad Erik yang hanya mendapat hono Rp. 25.000 untuk tampil sekian detik dalam film "Istana Kecantikan dan Kelabang Seribu".

Walau belum bergeser dari film-film laga, Erik tetap untuk berprinsip tidak akan menerima tawaran main film yang ada adegan panas. 


#eriksoemadinata

Thursday, November 27, 2025

RINA LIDYA RAWIT

 


RINA LIDYA RAWIT  anggota Srimult pertama main film di gaet oleh Nya' Abbas Akub untuk mendukung film "Cintaku Di Rumah Susun" . Di susul film-film berikutnya Kipas-Kipas cari Angin, Nyoman Dan Merah Putih, Wanita Harimau atau Santet II serta Makelar Kodok. 

"Pertama saya main di depan kamera rasanya seperti di uber setan gitu, lihat kamera kayak lihat setan, takut. Tapi lama-lama ya enggak," kata Rina. 

Setelah jadi pembatu dalam Cintaku Di Rumah Susun, Rina jadi isteri Pak Tile dalam Kipas-Kipas Cari Angin, kemudian jadi keponakan tokoh yang dimainkan oleh Roy Marten dalamfilm Nyoman dan merah Putih. Sedang dalam Wanita Harimau atau Santet II jadi pacar Bokir, dan dalam Makelar Kodok jadi hostes. 

"Jadi apa saja, diajak siapa saja saya mau, asal tidak diajak nyebur sumur aja," ungkap Rina yang lahir 19 Februari 1960 yang merupakan saudara kandung dari Neni Ribut Rawit yang juga main di Srimulat. 

Selain ikut dengan Srimulat, Rina juga sering melawak dengan grup-grup lainnya seperti grup Srimulat, Grup Tarzan, dan Grup Eddy Gombloh. Tarif sekali manggung Rina mengantongi Rp. 400.000,-.

Setelah sekali main film, Rina mengaku ketagihan. Kalau akting di panggung merasa leih bebas an spontan sedang di film selalu berdasar skenario dan petunjuk sutradara. 


~MF 095/63 Tahun V, 17  Feb - 2 Maret 1990

ANAS ROIZAEN, MURID MANTILI


INILAH PEMERAN MURID MANTILI YANG BERSAMA GARNIS DALAM SAUR SEPUH 4. ANAS ROIZAEN, Pada jaman Sultan Agung dan Diponegoro  para pendekar bergabung menentang kolonial, para empu menciptakan ajang di Timur Tengah untuk menyalurkan para pendekar modern dengan senjata otomatisnya. Para pendekar di jaman kerajaan dulu , telah mewarisi sisa-sisa kepatriotan dan budaya. Silat adalah salah satu warisan budaya yang terus berkembang menjadi seni olahraga bela diri. Pendekar-pendekar silat tidak sedikit yang berangkat ke medan laga untuk menyalurkan lewat dunia film, Anas Roizaen adalah salah satu diantaranya. Pria asal Tegal ini berniat berlaga di film. Di Tegal, ia aktif di organisasi film club, selepas SMA dalam masa-masa pencarian jati dirinya ia sempat nongkron di IAIN Sunan Gunung Jati Cirebon, itu terjadi pada tahun 1987, pada tahun yagn sama pula ia lari dari Sunan Gunung Jati dan mengeram di Pondok Pesantren Kadu Sumur Banten. Akan tetapi tidak lama kemudian kembali lagi ke Tegal dan memperkuat perguruan Silat Trenggani yang di pimpin oleh Benhur. 

Benhur sangat percaya pada bakat anaknya, maka Anas panggilan akrab yang bernama lengkap Mokhamad Nasucha bin Zaenudin Benhur ditugasi menjadi instruktur di perguruan Trenggani. 

Pertama kali bertemu dengan Ki Dalang Imam Tantowi pada acara Film Club di Jakarta. Pada tahun 1989 ia langsung bergabung dalam film "Pancasona" kemudian disusul dengan "Ajian Nyimas Gandasari" "Pertarungan" , "Saur Sepuh III dan berlaga di Saur Sepuh IV. Sampai dengan film kelima tersebut ia belum pernah mendapat kesempata untuk memegang peran utama , kecuali peran peran pembantu. 

Sesuai dengan nama aslinya Nasucha, ia tidak mau meninggalkan sholatnya dan dimana ada kesempatan ia selalu berusaha untuk membaca kitab suci Al Quran baik itu dirumah , masjid maupun di lokasi suting. Ia pernah mengalami kecelakaan kecil di lokasi suting, justru ketika ia hendak menjalani ibadah sholat. Di waktu subuh, ia terpeleset dan masuk kolam comberan, untung ada yang menolong sehingga ia cuma pingsan. Mungkin pagi itu masi cukup gelap sementara kabut menghalangi pemandangan di Sukabumi, sehingga ia tidak bisa melihat daerah yang rawan. Kali ini si jago silat tak bisa berkutik menghadapi comberan. 

"Ya jika mungkin saya ingin menjadi instruktur" tuturnya malu-malu . Anas setiap usai subuhan ia langsung berlatih silat secara rutin serutin sholat itu sendiri. "Menurut saya pesilat jika menjadi instruktur justru akan semakin maju, karena disana mau tidak mau dia dituntut mengembangkan jurus-jurus baru seperti layaknya kerja seorang koreografer", jelas Imam Tantowi. Barangkali itulah yang embuat ia semakin bergairah. 

~MF 120/88 Tahun VII 2 -15 Feb 1991

Wednesday, November 26, 2025

DRAMA SERI "SARTIKA" Judul : NOSTALGIA DOKTER IMAM

 


DRAMA SERI "SARTIKA" 

Judul : NOSTALGIA DOKTER IMAM

Karya : Tatik Maliyati WS

Sutradara : Bambang BS

Tayang di TVRI, 10 Februari 1991 jam 21.35 WIB

Dokter Imam dan dr. Sartika melanjutkan bulan madunya ke Ketapang, kota kecil tempat dokter Imam pertama kalinya menjalankan tugasnya sebagai dokter Puskesmas. Ia menjumpai bekas mantri kesehatannya yang kini sudah pensiun. Mantri itu dulu orang yagn sangat berjasa baginya dalam menjalankan tugasnya. dr. Imam juga bernostalgia dengan bekas pasiennya. 

Pengantin baru ini mengunjungi perusahaan penebangan kayu dnegan harapan ketemu Kohar. Tapi rupanya Kohar tidak ada di perusahaan itu. Sartika sendiri di kota kecil ini banyak menemukan masalah kesehatan yang perlu penanggulangan. Dia temukan anak-anak dan orangtua yang giginya rapuh karena kurang kadar flour. Banyak juga ia menjumpai orang yang berobat ke dukun.  Sedang biasa saja karena ia sudah kenal betul dengan situasi di daerah itu. 

Sartika cemburu ketika dr. Imam menjumpai bekas pasiennya. Ia ingin cepat-cepat pulang Akan tetapi tidak lama kemudian Sartika hatinya luluh setelah melihat penderitaan wanita itu Suaminya menderita kusta dan dirawat di Singkawang. Sartika terdorong niat untuk pegi ke Singkawang, ia ingin tahu sendiri bagaimana Pemerintah dalam meresosialisasi para ex kusta. 


Tuesday, November 25, 2025

DARTI MANULANG

 


DARTI MANULANG. Penampilan awalnya di layar gelas. Kemudian mendapat tawaran untuk main film. Lalu suting film inilah yang sempat membuatnya sakit lever. Padahal kedua orangtuanya tidak menyetujui bergelut di dalam bidang film. Darti manulang juga berhasil menamatkan kuliah di UKI dan menyandang gelar SH. tentu sebuah gelar yang bergengsi. 

Darti sakit lever karena terlalu letih, akibat suting. itulah sebabnya ia lebih suka menjadi pengacara daripada seorang artis. Karena kesibukannya di luar film, Darti juga sempat menolak tawaran main film yang datang padanya.Ia menolak bukan karena ditawarin film berbau  s e  k s, karena ia pasti akan menolaknya untuk adegan tersebut. 

Artis bernama lengkap Resmina Yadharty Manullang ini juga sempat melakoni beberapa film nasional antara lain "Jangan kirimi aku bunga, Di balik Dinding Kelabu" Lupus I dan II, Lintar, Lebih Asyik sama Kamu, Djakarta 66 dan Bayar Tapi nyicil. 

Ada yang masih ingat artis ini? mungkin lebih kenal sebagai artis sinetron dengan peran antagonisnya??

~MF 095/63 Tahun V, 17  Feb - 2 Maret 1990


Monday, November 24, 2025

MENUMPAS PETUALANG CINTA, PENCAK SILAT KONTRA KUNG FU

 


ERICK SOEMADINATA dalam Menumpas Petualang Cinta. PENCAK SILAT KONTRA KUNG FU. Seorang lelaki Cina muda dengan rambut di kepang panjang ala pendekar Pui Sigiok dari biara Shaolin, dengan congkak petantang petenteng di sebuah desa di kawasan Jawa Barat. Senjata andalannya sebuah kpas berjeruji pisau. Tokoh bernama Po Seng dengan kekuasaannya mengangkat dirinya sendiri menjadi semacam raja kecil di wilayahnya. 

Sebagai penentang kesewenangannya muncul Jaka, pemuda gemblengan pesantren. Duel antara mereka menjadi atraksi yang menarik, karena yang satu berbekal kung fu sedangkan yang lain mengembangkan jurus-jurus pencak silat. 

Diarahkan oleh sutradara Tjut Djalil, kedua pemeran harus berulang kali bergebrak, "Agar nampak realistis, para pemain film silat sebaiknya memang memiliki bekal ilmu bela diri yang cukup, " ujar Pelatih Kelahi Eddy S Jonathan, yang tak jemu-jemunya memberi contoh gerakan. 

Tokoh Po Sang di perankan oleh Steady Rimba yang menilik dandanannya mengingatkan pada mendiang Alexander Fu Shen dari Shaw Bros. Tubuhnya memang cukup kekar, Gebrakannya juga lumayan mantap. Sebagai lawannya Jaka bukan lain adalah Errick Soemadinata yang sudah di kenal lewat serial silat "Si Gobang".

Masih ada lagi Golden Kasmara, yagn berperan sebagai A-Cai dan Yurike Prastica sebagai Ling Ling. Keduanya melambangkan  pendekar-pendekar muda keturunan Cina yang baik dan bertrio dengan jaka menumpas si Jahat Po Seng!. 

"Banyak adegan seru yang baru dan lain dari yang lain di film ini," promosi Eddy. "Antaranya ada adegan Errick di jerat dengan tali temali sampai jatuh kelubang perangkap penuh bambu runcing. Juga adegan Yurike dengan Golden dibuat artistik.

Dalam suatu adegan, Yurike berjumpalitan tinggi, lalu kakinya "menclok" ke pundak Golden. Dengan jurus istimewa inilah mereka memecahkan keangkeran Steddy. Kamerawan Ridwan Djunaedi boleh di puji berhasil  memvisualkan adegan demi adeagan dengan cukup terampil.

"Untuk menghidupkan suasana Betawi "tempoe Doeloe" sengaja kami memilih lokasi suting di sekitar Sukabumi yang masih asli", kata produser Ferry Angriawan dari PT. Virgo Putra Film yang merupakan produksi ke 38 ini. "Semua pemain dan kru di himpun di Sukabumi. Namun karena gangguan cuaca, seperti misalnya turuh hujan secara mendadak, tak kurang pembuatan film ini memakan waktu hingga 40 hari. disusul kemudian dengan proses selanjutnya yaitu dubbing, pengisian effect suara dan musik. 


~MF 095/63 Tahun V, 17  Feb - 2 Maret 1990


YASMAN YAZID, BIKIN FILM SESUAI SELERA PASAR


 Kiat Yasman Yazid membikin film adalah untuk dapat di tonton masyarakat. Wajar bila ia mengutamakan selera pasar, dapripada membikin film seni. Meski begitu, ia tidak pula membikin film asal jadi. Tanpa struktur cerita yang jelas,"Bagi saya membikin film ceritanya harus jelas, meski film komedi sekalipun. Terus terang, saya tidak bisa membikin film tanpa struktur cerita yang jelas,"katanya. 

"Justru itu saya tidak bisa membikin film yang hanya mengandalkan perempuan perempuan cantik, tanpa ikatan cerita yang jelas. "Wajar bila dalam film terbarunya adegan-adegan merangsang tidak mendominasi setiap rol seluloid, seperti film komedi kebanyakan. Seperti film Plin Plan (Plintat plintut) menurut Yasman nafas filmnya adalah komedi situasi. Bukan komedi slapstick yang hanya bermodal plesetan. 

"Kekuatan film ini adalah komedi situasinya. Karena yang saya permainkan adalah karakter Doyok dan Kadir. Slapstick itu perlu, tapi dalam film ini tidak terlalu mendominasi. Yang saya lemparkan dalam film ini adalah tentang gosip. Tidak pula membungkusnya dengan kritik sosial. Oleh sebab itu bingkaian film ini adalah bentuk cerita yang jelas," ujarnya. 

Yasman Yazid sadar betul bahwa persiapannya untuk menarik penonton cukup ketat. "Namun saya tidak takut, persoalannya apa yang saya bikin merupakan film yang bisa diterima masyarakat," katanya. 


~MF 167/134/TH.IV 28 Nov-11 Des 1992

Sunday, November 23, 2025

DEDDY SUTOMO


DEDDY SUTOMO ,  Sebelum terjun ke film, nama Deddy Sutomo sudah di kenal lewat drama-drama TVRI. Ketika dunia film nasional mulai ramai, Deddy mulai melebarkan sayap ke film. Penampilannya yang paling mengesankan lewat film "Atheis" arahan Syumandjaya. 

Deddy juga pernah main bersama artis Mandarin handal Shang Kuan Lin Fung, lewat film join produksi dengan Hongkong berjudul "Pandji Tengkorak". Deddy Sutomo berperan sebagai Pandji Tengkorak, yang wajahnya hampir sebagian besar tidak kelihatan jelas, karena menggunakan topeng. Film ini cukup sukses dalam peredarannya. Ceritanya sendiri di angkat berdasarkan Cergam karya Hans Jaladara yang sudah beberapa kali di cetak ulang. 

Selain itu Deddy Sutomo juga bermain dalam film "Perisai Kasih Yang Terkoyak" yang diangkat dari novel laris karya Mira W, novelis wanita yang hampir sebagian besar novelnya dijadikan film. Dalam film itu, Deddy berpeperan sebagai seniman gaek yang hidup bersama anak perempuannya yang di perankan oleh Nena Rosier. 

"Peran seperti ini memang baru pertama kali saya perankan" jawab Deddy. Karakternya penuh tantangan. 

Dari sekian banyak film yang dibintangi film yang paling berkesan menurut Deddy ada dua kesan. "Kesan dalam lingkungan kerja dan nilai artistiknya. Deddy mengatakan film "Atheis" yang paling berkesan. Dalam film ini ia banyak belajar dari sutradara Syumandjaya. Kesan Deddy terhadap Syuman juga semakin bertambah. "sampai kini suasana seperti itu belum saya alami lagi", meskipun sudah sering bekerjasama dengan sutradara-sutradara besar. 

Film lain dimana Deddy juga ikut bermain dengan kelompok Teater Populer, dalam film "Cinta Yang Terjual" arahan Yazman Yazid. Dalam film ini, Deddy berperan sebagai duda beranak tiga, yang akhirnya menikah dengan gadis atas usul kakak perempuannya. 

Peran Deddy dalam film itu, memang tidak berbeda jauh dengan kehidupannya di luar film.

Nama Deddy Sutomo nyaris dilupakan orang kalau saja ia tidak tampil kembali lewat serial TV "Rumah masa Depan" yang di sutradarai oleh Ali Shahab. Penampilan Deddy lewat serial tersebut sudah kembali lagi pada bentuknya yang semula, wajar, santai dan pas. Mungkin karena Deddy berasal dari TV, sehingga tidak sulit buat menyesuaikan diri dengan karakter yang di perankannya Di samping juga belajar dari orang-orang  yang menjadi tokoh panutan. 

~RF657

Saturday, November 22, 2025

DEDDY MIZWAR, HONOR CEWEK LEBIH TINGGI

 



"Bagaimanapun Piala Citra adalah ukuran keberhasilan seorang pemain. Mustahil kalau tidak diharapkan kemenangannya, termasuk saya. Namun bukan berarti saya berakting demi Piala citra," ujar Deddy Mizwar yang bermain cukup bagus dalam film Plong garapan sutradara Putu Wijaya. 

Lewat Plong dimana ia berperan sebagai Darma seorang lelaki Jawa Ningrat, merupakan peran yang cukup menantang baginya. Yang tentu sajaberbeda dengan watak sehari-harinya dimana ia lahir di Jakarta meski dialiri darah Makassar. Tapi bukan berarti peran yang menantang seperti halnya seorang jawa Ningrat seperti itu, baru bagi Deddy "Sebab dalam film Syeh Siti Jenar, saya berperan sebagai wali. Yanglebih dari ningrat yang ningrat," tandasnya . Peran menantang lainnya yakni sosok Naga Bonar, lelaki Batak tulen yang membuat Deddy dianugerahi Piala Citra Pemain Terbaik .

Ada beberapa kualifikasi bagi Deddy dalam menerima tawaran main. Siapa sutradaranya, bagaimana skenarionya dan apa perusahaan filmnya sebagai patokan untuk menerima tawaran main film. "Sedangkan yang terakhir honornya," ujarnya lagi. Bahkan hal imbalan itupun penting sebab mana mungkin seorang pemain yang sudah bekerja setengah mati tapi tidak mendapat imbalan yang seimbang sementara produsernya ongkang-ongkang kaki menghitung keuntungan dari filmnya. 

Hal honor ini pulalah yang kerap menjadi tanda tanya besar Deddy bilamana membandingkan jumlah yang diterimanya dibanding dengan  yang di berikan kepada pemain wanita. Terlebih bintang wanita seksi dan berani memamerkan tubuhnya. 

Meskipun disadari bahwa objek wanita dalam film sebagai komoditi dagang merupakan modal bagi larisnya sebuah produk tapi bagaimanapun film adalah sebuah kerja kolektif. Artinya masing-masing personil merupakan bagian penting dan saling mendukung satu sama lai. 

Secara realita  hal ini sangat tidak adil dan menimbulkan kecemburuan sosial dan belum berhasil di dobrak oleh pihak manapun. Sehingga dibiarkan menjadi borok dalam bisnis perfilman hingga sekarang ini. Deddy tak bisa meramalkan sampai kapan perbedaan klasifikasi antara pemain pria dengan wanita ini bisa diatasi. Dan keduanya mendapat penghargaan yang seimbang. 



~MF 167/134/THIX 28 Nov - 11 Des 1992

Friday, November 21, 2025

SONA ANAK SRIGALA

 


SONA ANAK SRIGALA. Teddy Purba berperan dalam film silat campur aduk yant tak genah tempat berpijaknya. Di dukung oleh Minati Atmanegara, Wieke WIdowati, Farida Pasha dan Deddy Sutomo dengan Sutradara A. Harris. 

Di ceritakan dua pemburu menemukan seorang bocah yang hidup bersama sekawanan srigala. bocah yang kemudian di berinama Sona itu diasuh dan dilatih ilmu silat. Ternyata Sona adalah keturunan seorang kepala suku yang di buang kehutan ketika masih bayi. 

Setelah dewasa, Sona bentrok dengan gerombolan pemuja berhala yang sering menculik pemuda pemudi. Gerombolan ini di pimpin oleh musuh-musuh orang tuanya yang memiliki ilmu hitam. Nyaris Sona sendiri menjadi korban. Namun dengan keuletannya akhirnya Sona berhasil menuntut balas, sekaligus membebaskan kekasihnya yang hendak di jadikan korban persembahan berhala. 

Film silat antah berantah ini banyak menampilkan binatang buas, selain srigala juga ada buaya, ular dan hewan-hewan berbisa lainnya. 


~RF No. 625~

Tuesday, November 18, 2025

KIAT SAUR SEPUH SUPAYA LAKU, ARTIS IMPORPUN DI KONTRAK


 Siang itu udara cerah, cuaca yang bagus untuk dimulainya suting film Saur Sepuh V, sutradara Torro Margens.  Kebun Binatang Ragunan, Jakarta tempat lokasi suting menjadi penuh sesak. Masyarakat yang berleha di Kebun Binatang itu banyak yang menyempatkan diri melihat suting film action klasik yang diangkat dari Sandiwara radio. Kru dan pemain serta sutradara sejak pukul 11.30 WIB telah berada di lokasi suting. Kelihatan wajah kru rada loyo sebab tenaga dan pikiran mereka terkuras. Karena tak jarang suting berakhir sampai Subuh datang menjemput, siangnya suting berlanjut kembali. Kru berlomba dengan waktu. 

Kondisi seperti ini cukup sering dalam produksi film nasional. Tak jarang pula kru film di bayar dengan honor ala kadarnya. Apalagi dalam kondisi perfilman lesu darah. Kru film hanya bisa manggut manggut yang penting masih ada pekerjaan. 

Rupanya binatangpun bisa menggangu konsentrasi artis pendukung film saur sepuh V ini, meski semua binatang di sekap dalam terali besi. Begitu suting mau dimulai seekor monyet cukup cerewet, suaranya melengking. Melihat kenyataan itu seorang kru punya siasat, lalu memberikan makanan pada sang monyet. Sutingpun berjalan lancar, tak ada film yang dibuang percuma karena kesalahan pengadegan. Satu take, adegan langsung jadi. Kamerawan William Samara, hafal betul selera Torro Margens. 

Ketika Saur Sepuh di filmkan untuk pertama kalinya film ini mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Ketika itu Imam Tantowi sebagai sutradara dapat mencari pemain dengan tepat dan mengorbitkan karenanya.

Diantaranya Murtisaridewi, Elly Ermawatie dan Fendy Pradana. Imam Tantowi hanya di berikan keperjacaan oleh produser kala itu masih pakai bendera PT. Kanta Indah Film hanya sampa Saur Sepuh IV dengan penata artistik El Badrun dan Delsy Sjamsumar. Kini Saur Sepuh V memakai bendera PT. Elang Perkasa Film. Massa Tantowi menjadi sutradara film Saur Sepuh I sampai IV, film ini digarap secara kolosal. 

Kala Imam Tantowi menjadi sutradara serial Saur Sepuh, selalu mengutamakan keartistikan, selain laga menjadi prioritas utama. Lihat saja Saur Sepuh I sampai IV, kentara betul kalau Imam Tantowi menampilkan suatu keartistikan, "Saya tidak ingin saur Sepuh menjadi film biasa," Kata Imam Tantowi. 

Sekarang, Era Tantowi di Saur Sepuh sudah berlalu, masa Torro Margens kini memegang kendali. Torro punya kiat tersendiri supaya film Saur Sepuh V dapat simpati dari penonton. Maka untuk itu ia memakai artis Hongkong, Wan Chen Lie. Siapa tahu kalau memakai artis Hongkong film ini bisa meledak. 

"Meski akan menghabiskan dana yang cukup besar, tapi saya yakin film ini setidaknya akan kembali modal. Sebab saya tahu kalau masyarakat lagi haus hiburan film action," Ujar Torro Margens. 

~MF 167/134/TH.IV 28 Nov-11 Des 1992

Saturday, November 15, 2025

WILLY DOZAN "BOSAN MENEKUNI DUNIA FILM"

 


WILLY DOZAN,  Willy Dozan, bintang aksi yang juga di kenal dengan nama Billy Chong, Chuang Chien Lee atau nama barunya yang sempat di plokramirkan pada tahun 1986 Ie Wen Chen Tu, dua bulan terakhir sibuk terbang antara Jakarta Hongkong. Ia sedang mengikuti persiapan proyek filmnya yang agak tertunda dengan sutradara film aksi Mandarin yang cukup terkenal, Wu Sze Yuan. 

"Memang proyek film kali ini agak terlambat, karena beberapa segi teknis yang masih belum tergarap matang. Dan saya sendiri memiliki kesibukan lain dalam dunia bisnis yang baru dirintis secara kecil-kecilan. Namun kelihatannya saya menemukan keasyikan tersendiri dalam bidang ini, hingga dunia film seperti terlupakan. Yah, kegairahan berakting di muka kamera sepertinya lenyap, Bosan!, tutur Willy. 

Menurut Willy Dozan mungkin setiap pemain bisa dihinggapi rasa bosan seperti yang dirasakan saat ini. Namun dia membantah kalau mengatakan dunia film tidak sanggup menghidupi seorang bintang. "Namun entah mengapa saya merasa lebih mantap memilih dunia bisnis sebagai gantungan masa depan" ujar Willy. 

Namun Willy Dozan merasa aneh bila ia menoleh ke belakang. Maksudnya ia merasa aneh kenapa ia bisa main film. "Tentunya saya tidak pernah menyesali bahkan saya bangga memiliki kesempatan untuk mengembangkan bakat dan hobi saya lewat wadah yang tepat. Mungkin menjadi pemain film sudah suratan nasib," kata Willy selanjutnya. 

Meski demikian Willy Dozan tak mau semua kata-katanya diartikan bahwa ia mengundurkan diri dari dunia film. "Saya masih akan terus main film sebagai penyaluran hobi sampai saya benar-benar sudah merasa jenuh".

"Tema drama remaja dan  musikal tampaknya sedang merajai dunia perfilman kita , saya merasa sudah terlalu tua untuk mengubah haluan untuk mengikuti arus perfilman yang ada. Tentu saja saya bisa belajar, tetapi yah bagaimana kalau waktu dan kegairahan sudahbegitu menurun. Sulit membayangkan orang seusia saya belajar breakdance misalnya. Itu kan urusan remaja tujuhbelasan. Padahal dengan menguasai tarian itu akan banyak gunanya untuk ambil bagian dalam film-film yang digarap ", ungkap Willy. 

Lantas bagaimana dengan dunia model?. Secara khusus Willy Dozan tidak pernah menekuni dunia model. Memang ia pernah menjadi model untuk beberapa produk seperti t-shirt dan pakaian dalam pria, namun semua itu baginya hanya iseng-iseng saja. 

"Sejak film yang saya bintangi "Fistfull of Talons" saya lebih banyak menghabiskan waktu dengan kegiatan non film. sebelum akhirnya kembali terjun kedunia film lagi. 


~RF 584


Friday, November 14, 2025

LINA BUDIARTY AWET MUDA


LINA BUDIARTY, Penampilan terbaiknya selama menerjuni dunia film adalah ketika Lina Budiarty ikut mendukung film "Ponirah Terpidana" yang digarap oleh sutradara Slamet Rahardjo. Menurut Slamet Rahardjo sendiri peran Lina Budiarty dalam film tersebut sangat cocok. Begitu pula dengan si pemeran sendiri yang kabarnya karena film ini sempat menolak beberapa tawaran film lainnya yang kebetulan hampir bersamaan waktu pembuatannya. 

"Karena saya lebih berat dengan film ini", ujar Lina. "Soalnya film ini sangat cocok buat saya dan lagipula film ini bermutu, apalagi ditangani oleh mas Slamet Rahardjo yang sudah berpengalaman. Tentunya sekaligus untuk meningkatkan pengetahuan tengang akting yang bermutu dan itu pengalaman buat saya". "Dan tentunya saya senang bisa bermain dengan slamet Rahardjo dan Christine Hakim, " sambung Lina. 

Dari sekian banyak film-film yang pernah di bintangi , rata-rata peran yang dibawakan Lina Budiarti selalu yang terbuka terbuka. Tampaknya ia tak ambil pusing, yang jelas ia ingin meraih apa yang diinginkan, yakni bisa mensejajarkan diri dengan artis-artis populer lainnya. Meski demikian kehidupan karirnya tak lepas dari gunjingan orang-orang yang bernada negatif padanya. 

"Memang itu resiko saya," namun semua itu saya anggap biasa saja, yang jelas dunia film dan kehidupan saya memang lain. Itu saja!". 

Lina Budiarty beranjak kedunia film dari dunia foto model. Tentunya peran suaminya dalam kehidupan tak boleh di lupakan begitu saja. Bidijanto S, sang suami yang pada mulanya di kenal sebagai komikus itu dan kemudian di kenal sebagai kostumer film, mempunyai sanggar untuk menampung segala aktifitas seni bidang peraga busana dan foto model. 

Dan Dorongan serta bimbingan dari suaminya inilah yang menjadikan Lina Budiarty seperti sekarang ini. 

Namun di balik semua itu yang menarik sekali dari pribadi Lina Budiarti sendiri adalah kebolehannya dalam menjaga tubuhnya sehingga membuat dirinya tetap awet muda. Dan rahasia awet muda Lina adalah menjaganya dengan senam dan makan minum teratur juga dengan jamu untuk menjaga tubuh. dan tentunya jangan banyak mikir, tutur Lina Budiarti. 


RF 529

NENA ROSIER


 NENA ROSIER, memasuki tahun 1986 Nena Rosier memperoleh tawaran untuk menjadi pemeran utama dalam film "Telaga Airmata". Dan tentu saja tawaran yang simpatik ini diterima dengan senang meskipun hal itu merupakan sebuah tantangan bagi dirinya. 

Film-film Nena Rosier sebelumnya seperti Rose Beracun, Tergoda Rayuan, dan juga telaga Airmata.  Film "Telaga Air Mata" di angkat dari novel yang di tulis oleh Ris Prasetyo oleh sutradara Chris Helweldery yang sebelumnya merupakan tulisan yang pernah dimuat secara bersambung di sebuah majalah Wanita. "Ternyata Novel itu dibuat dari sebuah kisah nyata", jelas Nena. "Tokoh Yeni yang saya perankan itu adalah seorang pelajar SMP di Surabaya," kata Nena . Film ini skenarionya di tulis oleh Arswendo Atmowiloto. Fim Telaga Air Mata turut di perkuat oleh Rima Melati , Ully Artha, Frans Tumbuan, Bambang Hermanto, S Bono dan juga Hendra Cipta. 

Selain di film Nena mengaku sudah lama berniat rekaman, namun baru tahun 1986 ia berkesempatan melakukannya, "Habis saya selalu sibuk dengan film Bangkitnya Nyi Roro Kidul yang di sutradarai oleh Sisworo Gautama dan dalam film itu Nena jadi wartawati mendampingi Suzanna. 

Album kaset "Pop Bosas Selection" di selesaikan Nena Rosier berisi lagu-lagu ciptaan Pance Pondaag, Obbie Mesakh dan lain sebagainya. "Pendeknya lagu-lagu yang top lalu saya bawakan kembali dengan irama bosas, jelas nena tentang rekamannya. 


~RF 625~

Monday, November 10, 2025

FARIDA PASHA, MENDAPAT JULUKAN BINTANG HOROR

 


FARIDA PASHA cukup akrab di telinga para penggemar film nasional. Tak aneh karen amemang sering menjadi peran utama dalam film-film yang berbau horor. Misalnya dalam film "Guna Guna Istri Muda", "Nenek Grondong", "Dukun Ilmu Hitam", "Panasnya Selimut Malam" dan masih banyak lagi. 

Menurut Farida Pasha, dirinya pernah di tawari film film "Bibir-Bibir Bergincu" tetapi karena ia merasa tidak cocok dengan adegan-adegan yang harus dilakukan makanya dengan berat hati ia terpaksa menolaknya. "Biar bagaimanapun saya masih belum bisa juga kalau diminta untuk beradegan yang kelewatan, itu menurut saya lho!", ujarnya lagi. Farida Pasha pernah mengikuti Workshop Seni Peran. Diluar film maupun drama, Farida juga ikut berorganisasi, ia aktif dalam wadah yang bernama LAKSWI (Lembaga Kebudayaan Swadari Indonesia) dan ia menjadi Sekjen Lakswi. 

Selain pengalaman di dunia film dan drama, pada pertengahan 80an Farida juga memiliki usaha sampingan jual beli benda antik. Di rumahnya pun ia mengoleksi benda benda antik seperti keramik dalam bentuk beragam mulai dari boneka kecil sampai pada jambangan yang indah. 

Di akhir 80an, Farida Pasha makin makin dikenal ketika berperan sebagai Mak Lampir dalam film Misteri Dari Gunung Merapi yang juga merupakan peran yang melekat pada dirinya hingga sekarang. 


~RF 615

MENGENANG S. BAGIO

 


BAGIO pernah di juluki sebagai "Pelawak Segala Zaman". Setelah 14 tahun lamanya di kenal sebagai group lawak yang paling kompak dengan pelawak lain Sol Saleh, Darto Helm dan Diran, Bagio CS pecah juga pada tahun 1983. Sol Saleh keluar dan ingin berdikari merintis sebagai MC dan pelawak tunggal. Sedangkan Darto Helm dan Diran masih tetap bersama Bagio dalam penampilan di panggung maupun di televisi meski akhirnya juga memiliki kesibukan masing-masing. 

Darto Helm agaknya laris di film juga sebagai pemeran pembantu dalam film-film banyolan.  Antara lain ia tampil dalam CHIPS, CHIPS dalam Kejutan, Sama Sama Senang, Sama Gilanya dan Dunia Semakin Tua. S Diran di jadikan bintang iklan sebuah perusahaan susu sapi kering. 

Sejak ditinggal Sol Saleh, Bagio yang kala itu menjabat sebagai bendahara PARFI merasa group Bagio CS agak beantakan. Bahkan sebuah penampilan mereka di televisi dinilai tidak lucu dan jorok oleh masyarakat. 

S Diran yang di jadikan bayi berselimut sarung di jejali nasi sampai megap megap oleh Bagio. Adegan semacam ini sungguh tak pantas di bawakan oleh pelawak-pelawak kawakan seperti mereka. Teramat vulgar (kasar) dan mengisyaratkan bahwa mereka telah kekeringan ide untuk melucu. 

"Melawak memang tidak mudah, dan saya akui terkadang saya juga buntu, mati langkah!" ujar Bagio sambil menghela napas. "Itu sebabnya sebelum muncul keatas panggung pelawak harus benar-benar telah mempersiapkan dirinya,"!. 

Walau telah berpuluh tahun menetap di ibukota, kalau berbicara Bagio tetap saja masih berlogat Banyumasan yang medok!

BAGIO pernah juga mengalami masa jaya dalam dunia film. Hitung-hitung ternyata ia telah bermain lebih dari 25 judul, baik sebagai pemeran utama maupun pemeran pembantu. Untuk menebutkan beberapa judul yang menonjol, pertama sekali Bagio menyebutkan "Sang Guru". 

Seperti diketahui, dalam satire garapan Edward Pesta Sirait itu Bagio di calonkan sebagai salah seorang aktor terbaik dalam FFI 1982. Film-film lain yang cukup mengesankan juga antaranya : "Gaya Remaja" (debutnya dalam film bersama Eddy Sud dan Iskak, Lalu "Mat Dower" karya Nyak Abbas Akub yang sarat dengan sindiran, "Buah Bibir", "Pulau Puteri" "Ateng Pendekar Aneh", "Tuyul Perempuan", "Manusia Purba dan banyak lagi. Bagio juga tampil sebagai bintang tamu memerankan tokoh bandot tua Johny Matakotok yang isterinya di culik dalam film komedi detektif "Six Balak kontra Penculik Pengantin", Gara-gara isterinya di culik, Johnny Matakotok melapor pada agen rahasia  Ganda Enam yang di perankan oleh Gito Rollies. 


~RF 524~

Saturday, November 8, 2025

ANTON INDRACAYA, PEMERAN TAMBAHAN YANG LARIS


 Dalam Sebuah Film, ada pemeran utama, pemeran pembantu danpemeran tambahan. Yang terakhir ini masih lebih tinggi daripada figuran yang cuma numpang lewat. Apalagi pemeran tambahan lambat laun bisa meningkat menjadi pemeran pembantu. Salah satu pemeran tambahan yang terhitung laris dalam film-film nasional adalah ANTON INDRACAYA. 

Anton yang berasal dari Padang sebenarnya adalah seorang psikolog, tapi ketika kulah ke London, setiap malam tergila-gila nonton teater. Bahkan kemudian ia menjadi pemain di London Theater. Tidak tanggung tanggung pernah pula menyutradrai dua play di "College Thearer di sana. 

Sebagai pemeran tambahan, Anton yang bertubuh gemuk ini paling sering diminta memerankan tokoh manager dan dokter. Film pertama yang dibintanginya "Duo Kribo" di sutradarai Eduart Pesta Sirait, produksi tahun 1977 sebagai Manager Perusahaan Rekaman yang mengontrak Ahmad Albar dan ucok AKA erton n A5Harahap. 

Pada awal tahun 1986 tercatat sudah 30an judul film yang di bintanginya. "Tahun 1985 Anton bermain dalam 19 judul film, yang masih tetap dengan peranan pembantu kecil alias pemeran tambahan. Sutradara Arizal meminta dua kali berturutan mendukung komedinya Warkop Prambors dalam film "Gantian Dong" sebagai tamu Jepang yang menampar pipi Indro, lalu "Kesempatan dalam Kesempitan", sebagai Boss perusahaan rokok yang memecat Kaharuddinsyah dan menerima Dono kembali bekerja. 

Dalam "Bila Saatnya Tiba" sebagai Bobby yang berkerjasama dengan Christine Hakim, mencari order untuk perusahaan mereka. Dalam "Serpihan Mutiara Retak" sebagai dokter yang tak kuasa menyelamatkan Abizars. Dalam "Susana Susana Buktikan Cintamu" sebagai manager Ikang Fawzi. 

Menyusul yang lain-lainnya "Melintas Badai", "Untuk Sebuah Nama", "Yang Masih Di Bawah Umur", dan "Gadis Hitam Putih".

"Dulu orang sering memandang agak sinis pada saya, mentang-mentang saya kawan baik Produser Ferry Angriawan, maka saya sering muncul dalam film-film produksi Virgo Putra Film", jelasnya. Tapi akhirnya banyak main dimana-mana, hal ini setelah para sutradara menyadari bahwa Anton  bisa main, bukan cuma untuk peranan-peranan enteng saja. 

Berawal dari tantangan sutradara Mardali Syarief ketika menggarap "Bibir Bibir Bergincu" untuk menirukan gaya Wim Umboh Anton menerima tantangan tersebut. Ia berperan sebagai Wim yang saat itu masih belum sehat betul, melangkah agak terseret masuk ke sebuah bordil dan menawar watunas dengan dialog dialog yang khas. Siapapun yang mengenal Wim Umboh asli pasti akan tertawa geli menyaksikan lagak lagu Anton yang begitu persis. 

Sejak keberhasilannya itulah, Anton mulai laris diajak main kian kemari. "Peran apapun bersedia saya terima, kecuali peranan sebagai tokoh keturunan Cina yang kolot, berlogat pelo totok", cetus Anton. "Lho jaman sekarang mana ada sih orang-orang yang begitu? itu kan cuma pada zaman penjajahan Belanda dulu, zaman engkong engkong kita!". 

Pernah juga Anton memerankan seorang pedagang hasil bumi keturunan Cina di sebuah kampung dalam film "Nilai Nilai Luhur" Tapi pedagang non pri itu di gambarkan sebagai orang yang sudah membaur, bahkan menampung mahasiswa-mahasiswa yang turun ke desa di rumahnya. Bahasa Indonesianya baik dan berjiwa sosial, menyumbang beras dan lain-lainnya untuk keperluan kampung. Pokoknya seorang warga negara yang mengamalkan P4. 

~RF 615


Thursday, November 6, 2025

FILM JEJAKA JEJAKA

 


FILM JEJAKA JEJAKA. Richie Ricardo yang berperan sebagai Yudhistira sedang pulang dari berolahraga bersama Lestari yang di bintangi oleh Rani Soraya dan Riri yang dimainkan oleh Hera. Disitu datang teman Yudhis berdama Rengga (Chris Salam) dengan mengendarai motor trail. Kemudian Rengga di perkenalkan pada Lestari oleh Yudhis. Demikian sediki cuplikan jalannya suting film di sebuah rumah mewah di daerah Lenteng Agung. 

Shot selanjutnya diambil setelah Lestari selesai di perkenalkan Yudhis pada Rengga, kemudian Lestari dan Riri pergi dari hadapan mereka, tinggal Yudhis yang masih bercakap-cakap dengan Rengga. Kemudian datang Bonny yang dibintangi oleh Eddy Poor ikut nimbrung berbincang, setelah Bonny datang dengan berlari-lari dan memberitahukan sesuatu pada Yudhis dan Rengga. Kemudian datang pula Riri dari dalam rumah dengan berlari-lari sambil membawa sepucuk surat untuk di berikan pada Yudhis. 

Adapun scene yang lain pada suting siang itu adalah adegan di garasi ketika Rengga mencari-cari Yudhis, kemudian di lanjutkan scene di kolam renang, Riri dan Yudhis sedang berenang, Lestari yang belum bisa berenang berada di kolam yang dalam, Tiba-tiba kecebur, hingga Yudhis menolongnya dengan mengangkat tubuh Lestari dari kolam. Kemudian mengeluarkan air dari dalam perutnya. 

Pada suting saat itu tampak asisten sutradara Hadi Purnomo begitu aktif dalam mengatur posisi pemain, melatih dialog dan membetulkan akting pemainnya, sebelum take. 

"Bagaimana pak Iksan? tanya Hadi Purnomo pada Iksan Lahardi  yang menyutradarai film ini, setelah segala sesuatunya tentang pemain dianggap telah siap. 

"Okey.. kamera siap, eksen!" Iksan Lahardi memberi aba. 

Maka Juru kamera Harry Simon merekam adegan-adegan tadi, setelah camera set up di bereskan bersama anak buahnya yang berdiri dari penata kostum, make up property, dan set telah membereskan bidang masing-masing pula. Sementara itu dikamar editing, film-film yang telah di syut dan di proses pertama, disunting gambar oleh Editor Rizal Azmar. 

"Film ini merupakan produksi ke III dari Central sesudah Gairah Pertama dan bercinta," kata Benny Bariguna produser PT. Central Graha Utama Film yang memproduksi film ini. Menurut Iksan Lahardi, film Jejaka-jejaka merupakan film remaja yang bercorak komedi. Komedi disini merupakan situasi yang bukan lawakan. 

JEJAKA JEJAKA Merupakana film Tiga Jejaka yang berbeda karaketer. 

Jejaka Pertama bernama Yudhistira (Richie Ricardo) yang biasa dipanggil Yudhis adalah seorang playboy. Jejaka kedua adalah Rengga (Chris Salam), seorang anak jalanan yang ahli naik motor trail dan berkelahi. Sedang Jejaka ketiga adalah Bonny (Eddy Poor) seorang yang bertingkah laku blo on, hingga setiap gerak geriknya akan mendatangkan ketawa. 

Yudhis mempunyai seorang adik perempuan berumur 11 tahun bernama Riri (Herawaty Helmi) di rumah Yudhis dan Riri kedatangan seroang gadis dari desa bernama Lestari (Rani Soraya). Di rumah Yudhis dan Riri kedatangan seorang gadis dari desa bernama Lestari (Rani Soraya). 

Pada mulanya Yudhis acurh tak acuh saja melihat lestari karena ia telah mempunyai banyak pacar. Namun ketika pada suatu hari Riri mengajak Lestari ke sebuah pesta ulang tahun, disitu ia didandani memakai pakaian kakak Riri yang masih berada di luar negeri. Sepulang dari pesta, Yudhis melongo melihat kecantikan Lestari, hingga dengan gaya playboy nya ia barusaha merayu Lestari. 

Lestari yang mengetahui kalau Yudhis adalah seorang playboy beusaha agar tidak jatuh cinta pada Yudhis, maka bila Yudhis mengadakan serangan asmaranya selalu kepentok. Ketika Yudhis berusaha mencium Lestari, terjadi perselisihan antara keduanya.

Rengga di perkenalkan Yudhis pada Lestari, jatuh cinta pula kepadanya. Namun ketika mengetahui bahwa Tari adalah pacar Yudhis, ia mengalah dan membantu merukunkan mereka kembali. Hingga percintaan Yudhis-Tari bisa berjalan dengan lancar di tengah-tengah mereka hadir pula Bonny yang Kocak. 

~Film 012 Oktober 1985


CERITA WIM UMBOH DIBALIK SUTING SERPIHAN MUTIARA RETAK!


CERITA WIM UMBOH DIBALIK SUTING SERPIHAN MUTIARA RETAK! Kalau ada orang yang paling nekat waktu menyelesaikan filmnya barangkali bisa di sebut nama Wim Umboh.  Oran gyang dekat dengan Wim saat membuat film tentu memiliki sejumlah kisah tetang kenekatan Wim. Bagi Wim Umboh sendiri , semboyan apapun bisa di kerjakan dan didapat selalu di pegang. Dan ucapan khas Wim selalu : Bisa kok! Bisa Kok!. 

Suatu ketika Wim Shooting film Serpihan Mutiara Retak di Rumah Sakit Budi Kemulyaan. Ceritanya bintang cilik Arbis lagi sakit jantung dan Wim membutuhkan  alat pernafawan. Karena tanpa persiapan apapun tentu saja alat itu susah di dapat. Asisten sutradara Wim, Ucik Supra di suruh cari kesana kemari namun tidak ada. 

"Semua di pakai pasien Oom" ujar Ucik. Tapi Wim tak mau tahu. "Alat itu harus di dapat, " perintah Wim. 

Akhirnya WIm dan Ucik cari sendiri alat tersebut dari ruang ke ruang, "Semua di pakai Oom, nggak bisa sekarang," ujar suster. 

"Harus bisa dan cari lagi. Bisa kok, balas Wim. Akhirnya Wim dan Ucik naik turun gedung rumah sakit dan keluar masuk ruang. Setiap pasien di tengok tapi memang alat pernafasan di pakai semua. Wim akhirnya menuju kamar emergency. Tak peduli larangan suster, Wim memeriksa alat yang di carinya dari tempat tidur ke tempat tidur . Semua di cari. "Nggak bisa Oom," Ucik sudah nyerah. "Bisa kok, bisa kok," timpal Wim. 

Setelah membuka  tiap ruang dan selimut pasien, akhirnya Wim menemukan alat pernafasan yang di carinya dari pasien yang baru saja meninggal dunia. Alat itu langsung di comot dan diberikan pada Ucik. "Ci, bisa kok, bisa. Nih cepat bawa ke lokasi suruh anak-anak siap shooting," perintah Wim dengan nafas ngos ngosan. Maklum untuk mencari alat ini saja Wim terpaksa memasuki hampir tiap ruang di rumah sakit tersebut dan memakan waktu sekitar 4 jam lebi. 


~Film 012 Oktober 1985

Monday, November 3, 2025

COK SIMBARA


 COK SIMBARA. Dunia film sulit di tinggalkan, Cok Simbara mengakui hal itu. Tapi nanti dulu, "saya sempat frustasi, memang. Itu karena ditangguhkannya sampai lima tahun film "Petualang-Petualan" dan saya juga melakukan kegiatan lain di luar film pada saat tidak main film. 

Sudah banyak judul film yang ia binganti. Tida semuanya sebagai pemeran utama, tapi minimal menjadi pemeran pembantu. Satu capaian yang boleh di kata baik, mengingatnya sulitnya mendapat kesempatan main film saat itu. Mengingat pula (Sangat) banyaknya pemain yang belum mendapat kesempatan dan capaian macam Cok. Dan karenannya banyak pemain yang patah arang ditengah jalan, bahkan mundur sebelum beraksi di depan kamera, mengubur angannya yang muluk, menjadi bintang. 

Capaian Cok asal Tapanuli Selatan itu bukan karena wajah, perawakan dan keberuntungan saja. "Ketampanan memang memberikan satu point", katanya dengan argumentasi bahwa pada dasarnya kece toh enak dilihat. Itu baru satu point. Point berikutnya tentu saja kemampuan akting, yang dilandasi wawasan luas. Dan Cok simbara yang berangkat dari teater dengan pengalaman mentas ratusan kali bersama Teater Keliling, selain bersama Teater Kecil-nya Arifin C Noer mengaku terus menerus belajar. "Ya ngobrol-ngobrol dengan sesama artis, membaca maupun studi perbandingan atas permainan aktor lain," katanya. 

Lain di film, lain di teater, "Di teater kita terus menerus latihan dan belajar. Ketika saya masuk ke film, banyak melihat pemain yang baru membaca dan menghapal peranan serta dialognya di lapangan, ini yang sempat menulari saya, ikut malas-malasan", katanya. 

Maksudnya, ia terbawa oleh kebiasaan sebagian temannya, tak banyak latihan dan belajar lagi seperti di teater. Ditanya lebih lanjut mengenai masih banyaknya pemain film yang terbatas wawasannya, "Itu perlu waktu. Sebab banyak pula pemain film lahir tanpa sengaja. Dengan demikian mereka merasa tidak perlu memiliki wawasan luas. Tapi pada akhirnya lama-kelamaan akan menyadari dan tertuntut untuk mencari," tambah aktor yang gila bola gelinding (bowling) ini. 

Di teater dulu saya mendapat banyak, yang sekarang sudah di dapat. Permainan total sebagai seorang pemain. Meski untuk itu ia menebus cukup mahal. Setidaknya dalam serba kekurangan uang sampai pengembaraanya yang panjang, di Teater keliling pimpinan Derry Sirna, ia terlibat semua tugas. bergantian menyiapkan set panggung, bergantian mencari sponsor "dan jarang yang mau memberikan sponsor secara penuh. Tapi dari kota ke kota lain memang selalu ada yang mengulurkan tangan. Meski soal makan apa adanya karena perolehan juga pas pasan. Makan nasi pecel seharga dua puluh lima perak misalnya itu terjadi di Solo". Dengan pengalaman pahit tapi berharga yang panjang tampaknya memberikan bekal pula untuk menghadapi dunia perfilman, yang diakuinya tidak setiap saat memberikan kesempatan main. 

"Petualang-petualang adalah film yang selesai pada tahun 1978, namun baru di edarkan tahun 1984 setelah mengendap di laci sensor, tetap dinilainya sebagai film yang paling berkesan. 

Cok Simbara jebolan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (Kini Institut Kesenian Jakarta) berangkat dari Tapanuli Selatan dengan niat belajar seni lukis. Tapi tak dilanjutkan, selanjutnya ngendon di Taman Ismail Marzuki yang mengantarnya ke dunia teater dan film.

~film 019 Tahun ke II


Saturday, November 1, 2025

AKTRIS MARIA TAMBUNAN

 


SEKILAS MARIA TAMBUNAN. Ada yang masih ingat muka yang satu ini? namanya memang tidaklah tenar tapi pernah menjadi bagian dari perfilman Indonesia meski dengan peran kecil. Ya dialah Maria Tambunan. Perempuan yang lincah dengan karakter khas masa remaja kala itu, enerjik, dan ceplas ceplos. Film yang pernah di ikuti antaranya Tak Ingin Sendiri, Langganan, Pembalasan Rambu, Perawan di Sarang Sindikat, Sentuhan Rumput Bergoyang, Menumpas Teroris dan lain-lain. 

Awal ketertarikan masuk dunia film karena kesukaanya pada seni akting. "Dari kecil cita-cita saya ingin jadi penyanyi atau bintang film," ujarnya. 

Sebelum ke film, perempuan yang mengaku punya bakat alam ini , pernah menjadi pengajar pada Taman Kanak Kanak, terjun ke tarik suara dan juga beberapa kali naik cat walk dalam peragaan busana. Sebagai peragawati ia tergabung dengan Blue Safir Group. 

Lahir di Medan, 3 Juli 1967, Maria anak ke sepuluh dari dua belas bersaudara. Tekad Maria adalah ingin main film bukan sekedar iseng, tetapi benar-benar serius. Maka setiap kesempatan ia pergunakan sebaik-baiknya. 


~film 019 Tahun ke II

SEKILAS DJOHAN DJEHAN

 


SEKILAS DJOHAN DJEHAN. Dilahirkan di Bogor, 11 Agustus 1956. Keinginan dan perhatian pada dunia seni berkembang terutama pada jenis seni teater, Setelah lulus SMA ia masuk IKJ pada departemen Teater. Dan Teater mengantarkannya ke dunia film. 

Sejak kecil memang senang nonton pertunjukkan sandiwara dan film, demikian pengakuan Djohan, maka ketika SMA ia aktif mengikuti kegiatan drama sekolah. Dan ketika menjadi mahasiswa IKJ ia sering ikut mengadakan pertunjukkan sebagai pemain baik di panggung maupun TV. Kemudian akhirnya ia diajak Nasri Cheppy untuk mendukung film Didadaku Ada Cinta dengan bintang utama Rano Karno dan Paramitha Rusady. 

Dalam film ini Djohan mendapat peran pembantu sebagai Johan yang merupakan teman Bob Ridwan yang di mainkan Rano Karno. Djohan yang dulu senang nonton film sejak kecil, kini telah menjadi bintang film. Film-film yang paling senang di tonton adalah Action dan horor. Adapun bintang idolanya adalah Marlon Brando, Al Pacino dan WD Mochtar. Setelahnya Djohan Djehan juga bermain dalam film-film lain seperti Pesona Natalia bersama Marissa Haque.

~film 019-tahun ke II



UMAR KAYAM & EROS DJAROT JURI FESTIVAL FILM INDONESIA YANG PERNAH MUNDUR


Festival Film Indonesia (FFI) ke 16 cukup hangat. Bukan oleh film-film peserta kompetisi tapi justru sebaliknya. FFI kali ini begitu di dominasi oleh film-film  peserta yagn sebenarnya kurang layak untuk nilai sebuah festival. Bidang penjurian disetiap festival pasti mengundang lirikan. 

Pertanda ini muncul ketika Eros Djarot , salah seorang juri awal mengundurkan diri dari barisan juri pada 22 Juli 1989, dengan alasan sibuk mengurus film "Tjoet Nja Dhien" ke berbagai festival dan pembuatan thriller di Australia. "Dengan sangat menyesal saya tak dapat menjalankan tugas yang sebenarnya sangat saya minati ini", tulis Eros dalam Surat pengunduran dirinya ke Kabid Penjurian.

Eros Djarot di calonkan sebagai Juri Komite Seleksi atas usulan KFT (Karyawan Film & Televisi) dan baru ikut menyeleksi selama 15 hari dan tidak hadir selama 11 hari. 

Menurut edaran Bidang Humas/Publikasi FFI '89 Panitia Tetap FFI tidak keberatan atas mundurnya Eros Djarot karena hal itu adalah haknya. "Semestinya Eros mengajukan pengunduran diri kepada Menteri Penerangan karena yang mengangkat adalah Menpen juga," tulis rilis edaran itu. 

Ini bukan pertama kali seorang juri Festival film Indonesia ini mengundurkan diri. Pada FFI 1984, Dr. Umar Kayam yang diangkat sebagai ketua Dewan Juri Film Cerita mengundurkan diri karena diributkan salah satu film yang dinilai dimainkan oleh Umar Kayam yakni "Pengkhianatan G 30 S PKI", Umar Kayam lalu diganti dengan Ki Suratman. Tapi ini tak membuat persoalan penjurian bisa selesai. 

Rekan dan sahabat Umar Kayam, Drs. Toeti Hearti menulis surat pengunduran diri dari juri sebagai rasa solidaritas atas 'nasib' posisi Umar Kayam yang konon 'disemena-menakan' dan dianggap tidak adil. 


~sumber : MF No. 082/50/THV, 19 Agustus - 1 September 1989